Begitu mendengar suara itu, Gio langsung menyipitkan matanya sambil bertanya, "Siapa kamu?"Nadia refleks mengeluh dalam hati.Gio ini sakit jiwa, ya? Masa tiba-tiba dia bertanya kepada orang asing siapa mereka?"Tuan, kita nggak saling kenal, 'kan? Apa sopan Tuan main bertanya begitu?" sahut Nadia.Gio menyipitkan matanya, lalu mengubah nada bicaranya dan menjawab, "Anak saya sekolah di sini, jadi saya berhak bertanya untuk memastikan keselamatan anak saya. Bagaimanapun juga, saya melihat Anda sebagai seorang wanita yang perilakunya mencurigakan karena bahkan nggak berani menunjukkan wajah Anda."Nadia sontak terdiam. Wah, itu alasan yang sangat sempurna!"Oh, maaf! Wajah saya lagi alergi, jadi saya sengaja berpakaian seperti ini supaya nggak membuat orang lain ketakutan!" jawab Nadia."Kalau Anda mau tahu saya ini siapa, lebih baik Anda tanyakan langsung kepada Kepala Sekolah."Setelah berkata seperti itu, Nadia segera mengambil jalan memutar dan berlalu.Sewaktu mendaftarkan putra-p
Nadia segera mengangkat telepon itu, lalu menyapa, "Halo, Bu Guru?""Maaf, apa Ibu bisa datang ke sekolah?" tanya Bu Guru Sonya."Begini, Mona berkelahi dengan salah seorang siswa. Mona mencakar wajah siswa itu hingga berdarah."Nadia pun bertanya dengan panik, "Terus, bagaimana dengan Mona? Apa dia terluka?""Mona baik-baik saja, Ibu tidak perlu khawatir," jawab Bu Guru Sonya."Saya ke sana sekarang," kata Nadia.Setelah menutup telepon, Nadia bergegas ke sekolah.Perusahaannya terletak dekat dengan TK, hanya 15 menit dengan mobil.Setibanya di sekolah, Nadia bergegas pergi ke kantor guru.Begitu tiba di depan pintu, suara umpatan seorang wanita langsung terdengar."Sekolah kalian ini menerima siswa macam apa, sih! Berani-beraninya kalian menerima anak yang nggak berpendidikan dan nggak pantas seperti ini?""Pokoknya, orang tua mereka harus tanggung jawab! Saya nggak terima!"Setelah mengumpat seperti itu, wanita itu menambahkan dengan nada mengejek, "Dasar anak haram yatim!"Nadia so
Wanita bertubuh gemuk itu pun mendengus dengan dingin, lalu menjawab, "Bayar saja! Aku juga nggak minta banyak, cuma 10 miliar! Nggak kurang sepeser pun!""Bagi kesehatan mental anak, 10 miliar memang bukan nominal yang besar," jawab Nadia sambil tertawa."Memangnya kamu bisa bayar?" tanya wanita bertubuh gemuk itu dengan kaget."Tentu saja, tapi sekarang saya mau gantian menghitung ganti rugi untuk trauma psikis anak-anak saya!" jawab Nadia.Ekspresi wanita bertubuh gemuk itu pun langsung berubah. Dia balas mengomel, "Anak-anakmu 'kan nggak kenapa-kenapa, jadi kenapa kamu malah memintaku ganti rugi?"Nadia menatap kamera pengawas yang ada di dalam ruang guru, lalu berkata, "Perlu saya putar ulang rekaman kamera pengawas?""Saya ingat betul barusan Ibu menghina anak-anak saya dengan mengatakan mereka anak yatim dan haram.""Menghina itu sama fatalnya dengan melakukan kekerasan fisik. Saya juga nggak minta banyak, cukup 20 miliar sebagai ganti rugi trauma psikis kedua anak saya."Wanita
Nadia balas mendengus dengan dingin, lalu membungkuk dan menggandeng tangan kedua anaknya sambil berkata, " Di dunia ini ada banyak sekali orang-orang yang memiliki fitur wajah dan alis yang mirip!""Tolong Tuan nggak usah bertanya hal sembarangan seperti ini lagi!"Setelah berkata seperti itu, Nadia pun menggandeng anaknya pergi meninggalkan Gio.Gio menatap punggung ketiga orang itu dengan sangat dingin.Sekalipun wanita itu tidak mengakuinya, Gio yakin wanita itu adalah Nadia!Akan tetapi, Gio juga tidak berani melepas kacamata hitam itu!Karena Gio takut ujung-ujungnya akan melihat wajah yang asing!Di luar gedung sekolah.Nadia bergegas kembali ke mobil bersama anak-anaknya.Dia menyalakan mobilnya dan hendak melaju pergi, tetapi terus-terusan salah memasukkan gigi saking gugupnya.Mona pun bertanya sambil mengernyit, "Ibu kenapa? Kok gemetar? Paman tadi itu siapa? Teman Ibu?"Begitu mendengar pertanyaan Mona, Nadia refleks menjawab dengan panik, "Bukan teman! Ibu nggak kenal!"Ti
Nadia menatap Bibi Ratih, lalu akhirnya mengaku, "Kukira dia akan langsung mengenaliku."Bibi Ratih sontak tertegun, lalu bertanya dengan kaget, "Pak Gio?"Nadia mengangguk dan memberi tahu Bibi Ratih apa yang terjadi di TK hari ini.Bibi Ratih pun menghela napas. "Nadia, kamu nggak bisa terus-terusan menghindar begini.""Lagi pula, menurutku nggak masalah juga kalau sampai Pak Gio tahu.""Aku takut Gio akan mencegahku balas dendam. Gimanapun juga, Yuvira 'kan ibu kandung anaknya," jawab Nadia dengan cemas."Kamu nggak boleh bilang begitu," tegur Bibi Ratih sambil menarik Nadia untuk duduk di kursi, lalu melanjutkan, "Sudah kubilang, Tuan itu selama ini menyimpan rasa pedih dalam hatinya.""Orang itu kalau sudah cinta, akan selalu mendukung keputusan apa pun yang pasangannya ambil.""Walaupun tetap merasa khawatir dan ragu, ujung-ujungnya Pak Gio pasti akan memihak padamu."Nadia tidak menjawab apa-apa. Sekalipun Bibi Ratih berkata seperti itu, tetap saja Nadia tidak bisa memaafkan apa
Tangan mungil Ivan meremas pakaiannya dengan erat, dia tidak menjawab pertanyaan Mona.Sesungguhnya, Ivan tidak mau Mona dan Timmy sampai tahu bagaimana Yuvira memperlakukannya.Karena Ivan tidak kunjung menjawab pertanyaannya, Mona pun sengaja memutar bola matanya dengan kesal."Sepertinya, kamu nggak mau berteman denganku. Kalau aku tahu, waktu itu aku nggak akan membantumu!"Timmy berusaha menahan senyumannya. Wah, ternyata adiknya pintar main tarik-ulur begini.Ivan sontak mengernyit, sorot matanya terlihat bersalah dan panik."Aku tinggal di Pondok Asri. Kalian bisa datang hari Sabtu besok."Mona langsung tersenyum dengan senang. Dia mengulurkan jari kelingkingnya yang putih ke arah Ivan."Janji, ya! Besok Sabtu kami akan main ke rumahmu!"Ivan tertegun menatap jari Mona.Dia mengepalkan tangannya dengan gugup sebelum akhirnya mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Mona."Iya."Malam harinya.Yuda memberikan semua informasi yang berhasil dia gali kepada Gio.Satu informasi ten
Mona pun turun dari kasur dengan penuh semangat. Dia mandi sebentar dan berganti pakaian, lalu berjalan turun. Tiba-tiba, Mona merasa agak takut.Dia mengernyit dan menatap Timmy dengan gugup, lalu bertanya, "Kak, apa Ibu nggak bakal marah kalau sampai tahu?"Timmy yang mulai memakai sepatu pun melirik adiknya sambil balik bertanya, "Kamu nggak mau cari tahu paman itu ayah kita atau bukan?""Mau!" jawab Mona, tetapi kemudian melanjutkan dengan nada agak ragu, "Tapi ... Ibu bilang Ayah itu orang jahat."Timmy yang sudah selesai memakai sepatu pun bangkit berdiri sambil berkata, "Kalau kamu takut, kamu diam di rumah saja dan bantu Kakak bohongi Ibu.""Nggak mau! Kak, Mona takut kalau sendirian!" jawab Mona, lalu segera memakai sepatunya dan mencengkeram ujung pakaian Timmy.Timmy mengusap-usap kepala Mona sambil berkata, "Kalau Ibu marah, juga pasti marahin Kakak dulu. Kamu tenang saja, Mona."Mona mengangguk, lalu pergi bersama Timmy ke Pondok Asri.Sekitar 20 menit kemudian.Timmy dan
Ivan refleks menoleh dan menatap Yuvira, lalu melompat turun dari sofa dengan gugup dan mengikuti Yuvira.Mereka berdua pun menaiki satu per satu anak tangga. Beberapa saat kemudian, Yuvira baru menyadari bahwa Ivan sedang mengikutinya.Yuvira berbalik badan dan menatap Ivan dengan kesal sambil bertanya, "Kenapa kamu mengikutiku?"Ivan mengepalkan tangannya erat-erat, lalu menjawab dengan sorot mata ketakutan, "Aku mau kembali ke kamar.""Kalau mau kembali, ya kembali saja! Jangan berjalan di belakangku tanpa suara begitu seperti hantu!" seru Yuvira.Seruannya sontak membuat Timmy dan Mona yang berada di dalam kamar Ivan terkejut."Kak! Ada seorang wanita yang berseru di luar! Apa dia ibunya Ivan?" tanya Mona dengan kaget."Dari caranya bicara sepertinya dia galak banget. Apa dia akan masuk ke sini?"Timmy pun menengadah menatap ke arah pintu, lalu berkata, "Kunci pintunya.""Tapi, 'kan ada suaranya kalau kunci pintu?" tanya Mona dengan ketakutan."Nggak akan. Model kunci pintu itu ngg