Indonesia, 2015.
Mauryn Dinata. Siapa yang tidak mengenalnya? Dari kelas satu sampai kelas tiga bahkan para guru dan staffnya tahu betul gadis itu. Gadis yang pintar dibidang akademis dan selalu jadi juara disetiap perlombaan. Banyak yang menyukainya dan mengaguminya. Hanya saja, gadis itu selalu menganggap semuanya teman seperjuangan. Namun, ada satu orang yang benar-benar Mauryn anggap sahabat dan orang itu sekarang sedang berlari di koridor menuju kelasnya. "Ryn!" panggil seorang gadis dengan hebohnya ketika berada ambang pintu kelas. Si empunya nama menengok dan langsung berdiri, semangat menyambut gadis bernama Luishani Sandy yang notabenya adalah sahabatnya. Mereka berpelukan dengan heboh sambil berjingkrak-jingkrak. "Ah, gila! Seneng banget bisa sekelas lagi sama kamu," ucap Luisha senyum setelah melepaskan pelukannya. "Aku juga seneng sekelas lagi sama kamu," balas Mauryn senyum. "Aku duduk bareng kamu, ya, Ryn." Mauryn mengangguk antusias dan senyum. Luisha pun menyimpan tasnya di meja sebelah Mauryn yang terletak di tengah baris ketiga. "Ryn, ke kantin, yuk, mumpung hari ini masih bebas," ajak Luisha yang diangguki Mauryn. Mauryn dan Luisha ke kantin bersama. Dijalan mereka terus mengobrol. Apapun topiknya, Luisha selalu bisa membuat Mauryn tertawa bebas. "Oh ya, Ryn, katanya dikelas kita ada murid yang harus dijauhin," ucap Luisha yang baru saja duduk sambil meletakan mangkuk berisi mie ayam dan segelas es jeruk dimeja. "Siapa?" tanya Mauryn yang juga baru saja duduk dan meletakan piring berisi siomay dan segelas es teh manis. "Hmmm ... siapa ya? Lupa sih aku juga, tapi kalau gak salah namanya Ken ... Ken apa gitu lupa," sahut Luisha lalu menyuapkan mie ayam ke mulutnya. "Kenapa harus dijauhin?" tanya Mauryn sambil melahap siomay. "Gak tau. Tapi katanya dia tuh dungu banget." Luisha terus memasukan mie ayam ke mulutnya yang penuh. "Kalau dia dungu, harusnya dibantu dong biar pintar." "Mmmmmmmm." Luisha menggeleng cepat sambil terus mengunyah agar mie yang dimulutnya cepat tertelan. Gadis yang gemar makan tapi tetap kurus itu mengambil es jeruknya dan diminum hingga tinggal seperempatnya. "Ryn, waktu kelas satu, anak-anak sekelas dia aja pada ngejauhin, buat apa kita deketin? Nanti ketularan dungu lagi," ucap Luisha bergidik jijik. "Nanti kamu sama dia aku ajarin, ya, khusus buat kalian aku bolos les privat," ucap Mauryn tersenyum. "Wah, mulia sekali sahabatku ini," ucap Luisha dengan senyum yang dipaksakan dicampur raut wajah kesal. "Katanya kamu mau belajar bareng aku, kok malah gak mau." Mauryn cemberut. "Ryn, kamu kan belum ketemu sama orang itu, tapi kok udah ketularan duluan, ya? Aku gak bakal di teror kan sama keluarga kamu?" Mauryn tertawa terbahak-bahak setelah mendengar ucapan Luisha. Gadis itu menatap sahabatnya bingung dan aneh. "Kenapa diteror?" tanya Mauryn masih diiringi tawa kecil. "Ya karna buat anak kebanggaannya jadi dungu." "Hahahahaha." Tawa Mauryn pecah lagi. "Gak apa-apa, Ryn, ketawa aja selagi gratis," ucap Luisha menatap Mauryn perihatin. "Lu, keluargaku gak seperti yang kamu pikirin," ucap Mauryn menatap Luisha serius. "Hah?" "Bukannya sombong nih ya, tapi kepintaranku itu bawaan dari lahir." "Iya iya kamu dari dulu bilang begitu terus." "Kamu tau aku les apa?" Luisha menggeleng lalu meminum kembali es jeruknya. "Rahasia.""Uhuk ... uhuk ... ini gelas kalau aku lempar ke wajah kamu jadi pahatan indah kali ya?" "Mana bisa begitu." "Coba tebak aku les privat apa?""Les privat itu ya les semua mata pelajaran 'kan?" Mauryn menggeleng pelan."Nanti kalau aku udah sukses, aku datangin kamu dengan memakai seragamnya."Prok ... prok ... prok ... Luisha bertepuk tangan dengan terus menatap Mauryn sambil menggeleng takjub. "Ryn, sebenernya kekurangan kamu itu apa?" Luisha merubah ekspresi wajahnya menjadi sedih yang dibuat-buat. "Gak punya pacar," jawab seseorang yang langsung duduk di sebelah Mauryn. "Ngapain sih kesini? Merusak pernapasan aja deh," sungut Luisha kesal. "Apa salah dan dosaku, Sayang--" Ucapan lelaki itu berhenti ketika melihat siomay utuh dipiring Mauryn. "Siomaynya buat aku boleh gak, Ryn?" tanya orang itu sambil menunjukkan puppy eyesnya. Mauryn si baik hati mengangguk senyum. Dengan cepat Bastian menarik piring yang didepan Mauryn ke hadapannya."Idih, gak tau malu banget kamu," nyinyir Luisha. Luisha selalu kesal setiap lelaki bernama Bastian Wirnanta itu bergabung. Why? Karna Bastian tukang ambil jatah makanannya. Mauryn type orang yang makan sedikit dan harusnya makanan yang Mauryn beli akan diberikan padanya tapi kini makanan itu diambil Bastian. "Mubazir kalo dibuang, Lui," sahut Bastian lalu memakan siomay dengan lahapnya. "Balik ke kelas yuk, Ryn. Gak mood banget disini." Luisha bangkit lalu menatap kesal ke Bastian dan hatinya menangis melihat siomay yang masuk kedalam mulut Bastian.tbc ...Lelaki yang duduk dibangku paling belakang samping jendela itu bernama Kendra Putra Anggala. Lelaki yang sedari tadi diam tak melakukan aktivitas apapun selain bernapas. Entah apa yang ia lakukan, mungkin menghitung detak jantungnya perdetik. Tiba-tiba bel masuk berbunyi. Membuat siswa siswi masuk ke kelasnya masing-masing. "Ini bakal ada kelas? Aku gak bawa buku," ucap Luisha panik. "Tenang, Lu. Kayanya ini cuma pemberitahuan wali kelas sama mata pelajaran deh," sahut Mauryn menenangkan. "Kalau sampai mulai kelas, aku mau bolos aja," keluh Luisha lalu menelengkupkan wajahnya ke meja. "Selamat pagi," ucap seseorang yang baru saja masuk ke kelas IPA 2-2. "Pag
Setelah menulis jadwal pelajaran, Bu Sandra pamit undur diri. Luisha yang berada tepat didepan meja Kendra berbalik heboh membuat si empunya meja terganggu."Sorry, sorry, gak sengaja," ucap Luisha sambil menatap Kendra gugup.Kendra diam tak menjawab lalu menutup bukunya kemudian pergi. Mauryn dan Luisha terkejut dan memperhatikan kepergian Kendra hingga menghilang diambang pintu."Ryn, kamu yang kuat ya sebangku sama limbad," ucap Luisha dengan wajah prihatin tapi nada mengejek."Kamu juga yang sabar ya duduk sama Demian," sahut Mauryn dengan ekpresi meniru Luisha."Kok Demian?" Luisha bingung."Karna selalu pengen jadi sempurna." Mauryn menjulurkan lidahnya meledek.Luisha kesal lalu memukul Mauryn tapi tidak sampai."Kalian ngomongin aku?" tanya Izra tiba-tiba berbaik badan."Eh?" Mauryn terkejut."Eh?" Luisha terkejut sekaligus salting.
Mauryn yang awalnya pura-pura pingsan malah tidur. Untung saja ada seseorang yang memberinya minyak kayu putih yang membuatnya bangun. "Ini jam berapa?" tanya Mauryn dengan mata menyipit karena masih beradaptasi dengan lampu ruangan itu. "Jam sebelas." Mauryn memelototkan matanya. Suara ini, suara yang tadi menanyakan keberadaan Kendra. Mauryn menoleh dan tersenyum canggung pada lelaki itu. "Kenapa?" Lelaki itu menatap Mauryn aneh karena terus tersenyum padanya. "Kamu masih nyari Kendra?" tanya Mauryn ragu-ragu. "Enggak. Udah ketemu." "Kamu anak baru?" "Hah? L
Mauryn membanting tubuhnya ke kasur empuk itu. Ia menatap langit kamarnya dan membuang nafasnya kasar. "Kalo dipikir-pikir, tadi muka Kendra pas di ruang kesehatan kok aneh banget ya, kaya malu tapi datar," ujarnya monoton. Gadis itu entah kenapa memikirkan lelaki itu. Tok ... tok ... tok ... Suara ketukan pintu itu membuat ia tersadar dari apa yang ia pikirkan sebelumnya dan menoleh ke arah pintu. "Nona Ryn, apa ada didalam?" tanya seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. "Iya," sahut Mauryn lalu bangun dari tidurannya dan menghampiri pintu untuk membuka. "Ada apa, Bi?" tanya Mauryn ketika membuka pintu dan mendapati Bibi Elli; asisten rumah tangga keluarga
"Huaaaa, seru banget filmnya," ucap Luisha sambil meregangkan kedua tangannya setelah film selesai. "Yuk, keluar," ajak Bastian yang diangguki Luisha. Ketika Bastian dan Luisha hendak keluar, Mauryn masih saja duduk dibangkunya. Bastian san Luisha bingung. "Ryn, ayo, kita keluar," ajak Luisha sambil memegang bahu Mauryn. Mauryn menengok tapi Luisha dan Bastian terkejut karena Mauryn berlinang air mata. "Ryn, kenapa?" Luisha langsung duduk lagi ditempatnya karna cemas pada Mauryn. "Hah?" Mauryn seakan baru sadar dari lamunan. "Ryn, kamu kenapa?" ulang Luisha. "
Keesokan harinya, Mauryn baru saja sampai diambang pintu. Dari sana ia melihat sosok Kendra yang sedang sibuk menulis. Perlahan gadis itu menghampiri lelaki itu karna mereka juga teman semeja. "Pagi," sapa Mauryn ragu-ragu sambil duduk di bangku sebelah Kendra. "Mmm," gumam Kendra dan menutup bukunya lalu mengambil buku lain untuk dibaca. Mauryn mengeluarkan buku-bukunya dengan sangat pelan karna takut mengganggu Kendra. Tapi tiba-tiba gadis itu mengingat kejadian kemarin. 'Tanyain jangan ya?' batin Mauryn bimbang. Mauryn mengayun-ayunkan bukunya karna bimbang. Lalu gadis itu meletakkan bukunya lalu merapikan dirinya dan bersikap tegap kemudian menengok ke arah Kendra dengan rasa deg-degan.
Flashback. "Izra," panggil Kendra pelan ketika mereka baru saja sampai di sekolah. Ya, mereka berangkat sekolah bersama karena Izra adalah bawahan Kendra. "Ikut aku. Ada yang mau aku bicarakan," ucap Kendra lalu berjalan mendahului Izra. Izra mengikuti Kendra dibelakang. Mereka mejuju atap sekolah. "Aku menyukai Mauryn," ucap Kendra to the point ketika mereka baru saja sampai di atap gedung. "Hah?" Izra terkejut atas ucapan Kendra yang tiba-tiba. "Aku suka Mauryn. Bantu aku mendekatinya," ulang Kendra datar. Perkataan Kendra sangat formal karna status yang berbeda.
Mauryn enggan memakan makanan yang ada di mejanya karna ada Kendra di hadapannya yang sedang memperhatikannya. Tadi seusai Bu Sandra keluar dari kelas karna bel istirahat berbunyi, dengan semangat Luisha mengajak Mauryn ke kantin. Gadis itu juga mengajak Kendra dan Izra. Maka dari itu Mauryn malu. Beda dengan Luisha yang makan dengan terus menatap Izra. "Izra, kamu kapan sih gak gantengnya? Aku rasanya mau pingsan tau" ucap Luisha ngawur. Gadis itu sudah dibutakan cinta. "Hish." Mauryn geli sendiri mendengarnya. "Kenapa gak dimakan?" tanya Kendra. "Eh?" Mauryn menoleh ke Kendra. Lelaki itu senyum kepadanya membuat pipinya merona. "Kamu sakit?" Kendra langsun
Mauryn refleks menjauhkan dirinya dari lelaki itu dan menatapnya gugup. Lelaki itu terus menyunggingkan senyumannya. "Maaf." Mauryn hendak pergi, tapi tangan kirinya ditahan lelaki itu. Mauryn menatapnya dengan mengerutkan dahi. "Gue mau kenalan," ucap lelaki itu senyum. Mauryn bingung. "Bukannya kamu udah kenal aku?" tanya Mauryn. "Pas nolongin lo yang pingsan itu? Gue gak kenal, lo, tapi, karna gue ada di sana, ya, gue tolongin," jelas lelaki itu. Mauryn diam sejenak. Ia menarik nafasnya lalu membuangnya perlahan. Ia mengulurkan tangan kanannya. "Aku Mauryn Dinatta, kelas dua. Makasih udah nolongin aku wakt
"Ryn, kamu bisa gak lupain kasusnya Justin?" tanya Kendra menatap Mauryn dengan raut wajah serius. "Maksudnya?" Mauryn bingung. "Lupain kasus Justin. Biarin polisi yang nanganin," ucap Kendra masih dengan wajah seriusnya. "Hmmm, oke." Mauryn mengangguk pelan. "Kamu marah?" "Enggak." Mauryn menggeleng. "Emang kenapa kamu penasaran sama kasusnya Justin?" "Ken, kamu yang nyuruh aku buat lupain kasus itu. Kenapa sekarang nanyain aku lagi?" Mauryn menatap Kendra. "Aku cuma nanya. Soalnya kamu penasaran banget sama kasus itu."
"Ken, kamu percaya karma secepat itu?" tanya Mauryn tiba-tiba, membuat Kendra yang sedari tadi memperhatikan perdebatan Bastian dan Luisha terkejut. "Karma apa?" tanya Kendra. "Justin. Kenapa bisa secepat itu?" tanya Mauryn penasaran. Sorot matanya juga seperti menelusuri waktu. "Kamu maunya dia masih hidup?" tanya Kendra membuat Mauryn bingung. "Hah? Maksudnya?" "Aku keluar dulu. Izra manggil aku," ucap Kendra sambil memasukan ponselnya ke saku celananya. Ia bangun dari duduknya dan keluar. Mauryn hanya menatap kepergian Kendra dalam diam. Ingin rasanya mengatakan kecurigaannya tapi gadis itu takut membuat Kendra tersinggung jika kecurigaannya salah. Mauryn menopang wajahnya dan m
Gadis cantik yang menjinjing paper bag kecil memasuki rumahnya dengan senyum cerah terpancar dari wajahnya membuat Marina penasaran. "Jalan sama Bastian kan? Seneng banget kayanya," goda Marina sambil meletakkam majalah -yang tadi dibacanya- diatas meja dengan wajah senyum membuat Mauryn terkejut dan menghampiri Marina di ruang tamu. "Mama, bikin kaget aja," protes Mauryn dengan wajah tersipunya yang baru saja meletakkan paper bag di atas meja dan duduk disebelah Marina. "Bastian ada bilang sesuatu sama kamu?" tanya Marina penasaran. "Enggak, Ma. Bukan Bastian, tapi--" Mauryn sengaja menggantung ucapannya karna merasa wajah panas. Gadis itu buru-buru menutupi wajah panas dan merahnya. "Kenapa sih, Ryn?" Mar
Ini hari Minggu. Hari libur yang membosankan bagi Mauryn. Gadis itu tidak kemana-mana dihari liburnya. Bangun dari kasurnya saja rasanya malas. Yang gadis cantik itu inginkan hanyalah Kendra menelponnya dan meminta maaf lalu mengajak jalan-jalan bersama. Sayangnya itu hanya hayalannya saja. Gadis itu mengambil ponselnya dan membuka aplikasi youtube untuk melihat video-video atau sekedar mendengar musik. Tapi tiba-tiba ... Knock ... knock ... Ryn Ada pesan masuk dari nomor tidak dikenal membuat gadis itu mengeryitkan keningnya bingung. Knock ... knock ... Ini aku. Kendra Gadis itu langsung memelototkan matanya
Lagu BTS - Butter berbunyi dari ponsel Kendra. Lelaki yang sibuk melihat anak buahnya memukuli seseorang yang sudah hampir sekarat itu mengangkat tangan isyarat untuk berhenti. "Ya?" "Saya sudah menemukan orangnya, Tuan." "Bawa dia ketempat biasa." Kendra memutuskan sambungan telponnya. Ia membenarkan letak kacamatanya dan menatap tajam orang yang sudah hampir sekarat itu dari balik kacamatanya. "Kuberikan waktu tiga hari, jika kau tidak melunasinya, kau tau sendiri akibatnya," tegas Kendra lalu pergi meninggalkan tempat kotor itu diikuti keempat anak buahnya. "Kalian pulang saja duluan, aku masih ada urusan," ucap Kendra sambil melempar kunci mobil pada salah satu anak buahnya.
"Ryn sayang, kamu tau siapa yang celakain kamu?" tanya Marina lembut sambil terus mendrkap Mauryn. "Hmmm ...." Mauryn tampak berfikir masih berada didekapan Marina. "Ryn, kalo kamu tau, kita bisa langsung laporin ini ke hukum," ucap Regi yang masih fokus menyetir. "Aku gak liat mukanya, tapi aku inget kalo dia pake seragam sekolah yang sama kaya aku," ucap Mauryn menatap Marina. Marina nampak berpikir, siapa orang yang berani melukai putri kesayangannya ini. "Berapa orang?" tanya Regi serius tapi masih fokus menyetir. "Dua orang mungkin," jawab Mauryn pelan. "Papa harus cari pelakunya dan hukum dia seberat-be
Bruk. Seorang gadis menabrak Mauryn dengan cukup kencang membuat Mauryn terjatuh dan tangannya terluka. "Awwsh ...." Mauryn membersihkan tangannya yang terluka. "Sakit ya?" tanya gadis itu membuat Mauryn mendongak. Mauryn merasa tidak asing dengan gadis yang sedang menatapnya meremehkan itu, Mauryn bangun lalu menghampiri gadis itu dan menatapnya tajam. "Apa? Kenapa? Mau bales?" tanya gadis itu menantang. Mauryn tidak menjawab. Ia terus menatap gadis didepannya itu sambil maju membuat gadis itu mundur perlahan. Mauryn terus mendekat membuat gadis itu terus mundur dan terjatuh.
Mauryn enggan memakan makanan yang ada di mejanya karna ada Kendra di hadapannya yang sedang memperhatikannya. Tadi seusai Bu Sandra keluar dari kelas karna bel istirahat berbunyi, dengan semangat Luisha mengajak Mauryn ke kantin. Gadis itu juga mengajak Kendra dan Izra. Maka dari itu Mauryn malu. Beda dengan Luisha yang makan dengan terus menatap Izra. "Izra, kamu kapan sih gak gantengnya? Aku rasanya mau pingsan tau" ucap Luisha ngawur. Gadis itu sudah dibutakan cinta. "Hish." Mauryn geli sendiri mendengarnya. "Kenapa gak dimakan?" tanya Kendra. "Eh?" Mauryn menoleh ke Kendra. Lelaki itu senyum kepadanya membuat pipinya merona. "Kamu sakit?" Kendra langsun