Tatapan mata Arzan menyapu sekeliling kamar hotel yang dirinya tempati. Seketika matanya membulat sempurna saat mendapati seorang gadis tengah tidur dibawah tempat tidur sembari meringkuk. Jangan lupakan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.
"Ya Allah apa yang udah aku lakuin," Arzan meremas rambutnya frustasi setelah mengingat apa yang telah dia lakukan. Arzan berulang kali istighfar didalam hatinya. "Ya Allah bagaimana aku menjelaskan pada umi, Abi, dan.... Anisa. Maafin mas Anisa," lirih Arzan. Rasa bersalah langsung bersemayam di dalam dirinya. Terlebih pada istrinya. Beberapa menit larut dalam lamunan, Arzan bangkit dari kasur. Tak lupa mengambil semua pakaian miliknya yang berserakan dilantai kemudian membawanya masuk ke dalam kamar mandi. Selesai bersih-bersih, Arzan menatap perempuan yang masih tertidur dengan posisi sama. Perlahan tangannya terulur untuk menarik pelan selimut agar sang empu bangun. Sheyza, gadis cantik itu mulai terusik. Mata indah itu terbuka secara perlahan. Pandangan yang pertama kali dilihatnya adalah seorang pria jahat yang telah memaksanya tadi malam. Spontan Sheyza mengeratkan selimutnya. Tadi malam, Sheyza terlalu larut dalam kesedihan dan rasa lelah yang menderanya sehingga tidak sadar dirinya tidur di lantai bawah ranjang. Sheyza mencoba untuk bangkit berdiri, namun rasa sakit dibagian tertentu membuat dirinya memekik. Reflek kedua tangan Arzan memegang pundak Sheyza untuk menjaga keseimbangan, namun langsung ditepis oleh Sheyza. "Maaf," ucap Arzan sambil tertunduk dalam. Sungguh dirinya hanya bisa mengucapkan itu sekarang tanpa tau harus bagaimana lagi. Dirinya memang sudah bersalah. Dia sudah berbuat dosa besar. Sheyza mendengus. Ingin ke kamar mandi namun rasa sakit itu membuatnya urung melakukan itu. Dia memilih untuk duduk di tepi ranjang. "Saya akan bertanggung jawab, tapi dengan satu syarat." Ucap Arzan. Sheyza mendongak. Menatap tajam pria di hadapannya. "Memang sudah seharusnya anda bertanggung jawab. Apa yang sudah anda lakukan itu sudah diluar batas. Anda sudah mengambil sesuatu yang paling berharga di hidup saya." Pekik Sheyza. Sungguh dia merutuki kebodohannya tadi malam. Andaikan dia mengabaikan suara itu dan melanjutkan pekerjaannya maka semua akan baik-baik saja. Andaikan, tapi semua sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Sheyza harus menelan pil pahit. Apa yang selama ini dia jaga harus direnggut secara paksa oleh orang yang tidak dikenalnya. Arzan membuang nafasnya kasar. "Maaf, maaf untuk tadi malam. Tapi saya dijebak. Saya tidak mampu mengendalikan diri saya sendiri." "Saya tidak peduli! Tapi saya tetap mau anda bertanggung jawab!" "Tentu. Saya akan bertanggung jawab, tapi dengan satu syarat." "Syarat?? Yang benar saja?!! Anda yang melakukan tindakan kepada saya, tapi anda yang minta syarat kepada saya!" "Saya mohon, karena saya sudah punya istri. Saya tidak mau membuat istri saya kecewa kalau sampai tau saya berbuat seperti ini." Deg Mata Sheyza membola mendengar perkataan pria di depannya. Sungguh dirinya tidak menyangka kalau pria itu sudah punya istri. Tanpa mengatakan apapun, Sheyza menarik selimut yang membungkus tubuhnya dan langsung bangkit ke kamar mandi. Dia mengabaikan rasa sakit yang seakan mendera seluruh tubuhnya. Sheyza masuk ke kamar mandi setelah memungut seluruh pakaiannya di lantai. Arzan menatap sendu kepergian gadis itu. Entah bagaimana dirinya akan menyikapi semua ini. *** "Andai dia belum punya istri, aku harus gimana tuhan... Aku tak tau harus berbuat apa. Di satu sisi semua sudah habis tak tersisa lagi. Apa yang aku jaga selama ini sudah hilang, semua lenyap sia-sia. Maafkan aku Bu.... Maaf." Tangis batin Sheyza menjerit-jerit didalam dirinya. Setelah dirasa cukup di kamar mandi, Sheyza keluar. Tanpa mengatakan apapun Sheyza berjalan menuju pintu kamar. Namun tangannya ditahan oleh Arzan. Sheyza gadis yang memakai pakaian sedikit sobek di bagian depan itu menepis tangan pria yang mencekal tangannya. Dirinya terlalu malas berdekatan dengan pria brengsek didepannya. Pria yang sudah mengambil sesuatu paling berharga di hidupnya yang sudah dia jaga selama ini. Arzan menghela nafasnya kasar. Dirinya tak marah dengan tindakan gadis di hadapannya karena memang disini dirinya lah yang bersalah, tapi dia bingung dengan sikap yang harus dia ambil. "Mari kita bicara. Saya tetap akan bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi." Ajak Arzan. Sheyza tersenyum sinis. Tak disangka begitu mudah pria brengsek itu berkata seperti itu. Dikira Sheyza mau setelah dirinya tau kalau pria itu sudah menikah? Apa dia tidak memikirkan perasaan istrinya? Karena Sheyza tau bagaimana rasanya orang yang kita sayang direbut oleh orang lain. Ditambah Sheyza tidak mau menjadi alasan orang terluka. "Saya tidak butuh bicara dengan anda. Biarkan saya pergi, dan semoga kita tidak akan pernah bertemu kembali." Ucap Sheyza tegas. Arzan menggeleng, "Tidak. Saya tidak ada membiarkan kamu pergi. Bagaimana pun kita tetap harus bicara, kita harus menyelesaikan semua ini. Dan hari ini juga kita akan menikah." "Saya tidak mau! Anggap saja apa yang sudah terjadi adalah kesialan saya. Dan saya minta anda melupakan semuanya. Jadi, biarkan saya pergi dari tempat ini!" Pekik Sheyza keras. Sungguh dirinya sudah tidak mau lagi berurusan dengan pria didepannya itu lagi. Dia sudah bertekad untuk melupakan kejadian ini dan tidak akan menuntut tanggung jawab pada pria itu. Arzan menggeleng kan kepalanya tegas. Dia masih tetap kekeuh dengan pendiriannya. "Tolong kita harus segera menikah. Apa yang sudah kita lakukan itu dosa besar, kita tak seharusnya menampik hal itu. Saya ingin bertanggung jawab!" "Tanggung jawab?? Lantas bagaimana dengan istri anda?!" "Karena hal itu lah kita harus bicara. Saya tetap akan menikahi kamu, tapi pernikahan kita harus dirahasiakan. Tidak boleh ada satu orang pun yang tahu, termasuk kedua orang tua saya dan juga istri saya." "Gila!" Desis Sheyza. Jika seperti itu berarti dirinya akan menjadi istri kedua dari pria ini. Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah dirinya akan menjadi istri simpanan. "Saya tidak mau! Jangan paksa saya! Minggir!! Saya harus pergi dari sini." Sheyza mencoba menyingkirkan tubuh pria itu dari depan pintu. Berusaha mendorong, namun sayang lagi-lagi tenaganya tidak sebanding. "Saya tidak mau jika sampai terjadi sesuatu padamu nanti akibat perbuatan saya tadi malam." Kening Sheyza berkerut bingung. "Maksudnya?" "Tadi malam saya sudah melakukan itu pada kamu. Saya tidak tahu hal itu bisa terjadi bisa juga tidak. Tapi bagaimana jika kamu hamil?" Deg Jantung Sheyza berdegup kencang setelah mendengar perkataan pria di depannya. Jika itu sampai terjadi, apa yang harus Sheyza lakukan? Bagaimana tanggapan orang lain terhadap dirinya saat tau dia hamil tanpa suami. Arzan yang melihat Sheyza diam langsung menarik tangan gadis itu untuk berbicara di luar. Dia yakin kalau Sheyza pasti kelaparan sekarang. Dia berencana untuk mengobrol sambil makan. Sementara di tempat lain.... "Arrgghh! Ini semua gara-gara om Vito. Coba saja dia tidak mengurungku disini pasti aku sudah mendapatkan Gus Arzan." Sebal Bella. Benar. Orang yang membawa Arzan ke kamar hotel tadi malam adalah suruhan Bella. Namun siapa sangka dirinya malah berakhir di kamar lain bersama dengan om Vito nya menghabiskan malam panjang dengan pria paruh baya itu. Sial! Padahal tidak mudah untuk membuat Gus Arzan menghadiri acara seperti kemarin, tapi semua sia-sia. "Aku tidak akan menyerah. Suatu saat nanti akan aku pastikan kamu menjadi milikku Gus Arzan. Dan istrimu itu aku pastikan akan mati sebentar lagi karena hanya aku yang pastas bersanding denganmu. Hanya aku yang pantas mendapatkan gelar Ning....bukan Anisa." Tekad Bella bulat. Dirinya sudah lama membayangkan menjadi istri seorang Gus Arzan. *** "Silahkan dimakan. Setelah itu nanti kita bicarakan semuanya," ucap Arzan sembari meletakkan sepiring nasi goreng spesial didepan Sheyza. Sheyza hanya mendengus. Dirinya tidak selera makan apalagi dengan pria jahat seperti Arzan. Hatinya terlalu sakit mengingat semua yang sudah terjadi. Tapi pria itu malah mengajaknya makan disebuah restoran mewah. Bahkan sebelum berangkat pria itu juga sempat membelikan pakaian bagus untuknya. Meski begitu, Sheyza tidak menolak pemberian Arzan karena tidak mungkin juga dia makan dengan pakaian rombengan. Arzan menghela nafas berat saat gadis di depannya hanya diam tak mengindahkan ucapannya. "Makanlah, tubuhmu butuh nutrisi. Kamu sudah kelelahan semalaman." Sheyza memutar bola matanya malas. "Silahkan selesaikan sesi makan anda, setelah itu katakan apa yang ingin anda katakan. Saya tidak suka basa-basi." "Setidaknya makanlah dulu aga....." "Sudah saya katakan, saya tidak suka basa-basi. Jangan membuang waktu saya." Sheyza kesal. Dirinya sedang tidak minat makan, kenapa mesti dipaksa. Meskipun didepannya ini terhidang makanan mewah plus mahal tapi Sheyza sudah kehilangan nafsu makannya. Hatinya sudah terlanjur sakit. Arzan menyudahi sesi makannya. Dia lebih memilih untuk mulai membicarakan apa yang perlu mereka rundingkan karena melihat wajah Sheyza yang kelihatan tidak mood. "Jadi begini, saya akan menikahi kamu secara agama hari ini juga," Sheyza meremas tangannya kuat-kuat. Semua terasa berat. Namun dirinya juga tidak bisa menyangkal kalau bayang-bayang hamil membuatnya takut. "Saya juga sudah menghubungi saksi atas pernikahan kita. Tidak banyak, hanya lima orang saja. Itu pun sudah saya pastikan mereka bisa tutup mulut." "Terserah." Arzan mengembuskan napas kasar. "Masalah biaya hidup kamu, semua akan saya tanggung. Saya tetap akan memberikan kamu nafkah sama besar dengan yang saya berikan pada istri saya." Sheyza mendengarkan, namun dia acuh. Terserah dengan apa yang akan pria itu lakukan. "Untuk sekarang silahkan kamu hubungi ayah kamu untuk menjadi wali karena sekarang juga kita akan ke KUA." "Saya tidak punya ayah." Terkejut? Tentu. Tapi Arzan tidak mau ambil pusing. Bisa jadi ayahnya sudah meninggal, jadi dia lebih memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut. "Jika begitu, kamu bisa menghubungi saudara kamu untuk menjadi wali." "Saya tidak punya. Saya sebatang kara hidup didunia ini!" DegPernikahan dilangsungkan siang itu juga. Dengan saksi yang sudah dipersiapkan oleh Arzan, semua berjalan lancar. Tentu tidak sulit baginya untuk mendapatkan beberapa saksi mengingat relasinya yang luas. Tidak ada orang yang tahu kecuali beberapa temannya yang dia minta mencari saksi. Tidak ada yang lainnya. Arzan minta bantuan temannya untuk mencarikan dirinya lima orang saksi untuk pernikahannya. Bahkan Arzan sampai membayar mereka untuk tutup mulut.Pada awalnya teman Arzan merasa heran dengan apa yang dilakukan Arzan, mengingat bagaimana perilaku Arzan selama ini. Namun Arzan memilih bungkam, tidak mau membahasnya. Dirinya cuma minta untuk tidak memberi tahu atau membahas tentang pernikahan ini kepada siapapun. Terlebih orang tuanya.Tidak ada gaun pengantin yang melekat pada tubuh Sheyza. Padahal hari ini merupakan hari yang sudah dia impikan sejak lama. Pernikahan sekali seumur hidup. Tapi apa yang bisa dirinya lakukan sekarang? Sheyza bahkan hanya mengenakan setelan gamis denga
Saat ini kedua orang suami istri itu sudah sampai di jakarta lebih tepatnya di apartemen milik Arzan. Tentu saja Arzan langsung membawa Sheyza ke apartemen miliknya. Karena tidak mungkin kalau membawa Sheyza ke pesantren, yang ada akan banyak tanda tanya disana terutama dari orang tua dan istrinya."Ini apartemen saya. Mulai sekarang kamu tinggal disini. Untuk keperluan kamu besok kita beli." Ucap Arzan sembari membukakan pintu untuk Sheyza.Sheyza menatap sekeliling ruangan yang terlihat sangat mewah. Semua barang-barangnya lengkap. Matanya memanas saat mengingat kehidupannya dulu. Dulu saat ayahnya masih ada, semua keinginan Sheyza tidak pernah terlewatkan. Apapun yang dia mau pasti dia dapatkan. Begitupun dengan kakak angkatnya. Mungkin karena hal itu lah sang kakak jadi seperti ini. Dia selalu meminta uang kepada Sheyza untuk mendapatkan hal-hal yang dia inginkan."Disana kamar saya dan akan menjadi kamar kamu juga mulai sekarang. Kamu bisa istirahat disana." Tunjuk Arzan pada seb
Namanya Arshaka Syauqi Arzan. Usianya baru menginjak dua puluh sembilan tahun dan sudah menikah lima tahun yang lalu dengan wanita muslimah bernama Anisa Az-Zahra. Gadis yatim piatu pilihan abahnya. Sang Abah menjodohkan Anisa dengan Arzan karena ayah Anisa dengan abahnya dulu sahabatan. Dan mereka punya janji untuk menjodohkan kedua anak mereka jika sudah besar nanti. Keduanya tidak saling mengenal. Tapi karena baktinya kepada orang tua, Arzan menerima pernikahan itu.Setelah mendengar kepergian sahabatnya, kyai Rafiq langsung mencari keberadaan kediaman sang sahabat di Jogja hingga bertemu dengan anaknya. Itu semua karena terdapat foto didalam dompet milik Anisa. Sudah dua puluh lima tahun lamanya mereka tidak bertemu, tepatnya setelah ayah Anisa menikah dan langsung pindah ke Jogja.Anisa yang hidup sebatang kara menjadi bahagia karena bisa menjadi istri seorang Gus Arzan, penerus pondok pesantren Al-Hikmah. Dirinya tidak perlu susah-susah lagi mencari pekerjaan seperti yang dia la
Sebuah unit apartemen adalah tujuan Arzan. Dan saat ini dirinya sudah sampai di depan unit apartemennya. Tanpa menunda-nunda Arzan langsung masuk mencari keberadaan Sheyza. Namun yang dicari ternyata tidak ada disana. Arzan masih berpikir positif mungkin Sheyza masih tidur mengingat ini masih pukul enam. Mungkin saja istrinya kelelahan dan tertidur nyenyak didalam kamar.Dengan langkah tegas Arzan memasuki kamarnya. Dirinya ingin memastikan jika istrinya benar-benar ada di dalam kamar.CeklekkKosong. Jantung Arzan berdebar tidak karuan, hatinya kalut. Takut Sheyza pergi dari sini. Langkahnya langsung tertuju pada kamar mandi di dalam kamar. Tanpa ragu Arzan langsung membukanya. Tak ada siapapun. Arzan cemas. Pikirannya sudah tidak bisa positif lagi. Dengan langkah tergesa, Arzan keluar dari dalam kamar itu. Jelas tujuannya adalah mencari Sheyza disekitar apartemen.Sedangkan gadis yang dicari malah sedang asik duduk di sebuah kursi dan menikmati semangkuk bubur ayam. Tadi pagi tiba-
Arzan membawa Sheyza ke pusat perbelanjaan yang ada di kota. Mereka sama-sama memakai masker untuk menutupi wajah. Penampilan Arzan juga tidak seperti biasanya. Jika biasanya Arzan memakai pakaian formal atau bersarung, kali ini pria itu memilih memakai celana jeans hitam serta jaket kulit miliknya. Arzan menyempatkan diri untuk mengganti pakaiannya. Tujuannya jelas agar tidak ada orang yang mengenalinya."Kita beli ponsel dulu," ajak Arzan. Tangannya meraih tangan Sheyza untuk digenggam, namun Sheyza langsung menepisnya. Sheyza tidak mau bersentuhan dengan Arzan lagi.Cukup tadi pagi kesalahan Sheyza lakukan. Entah setan dari mana dirinya malah berdiam diri saat sang suami memeluknya. Untuk sekarang dirinya akan tetap menjaga kewarasan untuk tidak bersentuhan lagi dengan suaminya."Maaf, tapi saya takut nanti kamu hilang." Ucap Arzan kekeh tetap ingin menggandeng tangan lentik Sheyza."Saya bisa sendiri, saya sudah besar. Jadi anda tidak perlu repot-repot. Saya pastikan saya tidak ak
Cup Arzan langsung membungkam mulut yang sibuk membantahnya itu dengan ciuman. Dirinya terlalu gemas dengan gadis ini.***"Gus Arzan kemana ya? Udah sore hampir sore juga tapi kok belum datang. Dihubungi juga nggak diangkat, mana kerjaan banyak lagi." Dumel Ardi walaupun sambil mengerjakan beberapa tumpukan berkas yang menggunung di meja kerja Gus Arzan."Apa lagi sama istrinya ya? Kemarin kan sempat ditinggal ke Bandung, mungkin mereka lagi kangen-kangenan. Oke kalau gitu coba hubungi Ning Anisa aja, terus minta tolong Gus Arzan disuruh ke kantor gitu. Ah pasti langsung kesini kan, emang pinter banget kamu Ardi. Maaf ya Gus mengganggu waktu berduanya. Tapi kalau gak gini kerjaan gak selesai-selesai." Ide brilian Ardi muncul tiba-tiba. Ardi langsung mengeluarkan ponsel miliknya.***Anisa sedang duduk santai di kursi rotan samping ndalem, tiba-tiba ponselnya berdering. Buru-buru wanita berhijab biru itu mengambil ponsel di kantong gamisnya. Kepalanya mengernyit saat membaca nama A
Arzan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Beberapa menit kemudian dirinya sudah sampai di pesantren Al-Hikmah. Arzan turun dari mobil setelah memarkirkan mobilnya di tempat biasa. Saat kakinya melangkah ke ndalem, di depan pintu sudah terlihat keberadaan ummi Zulfa duduk di kursi rotan.Dengan tersenyum, Arzan menghampiri sang ummi dan mengulurkan tangannya pada ummi Zulfa. "Ummi kapan pulang? Abah kemana?""Abah sudah istirahat, tadi banyak sekali kegiatannya jadi mungkin kecapekan." Jawab ummi Zulfa lembut.Arzan menganggukkam kepalanya. "Terus ummi kenapa masih diluar sendirian. Ini sudah malam ummi, ayo istirahat kasihan Abah tidur sendirian."Ummi Zulfa menggeleng. "Ummi nungguin Abang pulang. Kenapa pulangnya sampai jam segini?"Arzan terkekeh. "Ummi kan sudah biasa lihat Abang pulang jam segini. Ini masih jam sepuluh lewat. Biasanya Abang juga pulang jam dua belas malam," jawab Arzan sembari beringsut duduk di dekat umminya. Dirinya benar-benar lelah seharian ini. Ya le
Ini sudah terhitung lima kali Arzan memuntahkan isi perutnya. Wajah dan badannya juga terlihat lemas sekali."Mas nggak usah pergi ke kantor dulu deh, istirahat saja dirumah." Ucap Anisa yang sudah rapi dengan gamis ungunya. "Tapi maaf ya mas, Anisa gak bisa temenin mas dirumah. Anisa mau ke rumah sakit mau ngambil hasil pemeriksaan kemarin."Arzan hanya mengangguk saja. "Saya juga harus pergi keluar. Kamu bisa minta antar jemput pak Kardi ya," ucap Arzan. Pak Kardi adalah supir yang biasa mengantar umi dan Abah."Mau kemana mas? Mas kan lagi sakit, mending dirumah saja dulu. Itu dilaci ada obat masuk angin nanti bisa diminum setelah sarapan.""Saya harus ke kantor, banyak berkas yang belum saya tandatangani. Jam tiga sore nanti juga harus meeting klien dari Jepang."Anisa mengerucutkan bibirnya kesal. Tapi mau maksa Arzan untuk tetap di rumah juga tidak bisa karena harus buru-buru pergi. Andai Anisa tidak pergi pasti dia akan menahan suaminya agar tidak berangkat ke kantor dulu. Dia
"temen apa temen?" Oma menatap cucunya itu dengan tatapan meledek. Sesuai yang di ucapkan oleh Oma Ina tadi, kedua nya kini tengah mengobrol berdua. Sedangkan Sheyza, di suruh istirahat di kamar oleh Oma.Noah mendengus, mengambil keripik yang baru saja di buat oleh bibik lalu memakan nya dengan santai."Temen doang Oma."Oma mengangguk. "Iya teman, Oma percaya. Tapi kenapa kamu membawa kabur temen kamu dari suaminya hm?""Noah enggak bawa kabur Oma.""Jangan berbohong Noah. Oma tau dia itu istri orang karena dia dalam keadaan hamil," Oma menghela nafas nya kasar. "Atau kemungkinan besar dia hamil sama kamu iya?"Noah menggeleng kan kepala nya cepat. "Noah enggak mungkin berbuat seperti itu Oma, malu-maluin. Kalau Noah mau pasti melakukannya dalan keadaan sudah halal. Walaupun Noah begajulan, tapi Noah masih menjunjung nilai-nilai seperti itu." Noah menghembuskan nafas nya kasar, sebenarnya tak jarang dari teman kolega bisnisnya yang sering mengajak one night stand. Tapi Noah selalu m
Nabila dan Kyai Rofiq berlarian ke ruang IGD saat seorang perawat mengatakan jika pasien kecelakaan barusan ada di ruang IGD. Beruntung tidak banyak pasien didalamnya, hanya beberapa orang saja. Kyai Rofiq juga tak kalah khawatirnya dengan putra laki-laki satu-satunya itu. Sedari menuju ke klinik, beliau tidak henti-hentinya meramalkan doa."Ya Allah bang, gimana keadaannya?""Tidak apa-apa, hanya lecet sedikit." Sahut Arzan yang sudah duduk dibrankar, tangannya tidak diinfus karena hanya ada beberapa luka lecet di kening serta tangannya.Nabila menghembuskan nafasnya lega. Walaupun masih jengkel dengan perilaku abangnya, tapi tidak bisa dipungkiri juga kalau Nabila khawatir saat abahnya mengatakan Arzan kecelakaan."Kok bisa kecelakaan bang?""Emm tadi ada orang lewat didepan Abang bah, Abang yang lagi fokus lihat samping kanan tidak sadar. Jadi pas noleh ke depan lihat orangnya Abang terkejut, langsung banting setir deh.""Orangnya tidak apa-apa?"Arzan menggeleng. "Orangnya tidak
POV Noah"Malam-malam begini beneran mau ke Jakarta? Cuacanya lagi gak mendukung, jaraknya juga lumayan jauh. Gimana kalau besok aja?"Noah menoleh ke arah temannya yang mengajak bicara. "Udah gak bisa ditunda lagi, gue mau ketemu seseorang.""Bukannya sebulan lalu Lo juga udah pulang ke Jakarta?"Kepala Noah mengangguk. "Tapi gak ketemu orangnya, bahkan gue udah suruh orang buat nyari." Sebulan yang lalu Noah memang sudah kembali ke jakarta untuk bertemu Sheyza. Namun sayang orang yang ingin ditemuinya malah tidak ada. Dia sudah mencari Sheyza kemana-mana sampai beberapa hari tapi hasilnya tetap tidak ada. Noah sampai membayar orang untuk ikut mencari keberadaan Sheyza.Tapi Noah juga tidak bisa lama-lama di Jakarta karena dia harus menghandle perusahaan yang ada di Bali. Papanya sedang sakit dan tidak bisa masuk ke kantor. Alhasil dia terpaksa menyerahkan pencariannya kepada orang-orangnya.Dan malam ini setelah papanya pilih, Noah pamit terbang ke Jakarta. Dia ingin mencari Sheyza
"Hahhaha," Anisa tertawa lepas dengan kejadian hari ini. Dirinya puas luar biasa, apa yang dia inginkan akhirnya tercapai juga. Sheyza berhasil pergi dengan drama yang dibuat olehnya. "Tidak sia-sia aku minum obatnya. Mungkin efeknya memang begini, tapi setelah minum penawarnya nanti aku yakin akan kembali seperti semula." Monolog Anisa sambil menatap pantulan dirinya pada cermin besar dikamarnya. Tidak masalah untuk sementara waktu dirinya harus menggunakan kursi roda seperti ini karena kakinya memang benar-benar lumpuh setelah mengonsumsi obat yang dia letakkan di dalam makanannya kemarin. Yang terpenting adalah sandiwaranya berhasil. "Anisa dilawan," bangganya pada diri sendiri. "Makanya jangan jadi pelakor kecil." Padahal dari awal Anisa lah yang bersalah disini. Dia berbohong tentang identitas aslinya, hingga berakhir Kyai Rofiq percaya kalau dirinya lah anak kandung dari pak Arman, sahabat Kyai Rofiq dulu.Anisa menggoyang-goyangkan penawar obat yang ada didalam botol kaca ya
"Dasar wanita tidak tahu diri!! Akibat perbuatan kamu Anisa menjadi lumpuh sekarang!"Deg Hati Sheyza langsung sesak mendengarnya. Dirinya tidak salah dengar kan?"Maksud anda apa?" Tanya Sheyza masih mencoba tegar agar air matanya tidak mengalir."Kamu-""Gus tolong jangan bicara seperti itu, anda bisa melukai hati mbak Sheyza," Tegur Ardi saat dirinya baru saja sampai di ndalem dengan mendorong kursi roda Anisa."Jangan membelanya Ardi, dia tidak pantas dibela. Dia perempuan hina! Sudah ditampung disini bukannya berterimakasih malah membuat kegaduhan."DegHancur sudah hati Sheyza, bulir bening yang sekuat tenaga ditahan olehnya nyatanya tidak dia mampu. Air mata langsung keluar deras membasahi pipinya. Mau bagaimanapun Sheyza juga prempuan yang hatinya selembut sutra."Mbak Shey maksud Gus Arzan bukan seperti itu. Dia han-""Jangan ikut campur Ardi. Jangan sekali-kali kamu bela perempuan ini! Dia sudah mencelakai istri saya Anisa. Andai Anisa tidak sadar dengan pil itu, mungkin se
"I-ini siapa kamu?" Tanya kyai Rofiq tergagap, tatapannya mengisyaratkan keingintahuan.Sheyza tersenyum kecut. Setelah rahasia pernikahannya kebongkar, Kyai Rofiq sama sekali tidak pernah mau berbicara kepadanya. Setiap kali Sheyza mencoba menyapanya, mertuanya itu sama sekali tidak merespon. Hal itu jelas membuktikan kalau mertuanya itu tidak merestui hubungan mereka. Hanya Nabila yang dengan baik hati mau menerima dirinya menjadi keluarga.Sheyza menekan rasa sesak di dadanya. "Maaf pak kyai, bisa kembalikan fotonya?" Pinta Sheyza sopan.Tapi tidak diindahkan oleh Kyai Rofiq. Beliau masih memperhatikan foto itu, "Apa hubungan kamu dengan perempuan ini?" "Dia ibu saya. Dan hanya itu kenang-kenangan yang saya miliki. Jadi saya mohon pak Kyai kembalikan foto itu,"DegTubuh Kyai Rofiq menegang mendengar perkataan Sheyza.***Malam begitu larut, Sheyza membalikkan tubuhnya kesana kemari. Perasaan gelisah menghantui dirinya. Apalagi ditambah perutnya yang sudah membesar hingga menyulit
"I-ini siapa kamu?" Tanya kyai Rofiq tergagap, tatapannya mengisyaratkan keingintahuan.Sheyza tersenyum kecut. Setelah rahasia pernikahannya kebongkar, Kyai Rofiq sama sekali tidak pernah mau berbicara kepadanya. Setiap kali Sheyza mencoba menyapanya, mertuanya itu sama sekali tidak merespon. Hal itu jelas membuktikan kalau mertuanya itu tidak merestui hubungan mereka. Hanya Nabila yang dengan baik hati mau menerima dirinya menjadi keluarga.Sheyza menekan rasa sesak di dadanya. "Maaf pak kyai, bisa kembalikan fotonya?" Pinta Sheyza sopan.Tapi tidak diindahkan oleh Kyai Rofiq. Beliau masih memperhatikan foto itu, "Apa hubungan kamu dengan perempuan ini?" "Dia ibu saya. Dan hanya itu kenang-kenangan yang saya miliki. Jadi saya mohon pak Kyai kembalikan foto itu,"DegTubuh Kyai Rofiq menegang mendengar perkataan Sheyza.***Malam begitu larut, Sheyza membalikkan tubuhnya kesana kemari. Perasaan gelisah menghantui dirinya. Apalagi ditambah perutnya yang sudah membesar hingga menyulit
"Mbak obatnya lain?" Tanya Nabila seolah menebak pikiran Sheyza.Sheyza mengangguk tanpa ragu. "Sepertinya ada yang menukarnya. Waktu pertama kali mbak kasih obat ke ibu obatnya hitam pekat, sedangkan yang ini hitamnya agak pudar. Dan setelah dihancurkan juga ternyata dalamnya berbeda."Pikiran Nabila langsung tertuju pada satu orang, si telur busuk. Ini pasti ulahnya!"Bila tahu mbak siapa orangnya, Bila tidak akan diam saja!" Ucap Nabila menggebu-gebu. Kalau sampai benar Anisa yang menukar obat ummi, dia akan memberikan ganjaran yang setimpal untuk kakak iparnya itu.Sheyza menahan lengan Nabila saat Nabila ingin pergi. "Jangan menuduh tanpa bukti,""Tapi ini sudah cukup membuktikan mbak. Bila yakin dia orangnya karena hanya dia yang menjadi pemeran antagonis disini." Sheyza menggeleng, "Kamu mau dimarahi sama Gus Arzan atau Kyai Rofiq?"Nabila bungkam, apa yang dikatakan oleh Sheyza benar. Jika dirinya menegur Anisa sekarang pasti Abah serta abangnya akan menjadi garda terdepan me
Beberapa hari berlalu."Maaf ya mbak kalau yang jemput Bila, soalnya bang Arzan lagi sibuk banget." Ucap Nabila sambil mengemasi barang-barang milik Sheyza ke dalam tas.Sheyza hanya tersenyum kecut. Entah ini hanya perasaannya atau emang suaminya itu benar-benar sibuk, tapi sudah beberapa hari ini Arzan seperti menghindari dirinya. Bahkan Arzan tidak pernah ke rumah sakit lagi setelah beberapa hari yang lalu saat mengatakan kalau semua orang sudah mengetahui hubungan mereka. Arzan hanya bertukar pesan untuk menanyakan keadaannya. Itupun hanya sebentar seolah hanya untuk formalitas saja. Arzan memang sudah meminta maaf, tapi Sheyza sendiri masih merasa aneh. Apalagi sang suami tidak perhatian seperti biasanya.Sheyza mencoba memaklumi, mungkin memang suaminya benar-benar sibuk dan hingga tidak sempat untuk memperhatikan dirinya."Ayo mbak, nanti tidurnya di kamar sebelah Bila ya. Kemarin Bu Desi sudah beresin baju-baju punya mbak Shey dan ditaruh di kamar sebelah Bila." Ucap Nabila se