Sebuah unit apartemen adalah tujuan Arzan. Dan saat ini dirinya sudah sampai di depan unit apartemennya. Tanpa menunda-nunda Arzan langsung masuk mencari keberadaan Sheyza. Namun yang dicari ternyata tidak ada disana. Arzan masih berpikir positif mungkin Sheyza masih tidur mengingat ini masih pukul enam. Mungkin saja istrinya kelelahan dan tertidur nyenyak didalam kamar.
Dengan langkah tegas Arzan memasuki kamarnya. Dirinya ingin memastikan jika istrinya benar-benar ada di dalam kamar. Ceklekk Kosong. Jantung Arzan berdebar tidak karuan, hatinya kalut. Takut Sheyza pergi dari sini. Langkahnya langsung tertuju pada kamar mandi di dalam kamar. Tanpa ragu Arzan langsung membukanya. Tak ada siapapun. Arzan cemas. Pikirannya sudah tidak bisa positif lagi. Dengan langkah tergesa, Arzan keluar dari dalam kamar itu. Jelas tujuannya adalah mencari Sheyza disekitar apartemen. Sedangkan gadis yang dicari malah sedang asik duduk di sebuah kursi dan menikmati semangkuk bubur ayam. Tadi pagi tiba-tiba perutnya terasa lapar sekali padahal tadi malam dirinya sudah menghabiskan dua box nasi yang dibelikan suaminya. Karena tidak tahan, Sheyza langsung keluar dari apartemen itu. Beruntung dia masih ada selembar uang seratus ribu. Uang yang sempat Sheyza ambil dari baju yang robek kemarin. Setelah berjalan beberapa meter, Sheyza langsung bisa melihat bapak-bapak jualan bubur ayam. Pembelinya juga lumayan ramai. Padahal waktu masih belum ada pukul enam. Entah apa yang membuat orang-orang makan bubur ayam sepagi ini. Tanpa pikir panjang, Sheyza langsung memesan satu mangkuk bubur ayam. Dirinya tidak memikirkan apapun selain perutnya yang lapar. Bahkan Sheyza tidak menghiraukan beberapa pengunjung yang mencoba mengajaknya berbicara. Cuek. Ya Sheyza memang secuek itu. Dirinya bahkan tidak percaya orang lain. Masa lalu yang membuatnya tak mempercayai perkataan seseorang dengan mudah. Bahkan Sheyza terkesan introvert. Kesehariannya hanya bekerja, bekerja dan bekerja. Tidak ada yang istimewa memang. Dirinya hanya memikirkan untuk makan besok, itu saja. Yang lainnya Sheyza tidak pernah terpikirkan sama sekali. "Ck cantik doang tapi cuek. Jangan cuek-cuek cantik, nanti gak laku loh." Celetuk salah satu cowok yang makan bubur disana. Jangan harap Sheyza akan menimpali. Sheyza bahkan sama sekali tidak menggubris celetukan cowok-cowok itu. Dengan tenang, Sheyza menghabiskan bubur hingga membuat pria yang menggoda bungkam, tak mengganggu Sheyza lagi. "Mas nanti bungkus satu lagi ya," ucap Sheyza. Rasanya bubur ini sangat pas di lidahnya dan Sheyza ingin makan siang bubur ini lagi. Selain itu Sheyza senang juga karena harga terjangkau. *** Sudah satu jam lebih Arzan mencari keberadaan Sheyza. Bahkan dirinya sudah meminta bantuan satpam yang berjaga untuk mencari keberadaan sang istri namun belum juga ketemu. Arzan menghembuskan nafas kasar. Duduk kalut di sofa apartemen dengan pikiran yang kacau. Rasanya lelah sekali karena sedari tadi dirinya harus naik turun tangga mencari keberadaan Sheyza. Arzan tidak menggunakan lift karena menurutnya membuang-buang waktu. Dirinya harus segera menemukan Sheyza. "Ya Allah kemana lagi aku harus mencari Sheyza," frustasi Arzan. Dirinya takut terjadi sesuatu pada istrinya. Beberapa menit kemudian tiba-tiba pintu apartemen terbuka. Disana muncul Sheyza dengan tentengan bubur ayam di dalam plastik hitam. Arzan langsung bangkit menghampiri Sheyza dan spontan memeluk tubuh kecil gadisnya. Sedangkan Sheyza tentu terkejut dengan sikap Arzan. Tubuhnya menegang tidak bisa digerakkan sama sekali. Sheyza terpaku untuk sesaat. Tubuhnya terasa menegang tidak bisa bergerak. Jantungnya berdebar dan lidahnya kelu, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Padahal Sheyza sangat membenci pria ini, tapi kenapa pelukan ini rasanya sangat nyaman sampai membuat dirinya tak bisa berkutik. Pria ini, pria yang berstatus sebagai suaminya, pria yang sudah mengambil sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Sesuatu yang selama ini Sheyza jaga, direnggut secara paksa oleh pria sialan itu. Tapi entah kenapa, Sheyza merasa sesuatu hal yang berbeda dalam dirinya saat sang suami dengan lancang memeluk tubuhnya. Sedangkan Arzan sendiri merasa sangat nyaman mendekap tubuh gadis mungil itu. Mungkin rasa khawatir mendominasi dirinya untuk berbuat seperti itu. Untuk beberapa saat mereka hanya diam. Meresapi apa yang ada dalam dirinya masing-masing. Sampai pada waktu Sheyza tersadar saat mendengar suara dering ponsel milik suaminya. Sheyza buru-buru mendorong tubuh tinggi tegap dan wangi itu, lalu mundur beberapa langkah ke belakang. Sheyza agak salah tingkah. Dirinya merutuki kebodohannya yang sempat terlena membiarkan tubuhnya dipeluk oleh Arzan. Arzan berdecak kesal. Mau tidak mau dirinya harus melepaskan tubuh yang seakan menjadi candu itu. Arzan meraih ponselnya di saku celana. Mengangkat panggilan yang ternyata dari Ardi, asisten pribadinya. "Assalamualaikum," "Waalaikumsalam," "Ada apa Ar?" Tanya Arzan tanpa basa-basi. "Anda dimana Gus? Saya sudah di kantor, hari ini ada meeting penting." "Ya saya tau. Meeting masih jam sepuluh kan? sedangkan sekarang masih jam tujuh, masih ada waktu sebentar." "Iya. Tapi Gus, mereka meminta kita untuk mempercepat meetingnya karena klien yang dari Jepang jam sepuluh harus segera kembali ke negaranya. Jadi jam delapan mereka sudah meminta kita untuk bertemu." Terang Ardi. Arzan menghela nafasnya kasar. Sebenarnya sudah biasa para kliennya meminta diajukan waktu meeting, dan sejauh ini Arzan selalu tidak merasa keberatan. Tapi kali ini dia harus membawa Sheyza ke pusat perbelanjaan. Sesuai ucapannya kemarin, dia akan menemani Sheyza membeli semua kebutuhannya. Sebenarnya kemarin Arzan sudah berinisiatif membeli keperluan Sheyza sendiri, tapi dirinya lupa jika Sheyza juga memiliki ukuran. Jadi tak mungkin dirinya membeli sembarang ukuran. Kemarin waktu di bandung dia sempat membelikan Sheyza gamis tapi ternyata agak kebesaran. Jadi, daripada mubazir lebih baik dirinya membawa sekalian saja Sheyza belanja. "Yaudah, batalkan saja kalau begitu. Saya masih ada urusan. Jika mereka memaksa, suruh mereka bertemu dilain waktu." Putus Arzan. Sedangkan di seberang sana, Ardi tercengang mendengar perintah sang atasan. Tidak biasanya Arzan bersikap seperti ini, bahkan tidak pernah sama sekali selama dirinya menjadi asisten bosnya itu. "Tapi...." "Maaf Ardi, saya sedang sibuk sekarang. Nanti kalau ada apa-apa hubungi saya lagi. Saya tutup dulu teleponnya. Assalamualaikum," Setelah mengucapkan salam, Arzan langsung menutup panggilannya. Lalu matanya menatap gadis yang masih berdiri tak jauh dari pintu apartemen. "Kamu bersiap-siap lah, kita akan pergi." Ucap Arzan. Kening Sheyza berkerut. "Mau kemana?" Tanyanya bingung. Dan percayalah, baru kali ini Arzan mendengar suara lembut milik istrinya itu. Bahkan Arzan sempat tertegun sebentar. Sheyza tidak bicara seperti kemarin, bahkan Sheyza menatapnya dengan teduh. Bukan tatapan permusuhan seperti kemarin. Cantik sekali. Arzan sampai tidak berhenti mengaguminya. "Ekhm. Saya kan sudah berjanji kemarin. Hari ini saya akan membeli semua keperluan kamu. Jadi kita pergi sekarang, cari barang yang kamu mau." Sheyza menghela nafasnya kemudian menggeleng. "Saya mau disini saja. Jika anda ingin membelikan ya silahkan. Tapi saya tidak mau pergi bersama anda." Rasanya Sheyza takut. Takut jika pergi bersama pria itu sewaktu-waktu bisa ketahuan oleh istri pertama suaminya. Dan dirinya tidak mau menjadi alasan orang lain terluka. Arzan menggeleng. "Saya tidak bisa pergi sendiri. Saya tidak tahu apa yang kamu butuhkan. Jadi, mari pergi bersama. Kamu tenang saja, kita bisa pakai masker jika kamu takut kita akan ketahuan orang lain." Sheyza tampak berpikir usulan Arzan, menimang-nimang ajakan suaminya. Kalau dipikir dia memang butuh beberapa perlengkapan pribadinya. "Saya berjanji tidak akan ketahuan Shey," "Tunggu lima menit, saya bersiap dulu." Sheyza berlalu dari sana. Membawa serta plastik hitam berisi bubur ayamnya tadi. *** Di dalam kamar Sheyza tidak berganti baju karena memang dia belum memiliki baju apapun disini. Disini hanya ada baju milik Arzan. Namun tentu Sheyza tidak akan berani meminjam baju milik pria itu. Dan kemungkinan besar juga baju Arzan akan tampak kedodoran jika dikenakan olehnya. Sheyza hanya mencuci wajahnya agar tidak kelihatan lusuh. Matanya menatap pantulan dirinya di cermin. Cantik. Sheyza akuu dirinya memang cantik walaupun tanpa make up sedikit pun. Bibirnya yang mungil berwarna pink alami itu membuat orang mengira dirinya memakai lipstik, padahal tidak. Banyak pria yang jatuh hati kepadanya, namun Sheyza tidak pernah tertarik dengan pria manapun. Cinta? Bahkan Sheyza tidak percaya apa itu cinta. Cinta hanya akan membuat orang merasakan sakit yang bertubi-tubi. Bahagia yang didapat hanya sesaat. Janji manis yang terucap hanya kebohongan belaka. Nyatanya cinta menyakitkan. Dadanya mendadak sesak. Sheyza menghapus buliran bening yang tiba-tiba sudah berada di pipinya. "Hiks mama tenanglah disana. Sheyza janji akan menjadi anak yang baik dan tidak akan menyakiti siapapun. Maafkan Shey tidak bisa menjaga kehormatan Shey,"Arzan membawa Sheyza ke pusat perbelanjaan yang ada di kota. Mereka sama-sama memakai masker untuk menutupi wajah. Penampilan Arzan juga tidak seperti biasanya. Jika biasanya Arzan memakai pakaian formal atau bersarung, kali ini pria itu memilih memakai celana jeans hitam serta jaket kulit miliknya. Arzan menyempatkan diri untuk mengganti pakaiannya. Tujuannya jelas agar tidak ada orang yang mengenalinya."Kita beli ponsel dulu," ajak Arzan. Tangannya meraih tangan Sheyza untuk digenggam, namun Sheyza langsung menepisnya. Sheyza tidak mau bersentuhan dengan Arzan lagi.Cukup tadi pagi kesalahan Sheyza lakukan. Entah setan dari mana dirinya malah berdiam diri saat sang suami memeluknya. Untuk sekarang dirinya akan tetap menjaga kewarasan untuk tidak bersentuhan lagi dengan suaminya."Maaf, tapi saya takut nanti kamu hilang." Ucap Arzan kekeh tetap ingin menggandeng tangan lentik Sheyza."Saya bisa sendiri, saya sudah besar. Jadi anda tidak perlu repot-repot. Saya pastikan saya tidak ak
Cup Arzan langsung membungkam mulut yang sibuk membantahnya itu dengan ciuman. Dirinya terlalu gemas dengan gadis ini.***"Gus Arzan kemana ya? Udah sore hampir sore juga tapi kok belum datang. Dihubungi juga nggak diangkat, mana kerjaan banyak lagi." Dumel Ardi walaupun sambil mengerjakan beberapa tumpukan berkas yang menggunung di meja kerja Gus Arzan."Apa lagi sama istrinya ya? Kemarin kan sempat ditinggal ke Bandung, mungkin mereka lagi kangen-kangenan. Oke kalau gitu coba hubungi Ning Anisa aja, terus minta tolong Gus Arzan disuruh ke kantor gitu. Ah pasti langsung kesini kan, emang pinter banget kamu Ardi. Maaf ya Gus mengganggu waktu berduanya. Tapi kalau gak gini kerjaan gak selesai-selesai." Ide brilian Ardi muncul tiba-tiba. Ardi langsung mengeluarkan ponsel miliknya.***Anisa sedang duduk santai di kursi rotan samping ndalem, tiba-tiba ponselnya berdering. Buru-buru wanita berhijab biru itu mengambil ponsel di kantong gamisnya. Kepalanya mengernyit saat membaca nama A
Arzan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Beberapa menit kemudian dirinya sudah sampai di pesantren Al-Hikmah. Arzan turun dari mobil setelah memarkirkan mobilnya di tempat biasa. Saat kakinya melangkah ke ndalem, di depan pintu sudah terlihat keberadaan ummi Zulfa duduk di kursi rotan.Dengan tersenyum, Arzan menghampiri sang ummi dan mengulurkan tangannya pada ummi Zulfa. "Ummi kapan pulang? Abah kemana?""Abah sudah istirahat, tadi banyak sekali kegiatannya jadi mungkin kecapekan." Jawab ummi Zulfa lembut.Arzan menganggukkam kepalanya. "Terus ummi kenapa masih diluar sendirian. Ini sudah malam ummi, ayo istirahat kasihan Abah tidur sendirian."Ummi Zulfa menggeleng. "Ummi nungguin Abang pulang. Kenapa pulangnya sampai jam segini?"Arzan terkekeh. "Ummi kan sudah biasa lihat Abang pulang jam segini. Ini masih jam sepuluh lewat. Biasanya Abang juga pulang jam dua belas malam," jawab Arzan sembari beringsut duduk di dekat umminya. Dirinya benar-benar lelah seharian ini. Ya le
Ini sudah terhitung lima kali Arzan memuntahkan isi perutnya. Wajah dan badannya juga terlihat lemas sekali."Mas nggak usah pergi ke kantor dulu deh, istirahat saja dirumah." Ucap Anisa yang sudah rapi dengan gamis ungunya. "Tapi maaf ya mas, Anisa gak bisa temenin mas dirumah. Anisa mau ke rumah sakit mau ngambil hasil pemeriksaan kemarin."Arzan hanya mengangguk saja. "Saya juga harus pergi keluar. Kamu bisa minta antar jemput pak Kardi ya," ucap Arzan. Pak Kardi adalah supir yang biasa mengantar umi dan Abah."Mau kemana mas? Mas kan lagi sakit, mending dirumah saja dulu. Itu dilaci ada obat masuk angin nanti bisa diminum setelah sarapan.""Saya harus ke kantor, banyak berkas yang belum saya tandatangani. Jam tiga sore nanti juga harus meeting klien dari Jepang."Anisa mengerucutkan bibirnya kesal. Tapi mau maksa Arzan untuk tetap di rumah juga tidak bisa karena harus buru-buru pergi. Andai Anisa tidak pergi pasti dia akan menahan suaminya agar tidak berangkat ke kantor dulu. Dia
Seorang pria jangkung bernama Noah, seorang travel agent yang baru beberapa hari ini Sheyza kenal. Mereka tak sengaja bertemu di sebuah tempat wisata. Beberapa hari yang lalu Sheyza pergi ke sebuah tempat wisata karena dirinya merasa bosan terus-terusan di apartemen, tanpa sepengetahuan Arzan tentunya. Dan siapa sangka dirinya bertemu dengan sosok Noah.Setelah beberapa saat mengobrol, Sheyza merasa nyambung dengan Noah. Dan ternyata Noah juga tinggal di apartemen yang sama dengannya cuma berbeda unit saja.Sebenarnya Noah tinggal di Bali bersama orang tuanya yang memang memiliki usaha disana. Dia di jakarta karena perjalanan bisnis dan tempat kelahirannya juga disini karena rumah neneknya disini. Jadi tak jarang juga Noah berkunjung ke Jakarta.Sheyza dan Noah sempat beberapa kali bertemu, walaupun hanya sekedar makan atau ngobrol di taman dekat apartemen."Woaahhh ini kamu beli buat aku?"Noah tersenyum senang melihat ekspresi gadis di depannya."Makasih Noah.... Makasih," Sheyza la
"Kondisi pasien masih syok ringan dan terdapat luka lebam di dekat matanya. Untung saja kandungan nya tidak apa-apa." Terang dokter setelah memeriksa keadaan Sheyza. Setelah kejadian Sheyza pingsan, keduanya langsung membawa Sheyza ke rumah sakit karena panik.Apa yang disampaikan dokter itu membuat mata Noah membola, begitu juga dengan Arzan. Tubuhnya menegang, lidahnya keluar tidak mampu mengucapkan kata-kata."Is-istri saya ha-mil?""Ya. Dan kandungannya masih trimester pertama, masih tiga Minggu. Dijaga ya mas, karena trimester pertama itu sangat rentan keguguran." Jawab dokter.Arzan mengusap wajahnya. Rasa haru langsung menyeruak di dalam hatinya, tidak pernah menyangka jika istri rahasianya hamil. Dadanya berdebar kencang. Rasa syukur terus keluar dari bibir Arzan. "Lain kali kalau mau berantem di tempat yang jauh mas. Kalau perlu ke mars sekalian biar tidak kena perempuan. Kalau begini kan kasihan mbaknya. Beruntung mbaknya cuma pingsan dan lebam. Kalau sampai dedek bayinya
"Jangan bicara omong kosong Babby, karena sampai kapanpun saya tidak akan menceraikan kamu. Kamu milik saya selamanya, dan kita akan membesarkan anak ini bedua."Sheyza menutup telinganya saat lagi-lagi perkataan Arzan terngiang-ngiang di kepalanya. Perkataan itu terus berdengung di telinganya. Apa maksud pria itu? Kenapa dia berbicara seperti itu??Sungguh Sheyza tidak menyangka jika Arzan akan mengatakan hal tersebut padanya.Mau sampai kapan hubungannya ini? Tidak mungkin bukan pernikahan ini dirahasiakan selamanya?Ceklekk Arzan masuk ke dalam kamar mendapati sang istri sedang meringkuk di atas tempat tidur. Padahal ini sudah sore hari tapi Sheyza belum makan sedari siang.Arzan menghampiri Sheyza lalu mengelus kepalanya lembut. Terbesit rasa sayang dalam dirinya untuk istri rahasianya ini."Babby, makan dulu. Saya sudah buatkan sop daging untuk kamu." Ucap Arzan lembut. Tadi dirinya memang sempat berbelanja untuk mengisi kulkas. Dia juga sedang ingin makan sop daging, karena bis
"Assalamualaikum ummi," sapa Arzan lembut. Walaupun sebenarnya dia agak keberatan dengan sikap Anisa tadi yang memotong obrolan dirinya dengan ustadz Anwar, Arzan tidak mengabaikan sang ummi yang duduk di depan ndalem."Waalaikumsalam Abang, Alhamdulillah anak ummi sudah pulang. Kamu sehat kan bang? Gimana kerjaannya?" "Abang sehat ummi, Alhamdulillah semuanya lancar. Ini juga berkat doa dari ummi," jawab Arzan."Mau ummi buatkan te-""Biarkan mas Arzan istirahat dulu ya ummi, assalamualaikum," sela Anisa tanpa memperdulikan tanggalpan sang ibu mertua. Namun untungnya ummi Zulfa tidak mempermasalahkan sikap menantunya. Mungkin karena sudah ditinggal berhari-hari Anisa merasa kangen dengan suaminya.Arzan mengetatkan rahangnya mendengar Anisa menyela perkataan ummi Zulfa. Apalagi perempuan itu terus menarik tangannya tanpa persetujuan.Setelah sampai di kamar."Apa maksud kamu berbicara seperti itu?" Pekik Arzan. Emosinya sudah terpatik sedari mereka masih mengobrol dengan ustadz Anwa
"temen apa temen?" Oma menatap cucunya itu dengan tatapan meledek. Sesuai yang di ucapkan oleh Oma Ina tadi, kedua nya kini tengah mengobrol berdua. Sedangkan Sheyza, di suruh istirahat di kamar oleh Oma.Noah mendengus, mengambil keripik yang baru saja di buat oleh bibik lalu memakan nya dengan santai."Temen doang Oma."Oma mengangguk. "Iya teman, Oma percaya. Tapi kenapa kamu membawa kabur temen kamu dari suaminya hm?""Noah enggak bawa kabur Oma.""Jangan berbohong Noah. Oma tau dia itu istri orang karena dia dalam keadaan hamil," Oma menghela nafas nya kasar. "Atau kemungkinan besar dia hamil sama kamu iya?"Noah menggeleng kan kepala nya cepat. "Noah enggak mungkin berbuat seperti itu Oma, malu-maluin. Kalau Noah mau pasti melakukannya dalan keadaan sudah halal. Walaupun Noah begajulan, tapi Noah masih menjunjung nilai-nilai seperti itu." Noah menghembuskan nafas nya kasar, sebenarnya tak jarang dari teman kolega bisnisnya yang sering mengajak one night stand. Tapi Noah selalu m
Nabila dan Kyai Rofiq berlarian ke ruang IGD saat seorang perawat mengatakan jika pasien kecelakaan barusan ada di ruang IGD. Beruntung tidak banyak pasien didalamnya, hanya beberapa orang saja. Kyai Rofiq juga tak kalah khawatirnya dengan putra laki-laki satu-satunya itu. Sedari menuju ke klinik, beliau tidak henti-hentinya meramalkan doa."Ya Allah bang, gimana keadaannya?""Tidak apa-apa, hanya lecet sedikit." Sahut Arzan yang sudah duduk dibrankar, tangannya tidak diinfus karena hanya ada beberapa luka lecet di kening serta tangannya.Nabila menghembuskan nafasnya lega. Walaupun masih jengkel dengan perilaku abangnya, tapi tidak bisa dipungkiri juga kalau Nabila khawatir saat abahnya mengatakan Arzan kecelakaan."Kok bisa kecelakaan bang?""Emm tadi ada orang lewat didepan Abang bah, Abang yang lagi fokus lihat samping kanan tidak sadar. Jadi pas noleh ke depan lihat orangnya Abang terkejut, langsung banting setir deh.""Orangnya tidak apa-apa?"Arzan menggeleng. "Orangnya tidak
POV Noah"Malam-malam begini beneran mau ke Jakarta? Cuacanya lagi gak mendukung, jaraknya juga lumayan jauh. Gimana kalau besok aja?"Noah menoleh ke arah temannya yang mengajak bicara. "Udah gak bisa ditunda lagi, gue mau ketemu seseorang.""Bukannya sebulan lalu Lo juga udah pulang ke Jakarta?"Kepala Noah mengangguk. "Tapi gak ketemu orangnya, bahkan gue udah suruh orang buat nyari." Sebulan yang lalu Noah memang sudah kembali ke jakarta untuk bertemu Sheyza. Namun sayang orang yang ingin ditemuinya malah tidak ada. Dia sudah mencari Sheyza kemana-mana sampai beberapa hari tapi hasilnya tetap tidak ada. Noah sampai membayar orang untuk ikut mencari keberadaan Sheyza.Tapi Noah juga tidak bisa lama-lama di Jakarta karena dia harus menghandle perusahaan yang ada di Bali. Papanya sedang sakit dan tidak bisa masuk ke kantor. Alhasil dia terpaksa menyerahkan pencariannya kepada orang-orangnya.Dan malam ini setelah papanya pilih, Noah pamit terbang ke Jakarta. Dia ingin mencari Sheyza
"Hahhaha," Anisa tertawa lepas dengan kejadian hari ini. Dirinya puas luar biasa, apa yang dia inginkan akhirnya tercapai juga. Sheyza berhasil pergi dengan drama yang dibuat olehnya. "Tidak sia-sia aku minum obatnya. Mungkin efeknya memang begini, tapi setelah minum penawarnya nanti aku yakin akan kembali seperti semula." Monolog Anisa sambil menatap pantulan dirinya pada cermin besar dikamarnya. Tidak masalah untuk sementara waktu dirinya harus menggunakan kursi roda seperti ini karena kakinya memang benar-benar lumpuh setelah mengonsumsi obat yang dia letakkan di dalam makanannya kemarin. Yang terpenting adalah sandiwaranya berhasil. "Anisa dilawan," bangganya pada diri sendiri. "Makanya jangan jadi pelakor kecil." Padahal dari awal Anisa lah yang bersalah disini. Dia berbohong tentang identitas aslinya, hingga berakhir Kyai Rofiq percaya kalau dirinya lah anak kandung dari pak Arman, sahabat Kyai Rofiq dulu.Anisa menggoyang-goyangkan penawar obat yang ada didalam botol kaca ya
"Dasar wanita tidak tahu diri!! Akibat perbuatan kamu Anisa menjadi lumpuh sekarang!"Deg Hati Sheyza langsung sesak mendengarnya. Dirinya tidak salah dengar kan?"Maksud anda apa?" Tanya Sheyza masih mencoba tegar agar air matanya tidak mengalir."Kamu-""Gus tolong jangan bicara seperti itu, anda bisa melukai hati mbak Sheyza," Tegur Ardi saat dirinya baru saja sampai di ndalem dengan mendorong kursi roda Anisa."Jangan membelanya Ardi, dia tidak pantas dibela. Dia perempuan hina! Sudah ditampung disini bukannya berterimakasih malah membuat kegaduhan."DegHancur sudah hati Sheyza, bulir bening yang sekuat tenaga ditahan olehnya nyatanya tidak dia mampu. Air mata langsung keluar deras membasahi pipinya. Mau bagaimanapun Sheyza juga prempuan yang hatinya selembut sutra."Mbak Shey maksud Gus Arzan bukan seperti itu. Dia han-""Jangan ikut campur Ardi. Jangan sekali-kali kamu bela perempuan ini! Dia sudah mencelakai istri saya Anisa. Andai Anisa tidak sadar dengan pil itu, mungkin se
"I-ini siapa kamu?" Tanya kyai Rofiq tergagap, tatapannya mengisyaratkan keingintahuan.Sheyza tersenyum kecut. Setelah rahasia pernikahannya kebongkar, Kyai Rofiq sama sekali tidak pernah mau berbicara kepadanya. Setiap kali Sheyza mencoba menyapanya, mertuanya itu sama sekali tidak merespon. Hal itu jelas membuktikan kalau mertuanya itu tidak merestui hubungan mereka. Hanya Nabila yang dengan baik hati mau menerima dirinya menjadi keluarga.Sheyza menekan rasa sesak di dadanya. "Maaf pak kyai, bisa kembalikan fotonya?" Pinta Sheyza sopan.Tapi tidak diindahkan oleh Kyai Rofiq. Beliau masih memperhatikan foto itu, "Apa hubungan kamu dengan perempuan ini?" "Dia ibu saya. Dan hanya itu kenang-kenangan yang saya miliki. Jadi saya mohon pak Kyai kembalikan foto itu,"DegTubuh Kyai Rofiq menegang mendengar perkataan Sheyza.***Malam begitu larut, Sheyza membalikkan tubuhnya kesana kemari. Perasaan gelisah menghantui dirinya. Apalagi ditambah perutnya yang sudah membesar hingga menyulit
"I-ini siapa kamu?" Tanya kyai Rofiq tergagap, tatapannya mengisyaratkan keingintahuan.Sheyza tersenyum kecut. Setelah rahasia pernikahannya kebongkar, Kyai Rofiq sama sekali tidak pernah mau berbicara kepadanya. Setiap kali Sheyza mencoba menyapanya, mertuanya itu sama sekali tidak merespon. Hal itu jelas membuktikan kalau mertuanya itu tidak merestui hubungan mereka. Hanya Nabila yang dengan baik hati mau menerima dirinya menjadi keluarga.Sheyza menekan rasa sesak di dadanya. "Maaf pak kyai, bisa kembalikan fotonya?" Pinta Sheyza sopan.Tapi tidak diindahkan oleh Kyai Rofiq. Beliau masih memperhatikan foto itu, "Apa hubungan kamu dengan perempuan ini?" "Dia ibu saya. Dan hanya itu kenang-kenangan yang saya miliki. Jadi saya mohon pak Kyai kembalikan foto itu,"DegTubuh Kyai Rofiq menegang mendengar perkataan Sheyza.***Malam begitu larut, Sheyza membalikkan tubuhnya kesana kemari. Perasaan gelisah menghantui dirinya. Apalagi ditambah perutnya yang sudah membesar hingga menyulit
"Mbak obatnya lain?" Tanya Nabila seolah menebak pikiran Sheyza.Sheyza mengangguk tanpa ragu. "Sepertinya ada yang menukarnya. Waktu pertama kali mbak kasih obat ke ibu obatnya hitam pekat, sedangkan yang ini hitamnya agak pudar. Dan setelah dihancurkan juga ternyata dalamnya berbeda."Pikiran Nabila langsung tertuju pada satu orang, si telur busuk. Ini pasti ulahnya!"Bila tahu mbak siapa orangnya, Bila tidak akan diam saja!" Ucap Nabila menggebu-gebu. Kalau sampai benar Anisa yang menukar obat ummi, dia akan memberikan ganjaran yang setimpal untuk kakak iparnya itu.Sheyza menahan lengan Nabila saat Nabila ingin pergi. "Jangan menuduh tanpa bukti,""Tapi ini sudah cukup membuktikan mbak. Bila yakin dia orangnya karena hanya dia yang menjadi pemeran antagonis disini." Sheyza menggeleng, "Kamu mau dimarahi sama Gus Arzan atau Kyai Rofiq?"Nabila bungkam, apa yang dikatakan oleh Sheyza benar. Jika dirinya menegur Anisa sekarang pasti Abah serta abangnya akan menjadi garda terdepan me
Beberapa hari berlalu."Maaf ya mbak kalau yang jemput Bila, soalnya bang Arzan lagi sibuk banget." Ucap Nabila sambil mengemasi barang-barang milik Sheyza ke dalam tas.Sheyza hanya tersenyum kecut. Entah ini hanya perasaannya atau emang suaminya itu benar-benar sibuk, tapi sudah beberapa hari ini Arzan seperti menghindari dirinya. Bahkan Arzan tidak pernah ke rumah sakit lagi setelah beberapa hari yang lalu saat mengatakan kalau semua orang sudah mengetahui hubungan mereka. Arzan hanya bertukar pesan untuk menanyakan keadaannya. Itupun hanya sebentar seolah hanya untuk formalitas saja. Arzan memang sudah meminta maaf, tapi Sheyza sendiri masih merasa aneh. Apalagi sang suami tidak perhatian seperti biasanya.Sheyza mencoba memaklumi, mungkin memang suaminya benar-benar sibuk dan hingga tidak sempat untuk memperhatikan dirinya."Ayo mbak, nanti tidurnya di kamar sebelah Bila ya. Kemarin Bu Desi sudah beresin baju-baju punya mbak Shey dan ditaruh di kamar sebelah Bila." Ucap Nabila se