*** "Bu Dok, ruang operasi sudah siap." Perawat mengingatkanku, hari ini ada jadwal operasi ringan operasi usus buntu. Sesampai di ruang operasi, aku berpapasan lagi dengan Andra, ternyata dia juga memiliki jadwal operasi. Suasana hening, Andra juga hanya diam. Setelah selesai membersihkan diri tanpa memedulikannya segera kumasuk ke ruang operasi. Andra sepertinya marah, emang salahku apa? Lebih baik fokus menyelamatkan pasien. Ada rasa rindu karena belum bertemu Reyhan hari ini. "Bagaimana kondisi pasien?" "Semua normal, dok." "Alhamdulillah ...." Operasi berjalan dengan lancar, setelah mengecek kondisi pasien, akhirnya bisa bernafas lega. Keselamatan pasien nomor satu. Tidak bisa dipungkiri rasa deg-degan ketika sedang menjalankan operasi, karena dokter adalah manusia biasa yang tidak selamanya selalu berjalan dengan sukses. Namun, ikhtiar tetap kami lakukan untuk menyelamatkan pasien
"Sedang ngapain, Naura? Tumben mampir." tanya Reyhan basa-basi, Naura terlihat masih tidak terima dengan Andra yang bersimpuh di depanku. Tatapannya berubah sinis melihat Andra yang berat untuk berdiri di samping mamanya."Kangen Mas Andra, rencananya kami mau Acc rumah elit dekat sini. Hadiah pernikahan papa, nantinya." Ow, ternyata keluarga Andra benar-benar benalu. Lagaknya kemarin seperti sosialita padahal Naura yang membeli rumah. Jadi tak sabar melihat kelanjutan keluarga ini."Oh, gitu. Lanjutkan, ya, Naura. Mas mau bawa dokter Nadhine dulu, seharian ini kami sibuk, belum bertemu dari pagi." Ah, entah mengapa ucapan Reyhan membuatku berdebar-debar. Ini mungkin yang namanya kasmaran.&nb
"Aku antar pulang, ya?" aku hanya mengangguk. Reyhan adalah laki-laki yang luar biasa selama ini menjagaku.Kulihat Andra menatap kami dari jauh, sudah saatnya tidak dibayangi masa lalu. Kita berhak bahagia dengan kehidupan kita yang baru. Perseteruan Andra dan mamanya jujur sangat membuatku terganggu. Bisa saja esok mamanya akan melabrakku karena mengira aku belum move on dengan anaknya. Andra juga pasti merasa punya hak dekat denganku karena statusku yang belum menikah."Kenapa diam, ada yang menganggu pikiran?" tanya Reyhan, ingin kukatakan yang sebenarnya tentang Andra dan mamanya. Namun, ragu khawatir Reyhan menjadi khawatir denganku."Apapun masalahmu, Nad. Kasitau aku, ya. Aku ingin selalu ada untukmu. Pernikahan seperti apa yang kau inginkan, Nad?" Tanya Reyhan dengan serius."Sederhana, tapi bahagia, Han.""Kalau mewah, tapi bahagia, boleh." Reyhan benar-benar membuatku canggung."Han, kedua orang tuaku sudah tiada. Aku anak y
"Naura tahu sendiri kan saya akan menikah dengan dokter Reyhan.""Hahaha ... Jangan ngehalu, Nad, mana ada sultan yang mau sama kamu, dan ...." dia berhenti"Dan Reyhan itu sudah punya calon dari kalangannya yaitu dokter Vivi, jangan menghayal, Dok." Baru kutahu mulutnya Naura sangat pedas sangat cocok dengan keluarga Andra."Menghayalnya ketinggian kak Naura, Mas Andra mau diembat juga, dasar serakah." Laras ikut menimpali, semua warga makin memojokkanku. Allah berikan petunjukmu."Kita usir saja dia bapak-bapak dan ibu-ibu, wanita seperti ini berbahaya, semua diembat!" Ya Allah sakit sekali mereka menghinaku.Mamanya Andra tersenyum sinis melihatku, seperti puas menghakimiku. Rasanya sakit sekali."Lebih baik dokter Nadhine pergi saja, warga makin ramai." Pak RT yang sangat tidak bijak, hanya berpihak kepada Naura dan keluarga Andra."Saya bukan pelakor, seperti fitnah kalian.""Ngaku saja, kenapa susah se
Pov Reyhan Entah mengapa perasaanku tidak tenang, ketika Nadhine didekati oleh Andra, jujur membuatku sedikit takut Andra mengambil Nadhine lagi. Delapan tahun yang lalu aku mengurung diri karena pujaanku ternyata memilih laki-laki pilihannya. Seorang dokter yang saat itu banyak diincar oleh para dokter junior lainnya. Berkali-kali kumenahan nafas melihat Nadhine yang berseri-seri saat itu menikah dengan dokter Andra. Namun, ternyata sejauh apa pun jodoh tetap kembali. Kulihat Nadhine menangis dan terluka dibuang ditengah jalan oleh mamanya dokter Andra. Masih segar diingatan suara Nadhine yang menangis tersedu-sedu, tanpa banyak kata air matanya keluar. Aku terluka meski jujur ada rasa bahagia melihat dia kembali padaku. Segala kemewahan yang diberikan keluarga tidak pernah kutunjukkan di depan Nadhine, agar dia merasa nyaman didek
Aku terus mencubit tanganku merasa ini seperti mimpi bagiku, Reyhan mendekatiku seperti menyakinkan bahwa ini adalah nyata bukan mimpi. Apa ini mimpi? Apa benar aku sudah menikah? Ya Allah wajahku bersemu merah, tak kuat merasakan debaran di dada ini. Reyhan bahkan meminta izin untuk memegang tanganku. Ini benar-benar seperti mimpi.Denga takzim untuk pertama kalinya tangan Reyhan kucium karena sudah sah menjadi suamiku. Masih tidak menyangka sahabat yang selalu ada untukku kini benar-benar menjadi suamiku.Debaran di dada ini makin terasa ketika pertama kalinya Reyhan mencium keningku. Perasaan yang berbeda saat delapan tahun yang lalu menikah dengan Andra, ini lebih terasa debarannya. Ketulusan Reyhan sangat masuk ke dalam relung hatiku, seperti siraman hatiku yang telah lama gersang. Meski jujur aku masih bingung setelah ini apa yang harus kulakukan, b
"Berjanjilah untuk tidak menangis lagi di depanku, Nad," ucap Reyhan sambil mencium keningku."Berjanjilah untuk selalu ada untukku, sayang," balasku lebih cepat. Reyhan semakin erat memelukku."Ehm, ehm, ciyee ... pengantin baru." Ya ampun, kami lupa ada supir di depan."Hm, kang Asep, sssst ...." Hahaha ... Malunya karena sibuk dengan bucin masing-masing lupa ada yang baper di depan."Kayaknya akan bersaing nih, dengan pasangan romantis Cinta Dalam Diam di rumah.""Hahaha, akang bisa saja!" Wajahku semakin bersemu merah, Malu dan bahagia bercampur jadi satu."Kami tentunya lebih romantis akang." Hahaha ... Kang Asep tak berhenti tertawa.Tak berselang lama akhirnya kami sampai ke rumah Reyhan, entah mengapa jantungku berdetak lebih kencang padahal mami dan ayahnya Reyhab masih di luar negeri, tapi jantungku berdebar-debar tidak menentu."Ayo, sayang, turun, jangan sungkan.
Reyhan memelukku untuk pertama kalinya, seperti ini rasanya dicintai, dihargai dan dihormati di malam pertama. Rasanya seperti belajar jatuh cinta lagi, merasakan atmosfer indahnya sebuah pernikahan. Sungguh ini seperti mimpi bagiku, tidak mudah untuk bangkit dan merasakan ini untuk kedua kalinya."Aku tidak akan memaksamu, sayang. Aku sadar ini mendadak bagimu." Reyhan mengecup keningku, toloong! jantungku, debarannya lebih cepat."Bersih-bersih dan ganti baju lalu istirahat, ya. Abang tunggu." Aku hanya mengangguk. Namun, debaran di dada ini tidak bisa diminimalisir.Setelah adegan pelukan mendadak langsung kubersihkan diriku di kamar mandi, canggung dan grogi semuanya bercampur jadi satu. Apa malam ini kami malam pertama? Tidak mungkin kutolak jika Reyhan menginginkannya karena kami sudah sah men