Ucapan Alva membuat Nadia merasa malu.Selama lima tahun ini, Nadia memang kurang memperhatikan anak-anaknya karena sibuk bekerja.Akibatnya, sekarang Nadia juga tidak tahu akun media sosial anaknya sendiri.Nadia mengusap hidungnya, lalu bertanya, "Kamu punya akun media sosial Timmy, Alva?""Punya," jawab Alva sambil mengeluarkan ponselnya, lalu membuka kotak obrolannya dengan Timmy dan menyodorkan ponselnya kepada Nadia."Timmy, kamu di mana? Cepat balas Ibu begitu baca, ya!" tulis Nadia.Setelah mengirim pesan itu, Nadia mengambil kunci mobilnya lagi.Dia menatap Bibi Ratih yang tampak bersalah dan cemas, lalu berujar menghibur, "Tenanglah, Bibi Ratih. Nanti aku lapor polisi.""Maaf, Nadia, aku lalai menjaga anak-anakmu," ujar Bibi Ratih dengan mata yang tampak berkaca-kaca."Ini bukan salah Bibi Ratih. Mereka berdua pasti punya rencana tersendiri, biar kucari dulu mereka ke mana," hibur Nadia.Setelah berkata seperti itu, Nadia pun berujar kepada Alva, "Alva, tolong temani Bibi Rat
Mona pun segera melompat turun dari sofa dan berlari menghampiri Timmy.Namun, Gio menangkap tangan Mona dan berkata dengan nada serius, "Biar kuantar.""Nggak usah, Paman," tolak Timmy dengan sopan, lalu melangkah maju untuk menggenggam tangan Mona. Dia berkata lagi, "Kami bisa datang ke sini sendiri, jadi kami juga bisa pulang sendiri.""Itu nggak aman," kata Gio dengan nada dingin."Aman banget, kok. Paman nggak usah khawatir, kami nggak akan merepotkan," tolak Timmy lagi.Gio sedikit menyipitkan matanya, lalu akhirnya berkata, "Karena kamu sangat bisa diandalkan, ya sudah nggak kuantar.""Ivan, kami pulang dulu, ya. Dadah," pamit Timmy sambil menatap Ivan.Ivan hanya balas mengangguk, lalu menatap Timmy dan Mona keluar dari kamarnya.Sementara itu, Nadia masih berada di kantor polisi untuk memeriksa rekaman kamera pengawas di persimpangan jalan. Begitu melihat Timmy dan Mona turun dari bus di depan Pondok Asri, rasanya jantung Nadia berhenti selama sepersekian detik.Kenapa mereka
Karena Nadia tidak bisa melakukan apa-apa terhadap Mona, jadi dia beralih menatap Timmy yang sedang melepas ranselnya."Timmy, ke sini," panggil Nadia dengan ekspresi serius.Timmy pun berjalan menghampiri ibunya dengan tenang.Setelah berdiri di depan Nadia, Timmy langsung angkat bicara mendahului Nadia."Maaf, Ibu, tadi aku mengajak Mona bermain dengan teman.""Aku salah karena nggak memberi tahu Ibu lebih dulu, tapi Ibu nggak akan melarang kami berteman, 'kan?"Wajah Timmy yang mungil dan tampan itu tampak sangat berwibawa.Akan tetapi, kesan licik tersirat dalam sorot matanya.Karena Timmy sudah mengaku salah, jadi apa lagi yang bisa Nadia katakan?Masa Nadia akan melarang anak-anaknya pergi ke Pondok Asri dan bermain dengan anak itu?Anak itu 'kan tidak salah apa-apa!Malah mungkin saja Timmy dan Mona akan balik bertanya kenapa Nadia melarang mereka.Nadia akhirnya berujar dengan nada mengalah, "Karena kamu sudah mengaku salah, Ibu juga nggak akan memperpanjang masalah ini.""Tapi
"Besok pukul 13:00, akan ada dua sikat gigi di kotak surat di pintu vila nomor 2 kompleks Vila Harmonisa.""Tolong lakukan tes DNA dan kirimkan hasilnya kepadaku secepat mungkin."Setelah mengirimkan pesan itu, Timmy pun mengeluarkan ponselnya dari kantong bagian bawah ranselnya dan mentransfer 40 juta kepada si penerima pesan.Sementara itu, Nadia yang berada di kamarnya juga sedang sibuk dengan komputernya.Hari ini, Perusahaan MK mengirimkan email lagi kepadanya.Perusahaan MK menawarkan sederet keuntungan dan mereka bahkan memberikan ketentuan tambahan di bagian akhir email.Jika Nadia merasa semua penawaran ini belum cukup, Nadia berhak meminta lebih.Nadia langsung tertawa dengan dingin. Jika mereka bicara dengan dirinya yang dulu, Nadia pasti sudah luluh dengan gaji sebesar puluhan miliar ini.Namun, sekarang? Selama Nadia bisa memproduksi pakaiannya dengan cermat, dia juga bisa mendapatkan puluhan miliar.Perusahaan MK mau mempekerjakannya?Mimpi saja sana!"Tidak ada yang perl
Ivan pun memalingkan pandangannya dan tidak menjawab apa-apa lagi.Suasana di dalam mobil pun terasa begitu hening dan sunyi. Gio merasa ada yang tidak beres.Dia memang jarang menghabiskan waktu bersama Ivan karena sibuk bekerja. Namun, setelah melihat kedua anak itu kemarin, Gio merasa jangan-jangan ada yang salah dengan Ivan.Ivan begitu pendiam dan jarang sekali tersenyum, bahkan caranya bicara terdengar tidak bersemangat.Dulu Gio menganggap itu karena sifat Ivan yang terlalu mirip dengannya, tetapi sekarang dia menyadari bahwa Ivan mengalami gangguan mental karena stres menghadapi kekerasan yang Yuvira lakukan!Ekspresi Ivan terlihat sangat murung. Sepertinya, Gio harus membawa anaknya bertemu psikiater.Jika putranya terbukti mengalami gangguan psikologis, Gio tidak akan pernah memaafkan Yuvira!Tepat pada saat itu, lamunan Gio pun dibuyarkan oleh bunyi dering ponsel.Gio mengangkat ponselnya dan orang di ujung telepon sana langsung berujar, "Gawat, Pak Gio! Jaringan perusahaan
Gio merasa bangga sekaligus marah.Ya ampun, seberapa parahnya dia mengabaikan putranya sampai-sampai baru sekarang menyadari bahwa putranya ternyata seorang genius dalam bidang komputer?Gio menahan rasa gembiranya, lalu membaca alamat yang muncul di layar laptop Ivan.Apartemen Vander?Jangan-jangan ini semua perbuatan Yuvira?Gio langsung mengepalkan tangannya dengan erat. Sorot matanya perlahan-lahan terlihat dingin dan marah.Memangnya uang yang Gio berikan kepada wanita itu kurang? Sampai-sampai wanita itu menggunakan cara tercela seperti ini untuk menuntut Gio memberikannya uang?Begitu melihat ekspresi marah ayahnya, Ivan menghela napas dengan lega.Lima menit kemudian, mereka sampai di gedung TK.Setelah masuk ke dalam kelas, Ivan langsung menghampiri Timmy dan berkata dengan nada datar, "Kamu nggak boleh begitu."Timmy pun menengadah menatap Ivan, lalu bertanya sambil tersenyum, "Maksudmu apa? Aku nggak paham.""Kamu meretas jaringan perusahaan ayahku," jawab Ivan."Kok kamu
Nadia pun menghela napas dengan lega. Jika Alva benar-benar mau mengambil alih pabrik, Nadia merasa sangat lega.Selama dua jam tersisa, Nadia pun langsung mencari pabrik yang bersedia ditukarkan.Setelah mereka saling menyepakati waktu bertemu, Nadia pergi ke TK untuk menjemput anak-anaknya.Sekitar 15 menit kemudian.Nadia menghentikan mobilnya di pintu masuk TK.Dia datang lebih cepat, masih ada sisa waktu 10 menit sebelum jam pulang sekolah.Begitu Nadia keluar dari mobil, dia langsung melihat Yuvira.Yuvira tampak bergegas menuju gerbang sekolah. Tidak lama kemudian, Bu Guru Sonya keluar sambil menggandeng Ivan.Yuvira melangkah maju untuk menggandeng Ivan, tetapi Ivan segera menghindar."Ivan! Ayahmu meminta Ibu untuk menjemputmu pulang! Bisa nggak kamu nurut pada Ibu?" tanya Yuvira berusaha bersabar."Nggak mau," tolak Ivan, dia menggenggam tangan Bu Guru Sonya dengan erat.Bu Guru Sonya jadi merasa agak kikuk, dia berlutut dan berusaha membujuk Ivan, "Ivan, ini ibumu datang men
Nadia pun tertegun, tetapi kemudian menenangkan diri.Wajah saja seorang anak jadi menjauhkan diri saat menghadapi ibunya yang marah.Nadia menurunkan Ivan ke atas tanah, lalu berkata sambil tertawa, "Ya, ya, terserah apa katamu.""Kamu kembali ke sekolah saja dulu dan tunggu ayahmu jemput, ya?"Nadia tidak sembarang membenci orang. Dia juga tidak mungkin melibatkan anak-anak.Lagi pula, entah kenapa Nadia merasa ada yang tidak biasa dari anak ini.Entah kenapa dia selalu luluh dan tidak menolak bersentuhan dengan Ivan.Ivan sudah berjanji pada Timmy tidak akan mengganggu ibu mereka, jadi dia hanya menatap Nadia dengan agak tidak rela sebelum akhirnya berjalan masuk kembali ke dalam gedung TK.Saat jam pulang sekolah tiba, Nadia menjemput kedua anaknya dan membawa mereka masuk ke dalam mobil.Nadia tidak langsung pergi, melainkan menunggu Gio tiba di depan gedung TK."Oh, itu Ayah ...."Mona refleks menunjuk ke arah Gio, tetapi Timmy langsung membekap mulut adiknya.Nadia pun menatap k