Operasi berjalan dengan lancar, setelah membersihkan diri entah mengapa ini perut terasa kroncong. Akhirnya memutuskan untuk ke kantin, kode perut sudah tidak bisa diajak kompromi. Dari jauh tersangka utama yaitu Reyhan sedang santai makan siang. Dia hanya tersenyum ketika semua melihatku, apa ada yang salah dengan penampilanku?"Wow, ada dokter viral hari ini." Ish, apaan coba Reyhan ini."Emang ada yang salah penampilanku hari ini, Han?""Nggak ada yang salah, yang salah itu bu dokter tidak manfaatkan wajah manisnya selama ini untuk dipoles!" tu, kan, dia mulai lagi nih orang!"Kalau menurut saya yang terpenting cantik hati dan pikiran, Han." Reyhan diam, tak lama kemudian justru dia tertawa.
"Sepertinya kamu yang belum bisa move on dariku, Nad!" aku menghela nafas yang sudah mulai naik turun melihat Andra yang sikapnya seperti anak kecil."Dokter Nadhine, kenapa motornya?" tanya dokter Danang yang tiba-tiba mendekatiku."Sepertinya dia lelah, Dok.""Sebentar saya telpon teman dulu untuk perbaiki. Dokter Nadhine nanti saya antar pulang, ya." Dokter Danang terlihat memohon, karena Andra masih berdiri disamping kami."Baik, Dok. Terima kasih sebelumnya. Mari dokter Andra, kami duluan." Andra hanya mengangguk, sementara aku berfikir keras karena laki-laki yang nyaman didekatku hanyalah Reyhan. Kemana dia? Harusnya dia yang membantuku bukan direktur garing ini.Di dalam mobil aku hanya diam, dokter Danang juga diam. Biar saja dia penasaran, entahlah sulit bagiku untuk membuka diri untuk laki-laki manapun. Tidak mudah bagi wanita sepertiku memulai lagi, saat ini tak ada ambisi apa p
"Hahaha ... becanda, Dok." Aku diam, tidak mungkin juga Reyhan menyukaiku. Dia khilafnya kebangetan."Kalau begitu silahkan segera pulang pak dokter, motor sudah saya terima. Setelah ini saya mau telpon dokter Danang sebagai ucapan terima kasih.""Iya, siap, bawel." Reyhan memakirkan motorku, dan segera pamit.Entah mengapa sedih mendengar Reyhan yang mengatakan hanya becanda. Ada apa denganku? Ini tidak boleh terjadi karena Reyhan sudah memiliki tunangan meski aku tidak diundang saat itu. Hanya mendengar penuturan dari Reyhan saja."Hati-hati ...." Kenapa jadi baper begini? Dia memandangku seperti ingin mengatakan sesuatu, aku pernah merasakan cinta dan itu tatapan orang jatuh cinta.
Reyhan benar-benar mengantarku sampai ke ruang pertemuan. Danang dari jauh hanya senyum-senyum melihat kami. Sebenarnya Reyhan sama Danang ini apa hubungannya? Buat penasaran saja.Di dalam ruangan Andra duduk pas di depanku kebetulan ruangan yang dipakai duduknya seperti meja bundar, jadi duduknya berhadapan. Kali ini seperti pertemuan penting karena dokter Danang yang memimpin agenda pertemuan ini."Mari kita mulai, agenda rapat ini tidak lama hanya sebentar, saya hanya mengumumkan hal penting saja." Dokter Danang memang sangat disiplin dengan waktu."Pertemuan ini membahas tentang pemilihan kepala bedah spesialis umum, karena seperti yang kita ketahui jadwal dokter bedah umum sangat padat di rumah sakit ini," sambungnya lagi."Jadi siapa pun bisa jadi kepala bedah, nanti kita vote minggu depan. Mohon kerja samanya. S
"Jangan becanda, Han?" Reyhan langsung menepi, membuat jantungku berdebar tidak menentu."Aku akan menjagamu, Nad. Dalam kamusku tidak ada kata becanda." Kenapa jantungku berdebar hebat, apakah ini namanya cinta? Rasanya benar-benar tidak menentu."Aku antar kemana, Nad?" tanya Reyhan."Aku sudah janji dengan temanku mau cari perumahan, Han.""Sama aku aja, ya? Kabari temanmu, Nad. Kalau pergi bersamaku." Ya ampun, ini kenapa jadi begini perasaanku dibuat tidak menentu, ah, Reyhan pasti becanda. Berulang kali kutarik nafas bahwa Reyhan hanya becanda saja."Tapi ....""Tapi apa? Pergi bersamaku, ya?" ya ampun, kenapa jadi canggung begini. Toloong! jantungku benar-benar tidak bisa dikondisikan.Segera kukabari teman yang bersamaku untuk mencari rumah, mengatakan yang sebenarnya bahwa Reyhan yang mengant
"Mari, Bu, lihat brosurnya dan sesuaikan dengan keinginan ibu." Mamanya Andra menerima brosur dari karyawan bagian penjualan."Ma, kita ambil yang paling bagus disini." Suaranya Laras sangat jelas sekali. Mereka belum melihatku karena spontan langsung kututup wajahku dengan brosur yang kupegang. Ada-ada saja yang menganggu."Nad, jadi yang mana, kayaknya ada mantan di sebelah kita." Reyhan berbisik, tahu saja kelemahanku. Reflek Reyhan mengambil brosur, dan mamanya Andra langsung memegang jantungnya. Emang, ya, resek sekali Reyhan ini? Bisa pingsan lagi mamanya Andra di sini.Mungkin sudah waktunya membuka diri."Tampil anggun, Nad. Ada aku calon suamimu di sini." Aduuh, please, Han. Bisa-bisa
"Mari kami pamit dulu." Reyhan menarik tanganku untuk pergi dari keluarga mantanku. Mereka sibuk membangunkan Andra yang pingsan, kadang kasihan melihat Andra yang seperti bucin. Namun, melihat dia yang bahagia di pertunangan kemarin sungguh berbeda dengan ungkapan dia kepadaku. Laras dari jauh menatapku dengan sinis, Andra dimasukkan ke dalam mobil. Beberapa orang terlihat membantu Andra yang pingsan. Reyhan seperti tahu kelegelisahanku, dia terus memandangku. "Kenapa, Nad?" tanya Reyhan. "Gak ada apa-apa, Han." "Jika ada yang mengganjal cerita saja, Nad." Aku hanya mengangguk dan segera masuk mobil.
*** "Bu Dok, ruang operasi sudah siap." Perawat mengingatkanku, hari ini ada jadwal operasi ringan operasi usus buntu. Sesampai di ruang operasi, aku berpapasan lagi dengan Andra, ternyata dia juga memiliki jadwal operasi. Suasana hening, Andra juga hanya diam. Setelah selesai membersihkan diri tanpa memedulikannya segera kumasuk ke ruang operasi. Andra sepertinya marah, emang salahku apa? Lebih baik fokus menyelamatkan pasien. Ada rasa rindu karena belum bertemu Reyhan hari ini. "Bagaimana kondisi pasien?" "Semua normal, dok." "Alhamdulillah ...." Operasi berjalan dengan lancar, setelah mengecek kondisi pasien, akhirnya bisa bernafas lega. Keselamatan pasien nomor satu. Tidak bisa dipungkiri rasa deg-degan ketika sedang menjalankan operasi, karena dokter adalah manusia biasa yang tidak selamanya selalu berjalan dengan sukses. Namun, ikhtiar tetap kami lakukan untuk menyelamatkan pasien
Masuk trimester ketiga kondisi Nadhine semakin berbeda. Bukan hanya kaki, tapi tangan dan wajahnya juga bengkak. Hari ini dia memintaku untuk mengajaknya ke pantai. Pantai dekat kampung halamannya. "Sayang, jika aku tiada nanti. Berjanjilah untuk selalu bahagia." Ucapan itu mungkin sudah sekian ratus kali Nadhine ucapkan ketika bersamaku. Di bibir pantai aku duduk dengannya. Kami bernostalgia tentang cinta kami dan kenangan di kedokteran. Sesekali dia tertawa, tapi justru aku yang terluka. Aku seperti bersama dengan orang yang akan pergi jauh. Pergi selama-lamanya. "Han, wasiat dokter Andra lebih baik dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Rumahnya kembalikan saja ke adik-adiknya yang lebih berhak. Kudengar mereka ngontrak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kalau uangnya mungkin bisa dibuatkan sebuah yayasan penderita jantung. Agar kebaikannya mengalir terus menerus." Aku hanya mengangguk, meski setiap kata yang terucap dari Nadhine membuatku hancur.***Aku bahkan tak tenang kerja
***Menjelang melahirkan bahkan aku tak bisa tidur malam lagi. Kaki yang bengkak ini membuatku sulit untuk berjalan. Badanku mulai terasa berat, nafasku bahkan sudah tak beraturan. Namun, aku sadar diri sebisa mungkin tak ingin membuat Reyhan panik. Aku sudah berusaha seperti wanita hamil lainnya banyak gerak menjelang melahirkan."Sayang diam saja, jangan terlalu banyak gerak.""Harus banyak gerak sayang, biar dedek sehat dan bunda kuat." Reyhan hanya tersenyum. Namun, kutahu dia lebih panik dariku menjelang persalinan"Sehat-sehat ya, dedek dan bunda." Dia memegang dan mencium perutku."Sayang kenapa tidak kerja?" tanyaku heran melihatnya belum siap 
Hari semakin hari kehamilanku terasa berat. Aku sudah resign dari rumah sakit. Mudah lelah dan sering sesak nafas membuatku tidak nyaman. Namun, tak menyurutkanku untuk menghadirkan buah hati ini. Jika waktuku tiba ada anak yang menjadi penyemangat Reyhan nanti. Kujalani semua ini dengan ikhlas dan berharap semua kebaikan bertumpu kepada kami.Reyhan terus memenuhi segala keinginanku. Aku bukannya tak mau dia merasakan apa yang kurasakan, tapi setiap melihatku Reyhan selalu menangis, entah apa yang ditakutkannya. Bahkan Reyhan tidak akan tidur jika aku belum tidur aku dibuat seperti bayi. Dijaga dan dirawat sebaik mungkin padahal aku tahu dia sangat capek bekerja dari pagi."Apanya yang sakit?""Gak ada, sayang. Bunda sama calon dedek sehat." Aku berusaha untuk selalu tersenyum, tapi guratan kesedihan dalam diri Reyhan tak bisa disembunyikan. Bahkan aku tak mengeluh sedikit pun di depannya. Ini kare
Satu tahun kemudian ....Entah mengapa hari ini badanku terasa lemas sekali, ingin rebahan saja. Ada rasa mual yang mendera. Apa aku magh? Setiap makanan yang masuk langsung aku muntahin."Sayang kenapa pucat?" tanya Reyhan yang panik baru pulang kerja. Aku hari ini tidak masuk kerja, biasanya kami selalu pulang bersamaan, Reyhan takut jika aku pulang sendiri."Iya, sayang, pusing.""Ayo tidur dulu." Aku menggeleng, tidur pun tak enak soalnya."Kenapa?""Capek tidur, rasanya mual." Aku berlari ke kamar mandi untuk muntah-muntah lagi.Oek ... oek ...oek Ya Allah capek sekali rasanya muntah-muntah terus dari pagi. Reyhan terlihat panik, karena dari pagi memang aku hanya lemas saja tidak sampai muntah-muntah."Sayang ....""Kenapa sayang?"Semua pelayan terlihat panik melihatku yang muntah-muntah. Bagaimana tidak? Aku pucat dari pagi tidak ada makanan yang bisa masuk, mual dan muntah menjadi satu."Sayang mau makan apa?" tanya Reyhan."Pengen mangga muda, sayang. Dari pagi mangga muda it
"Lagi buka apa, sayang?" Reyhan tiba-tiba masuk menanyakan amplop yang akan kubuka."Ini, sayang. Bukannya ini punyaku?" tanyaku yang penasaran."Iya, sayang itu punyamu." Reyhan nampak tenang, tidak ada gelagat yang mencurigakan. Aku membuka isi amplop itu, tapi semua hasil normal tak ada yang harus kukhawatirkan. Itu berarti aku masih punya kesempatan untuk hamil."Han ....""Iya, sayang, kenapa?""Aku khawatir rahimku bermasalah?" Reyhan mengenggam tanganku, dia duduk dibawah renjang sementara posisiku di atas ranjang. Dalam kelembutan dia menatapku seperti merasakan kegalauan yang kualami."Allah itu mengikuti prasangka hamba-Nya. Kita harus berprasangka baik agar semua yang kita harapkan berakhir baik. Abang bersyukur masih bisa melihatmu dan berada didekatmu, sayang." Aku seperti merasakan kode bahwa sebenarnya akan sulit bagi kami memiliki anak."Aku hanya ingin membuatmu bahagia, Han.""Melihat senyummu saja sudah anugerah yang luar biasa bagiku, sayang. Tidak mudah bagi kit
Tak terasa sudah sampai di rumah, mami sudah siap salat magrib. Sementara Rachel belum pulang dari rumah sakit, pasti sangat macet di jalan. "Alhamdulillah kalian sudah sampai," ucap mami. "Mana Rachel, Mi? Apa dia balik lagi ke rumah sakit setelah makan siang tadi?" tanya Reyhan yang belum melihat adik manisnya. "Belum pulang, paling macet di jalan. Iya tadi adikmu balik, dia menggerutu tidak kuat jadi direktur di rumah sakit." Aku hanya senyum-senyum mendengar mami cerita. "Bawa apa, Nak?" tanya mami yang melihatku membawa amplop besar. Reyhan menjelaskan ke mami, hasil pertemuanku dengan Jihan dan Laras. "Ujian dan musibah terkadang membuat orang semakin dewasa, ya, Rey." Ayah ikut bergabung bersama kami. "Kalian mandi, ya, udah mau magrib," ucap mami. Kami mengangguk dan bersiap ke kamar, suara deru mobil Rachel memasuki halaman rumah. Dia pasti belum tahu akan dipinang oleh dok
"Boleh kami berbicara, Nad?" tanya Laras. Aku menoleh ke Reyhan menanyakan kode apakah aku boleh atau tidak. Reyhan mengangguk. Kami sepakat untuk berbicara sebentar mengingat ada acara di rumah. Penampilan Laras dan Jihan saat ini sangat jauh sebelum aku kecelakaan. Tidak tahu bagaimana nasib mantan mama mertua. "Maafkan kami, Nad." Laras memulai pembicaraan. "Mama sudah meninggal dunia," sambung Jihan. "Innalillahiwainnailaihi roji'un." "Kami tidak memiliki biaya untuk pengobatan mama, setelah mas Andra meninggal mama depresi, kami mencoba untuk membawanya keluar negeri. Ternyata mama mengalami kanker rahim stadium akhir. Nyawanya tidak tertolong hingga meninggal satu bulan yang lalu." Jihan dengan detail menceritakan kejadian yang menimpanya. Aku dan Reyhan hanya menjadi pendengar setia.
"Nak, laki-laki dewasa itu biasnya belajar dari pengalaman. Asal Nadhine tahu saja Ayah itu sangat mencintai mami sampai pernah menjadi orang jahat, ternyata setelah enam tahun kemudian, kami dipertemukan dengan ayah kalian yang begitu dewasa dalam kondisi mami janda. Bahkan dia rela mengambil spesialis bedah agar bisa bersama mami. Jodoh selalu datang di waktu yang tepat meski butuh waktu yang lama. Makanya kalau lihat Reyhan seperti melihat ayah waktu muda dulu mencintai mami sampai waktu yang tak terbatas." Mami sangat menghayati sekali menceritakan masa lalunya sambil meneteskan air mata."Saat ini nak Nadhine harus percaya bahwa Reyhan tulus menyanyangimu agar transfer cinta kalian menyatu. Hindari pikiran yang dapat merusak hubungan dan perasaan kalian. Apalagi penyakit jantung tidak boleh stress." Aku mengangguk dan membalas pelukan mami. Mami mertua yang luar biasa dihatiku.Kalimat terakhir yang membuatku terenyuh adalah pernyataan mami bahwa yang
Reyhan sangat setia merawatku di rumah. Tiga hari ini dia minta cuti untuk tidak bekerja. Dia bahkan membuat jadwal untukku mengkonsumsi obat. Dia tak ingin waktu hilang bersamaku walau sedetik pun. Makanan pun semuanya di steril dulu olehnya. Ada beberapa makanan yang tidak dianjurkan untuk penderita jantung. Reyhan sangat hati-hati. Semua pelayan bahkan di berikan pengarahan dulu agar makanan yang kumakan harus benar-benar sesuai. Kami hanya senyum-senyum melihat tingkah Reyhan yang mengalahkan perawat rumah sakit."Abang, kak Nadhine udah sembuh. Dibuat kayak gitu bikin sakit beneran." Seperti biasa Rachel menganggu Reyhan yang sedang menyuapiku. Bahkan Reyhan tak pernah absen menyuapiku makan selama di rumah."Kalau jomlo mana tahu hal demikian." Rachel justru tertawa, aku hanya senyum-senyum melihat si abang yang memang berlebihan bapernya.Kondisiku memang masih lemah meski badan terasa segar.