TEPAT di saat matahari sudah melalui tiga perempat garis perjalanannya, Wulung Seta sudah selesai menguburkan jenazah gurunya. Lalu si pemuda duduk bersimpuh untuk memanjatkan doa. Saking khusu'nya, dia tak mendengar langkah dua sosok tubuh yang telah tiba di tempat itu.
Salah seorang dari dua pendatang itu meletakkan jari telunjuk pada mulutnya tatkala temannya hendak membuka suara. Temannya menganggukkan kepala mengerti, kendati dia nampaknya penasaran ingin mengetahui makam siapa yang berada di hadapan pemuda berpakaian abu-abu yang sedang terpekur di depan gundukan tanah yang nampaknya masih baru itu. Wulung Seta yang sudah selesai memanjatkan doa, langsung menoleh tatkala salah seorang pendatang yang mengenakan pakaian dari kulit ular berkata, "Sahabat... kami sama sekali tak bermaksud untuk mengganggumu. Tetapi kami terpaksa melakukannya karena ada yang hendak kami tanyakan...."
Wulung Seta perlahan-lahan berdiri. Untuk sesaat pandangannya lekat pada pemuda berpa
“Manggala... seperti yang dikatakan Kakang Wulung Seta tentang pesan dari mendiang Ki Alam Gempita, beliau sangat mengharapkan bantuanmu! Dan aku, bersedia membantumu!"Si Buta dari Sungai Ular tersenyum seraya berkata dalam hati, "Sebenarnya ada yang kupikirkan. Mengingat manusia sesat itu telah berhasil membunuh Ki Alam Gempita yang kuyakini ilmunya sedemikian tinggi, menandakan kalau Raja Setan Seruling Maut memang memiliki ilmu yang lebih tinggi. Dan aku tak berani meraba sampai setinggi apa kesaktian yang dimilikinya. Dan bila aku seorang diri, kemungkinan besar aku bisa menjaga diri. Bukan maksudku untuk mengecilkan keduanya. Tetapi rasanya itulah yang terbaik dan lebih aman. Karena, aku justru khawatir bila aku harus melihat keduanya tak berdaya di tangan Raja Setan Seruling Maut, karena aku sendiri belum begitu yakin masih bisa bernapas atau tidak bila menghadapi manusia sesat itu."Habis membatin demikian Si Buta dari Sungai Ular berkata, "Persoalan yang
Dalam waktu yang sangat tipis, pemuda dari Sungai Ular ini sudah menarik napas. Dirasakan sesuatu bergolak di bawah perutnya. Kejap lain, dia sudah mengangkat kedua tangannya. Lalu dengan pergunakan jurus 'Terjangan Maut Ular Putih', pemuda ini sudah menyongsong labrakan Datuk Jubah Merah."Seketika menderu angin tak kalah dahsyatnya disertai hawa panas yang merejam. Gebrakan gelombang angin keras yang keluar dari kedua tangan Datuk Jubah Merah tertahan di udara. Terdengar pekikan tertahan dari mulut orang bercawat ini. Bersamaan dengan itu, Si Buta dari Sungai Ular segera menyentak tangan kanannya dari bawah ke atas. Sambaran angin yang menderu ke bawah tadi memuncratkan tanah di sekitar Danau Bulan. Menyusul hawa panas terangkat naik ke atas.Kembali terdengar pekikan Datuk Jubah Merah yang tak menyangka kalau pemuda berpakaian kulit ular itu mampu lancarkan pukulan yang ganas dalam keadaan yang sempit seperti itu. Dengan cepat lelaki tua bercawat yang setiap bergera
"Hei!" terdengar seruan Manggala tertahan. Dia mencoba mengejar, namun orang itu sudah lenyap dari pandangan. Sambil pandangi kejauhan Manggala membatin, "Hmm, siapa perempuan berpakaian kuning cemerlang tadi? Rasa-rasanya aku mengenal perempuan itu. Dan wajahnya, kendati hanya sekilas, kulihat berwarna perak. Apakah ada kulit manusia berwarna perak? Tetapi mengapa hanya wajahnya saja sementara kulitnya putih bersih? Hmm... siapa dia?"Selagi Si Buta dari Sungai Ular berusaha menguras ingatannya, Wulung Seta mendekat dan segera bertanya, "Siapa perempuan berpakaian kuning cemerlang tadi, Manggala?" Seketika Manggala menoleh dan menggeleng."Aku tak bisa menjawab sekarang. Tetapi... rasa-rasanya aku mengenal perempuan itu. Hanya saja, untuk saat ini aku belum bisa menemukan jawaban siapa perempuan itu." Si Buta dari Sungai Ular terdiam beberapa saat.Lalu katanya, "Ibarat permainan catur, Datuk Jubah Merah dan perempuan berpakaian kuning cemerlang yang menyelamat
"Tiga puluh lima tahun tak jumpa. Apakah dia masih hidup? Atau... dia masih punya urusan dengan Ratu Iblis, hingga tidak ada di tempat sekarang? Hmmm... kalau memang demikian, berarti kedatanganku sia-sia." Kembali si nenek terdiam dengan pandangan memicing tajam.Udara yang mampu menembus hingga ke tulang bagian dalam, lagi-lagi tak dihiraukan. Lalu terdengar teriakannya memanggil-manggil orang yang dicari. Tetapi tak seorang pun yang muncul.Si nenek bergumam lagi, "Kalau memang ternyata sia-sia, seharusnya aku tak kemari. Lebih baik mencari Raja Setan Seruling Maut, manusia keparat yang hendak menguasai rimba persilatan! Apakah sebaiknya aku....""Kedatanganmu tidak sia-sia, Peri Gelang Rantai!" terdengar satu suara memupus kata-kata si nenek yang segera palingkan kepala ke samping kiri. Kembali si nenek memicingkan sepasang matanya, berupaya menembus kabut pekat di hadapannya. Dan seperti melihat seseorang di balik kabut yang sangat tebal itu, si nenek kelua
Si nenek berpakaian hitam penuh tambalan mendengus berulang-ulang."Dari dulu aku tetap tak mengerti jalan pikiranmu, Raja Dewa! Apakah kau pikir itu adalah tindakan yang baik?""Bahkan teramat baik! Dan kebetulan, saat ini aku memang punya niatan untuk mengambil kembali Trisula Mata Empat dari tangan Ratu Iblis! Peri Gelang Rantai, bukankah kau hendak meminjam senjata itu!""Kalau kau hendak menggunakannya pula dan sama-sama memberantas manusia sesat berjuluk Raja Setan Seruling Maut, sudah tentu aku tidak akan melakukannya!""Lembah Iblis, tempat tinggal Ratu Iblis, sangat jauh dari sini! Kita akan membutuhkan perjalanan lima kali matahari melintasi bumi! Dan satu hal lagi, karena lama aku berdiam di sini, aku hendak menyambangi kakak seperguruanku dulu, Dewa Tanpa Nama!"Mendengar ucapan Raja Dewa, paras Peri Gelang Rantai terkesiap."Hmm... rupanya dia tidak tahu, kalau Dewa Tanpa Nama telah tewas tiga puluh lima tahun lalu di tangan Raj
Sementara itu, pemuda yang melihat keadaan di bawahnya dan bukan lain Si Buta dari Sungai Ular adanya, segera melompat turun. Untuk sesaat si pemuda terdiam seperti berpikir. Kejap berikutnya dia sudah menahan napas. Sesuatu bergolak di dadanya. Dan kejap lain ada hawa yang cukup panas berpendar dalam tubuhnya. Bersamaan dengan itu pula, air hujan yang menimpa tubuh si pemuda terus mengering! Begitu seterusnya hingga terlihat kalau si pemuda tak terganggu dengan derasnya air hujan."Tadi sebenarnya aku hendak mempergunakan tenaga inti ‘Geledek’ untuk mengusir air hujan ini. Tetapi urung kulakukan karena aku khawatir kedua orang itu bisa merasakan perubahan hawa di sekitarnya! Hm, akan kuikuti kedua orang itu sekarang!"Dengan pergunakan ilmu peringan tubuhnya, pemuda dari Sungai Ular ini segera berkelebat. Dalam lima tarikan napas saja dia sudah berhasil mengikuti kedua orang itu yang ternyata sedang berhenti."Lodra! Binatang keparat ini ternyata ha
Sudra Jalang tak menghiraukan jawaban itu. Dia kembali bertanya dengan sorot mata angker, "Apakah Pimpinan memberikan tugas kembali kepada kami?"Kali ini Datuk Jubah Merah tak segera menjawab. Setelah beberapa kejap baru dia membuka mulut. "Tugas yang diberikannya kali ini tidak dipikul oleh Masing-masing orang! Dia menginginkan kita mencari orang yang diinginkannya!""Siapa orang itu!"Sepasang mata Datuk Jubah Merah menyipit, seperti menekan geraman dalam dada, lelaki bercawat ini menekan suaranya saat menjawab, "Si Buta dari Sungai Ular!"Tak ada yang bersuara setelah itu. Di tempatnya Manggala memaki-maki dalam hati, "Sialan juga tuh manusia! Seenaknya saja membawa-bawa namaku! Rasanya tak sabar untuk menjitak kepalanya!""Si Buta dari Sungai Ular. Aku juga pernah mendengar julukan itu. Adakah petunjuk dari Pimpinan untuk menemukan di mana dia berada?" tanya Sudra Jalang kemudian. "Pimpinan hanya menghendaki seperti itu! Dan dia memberi batas
"Apakah kau hendak menunggu kedatangan Dua Iblis Hitam?" Datuk Jubah Merah mengalihkan pertanyaan, kendati dia mulai geram."Itu bukan urusanku! Bila kau hendak melakukannya, silakan! Kedua manusia sesat itu boleh dikatakan sudah mati karena berani melanggar perintah Raja Setan Seruling Maut!"Di depan, Manggala berkata sendiri, "Lodang Kumayang sudah mampus! Dan Maung Kumayang sudah tak akan mampu mempergunakan ilmunya! Mungkin dia sudah berlalu dan mengubur diri di satu tempat yang tak pernah dikunjungi orang, ketimbang akan mampus akhirnya di tangan Raja Setan Seruling Maut!"Di seberang, Perempuan berpakaian kuning berkata lagi, kali ini lebih dingin, "Pergilah kau menuju ke selatan! Sementara aku ke utara!""Setan keparat! Bukan hanya dua manusia celaka itu tadi yang bikin aku geram, tetapi juga perempuan sialan ini! Tetapi karena dia telah menyelamatkan nyawa ku, untuk saat ini aku bisa melupakan sikap kurang ajarnya!" maki Datuk Jubah Merah dalam h
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana