Suasana di toilet sanga sepi, hanya ada mereka berdua. Mungkin karena kondisi restoran yang lenggang karena memang hari masih pagi. Kini Lia tengah mematut durinya di depan cermin, berpura-pura mencuci tangannya tanpa membuka masker dan kacamata yang dikenakannya.Tak berselang lama, terdengar suara kunci pintu kamar mandi yang ditempati Angel terbuka. Segera Lia melakukan ancang-ancang untuk menyelesaikan aktifitasnya di washtuffel kemudian beranjak memasuki salah satu bilik kamar mandi yang tersedia.Namun, ia terperanjat kala melihat Angel keluar dari kamar mandi hanya dengan bikini yang menutupi kedua bagian sensualnya. Seluruh tubuhnya ia biarkan terbuka dan terkespos begitu saja. Sejenak Lia tampak tercengang, namun dengan cepat ia mengendalikan dirinya. Lia melangkah memasuki salah satu bilik kamar mandi, ia melepas masker dan kacamata yang dikenakannya. Sejenak ia menarik nafas panjang, untuk menenangkan diri dari keterkejutannya.'Astaghfirullah, apa dengan pakaian seperti i
Ternyata Lio begitu santai, ia tak bergeming, bahkan pandangannya tak lepas dari hamparan samudera di hadapannya. Seolah tak memperdulikan Angel dengan segala aksinya.'Mas Lio bisa setenang itu. Apa karena dia sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini? Secara dia hidup sepuluh tahun lamanya di USA. Atau mungkin karena memang dia berusaha menjaga pandangannya? Karena sedari tadi tak ku lihat dia menoleh ke arah Angel barang sebentar. Ah, apapun itu, aku bersyukur dengan mas Lio yang seperti itu,' batin Lia sembari mengulas senyuman manis.Lia tengah duduk tak jauh dari tempat Lio dan Angel berada, ia terus memperhatikan gerak gerik keduanya sembari menikmati kesegaran air kelapa muda yang baru saja dibelinya. Menunggu saat yang tepat untuk menemui suaminya.Matahari semakin terik, hangat sinarnya pun mulai mengganggu kenyamanan kulit. Pertanda hari semakin siang. Angel yang sedari tadi berjemur di kursi santainya kini mulai mengibas-ngibaskan tangannya. Tanda ia mulai merasa kepan
Lio memandang punggung Lia yang berjalan gontai meninggalkannya."Astaghfirullah, saya salah telah berbicara terlalu kasar pada Lia hingga membuatnya menangis seperti itu. Tapi saya juga tak suka dengan sikapnya yang sok paling mengerti dan mengatur-ngatur hidup saya." gumam Lio mengiringi langkah Lia yang semakin jauh.Sejenak ia merenungi apa yang telah dilakukannya terhadap istrinya. Ada sesal di hati kecilnya, namun rasa kesal yang begitu besar mendominasi diri dan mengalahkan suara hari nuraninya.Lio melanjutkan aktifitasnya, berusaha menghilangkan pikiran tentang perasaan Lia. Namun, semakin ia berusaha untuk tidak perduli, justru ia semakin merasa bersalah. Hatinya tak bisa tenang memikirkan bagaimana perasaan istrinya sekarang.Lio segera bangun dari posisi tidurnya, kemudian berniat beranjak dari tempatnya untuk mengejar istrinya. Namun, tiba-tiba Angel kembali dan mencegah Lio pergi.****"Sesuai aplikasi ya, kak?" Tanya seorang driver pada Lia yang baru memasuki taksi onl
"Dari mana kamu, Lia?" "Makam ibu." jawab Lia singkat tanpa menoleh ke arah suaminya. Ia lalu melanjutkan langkahnya."Seharusnya seorang istri izin terlebih dahulu pada suaminya saat hendak bepergian." lanjut Lio kembali menghentikan langkah Lia.Lia menoleh ke arah Lio, pandangannya menyalang ke arah suaminya."Tidak harus kalau istri tahu bahwa suaminya pasti mengizinkan kepergiannya. Lia hanya pergi ke makam ibu, apa Mas Lio tidak mengizinkan?" tanya Lia datar pada Lio.Sedang Lio hanya terdiam. Sebenarnya bukan jawaban Lia yang di harapkannya, melainkan ia hanya ingin melihat kondisi Lia lebih dekat dan detail setelah apa yang telah ia lakukan padanya.Dan Lio dibuat terkejut melihat kondisi Lia yang tampak sangat menyedihkan, matanya sembab, jilbab yang dikenakannya tampak sedikit berantakan, raut wajahnya pun sangat menggambarkan suasana hatinya.'Ya Allah, Lia. Maafkan saya.' batin Lio menyesal."Setidaknya hormati keberadaan suami kamu, jangan datang-datang langsung nyelonon
"Vino, teman lamanya Lia." ucap Vino memperkenalkan dirinya."Lio, suami Lia." balas Lio mantap sembari melirik Lia di sisinya.Mereka berjabat tangan sejenak. "Wah, selamat ya atas pernikahan kalian. Semoga pernikahan kalian langgeng sampai maut memisahkan.Maaf, Aku memang gak tahu sejak kapan kalian menikah, tapi yang jelas aku belum sempat mengucap selamat dan harapan baik untuk kalian berdua. So gak ada kata terlambat, bukan?" ucap Vino ramah memberi ucapan selamat pada Lio dan Lia."Terima kasih," sahut Lio singkat dengan memaksakan senyumnya."Dan kamu, Lia. Kamu hutang banyak penjelasan sama kskak, ya?" ucap Vino sembari tersenyum penuh makna pada Lia. Sedang Lia hanya bisa membalasnya dengan senyuman manisnya. Merasa obrolan di antara mereka bertiga tidak nyaman."Ya udah, Mas. Lia duluan, ya." sekali lagi Lia berpamit pada Lio dan hanya dijawab anggukan olehnya.Lia beranjak meninggalkan lift, diikuti Vino di belakangnya."Loh, kak Vino juga bertugas disini?" tanya Lia pada
Lia berjalan gontai menuju unit apartemennya, rasanya ia masih begitu malas untuk bertemu kembali dengan suaminya. Sakit hati yang ia rasakan akibat perilaku suaminya kemarin belum juga hilang, membuatnya tak dulu ingin bertatap muka sebelum luka di hatinya itu musnah.Klik!Terdengar suara kunci pintu terbuka, Lia segera masuk dan mengunci pintu kembali. Pandangannya mengedar menyusuri setiap sudut dari ruangan apartemennya, mencari keberadaan sosok suaminya yang tak ia temui di sana."Ke mana ya mas Lio? Tadi di rumah sakit Aku tidak menemuinya, mobilnya pun tidak ada di tempat parkiran biasanya. Ku pikir hari ini ia tengah beristirahat di rumah, sehingga tidak masuk kerja. Tapi ternyata di rumah juga gak kutemui tanda-yanda keberadaanya." gumam Lia bertanya-tanya.Walau ia tak menginginkan pertemuan dengan suaminya, namun hati kecilnya tak mampu menampik bahwa ia khawatir saat mendapati suaminya itu tak berada di rumah."Kamu kemana, Mas?" gumamnya sembari mengecek ponsel miliknya.
"Ya, jadi sebenarnya mas Lio tadi mengabari kalau dia sedang berada di sana. Ada acara dengan teman-temannya. Dan sekarang Lia akan menyusul, karena tadi Lia masih kerja, jadi tidak bisa berangkat bersama mas Lio. Cuma masalahnya komunikasi kami tiba-tiba terputus saat mas Lio belum sempat mengirim lokasinya. Lia coba hubungi lagi sepertinya nomor mas Lio tidak aktif. Mungkin handphone nya lowbat dan belum sempat charger, atau ada halangan lain seperti gangguan sinyal atau apa yang Lia tidak tahu. Karena itu Lia mampir kemari untuk meminta alamatnya." jelas Lia pada sang mertua.Dr. Mahendra merasa aneh dengan alasan Lia, namun ia tak bisa menebak terlalu jauh tentang apa yang terjadi."Oh, gitu. Lalu sekarang Lia berniat menyusul Lio kesana?" tanya Dr. Mahendra memastkkan."Iya, Yah.""Apa Lia yakin? Cuacanya sedang mendung seperti ini, seperti tak lama lagi akan turun hujan. Apa gak sebaiknya Lia tunggu saja di rumah? Karena jalanan ke sana cukup curam. Akan berbahaya kalau ditempu
Melihat kopi di cangkir Lio yang hanya tersisa ampasnya, Angel tersenyum penuh makna. Ia juga menawari Lio untuk secangkir kopi selajutnya, namun Lio menolaknya dengan alasan perut yang mulai begah.Lio kembali mengecek ponselnya, namun masih sama. Sinyal di hp nya masih saja menunjukkan tanda emergency."Huufh," desis Lio pelan sembari meletakkan kembali ponselnya ke saku. Kemudian ikut menikmati serial yang sedang Angel tonton di hadapannya.Namun tiba-tiba ia merasa tidak nyaman, tiba-tiba ia merasa kegerahan, padahal cuaca di luar sedang hujan. Degub jantungnya pun tiba-tiba berpacu sangat cepat, sampai membuatnya kesusahan untuk mengatur ritme pernapasan. Bulir keringat mulai membasahi tubuhnya. Ia menegang, merasakan sesitivitas tubuhnya semakin bertambah.'Ya Allah, kenapa ini? Apa mungkin efek meminum kopi? Tapi aku bahkan hanya meminum satu cangkir, gak biasanya akan berefek seperti ini,' gumamnya dalam hati. Lio tampak semakin gelisah, ia juga mengibas-ngibaskan kaos yang d
[ Pak Lio, tenang, ya. Dampingi dulu istrinya, saya masuk minta bantuan satpam saja. ][ Baik, Dok. Mohon maaf sebelumnya. ][ Nggak apa-apa, saya mengerti kok, Pak. ]Panggilan berakhir, kemudian Lio segera mendekati Lia, memberi support dan afirmasi positif untuk istri tercintanya."Kamu pasti kuat, Sayang. Kamu pasti bisa."Selang lima menit, dr. Melani datang dan langsung mengambil tindakan. Dengan cekatan dr. Melani mengecek pembukaan jalan lahir."Masih bukaan 4 Pak Lio, tapi kondisi Bu Lia sudah melemah. Bisa tolong bantu saya pasangkan cairan infusnya?" tanya dr. Melani.Dengan cekatan Lio segera melakukan apa yang dr. Melani perintahkan. 10 tahun mengenyam pelajaran kedokteran ternyata tak cukup membuat Lio memahami apa yang harus dilakukannya di saat-saat genting seperti ini. Isi otaknya seakan ngeblank ketika dihadapkan dengan situasi seperti saat ini.Di sisi lain, dr. Melani segera memasang Kardiotokografi di perut Lia, sebuah alat yang merekam denyut nadi janin juga keku
"Bukan mancing, Mas ...""Terus?""Tapi minta," sahut Lia dengan senyuman genitnya, membuat Lio tak dapat menahan untuk tak mencubit gemas hidung mungilnya."Dengan senang hati, Sayang ..." sahut Lio sembari mulai membelai pipi Lia yang semakin hari semakin chuby efek kehamilannya.Dan malam itu, mereka kembali menyatu sebagai sepasang suami istri, saling memberikan kehangatan dan kenikmatan, menciptakan peluh dan desahan penuh kenikmatan.Lia dan Lio tertidur sesaat setelah sama-sama mencapai puncak nikmat penyatuan mereka. Kondisi yang melelahkan membuat keduanya begitu mudah terbuai di alam mimpi.Hingga waktu memasuki pertengahan malam, Lia merasakan perutnya begitu mulas, seperti ingin BAB. Dengan terburu-buru Lia berusaha bangun dan beranjak ke kamar mandi. Lio yang merasa kelelahan akibat aktifitas malam mereka, tak merasakan apapun dalam tidurnya, ia begitu terlelap hingga tak menyadari bahwa istrinya tak lagi di sisinya."Mas Lio ...!" tiba-tiba suara Lia yang berteriak di da
"Ke bawahan lagi, Mas ...""Ini?""Dikit lagi, Mas.""Sudah, Pas?""Terlalu ke bawah itu, Mas.""Jadi yang sebelah mana?"Tanya Lio mulai frustasi, itulah rutinitasnya tiap malam di sembilan bulan kehamilan istrinya.Lia yang perutnya semakin membuncit kerap kali mengeluh merasa kesakitan di punggungnya. Mungkin akibat ketidak seimbangan beban dengan pasaknya.Setiap malam, sebelum tidur, Lio selalu menyempatkan diri untuk memijat halus tubuh istrinya, menyampaikan afirmasi positif untuk istri dan juga janin yang ada di dalam kandungannya."Kalian sangat kuat, kalian juga sangat hebat. Papa yakin, Mama dan Dede di perut bisa bekerja sama dengan baik nantinya. Papa selalu berharap, semoga semua prosesnya diberi kelancaran," ucap Lio diikuti ciuman yang mendarat di perut buncit milik istrinya.Saat Lio baru saja mendaratkan bibirnya di sana, tiba-tiba ia merasakan tendangan kuat dari dalam perut Lia tepat mengenai bibirnya."MasyaAllah, kamu menyambut Papa ya, Nak? Papa jadi nggak sabar
"Apa sih yang nggak buat kamu?""Ya udah, tolong Mas bilang sama cheffnya, ya suruh ikutin resepnya abang-abang martabak yang biasa di pinggir jalan."Kenapa harus gitu, Sayang? Dah biar resepnya apa kata mereka aja, ya? Pastinya mereka juga lebih tau dan ahli dibanding abang-abang penjual kaki lima.""Tapi Lia pengennya yang gitu, Mas," rengek Lia."Ya udah, ya udah, nanti Mas coba bilangin, kamu doa aja ya semoga cheffnya bisa dan mau.""Amiin."Lio lalu mengantar Lia ke kamar untuk beristirahat, kemudian meninggalkannya ke restoran tempat mereka menginap.Satu jam berlalu, saat Lio dengan penuh semangat membawa martabak manis pesanan istri tercinta. "Sayang, Mas datang ..." ucapnya seraya memasuki kamar, berharap istrinya itu akan menyambutnya dengan mata berbinar-binar.Namun ternyata kenyataan tak semanis yang dibayangkan. Istrinya itu justru tengah terpejam, lelap dalam tidur siangnya, bahkan sampai tak menyadari kehadirannya.Lio tersenyum simpul, diletakkannya piring berisi
"Udah boleh dibuka belum, Mas?" tanya Lia sembari memegangi kain yang menutupi matanya."Belum, dikit lagi," sahut Lio yang memapahnya dari belakang. Diputarnya tubuh sang istri perlahan."Kamu ini ada-ada aja deh, Mas. Seharusnya kamu yang dapat surprise dari aku, karena kamu kan yang baru pulang dari rumah sakit. Ini kok kebalik, malah kamu yang kasih aku surprise," ungkap Lia sembari suaminya memutar-mutar tubuhnya."Udah ya, kamu nurut aja sama Mas," sahut Lio setelah mendapatkan posisi yang pas."Udah?""Udah, saya buka ya, tapi kamu tetap pejamkan mata sampai hitungan ke-tiga," ucap Lio mengarahkan."Okey."Perlahan Lio membuka kain yang menutupi mata istrinya, lalu mulai berhitung, "Satu ... Dua ... Tiga ... Buka mata kamu, Sayang!" titah Lio. Dan perlahan Lia mulai membuka matanya."Masya Allah," gumam Lia pelan. Ternyata suaminya itu membawanya ke sebuah Villa yang terletak di sebuah tebing, saat ini mereka tengah berada di area kolam renang yang terletak di balkon kamar, den
***Lio mengerjapkan matanya kala cahaya mentari mulai menyilaukan matanya, dan pemandangan pertama yang ia lihat saat matanya terbuka adalah seorang wanita cantik yang tengah tersenyum hangat padanya. Wanita yang belakangan selalu memenuhi pikiran dan hatinya.Lio membalas senyum istrinya, " Lia ..." ucapnya lirih. Ini kali pertama ia mengeluarkan suaranya setelah sadar dari koma, semalam, setelah dipindahkan ke ruang perawatan, Lio segera tertidur hingga pagi ini."Selamat pagi, Mas," sambut Lia dengan ucapan selamat pagi."Aku seneng deh, Mas, akhirnya pagi ini aku bisa melihat kamu membuka mata, setelah sebulan lamanya di setiap pagi aku terus mengharapkannya," ucap Lia penuh bahagia."Maaf, ya, Mas terlalu lama melewatkan waktu bersama kamu," ucap Lio sembari membelai pipi istrinya."Kamu nggak perlu minta maaf, Mas. Dengan kamu kembali sadar seperti ini, aku sudah sangat bahagia. Selamat ulang tahun, ya, Mas. Semua harapan
Satu bulan berlalu dan Lio masih belum sadar dari komanya. Selama itu pula Lia selalu berada di sisinya, melangitkan doa-doa agar keajaiban datang memberi kesembuhan pada suaminya, memohon pada Allah agar ia diberi kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki segala kesalahan yang sempat ia lakukan sebelumnya."Lio sangat beruntung memiliki kamu, Lia," ucap Arumi saat baru saja memasuki ruang rawat anaknya. Lia baru saja selesai sholat isya' saat mertuanya itu datang dan masuk ke ruangan."Eh, Bunda? Ayah mana?" sapa Lia sembari mencium punggung tangan mertuanya."Ayah masih ada urusan sebentar, bentar lagi juga kesini," jelas Arumi sembari mendekati putranya yang masih terbaring koma.Arumi meraih tangan Lio, kemudian mengecupnya beberapa kali, "Bagaimana kabarmu hari ini, Nak? Bunda selalu berharap kamu segera pulih, lihatlah, kita semua menunggumu, Lio. Kita semua merindukanmu.Lihatlah Lia, setiap hari istrimu itu selalu mengurusmu dengan begitu baik, bahkan sampai tak sempat mengur
Waktu menunjukkan pukul 07.00 pagi, namun Lio tak kunjung datang menjemput Lia. Sedari tadi Lia tampak gelisah, langkahnya tak berhenti mengitari rumah, mondar-mandir tak tentu arah."Tumben sih Mas Lio datang telat? Apa dia lupa ya kalau harus jemput aku? Mana dihubungi dari tadi susah banget lagi. Suka begini deh kalau lagi genting,'' gerutu Lia dalam hati. Walau begitu ia sangat mengkhawatirkan kondisi suaminya yang tak kunjung datang.Waktu terus berlalu, hingga menunjukkan pukul 07.30, tapi Lio tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Perasaan Lia semakin resah, disamping ia kepikiran suaminya, kini ia juga tak dapat terlalu lama menunggu, karena ia akan datang terlambat jika tidak segera berangkat.Segera Lia membuka aplikasi hijau, dan memesan sebuah taxi online. Namun tiba-tiba sebuah panggilan dari Vino masuk.Sejenak Lia ragu untuk mengangkatnya, mengingat suaminya yang begitu sensitif jika ia berhubungan dengan Vino. Lia sengaja mengabaikan panggilan itu dan lanjut memesan
Tok ... Tok ... Tok ..."Lia, buka pintunya, Nak!" Lia mendengar suara ketukan dari pintu kamarnya, perlahan ia berjalan dan membukanya."Ibu?" tanya Lia sedikit terkejut."Boleh Ibu masuk?""Boleh dong, Bu. Ayo," ucap Lia bersemangat."Ibu, Lia kangen banget ...," ucap Lia sesaat setelah duduk di tepi ranjang lalu memeluk ibunya."Ibu juga kangen sama, Lia," sahut Ibunya membalas pelukan. "Lia kenapa di sini? Bukankah seharusnya Lia ada di rumah suami Lia?" tanya Ibunya sembari perlahan melepas pelukannya." Lia kangen sama Ibu," jawab Lia sembari memandang wajah teduh Ibunya, wajah itu kini tampak semakin segar dan cantik, berbeda dengan yang Lia lihat saat terakhir bertemu."Ibu sudah sehat?" tanya Lia ingin mengetahui kondisi ibunya.Rani tersenyum, anak perempuannya itu tidak pernah berubah, selalu mencari pelukannya setiap kali menghadapi masalah, juga selalu memperhatikan kesehatannya."Ibu sehat, Nak. Ibu sudah tidak sakit lagi, seperti yang kamu lihat," jelas Rani pada putr