"Berjanjilah untuk tidak menangis lagi di depanku, Nad," ucap Reyhan sambil mencium keningku."Berjanjilah untuk selalu ada untukku, sayang," balasku lebih cepat. Reyhan semakin erat memelukku."Ehm, ehm, ciyee ... pengantin baru." Ya ampun, kami lupa ada supir di depan."Hm, kang Asep, sssst ...." Hahaha ... Malunya karena sibuk dengan bucin masing-masing lupa ada yang baper di depan."Kayaknya akan bersaing nih, dengan pasangan romantis Cinta Dalam Diam di rumah.""Hahaha, akang bisa saja!" Wajahku semakin bersemu merah, Malu dan bahagia bercampur jadi satu."Kami tentunya lebih romantis akang." Hahaha ... Kang Asep tak berhenti tertawa.Tak berselang lama akhirnya kami sampai ke rumah Reyhan, entah mengapa jantungku berdetak lebih kencang padahal mami dan ayahnya Reyhab masih di luar negeri, tapi jantungku berdebar-debar tidak menentu."Ayo, sayang, turun, jangan sungkan.
Reyhan memelukku untuk pertama kalinya, seperti ini rasanya dicintai, dihargai dan dihormati di malam pertama. Rasanya seperti belajar jatuh cinta lagi, merasakan atmosfer indahnya sebuah pernikahan. Sungguh ini seperti mimpi bagiku, tidak mudah untuk bangkit dan merasakan ini untuk kedua kalinya."Aku tidak akan memaksamu, sayang. Aku sadar ini mendadak bagimu." Reyhan mengecup keningku, toloong! jantungku, debarannya lebih cepat."Bersih-bersih dan ganti baju lalu istirahat, ya. Abang tunggu." Aku hanya mengangguk. Namun, debaran di dada ini tidak bisa diminimalisir.Setelah adegan pelukan mendadak langsung kubersihkan diriku di kamar mandi, canggung dan grogi semuanya bercampur jadi satu. Apa malam ini kami malam pertama? Tidak mungkin kutolak jika Reyhan menginginkannya karena kami sudah sah men
***Bangun pagi, Reyhan tidak ada disampingku, kulihat Reyhan sudah duduk di atas sajadah. Aku tertegun jam dinding masih menunjukkan pukul 03.30 pagi. Di atas sajadah kulihat suamiku itu begitu khusu' memanjatkan do'a. Ada rasa malu dihatiku yang selama ini sibuk hanya memikirkan pekerjaan saja.Segera kulangkahkan kakiku untuk ke kamar mandi, ini mungkin yang dinamakan hati yang berbunga-bunga hanya melihatnya saja membuat desiran di hati ini tidak bisa dikondisikan. Kulihat ada mukenah baru cantik sekali."Bang, ini mukenanh siapa?""Itu mukenahmu, Sayang. Abang gak tahu selera istri Abang, jadi minta tolong sama vivi.""Makasih, ya, sayang." segera kubuka mukenah yang cantik sekali, sepertinya Vivi lupa menghilangkan cap mukenah itu. Harga mukenahnya masih tertera membuatku menelan salivaku.Reyhan memandangku, untuk pertama kalinya dia melihatku menggunakan mukenah. Di sepertiga malam kami k
Ayahnya Reyhan mempersilahkan keluarga Naura untuk duduk, Reyhan masih membersamaiku. Khawatirnya Andra pingsan lagi kalau tahu Reyhan adalah pemilik rumah ini. Pernikahan kami memang belum diumumkan. Masih banyak yang belum tahu pernikahan kami. "Kak bukannya itu Naura?" tanya Rachel. "Iya, kok tahu?" tanya Reyhan, aku bingung bukannya Naura itu sepupu mereka. "Bukannya sepupunya, Sayang?" tanyaku ke Reyhan. "Sepupu dari hongkong!" Rachel yang menjawab. "Hahaha ...." "Sst ... jan keras-keras!" maksudnya? Jadi itu akal-akalan Reyhan biar aku datang melihat Andra t
"Dengan siapa anak kami jatuh cinta, Kamu Naura tidak berhak menilai apalagi menghakimi. Kalian memang tidak bisa berterima kasih, padahal yang membiayai pesta tunangan Naura dan Andra adalah anak saya--Reyhan." Andra cukup terkejut, aku pun demikian. Jadi, pesta mewah itu Reyhan yang membiayai."Maaf pak ketua kalau menyinggung perasaan pak ketua," sambung ayahnya Naura."Asal kalian tahu 75% saham keluarga kami dimiliki oleh Reyhan, apalagi kalau sudah menikah dipastikan semuanya akan jatuh ke Reyhan. Reyhan itu anak semata wayang dari keluarga Baskoro belum lagi dari keluarga mendiang eyangnya Hermanto. Harusnya kalian bersyukur dibantu oleh Reyhan karena selama kami di luar negeri Reyhan yang mengatur semuanya." Ayahnya Reyhan rupanya sangat kesal, intonasinya dinaikkan."Kamu juga Naura, jangan mengadu apa pun tentang anak saya, karena Reyhan dari kecil selalu tepat sasaran. Dia pasti tahu yang terbaik untuk hidup dan masa depannya."
"Sayang, bangun." Reyhan membangunkanku, ternyata sudah subuh.Setelah sekian purnama aku bisa merasakan tidur nyenyak. Merasakan kenyamanan setelah sewindu berlalu, jujur kuakui selama delapan tahun ini tidurku tidak pernah nyenyak."Mandi, sayang. Abang ke masjid, ya. Ayah sudah nunggu di bawah." Aku hanya mengangguk, tak lupa Reyhan mengecup keningku.Segera kubersihkan diri, aku berjanji akan hidup lebih sehat dan menjadi istri saleha untuk Reyhan. Bersamanya merasakan jatuh cinta kembali. Reyhan suamiku mampu membuatku benar-benar seperti permaisuri. Bersyukurnya lagi mendapat keluarga suami yang menerimaku apa adanya.Kadang kita harus belajar dari keadaan yang kita alami. Ikhlas dengan ujian yang Allah berikan akan i
"Semua pasti akan cari muka dan cari aman sayang, ayah sedang meneliti karena banyak yang curang di perusahaan.""Kalau menurutku, Bang. Cukup yang kemarin saja, sayang. Yang penting akad nikah 'kan sayang?""Siyap, Sayang. Nanti ayah akan mengumumkan pernikahan kita, Sayang. Bersiaplah menjadi istriku, jika ada yang keliru nasehati abang, ya.""Kok jadi takut, bang!""Mau bagaimana lagi sayang, isi surat wasiat seperti itu setelah abang menikah, dan ....""Dan apa, sayang?""Banyak yang pasti akan datang menggoda abangmu.""Maksudnya?! Awas aja kalau abang macam-macam, ta kekepin biar tidak keluar.""Hahaha ... istriku galak juga." Melihatku manyun Reyhan langsung mengecupku benar-benar bikin galau saja.Semoga pernikahan kami selalu baik-baik saja, tidak
Jihan mendekatiku, Laras dan Jihan adiknya Andra memang yang paling buruk perlakuannya, aku sempat mengira dialah dalang yang membuat mamanya Andra menjadi tidak menyukaiku. Namun, biarlah mungkin ini sudah jalan takdir yang telah kulalui, tak selamanya yang terlihat manis didepan mata sesuai dengan selera kita. Aku belajar banyak dari pengalaman pahit hidup bersama keluarga mantan."Hi, gembel kenapa diam?" lagi-lagi Laras memperjelas ucapannya, entah apa kesalahanku terhadap mereka sampai mereka belum melupakanku."Gara-gara kamu Mas Andra ragu untuk menikah dengan Naura, pelet apa yang kamu pakai sampai Mas Andra bertekuk lutut padamu." Apa lagi ini? Bisa, gak, ya tidak dibayang-bayangi keluarga mantan yang meresahkan ini."Kak itu siapa?" tanya Rachel yang berbisik di dekatku.&nb
Masuk trimester ketiga kondisi Nadhine semakin berbeda. Bukan hanya kaki, tapi tangan dan wajahnya juga bengkak. Hari ini dia memintaku untuk mengajaknya ke pantai. Pantai dekat kampung halamannya. "Sayang, jika aku tiada nanti. Berjanjilah untuk selalu bahagia." Ucapan itu mungkin sudah sekian ratus kali Nadhine ucapkan ketika bersamaku. Di bibir pantai aku duduk dengannya. Kami bernostalgia tentang cinta kami dan kenangan di kedokteran. Sesekali dia tertawa, tapi justru aku yang terluka. Aku seperti bersama dengan orang yang akan pergi jauh. Pergi selama-lamanya. "Han, wasiat dokter Andra lebih baik dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Rumahnya kembalikan saja ke adik-adiknya yang lebih berhak. Kudengar mereka ngontrak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kalau uangnya mungkin bisa dibuatkan sebuah yayasan penderita jantung. Agar kebaikannya mengalir terus menerus." Aku hanya mengangguk, meski setiap kata yang terucap dari Nadhine membuatku hancur.***Aku bahkan tak tenang kerja
***Menjelang melahirkan bahkan aku tak bisa tidur malam lagi. Kaki yang bengkak ini membuatku sulit untuk berjalan. Badanku mulai terasa berat, nafasku bahkan sudah tak beraturan. Namun, aku sadar diri sebisa mungkin tak ingin membuat Reyhan panik. Aku sudah berusaha seperti wanita hamil lainnya banyak gerak menjelang melahirkan."Sayang diam saja, jangan terlalu banyak gerak.""Harus banyak gerak sayang, biar dedek sehat dan bunda kuat." Reyhan hanya tersenyum. Namun, kutahu dia lebih panik dariku menjelang persalinan"Sehat-sehat ya, dedek dan bunda." Dia memegang dan mencium perutku."Sayang kenapa tidak kerja?" tanyaku heran melihatnya belum siap 
Hari semakin hari kehamilanku terasa berat. Aku sudah resign dari rumah sakit. Mudah lelah dan sering sesak nafas membuatku tidak nyaman. Namun, tak menyurutkanku untuk menghadirkan buah hati ini. Jika waktuku tiba ada anak yang menjadi penyemangat Reyhan nanti. Kujalani semua ini dengan ikhlas dan berharap semua kebaikan bertumpu kepada kami.Reyhan terus memenuhi segala keinginanku. Aku bukannya tak mau dia merasakan apa yang kurasakan, tapi setiap melihatku Reyhan selalu menangis, entah apa yang ditakutkannya. Bahkan Reyhan tidak akan tidur jika aku belum tidur aku dibuat seperti bayi. Dijaga dan dirawat sebaik mungkin padahal aku tahu dia sangat capek bekerja dari pagi."Apanya yang sakit?""Gak ada, sayang. Bunda sama calon dedek sehat." Aku berusaha untuk selalu tersenyum, tapi guratan kesedihan dalam diri Reyhan tak bisa disembunyikan. Bahkan aku tak mengeluh sedikit pun di depannya. Ini kare
Satu tahun kemudian ....Entah mengapa hari ini badanku terasa lemas sekali, ingin rebahan saja. Ada rasa mual yang mendera. Apa aku magh? Setiap makanan yang masuk langsung aku muntahin."Sayang kenapa pucat?" tanya Reyhan yang panik baru pulang kerja. Aku hari ini tidak masuk kerja, biasanya kami selalu pulang bersamaan, Reyhan takut jika aku pulang sendiri."Iya, sayang, pusing.""Ayo tidur dulu." Aku menggeleng, tidur pun tak enak soalnya."Kenapa?""Capek tidur, rasanya mual." Aku berlari ke kamar mandi untuk muntah-muntah lagi.Oek ... oek ...oek Ya Allah capek sekali rasanya muntah-muntah terus dari pagi. Reyhan terlihat panik, karena dari pagi memang aku hanya lemas saja tidak sampai muntah-muntah."Sayang ....""Kenapa sayang?"Semua pelayan terlihat panik melihatku yang muntah-muntah. Bagaimana tidak? Aku pucat dari pagi tidak ada makanan yang bisa masuk, mual dan muntah menjadi satu."Sayang mau makan apa?" tanya Reyhan."Pengen mangga muda, sayang. Dari pagi mangga muda it
"Lagi buka apa, sayang?" Reyhan tiba-tiba masuk menanyakan amplop yang akan kubuka."Ini, sayang. Bukannya ini punyaku?" tanyaku yang penasaran."Iya, sayang itu punyamu." Reyhan nampak tenang, tidak ada gelagat yang mencurigakan. Aku membuka isi amplop itu, tapi semua hasil normal tak ada yang harus kukhawatirkan. Itu berarti aku masih punya kesempatan untuk hamil."Han ....""Iya, sayang, kenapa?""Aku khawatir rahimku bermasalah?" Reyhan mengenggam tanganku, dia duduk dibawah renjang sementara posisiku di atas ranjang. Dalam kelembutan dia menatapku seperti merasakan kegalauan yang kualami."Allah itu mengikuti prasangka hamba-Nya. Kita harus berprasangka baik agar semua yang kita harapkan berakhir baik. Abang bersyukur masih bisa melihatmu dan berada didekatmu, sayang." Aku seperti merasakan kode bahwa sebenarnya akan sulit bagi kami memiliki anak."Aku hanya ingin membuatmu bahagia, Han.""Melihat senyummu saja sudah anugerah yang luar biasa bagiku, sayang. Tidak mudah bagi kit
Tak terasa sudah sampai di rumah, mami sudah siap salat magrib. Sementara Rachel belum pulang dari rumah sakit, pasti sangat macet di jalan. "Alhamdulillah kalian sudah sampai," ucap mami. "Mana Rachel, Mi? Apa dia balik lagi ke rumah sakit setelah makan siang tadi?" tanya Reyhan yang belum melihat adik manisnya. "Belum pulang, paling macet di jalan. Iya tadi adikmu balik, dia menggerutu tidak kuat jadi direktur di rumah sakit." Aku hanya senyum-senyum mendengar mami cerita. "Bawa apa, Nak?" tanya mami yang melihatku membawa amplop besar. Reyhan menjelaskan ke mami, hasil pertemuanku dengan Jihan dan Laras. "Ujian dan musibah terkadang membuat orang semakin dewasa, ya, Rey." Ayah ikut bergabung bersama kami. "Kalian mandi, ya, udah mau magrib," ucap mami. Kami mengangguk dan bersiap ke kamar, suara deru mobil Rachel memasuki halaman rumah. Dia pasti belum tahu akan dipinang oleh dok
"Boleh kami berbicara, Nad?" tanya Laras. Aku menoleh ke Reyhan menanyakan kode apakah aku boleh atau tidak. Reyhan mengangguk. Kami sepakat untuk berbicara sebentar mengingat ada acara di rumah. Penampilan Laras dan Jihan saat ini sangat jauh sebelum aku kecelakaan. Tidak tahu bagaimana nasib mantan mama mertua. "Maafkan kami, Nad." Laras memulai pembicaraan. "Mama sudah meninggal dunia," sambung Jihan. "Innalillahiwainnailaihi roji'un." "Kami tidak memiliki biaya untuk pengobatan mama, setelah mas Andra meninggal mama depresi, kami mencoba untuk membawanya keluar negeri. Ternyata mama mengalami kanker rahim stadium akhir. Nyawanya tidak tertolong hingga meninggal satu bulan yang lalu." Jihan dengan detail menceritakan kejadian yang menimpanya. Aku dan Reyhan hanya menjadi pendengar setia.
"Nak, laki-laki dewasa itu biasnya belajar dari pengalaman. Asal Nadhine tahu saja Ayah itu sangat mencintai mami sampai pernah menjadi orang jahat, ternyata setelah enam tahun kemudian, kami dipertemukan dengan ayah kalian yang begitu dewasa dalam kondisi mami janda. Bahkan dia rela mengambil spesialis bedah agar bisa bersama mami. Jodoh selalu datang di waktu yang tepat meski butuh waktu yang lama. Makanya kalau lihat Reyhan seperti melihat ayah waktu muda dulu mencintai mami sampai waktu yang tak terbatas." Mami sangat menghayati sekali menceritakan masa lalunya sambil meneteskan air mata."Saat ini nak Nadhine harus percaya bahwa Reyhan tulus menyanyangimu agar transfer cinta kalian menyatu. Hindari pikiran yang dapat merusak hubungan dan perasaan kalian. Apalagi penyakit jantung tidak boleh stress." Aku mengangguk dan membalas pelukan mami. Mami mertua yang luar biasa dihatiku.Kalimat terakhir yang membuatku terenyuh adalah pernyataan mami bahwa yang
Reyhan sangat setia merawatku di rumah. Tiga hari ini dia minta cuti untuk tidak bekerja. Dia bahkan membuat jadwal untukku mengkonsumsi obat. Dia tak ingin waktu hilang bersamaku walau sedetik pun. Makanan pun semuanya di steril dulu olehnya. Ada beberapa makanan yang tidak dianjurkan untuk penderita jantung. Reyhan sangat hati-hati. Semua pelayan bahkan di berikan pengarahan dulu agar makanan yang kumakan harus benar-benar sesuai. Kami hanya senyum-senyum melihat tingkah Reyhan yang mengalahkan perawat rumah sakit."Abang, kak Nadhine udah sembuh. Dibuat kayak gitu bikin sakit beneran." Seperti biasa Rachel menganggu Reyhan yang sedang menyuapiku. Bahkan Reyhan tak pernah absen menyuapiku makan selama di rumah."Kalau jomlo mana tahu hal demikian." Rachel justru tertawa, aku hanya senyum-senyum melihat si abang yang memang berlebihan bapernya.Kondisiku memang masih lemah meski badan terasa segar.