Orang-orang Raymond mencari cara agar bisa melenyapkan Mahra. Karena begitu intruksi Raymond meskipun dia sudah mendekap dalam penjara. Kini pun ayahnya sedang mencari cara agar anaknya bebas. Dia ingin menyumpal uang sebanyak-banyaknya demi membebaskan sang putra.Orang suruhan Raymond sudah mengamati ruangan Mahra di jaga ketat. Bahkan di sana berkeliaran banyak sekali bodyguar mereka. Salah satu cara menyusup ke sana melalui perawat. Tapi, usaha mereka gagal karena perawat juga diperiksa masuk ke sana. Bahkan mereka tidak izinkan masuk sesuka hati. Dokter juga demikian. Tidak ada celah untuk mereka masuk.Namun, akhirnya mereka memanfaatkan orang yang melawat. Juga susah karena tidak ada yang bisa mereka dekati. Hanya keluarga inti yang boleh masuk ke ruangan itu.Mereka mengetahui tentang keluarga Samsudin. Anaknya yang dimanfaatkan,“Kalau kamu bisa meracuni Nyonya Mahra. Kami akan membayar kamu dua ratus juta!” ujar laki-laki berjas itu.Tidak menunggu lama, Ani langsung mengiya
Panji menghubungi salah satu petinggi wartawan untuk menulis berita terkait Raymond yang kini ditahan polisi. Bahkan Panji meminta agara mereka membuat banyak berita yang bisa tranding topic terkait Raymond.“Sekali dayung dua tiga pulau terlampui!”ucap Panji pada sang wartawan. Setelah mengirim video penangkapan Raymond.“Siap!” sahut petinggi media tersebut. Karyawannya hanya perlu bekerja sedikit dengan membeberkan keadaan Raymond. Maka dengan sendirinya para creator digital dan media online lain memotong-motong dan mencari kebenarannya hingga ke akar-akar.“Raymond Direktur Perusahaan Gemilang Ditangkap Polisi Atas Tersangka Penculikan Istri CEO Kurniawan Hallding!”Setelah satu berita tersebut beredar. Secara otomatis berita-berita lain bermunculan. Sekaligus membuka seluruh kejadian. Penyebab Rangga ditangkap polisi. “Di duga Raymond Memfitnah CEO Hallding Kurniawan demi mendapatkan istrinya!”Berita tentang Raymond semakin memanas. Bahkan dicibir dan dihujat oleh netizen sean
Faisal duduk termangu di meja kerjanya, sebenarnya dia bukan hendak mencari tahu tentang kejadian yang menimpa pada menantunya. Tapi, lebih jauh dari itu. Masa lalu yang kelam bersimbah darah. Kriminal yang pernah dia lakukan.Pikirannya hanya digemgam oleh dosa masa lalunya. Dia belum siap Bian dan istrinya tahu, kalau karirnya hari ini karena hasil kerja sama dengan Fatimah. Pikirannya melayang ke 22 tahun silam.“Sal, kamu tahu ‘kan aku tidak mau menikah dengan Yusuf. Aku ingin menikah sama Herman, aku cintanya ke dia?” curhat Fatimah pada suatu hari.“Yaudah tinggalin aja dia, kalau kamu nggak bahagia.”“Kamu tahukan Herman cuma staf biasa mana mungkin aku bisa hidup dengan dia?”‘Kamu ‘kan bekerja di kantor Yusuf punya jabatan tinggi.”“Kalau aku ninggalin Yusuf, tentu aku harus meninggalkan semua itu?”“Kamu harus cerdas dong, Fat. ”“Maksudmu?”“Ambil semua kekayaan Yusuf lalu kamu kawin dengan Faisal.”“Kamu gila?’“Aku akan bantu kamu? Jika kamu mau bagi hasil denganku!” taw
Pagi minggu tahun 1996 rumah megah didatangi banyak melayat, semua keluarga dan teman-teman, datang melayat. Hanya ktp dan baju yang dikenakannya yang bisa menunnjukkan kalau itu Yusuf. Anggota tubuhnya sudah tidak dikenali lagi. Terlihat Fatimah memangku anaknya yang masih bayi, matnaya sembab. Hatinya girang karena yusuf benar-benar raib.Saat itu, Naina baru berusia satu Tahun, dia tidak tahu apa-apa tentang ayahnya yang dizalimi itu. Dia juga tidak tahu, kalau ayahnya sudah tiada. Semua orang yang datang mengelus puncak kepalanya sebagai anak yatim. Semua orang bisa merasakan kesedihan yang dialami oleh Fatimah dan anaknya. Di hari ke tujuh Fatimah mulai ke kantor. Mengatakan kalau kini perusahaan tersebut sudah dipimpinnya. Tidak ada ahli waris lain yang mempertanyakan soal harta Yusuf, karena keluarga Yusuf dari orang berada. Mereka hanya menginginkan Fatimah membesarkan Riana semata wayang itu. Dan semua harta Yusuf untuk mereka. “Fat, kerjaanku beres ‘kan?” Faisa
Setelah Angga mempersilahkan Masuk. Ani segera melangkah ke dalam seraya menyalami sepupunya. Hal yang sangat jarang dia lakukan. Lalu menyalami Mahra.“Sudah membaik Mbak?” tanya dia basa-basi.“Alhamdulillah, Dik! Sendiri kesini?” tanya Mahra.“Iya, Mbak. Mama lagi ada kondangan di dekat rumah!” sahutnya. Alif sangat siaga memperhatikan gerak-gerik Ani.“Oh ya. Ini ada Mama masakin bubur buat Mbak!” perempuan lima belas tahun itu.“Mama nggak boleh makan sembarangan!” sahut Alif.“Dek, ini masakan sehat kok!” Ani mulai kesal dengan laki-laki kecil yang dari tadi membuat dia tidak nyaman.“Iya, tapi...”“Wah enak ini sayang. Tante Rini memang paling enak kalau buat bubur!” sahut Angga setelah mengambil rantang secara tiba-tiba di tangan Ani.Ani sangat kaget dengan cara Angga mengambil rantang darinya. Tapi, hatinya bersorak. Karena itu artinya pekerjaannya berjalan dengan mulus.“Alif kok bengong! Tolong ambilkan piring nak!” perintah Angga.Kamar itu memang kelas VIP bahkan bukan h
Raymond duduk di sel dengan muka ditekuk. Dia ingin sekali menebas siapapun yang mengganggunya.“Woi pembunuh!” teriak seorang laki-laki berbadan kekar di ujung sana. Baju biru tahanan mereka dilipat hingga menampak ototnya yang kekar.“Hei tahanan 315!” teriaknya lagi.“Tuli dia bos!” sahut yang lain.Ada empat laki-laki mengelingi laki-laki bertato itu.Tiba-tiba sebuah badan melayang ke atas kepala Raymond.Raymond membalikkan badannya menatap mereka dengan sangar.“Mau kalian apa?” tanya Rey.Mereka ketawa mengejek.“Kalian nggak tahu aku siapa?” tanya Rey seakan dia sedang berada di pendoponya.“Kamu itu pembunuh ayam! Dan sekarang kamu berada dikandang para pembunuh harimau dan buaya!” gelak mereka lagi.Raymond semakin kesal. Dia menggemgam tangannya.“Kalian pikir aku takut sama kalian!” sahut Raymond. “Aku bisa membuat kalian di sini sampai mati!”Mereka kembali tertawa dengan suara menggelegar. “Kami memang dikurung sampai mati di sini!” Mereka kembali tergelak. “ Jadi siapa
Rini tergopoh-gopoh membuka pintu. Matanya terkejut melihat dua laki-laki dengan pakaian serba hitam. Wajahnya tajamnya, badannya gempal. Seperti rentenir di film-film. Dia tidak merasa masih ada sangkut paut dengan siapapun.“Ada apa Pak?” tanya Rini tergagap.“Dimana anak perempuan kalian?” tanya laki-laki itu.“Siapa Bu?” Udin muncul di sana. Dia terkejut melihat dua laki-laki itu di depan pintu mereka.“Anak saya sudah tidak pulang dari kemarin Pak!” jelas Rini.“Maaf Pak, ada perlu apa dengan anak saya?” tanya Udin.“Anak kalian sudah mengambil uang dari kami! Tapi dia tidak melakukan pekerjaannya!” jelas mereka.“Uang? Kerja apa Pak?” tanya Udin lagi kebingungan. Dan sejak kapan gadisnya berusan dengan preman-preman di depan mereka.“Bapak salah orang kali. Anak saya tidak mungkin minjem uang ke orang!” elak Rini.Salah satu preman itu mengeluarkan ponselnya.“Ini anak kalian kan?” laki-laki itu menyodorkan foto Rini saat mengambil uang dari mereka.Keduanya menutup mulut. “Ya A
Faisal langsung mendatangi perusahaan tempat Yusuf bekerja. Setelah ditekan oleh ANgga. Kalau sempat dia membeberkan ke publik. Faisal akan mendekam dipenjara seumur hidup. Cukup Raymond sekarang dipenjara. Dia tidak snaggup kehilangan semuanya.“Satu kehormatan kamu datang ke sini, Faisal!” ujar Giantoro yang sekarang memimpin perusahaan elektronik terbesar di kuala lumpur.“Aku harus menjemput tahananku!” sahut Faisal.“Apakah kamu berencana membawa pulangnya kembali pada istri dan anaknya?” tanya Gian sambil terbahak-bahak.“Tentu, keadaan sudah mencekik. Aku dan ini temanku sudah sepakat apapun resiko!” seru Faisal. Setelah mereka berbincang-bincang. Giantoro memanggil Yusuf di bagian gudang ke ruangannya.Tidak lama, laki-laki lima puluh tahun itu muncul dengan pakaian kerjanya. Dia masih setampan dulu. Bahkan gaya berpakaiannya masih serapi dulu. Hanya kerutan di wajahnya sudah menunjukkan usianya sudah kepala lima. Apalagi ubannya satu dua sudah muncul sebagian.Herman yang ti
Sudah dua jam, Mahra duduk di depan laptop. Menulis sebuah artikel. Selama beberapa tahun terakhir, dia membangun sebuah blogger parenting. Cukup berpenghasilan dan maju. Mahra sudah lama tidak menulis buku, karena anak-anaknya masih balita. Dia tidak ingin anak-anaknya kekurangan kasih sayangnya. Membangun blogger tidak begitu sulit dan menguras waktunya. Setidaknya dia masih menulis setiap 3 atau 2 kali seminggu.Dia menyisihkan sedikit waktu ketika putranya tidur atau bermain dengan orang lain. Seperti malam ini karena putra bungsunya sedang asyik bermain dengan Angga. Angga nampak piawai bermain dengan si bungsu yang baru bisa berdiri, bahkan sesekali sudah bisa mengangkat langkah dengan gemetar. Sedangkan ketiga anaknya lagi sedang belajar mengaji di mushalla rumahnya. Angga sengaja memanggil orang ke rumah. Ketiga anak itu punya guru yang berbeda. Berdasarkan tingkatan mereka belajar.Si kembar sudah belajar kitab kuning dan fasahah alquran. Sedangkan Alesya masih di iqra’. Sese
Proses lamaran Yatim berlangsung sempurna. Keesokannya, juga dilangsung lamaran abangnya. Mahra sangat senang menjadi bagian menyukseskan acara tersebut. Angga sudah memastikan tidak sesi foto bersama mereka. Karena takut tersebar di sosial media. Karena sosok istrinya cukup popular untuk masyarakat di aceh Besar dan Banda Aceh. Sangat sering, tiba-tiba Mahra diajak berfoto di tempat keramaian.“Nggak terasa Mas, kita sudah tua!” ujar Mahra saat pulang dari acara tersebut. Pikirannya melayang, saat menerima kedua anak yatim piatu tersebut. Kini mereka menjelma laki-laki yang gagah melamar gadis pujaan mereka. Keadaan ekonomi mereka terbilang sukses. Mereka punya usaha kelontong, dan air isi ulang di depan yayasan. Selain itu mereka juga mendapatkan pekerjaan di yayasan sebagai dewan guru.“Kira-kira apa hadiah yang cocok untuk mereka?” tanya Angga sembari menggemgam tangan sang istri.“Mahra mereka sudah cukup Mas, usaha juga sudah punya!” sambung Mahra.“Bagaimana kalau kita hadiahka
“Siapa sih baik banget mau bakar rumah itu?” tanya Randi setelah mereka di dalam mobil.“Entahlah, aku juga bingung!” Bian merebahkan tubuhnya. Randi terus membanting setir dengan cepat. Harap-harap segera bisa membawa Bian jauh dari Meri dan Rena. Bisa saja kedua perempuan itu kembali meminta Randi menikah dengan anak mereka yang gila.“Kita kemana bos?” tanya Randi.“Ke Bandung!” sahut Bian.“Bandung?” Randi menoleh sejenak.“Istri dan anakku sekarang di Bandung. Aku akan meminta pada Riana untuk bersembunyi di sana sebentar,” jelas Bian.“Oh oke bos.”Bian rasanya tidak sabar untuk sampai ke sana bertemu anak istri. Memeluk dan mencium mereka. Padahal baru tadi pagi mereka berpisah.Sedangkan di kediaman Meri. Semua orang kocar-kacir, tim pemadam kebaran sudah tiba. Polisinya juga sudah tiba. Tidak ada korban, tapi, Meri rugi jutaan rupiah. Banyak perabotannya yang rusak. Dia perlu uang renovasi sekitar dua ratus juga demi kembali merehap rumahnya.“Astaga Ren, aku nggak habis pik
Angga memastikan kalau bertamu adalah Yatim dan Yatam. Kedua laki-laki adik beradik itu duduk dengan sopan di depan istrinya. Bukan mudah masuk ke dalam rumah putih megah itu sekarang. Bahkan sekalipun orang-orang terdekat, mereka akan diperiksa dengan detail. Itu semua dilakukan Angga demi keselamatan anak istrinya. Laki-laki itu bernapas lega setelah melihat mereka.Begitu melihat Angga, mereka seraya bangun dan menyalami suami dari bunda mereka itu.“Sudah lama?” tanya Angga basa-basi setelah duduk berhadapan mereka.“Belum Mas. Tuh minum aja belum tiba!” jelas Mahra. Dia tidak sabar ingin mengatakan kedatangan mereka. “Mas lihat anakku yang tertua sudah mau nikah aja!”Angga menaikkan alisnya, seulas senyum kaget tercipta di sana.“Masha Allah, maaf ya Yatim Yatam. Selama ini, saya benar-benar sibuk sampai tidak sempat mampir-mampir ke tempat kalian. Dan juga maaf banget, sesusah itu sekarang kalian masuk ke sini bertemu bunda kalian ini!” jelas Angga.“Iya, Pak. Nggak apa-apa. K
Kepergian sang ayah, membuat Angga merasa ada ruang dihatinya yang kosong. Tidak ada lagi tempat dia bercerita tentang keluh kesahnya dalam mengelola perusahaanya yang besar. Mahra sering melihat suaminya berlama-lama di kamar ayahnya hingga tertidur. Dia pun mengalami kenyataan pahit, kehilangan mertua yang sangat mencintainya.Mahra masih terngiang. Tepat beberapa hari yang lalu saat Mahra menyuapkan makan siang untuk sang mertua.“Mahra!” panggil Pak Muhar dengan lemas.“Terima kasih!” tambahnya detik kemudian.Mahra menautkan alisnya.“Kenapa ayah?” tanya Mahra bingung.“Terima kasih sudah hadir dalam hidup ayah. Memberikan ayah cucu! Dan teman hidup untuk angga!” jelasnya lagi suaranya sudah sangat lemas.“Mahra yang bersyukur ayah. Mahra beruntung memiliki Mas Angga!” ucapnya setelah memotong telur rebus untuk disuap.“Mahra, sebelum menikah Angga hanya punya ayah seorang keluarga intinya. Sekarang ayah bisa melihat kebahagiaanya!” tambah Pak Muhar.Mahra tersenyum. “Semoga Mah
Masih seperti dua puluh tahun yang lalu. Sesibuk apapun Angga, dia selalu menyempatkan mengurus ayahnya. Meskipun sekarang anak istrinya membantu. Namun, setiap dua kali sekali selalu memastikan ayahnya baik-baik saja.Pagi hari efektif, penghuni rumah mewah itu sangat sibuk dengan agenda masing-masing. Mahra yang sibuk membereskan keperluan anaknya yang hendak berangkat sekolah. Mahra tidak membiarkan hal-hal kecil seperti memastikan buku-buku dan keperluan anaknya ke sekolah dilewatkan anaknya. Padahal ada banyak pelayan di rumah itu. Pagi hari seperti ibu pada umumnya. Dia memastikan anak-anak bangun cepat. Salat subuh berjamaah, baca alquran bersama lalu olahraga. Semua itu selalu tidak terlewatkan oleh anak-anak Mahra. Bahkan anak-anak ini terkesan seperti tinggal di asrama.Begitu azan berkumandang, di yayasan. Mahra sigap membangunkan anak-anak dan suami.“Anak-anak bangun kita salat subuh!” begitu terdengar Mahra di subuh hari.Angga selalu mengimani anak istrinya salat subu
Bian terbangun saat suara ponsel sang istri mengganggunya. Dia tidak melirik ke sana. Justru memandang sang istri dengan tenang.“Boleh, saya bicarakan sesuatu?” tanya Riana setelah berdiri di samping Bian.“Apa?” sahut Bian dengan ketus, wajahnya sama sekali tidak berpaling dari buku yang dia baca.“Ini tentang ibu dan adik-adikku,” ujar Riana sambil meremas ujung piyamanya.“Duduk,” perintah Bian.Riana duduk di ujung tempat tidur.“Katakan!” tanya Bian sambil menutup bukunya.“Mila dan Dewi sudah lama berhenti sekolah, kontrakan di sana juga sudah habis. Kalau …..” ucapan Riana langsung terpotong.“Aku akan mendaftarkan Mila di pesantren terpadu, Ibu dan Dewi bisa tinggal di salah satu ruko kosong milikku,” sambung Bian.“Benarkah?” tanya Naina kegirangan.“Aku tidak pernah berbohong,” ujar Bian sambil memandang Riana dengan tatapan tajam. “Aku sudah janji akan memberikan kehidupan yang layak untukmu dan keluargamu.”Riana tertunduk dalam, dia ketakutan melihat Bian yang menatapnya
Mahra mengadakan rapat bulanan di yayasannya. Untuk mendengar permasalahan demi permasalahan di yayasan Mata Hati tersebut. Para dewan guru, para pengasuh, tenaga kebersihan dan tenaga keamanan menyampaikan segala hal mengenai kejadian di lapangan.Yayasan tersebut memiliki pengeluaran rutin setiap bulan 300.000.000. Gaji pegawai biaya makan kebersihan, listrik dan semua tata kelolanya. Uang tersebut diambil dari pendapatan properti dan rumah makan serta hasil sewa ruko-ruko yang disewakan.Angga dan Mahra memiliki 3 rumah makan, dua penginapan serta dua belas ruko yang disewakan. Semua hasil pendapatan dari properti tersebut diperuntukkan untuk yayasan. Makanya yayasan tersebut tidak pernah minus anggaran. Apalagi ada sejumlah investor yang menyumbang tidak sedikit. Maka tidak dapat dipungkiri yayasan anak yatim piatu itu menjelma menjadi yayasan pendidikan yang bergengsi. Gedungnya megah, tenaga guru-gurunya berkualitas bahkan siswanya sangat cerdas-cerdas.Meskipun harga saham peru
Setelah Sembilan bulan dari acara ulang tahun Abda Nasution yang sangat mengheboh jagad dumai. Bian mendapat kabar kalau buku biografi ayahnya sudah terjual banyak. Dan sudah dibuka pre-order lagi untuk cetakan ketiga, sudah dipesan ribuan orang. Buru-buru Bian menghampiri Riana yang sedang memasak di dapur. Dengan tawa sumringah, Bian berujar.“Buku Ayah sudah dipesan ribuan orang.”“Keren sekali,” sahut Riana dengan ceria.“Semua ini karena kamu. Thanks, ya,” tambah Bian .Riana mengangguk pelan, sambil memamerkan tawa sumringahnya.“Sudah masak?” tanya Bian sambil mengelus perutnya sendiri.“Belum, sebentar lagi ya,” sahut Riana.“Oke, aku siap-siap dulu kalau gitu,” ucap Lian sambil beranjak meninggalkan istrinya.Bian kembali ke kamarnya. dia sangat bangga kepada istrinya itu. Tidak sia-sia dia memperistrikan Riana. Meskipun ada satu yang masih membuat dia tertahan untuk menyentuh sang istri, memberikan napakah lahir batin.Di perpustakaan mini yang membatasi kamar Bian melihat h