Pemuda dari Sungai Ular ini mengenang kembali apa yang terjadi semalam. Kala itu dia sedang tertidur di sebuah batang pohon. Dan tatkala dia terbangun, dilihatnya ada sebuah tulisan berisi pesan di batang pohon yang dijadikan sandarannya.
‘Lama kucari dirimu, Si Buta dari Sungai Ular. Carilah aku. Karena bantuanmu kubutuhkan.’
Ki Alam Gempita.Sesaat si pemuda yang di dadanya terdapat rajahan petir, tertegun dan menatap tak percaya pada tulisan yang dilihatnya. Namun kejap lain dia segera berkelebat untuk mencari jejak orang yang menuliskan pesan itu. Namun sudah tentu dia tak bisa menemukannya. Dan keadaan ini membuatnya menjadi penasaran.
Namun menemukan orang yang tak diketahui bagaimana rupa dan di mana tinggalnya sama dengan mencari sebuah jarum di tumpukan jerami. Kendati demikian, Si Buta dari Sungai Ular berusaha keras untuk menemukannya. Terutama mengingat orang itu seperti butuh bantuannya.
"Si
Tetapi Dua Iblis Hitam hanya terbahak-bahak saja."Anak gadis... rupanya kau memang harus diberi pelajaran dulu sebelum dibunuh! Dan ketahuilah... apa yang hendak kami lakukan tentunya belum pernah kau rasakan! Aku yakin, bila kau sudah merasakannya... maka engkaulah yang akan mengejar-ngejar kami berdua....""Mulutmu begitu kotor, Binatang!" menggeram keras Sri Kunting dengan pandangan gusar."Tak perlu membuang tenaga untuk bersuara! Lebih baik kau nikmati saja apa yang hendak kami berikan!" Habis kata-katanya, dengan kasar Maung Kumayang siap menarik pakaian di bagian dada Sri Kunting yang terbeliak lebar dengan bola mata berputar gelisah. Namun sebelum lelaki berwajah tirus itu melakukannya, seseorang cepat melesat."Kenapa masih ada saja orang yang bertindak busuk pada orang lain? Padahal bila perjalanan dalam kehidupan ini bergerak lurus terus menerus, maka semuanya akan berjalan lurus. Gadis itu memang benar, menyebut kalian binatang-binatang liar!
Benturan demi benturan itu baru terhenti tatkala tubuh masing-masing orang terpental ke belakang. Si Buta dari Sungai Ular dengan sigap memutar tubuh dua kali di udara dan berdiri tegak dengan gagah.Sementara di seberang, Maung Kumayang yang ambruk segera berdiri dengan agak terhuyung. Di sudut-sudut bibirnya merembas darah segar. Pandangannya kalap dan garang menatap pemuda yang di punggungnya terdapat sebilah senjata berbentuk tulang."Keparat betul! Julukan Si Buta dari Sungai Ular memang bukan julukan omong kosong! Dia sulit dihadapi sendirian!" makinya dalam hati lalu melirik ke arah Lodang Kumayang yang terkesiap tatkala melihat Maung Kumayang dalam keadaan goyah."Aku tak suka bila ada nyawa yang lepas karena urusan kapiran ini! Lebih baik tinggalkan tempat ini sebelum urusan jadi berlarut-larut!"Maung Kumayang memandang nyalang dan berkata, "Ternyata julukanmu memang bukan omong kosong. Tetapi siapa pun orangnya yang berani bikin ulah di hadapan
"Guru mengatakan, Raja Setan Seruling Maut sejak puluhan tahun yang lalu memang gemar mengadu ilmu, terutama pada orang-orang golongan lurus. Dia berkeinginan untuk menguasai rimba persilatan ini. Menurut cerita Guru, dulu dia berulangkali dikalahkan oleh Dewa Tanpa Nama, namun akhirnya Dewa Tanpa Nama tewas setelah orang yang semula berjuluk Raja Setan itu memiliki Seruling Gading milik Raja Seruling yang kemudian diubah namanya menjadi Raja Setan Seruling Maut dan dipakai sebagai julukannya. Dan julukan Raja Setan Seruling Maut bertambah santer terdengar, terutama sepak terjangnya yang telengas itu. Bahkan... hingga saat ini. Dan guruku... tewas di tangan orang-orang suruhan-nya...."Si Buta dari Sungai Ular membatin dalam hati, "Ternyata memang masih banyak orang yang berkeinginan mengalahkan orang lain dan bermaksud menguasai secara utuh apa yang bukan miliknya. Dan rasanya semua ini akan terus berlangsung hingga akhir dunia ini yang tak seorang pun tahu, termasuk peramal
Angin terus bergulung dingin dan suasana semakin bertambah angker. Ki Alam Gempita bergumam kembali, "Sudah tiga hari muridku Wulung Seta sengaja kuperintahkan untuk berlatih di Puncak Puri Alam. Aku tak ingin terjadi apa-apa dengannya bila ternyata urusan ini akan...."Mendadak saja, lelaki yang tak lain Ki Alam Gempita ini memutus gumamannya sendiri. Serentak itu pula dia membuka kedua matanya. Kepalanya terjulur menegang. Sepasang telinganya dibuka lebar-lebar, namun kejap lain segera dialirkan tenaga dalamnya kuat-kuat. "Hmm... ada suara alunan seruling yang masuk ke telingaku yang mendadak terasa panas. Alunan itu masih cukup jauh kukira, tetapi sudah mampu membuatku bergetar. Jangan-jangan... manusia keparat itu sudah tiba di sini...."Sambil kerahkan tenaga dalamnya, Ki Alam Gempita perlahan-lahan melompat dari batu yang didudukinya tadi. Begitu hinggap di tanah, kedua kakinya dipentangkan sementara kedua tangannya masih merangkap di dada."Gila! Semakin
Ki Alam Gempita segera memegang dadanya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya diputar guna alirkan tenaga dalam ke seluruh tubuhnya yang goyah. Kedua kakinya goyah dan sulit untuk dipertahankan. Kejap lain dia sudah ambruk dengan kedua kaki menekuk.Di seberang sana, Raja Setan Seruling Maut kendati masih bisa berdiri tegak namun dari sela-sela bibirnya mengalir darah segar. Kedua lengannya membiru dan agak membengkak.Dengan tatapan melecehkan dia berkata, "Ternyata kesaktianmu yang selalu dibicarakan banyak orang hanya omong kosong belaka. Kau berada setingkat di bawah Dewa Tanpa Nama, satu-satunya lawan yang kupikir sulit untuk dikalahkan kendati akhirnya mampus berteman cacing-cacing tanah! Tak seharusnya aku tiba di sini untuk mencabut nyawamu! Karena orang yang kuutus untuk melakukannya, yaitu Datuk Jubah Merah, pun dapat menjalankan dengan sempurna! Sayangnya, tanganku sudah terlalu gatal untuk membunuhmu hingga tak sabar untuk menunggu laporannya!"
"Ah... aku tak menginginkan kehadiranmu saat ini, Wulung Seta...."Orang yang membentak tadi ternyata seorang pemuda tampan berambut panjang. Matanya tajam dengan hidung mancung. Kulitnya agak hitam. Dia mengenakan pakaian berwarna abu-abu yang terbuka di bagian dada. Celana pangsinya berwarna hitam. Pandangan pemuda yang adalah murid Ki Alam Gempita yang bernama Wulung Seta dingin ke arah Raja Setan Seruling Maut."Manusia laknat! Berani berbuat, harus berani bertanggung jawab!" bentaknya geram.Raja Setan Seruling Maut masih umbar tawa yang berkepanjangan. Melihat sikap si pemuda, dia bisa menduga siapa pemuda ini adanya. Namun, dia tak terlalu berkeinginan untuk bertarung atau mengalahkan pemuda yang diyakini memiliki ilmu yang jauh di bawahnya. Makanya dia berkata, "Anak muda yang masih kukasihani! Urus gurumu itu ketimbang kau memancing marahku dan akhirnya hanya membuang nyawa percuma!"Wulung Seta melirik gurunya sejenak. Kejap lain, dengan hati pa
Sampai matahari sudah tepat di ubun-ubun keesokan harinya, pemuda berpakaian abu-abu itu masih terduduk dengan kepala tertunduk di samping mayat Ki Alam Gempita. Pemuda yang kesal dan marah pada dirinya sendiri karena tak mampu berbuat apa-apa, terdiam dengan wajah tegang. Sepanjang malam keadaannya seperti itu terus menerus."Guru... maafkan aku," desisnya dalam hati berulang kali sambil memandangi jasad gurunya yang terbujur kaku. Tak ada kepedihan lain yang bisa dibandingkan dengan kepedihan si pemuda. Bila menuruti kata hatinya, dia akan menyerang Raja Setan Seruling Maut kendati dia akan menemui ajal. Namun, dia justru tak berbuat apa-apa. Seharusnya, dilabrak saja perintah dari gurunya!"Bila saja kucoba untuk menghadapi manusia sesat itu, mungkin tak seperti ini rasa penderitaanku. Guru... di saat kau hendak menemui ajalmu, kau masih bermurah hati memikirkan keselamatanku. Dan kau tak sakit hati karena aku seperti orang dungu yang tak mampu membalas. Adakah keba
TEPAT di saat matahari sudah melalui tiga perempat garis perjalanannya, Wulung Seta sudah selesai menguburkan jenazah gurunya. Lalu si pemuda duduk bersimpuh untuk memanjatkan doa. Saking khusu'nya, dia tak mendengar langkah dua sosok tubuh yang telah tiba di tempat itu.Salah seorang dari dua pendatang itu meletakkan jari telunjuk pada mulutnya tatkala temannya hendak membuka suara. Temannya menganggukkan kepala mengerti, kendati dia nampaknya penasaran ingin mengetahui makam siapa yang berada di hadapan pemuda berpakaian abu-abu yang sedang terpekur di depan gundukan tanah yang nampaknya masih baru itu. Wulung Seta yang sudah selesai memanjatkan doa, langsung menoleh tatkala salah seorang pendatang yang mengenakan pakaian dari kulit ular berkata, "Sahabat... kami sama sekali tak bermaksud untuk mengganggumu. Tetapi kami terpaksa melakukannya karena ada yang hendak kami tanyakan...."Wulung Seta perlahan-lahan berdiri. Untuk sesaat pandangannya lekat pada pemuda berpa
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana