Reyhan benar-benar mengantarku sampai ke ruang pertemuan. Danang dari jauh hanya senyum-senyum melihat kami. Sebenarnya Reyhan sama Danang ini apa hubungannya? Buat penasaran saja.
Di dalam ruangan Andra duduk pas di depanku kebetulan ruangan yang dipakai duduknya seperti meja bundar, jadi duduknya berhadapan. Kali ini seperti pertemuan penting karena dokter Danang yang memimpin agenda pertemuan ini."Mari kita mulai, agenda rapat ini tidak lama hanya sebentar, saya hanya mengumumkan hal penting saja." Dokter Danang memang sangat disiplin dengan waktu."Pertemuan ini membahas tentang pemilihan kepala bedah spesialis umum, karena seperti yang kita ketahui jadwal dokter bedah umum sangat padat di rumah sakit ini," sambungnya lagi.
"Jadi siapa pun bisa jadi kepala bedah, nanti kita vote minggu depan. Mohon kerja samanya. S
"Jangan becanda, Han?" Reyhan langsung menepi, membuat jantungku berdebar tidak menentu."Aku akan menjagamu, Nad. Dalam kamusku tidak ada kata becanda." Kenapa jantungku berdebar hebat, apakah ini namanya cinta? Rasanya benar-benar tidak menentu."Aku antar kemana, Nad?" tanya Reyhan."Aku sudah janji dengan temanku mau cari perumahan, Han.""Sama aku aja, ya? Kabari temanmu, Nad. Kalau pergi bersamaku." Ya ampun, ini kenapa jadi begini perasaanku dibuat tidak menentu, ah, Reyhan pasti becanda. Berulang kali kutarik nafas bahwa Reyhan hanya becanda saja."Tapi ....""Tapi apa? Pergi bersamaku, ya?" ya ampun, kenapa jadi canggung begini. Toloong! jantungku benar-benar tidak bisa dikondisikan.Segera kukabari teman yang bersamaku untuk mencari rumah, mengatakan yang sebenarnya bahwa Reyhan yang mengant
"Mari, Bu, lihat brosurnya dan sesuaikan dengan keinginan ibu." Mamanya Andra menerima brosur dari karyawan bagian penjualan."Ma, kita ambil yang paling bagus disini." Suaranya Laras sangat jelas sekali. Mereka belum melihatku karena spontan langsung kututup wajahku dengan brosur yang kupegang. Ada-ada saja yang menganggu."Nad, jadi yang mana, kayaknya ada mantan di sebelah kita." Reyhan berbisik, tahu saja kelemahanku. Reflek Reyhan mengambil brosur, dan mamanya Andra langsung memegang jantungnya. Emang, ya, resek sekali Reyhan ini? Bisa pingsan lagi mamanya Andra di sini.Mungkin sudah waktunya membuka diri."Tampil anggun, Nad. Ada aku calon suamimu di sini." Aduuh, please, Han. Bisa-bisa
"Mari kami pamit dulu." Reyhan menarik tanganku untuk pergi dari keluarga mantanku. Mereka sibuk membangunkan Andra yang pingsan, kadang kasihan melihat Andra yang seperti bucin. Namun, melihat dia yang bahagia di pertunangan kemarin sungguh berbeda dengan ungkapan dia kepadaku. Laras dari jauh menatapku dengan sinis, Andra dimasukkan ke dalam mobil. Beberapa orang terlihat membantu Andra yang pingsan. Reyhan seperti tahu kelegelisahanku, dia terus memandangku. "Kenapa, Nad?" tanya Reyhan. "Gak ada apa-apa, Han." "Jika ada yang mengganjal cerita saja, Nad." Aku hanya mengangguk dan segera masuk mobil.
*** "Bu Dok, ruang operasi sudah siap." Perawat mengingatkanku, hari ini ada jadwal operasi ringan operasi usus buntu. Sesampai di ruang operasi, aku berpapasan lagi dengan Andra, ternyata dia juga memiliki jadwal operasi. Suasana hening, Andra juga hanya diam. Setelah selesai membersihkan diri tanpa memedulikannya segera kumasuk ke ruang operasi. Andra sepertinya marah, emang salahku apa? Lebih baik fokus menyelamatkan pasien. Ada rasa rindu karena belum bertemu Reyhan hari ini. "Bagaimana kondisi pasien?" "Semua normal, dok." "Alhamdulillah ...." Operasi berjalan dengan lancar, setelah mengecek kondisi pasien, akhirnya bisa bernafas lega. Keselamatan pasien nomor satu. Tidak bisa dipungkiri rasa deg-degan ketika sedang menjalankan operasi, karena dokter adalah manusia biasa yang tidak selamanya selalu berjalan dengan sukses. Namun, ikhtiar tetap kami lakukan untuk menyelamatkan pasien
"Sedang ngapain, Naura? Tumben mampir." tanya Reyhan basa-basi, Naura terlihat masih tidak terima dengan Andra yang bersimpuh di depanku. Tatapannya berubah sinis melihat Andra yang berat untuk berdiri di samping mamanya."Kangen Mas Andra, rencananya kami mau Acc rumah elit dekat sini. Hadiah pernikahan papa, nantinya." Ow, ternyata keluarga Andra benar-benar benalu. Lagaknya kemarin seperti sosialita padahal Naura yang membeli rumah. Jadi tak sabar melihat kelanjutan keluarga ini."Oh, gitu. Lanjutkan, ya, Naura. Mas mau bawa dokter Nadhine dulu, seharian ini kami sibuk, belum bertemu dari pagi." Ah, entah mengapa ucapan Reyhan membuatku berdebar-debar. Ini mungkin yang namanya kasmaran.&nb
"Aku antar pulang, ya?" aku hanya mengangguk. Reyhan adalah laki-laki yang luar biasa selama ini menjagaku.Kulihat Andra menatap kami dari jauh, sudah saatnya tidak dibayangi masa lalu. Kita berhak bahagia dengan kehidupan kita yang baru. Perseteruan Andra dan mamanya jujur sangat membuatku terganggu. Bisa saja esok mamanya akan melabrakku karena mengira aku belum move on dengan anaknya. Andra juga pasti merasa punya hak dekat denganku karena statusku yang belum menikah."Kenapa diam, ada yang menganggu pikiran?" tanya Reyhan, ingin kukatakan yang sebenarnya tentang Andra dan mamanya. Namun, ragu khawatir Reyhan menjadi khawatir denganku."Apapun masalahmu, Nad. Kasitau aku, ya. Aku ingin selalu ada untukmu. Pernikahan seperti apa yang kau inginkan, Nad?" Tanya Reyhan dengan serius."Sederhana, tapi bahagia, Han.""Kalau mewah, tapi bahagia, boleh." Reyhan benar-benar membuatku canggung."Han, kedua orang tuaku sudah tiada. Aku anak y
"Naura tahu sendiri kan saya akan menikah dengan dokter Reyhan.""Hahaha ... Jangan ngehalu, Nad, mana ada sultan yang mau sama kamu, dan ...." dia berhenti"Dan Reyhan itu sudah punya calon dari kalangannya yaitu dokter Vivi, jangan menghayal, Dok." Baru kutahu mulutnya Naura sangat pedas sangat cocok dengan keluarga Andra."Menghayalnya ketinggian kak Naura, Mas Andra mau diembat juga, dasar serakah." Laras ikut menimpali, semua warga makin memojokkanku. Allah berikan petunjukmu."Kita usir saja dia bapak-bapak dan ibu-ibu, wanita seperti ini berbahaya, semua diembat!" Ya Allah sakit sekali mereka menghinaku.Mamanya Andra tersenyum sinis melihatku, seperti puas menghakimiku. Rasanya sakit sekali."Lebih baik dokter Nadhine pergi saja, warga makin ramai." Pak RT yang sangat tidak bijak, hanya berpihak kepada Naura dan keluarga Andra."Saya bukan pelakor, seperti fitnah kalian.""Ngaku saja, kenapa susah se
Pov Reyhan Entah mengapa perasaanku tidak tenang, ketika Nadhine didekati oleh Andra, jujur membuatku sedikit takut Andra mengambil Nadhine lagi. Delapan tahun yang lalu aku mengurung diri karena pujaanku ternyata memilih laki-laki pilihannya. Seorang dokter yang saat itu banyak diincar oleh para dokter junior lainnya. Berkali-kali kumenahan nafas melihat Nadhine yang berseri-seri saat itu menikah dengan dokter Andra. Namun, ternyata sejauh apa pun jodoh tetap kembali. Kulihat Nadhine menangis dan terluka dibuang ditengah jalan oleh mamanya dokter Andra. Masih segar diingatan suara Nadhine yang menangis tersedu-sedu, tanpa banyak kata air matanya keluar. Aku terluka meski jujur ada rasa bahagia melihat dia kembali padaku. Segala kemewahan yang diberikan keluarga tidak pernah kutunjukkan di depan Nadhine, agar dia merasa nyaman didek