Ivan refleks menoleh dan menatap Yuvira, lalu melompat turun dari sofa dengan gugup dan mengikuti Yuvira.Mereka berdua pun menaiki satu per satu anak tangga. Beberapa saat kemudian, Yuvira baru menyadari bahwa Ivan sedang mengikutinya.Yuvira berbalik badan dan menatap Ivan dengan kesal sambil bertanya, "Kenapa kamu mengikutiku?"Ivan mengepalkan tangannya erat-erat, lalu menjawab dengan sorot mata ketakutan, "Aku mau kembali ke kamar.""Kalau mau kembali, ya kembali saja! Jangan berjalan di belakangku tanpa suara begitu seperti hantu!" seru Yuvira.Seruannya sontak membuat Timmy dan Mona yang berada di dalam kamar Ivan terkejut."Kak! Ada seorang wanita yang berseru di luar! Apa dia ibunya Ivan?" tanya Mona dengan kaget."Dari caranya bicara sepertinya dia galak banget. Apa dia akan masuk ke sini?"Timmy pun menengadah menatap ke arah pintu, lalu berkata, "Kunci pintunya.""Tapi, 'kan ada suaranya kalau kunci pintu?" tanya Mona dengan ketakutan."Nggak akan. Model kunci pintu itu ngg
Wanita di luar itu pasti adalah wanita yang bertunangan dengan si pria bajingan dan bukan ibu kandung Ivan!Timmy pun menundukkan kepalanya dan berbisik, "Oke, Kakak akan membantunya!""Tapi, kita nggak bisa keluar sekarang. Kalau nggak, nanti Ivan makin dipukulin!"Mereka hanya anak kecil, tidak mungkin bisa menang melawan orang dewasa. Mereka harus mencari cara lain untuk membantu Ivan!Timmy pun mengeluarkan laptopnya, masuk ke komputer Ivan, mencari alamat email Gio dengan secepat mungkin, lalu mengirim pesan menggunakan nama samaran.Tepat pada saat itu, di luar Bandara Kota Mesia.Begitu Gio masuk ke dalam mobil, ponselnya bergetar dua kali.Begitu melihat email dari pengirim anonim di kotak masuknya, Gio pun membukanya sambil mengernyit kebingungan."Gio! Putramu sedang dipukuli oleh ibunya!"Kalimat itu langsung membuat sorot tatapan Gio mematung.Dia menjawab email itu, "Siapa ini?"Timmy membalas, "Nggak masalah aku ini siapa. Kalau kamu nggak percaya, cepat kembali ke Pondok
Gio melangkah perlahan menuju Yuvira dengan aura yang sangat mencekam.Wajah Yuvira sontak menjadi pucat pasi karena ketakutan.Bukannya Gio lagi perjalanan bisnis? Kenapa pria itu pulang secepat ini?Yuvira refleks melangkah mundur dengan takut sambil berkata, "Gi ... Gio, to ... tolong dengarkan aku dulu .... Ugh!"Belum sempat Yuvira selesai bicara, Gio sudah mencekik leher wanita itu."Kamu sudah bosan hidup, ya, Yuvira? Selama ini aku nggak melakukan apa-apa kepadamu karena kamu ibunya Ivan!" maki Gio dengan marah."Nggak kusangka kamu sekejam ini!""Ivan baru berusia lima tahun, tapi kamu sudah memukulinya begini? Kamu itu manusia atau bukan, hah!"Yuvira kesulitan bernapas hingga wajahnya merah padam. Dia hanya bisa menangis dan berusaha menjelaskan, tetapi cekikan Gio terlalu kencang hingga Yuvira sama sekali tidak bisa bersuara.Begitu wajah Yuvira berubah menjadi pucat pasi dan bola matanya berputar, barulah Gio menarik tangannya.Setelah Yuvira bisa bernapas, dia sontak terb
Ucapan Alva membuat Nadia merasa malu.Selama lima tahun ini, Nadia memang kurang memperhatikan anak-anaknya karena sibuk bekerja.Akibatnya, sekarang Nadia juga tidak tahu akun media sosial anaknya sendiri.Nadia mengusap hidungnya, lalu bertanya, "Kamu punya akun media sosial Timmy, Alva?""Punya," jawab Alva sambil mengeluarkan ponselnya, lalu membuka kotak obrolannya dengan Timmy dan menyodorkan ponselnya kepada Nadia."Timmy, kamu di mana? Cepat balas Ibu begitu baca, ya!" tulis Nadia.Setelah mengirim pesan itu, Nadia mengambil kunci mobilnya lagi.Dia menatap Bibi Ratih yang tampak bersalah dan cemas, lalu berujar menghibur, "Tenanglah, Bibi Ratih. Nanti aku lapor polisi.""Maaf, Nadia, aku lalai menjaga anak-anakmu," ujar Bibi Ratih dengan mata yang tampak berkaca-kaca."Ini bukan salah Bibi Ratih. Mereka berdua pasti punya rencana tersendiri, biar kucari dulu mereka ke mana," hibur Nadia.Setelah berkata seperti itu, Nadia pun berujar kepada Alva, "Alva, tolong temani Bibi Rat
Mona pun segera melompat turun dari sofa dan berlari menghampiri Timmy.Namun, Gio menangkap tangan Mona dan berkata dengan nada serius, "Biar kuantar.""Nggak usah, Paman," tolak Timmy dengan sopan, lalu melangkah maju untuk menggenggam tangan Mona. Dia berkata lagi, "Kami bisa datang ke sini sendiri, jadi kami juga bisa pulang sendiri.""Itu nggak aman," kata Gio dengan nada dingin."Aman banget, kok. Paman nggak usah khawatir, kami nggak akan merepotkan," tolak Timmy lagi.Gio sedikit menyipitkan matanya, lalu akhirnya berkata, "Karena kamu sangat bisa diandalkan, ya sudah nggak kuantar.""Ivan, kami pulang dulu, ya. Dadah," pamit Timmy sambil menatap Ivan.Ivan hanya balas mengangguk, lalu menatap Timmy dan Mona keluar dari kamarnya.Sementara itu, Nadia masih berada di kantor polisi untuk memeriksa rekaman kamera pengawas di persimpangan jalan. Begitu melihat Timmy dan Mona turun dari bus di depan Pondok Asri, rasanya jantung Nadia berhenti selama sepersekian detik.Kenapa mereka
Karena Nadia tidak bisa melakukan apa-apa terhadap Mona, jadi dia beralih menatap Timmy yang sedang melepas ranselnya."Timmy, ke sini," panggil Nadia dengan ekspresi serius.Timmy pun berjalan menghampiri ibunya dengan tenang.Setelah berdiri di depan Nadia, Timmy langsung angkat bicara mendahului Nadia."Maaf, Ibu, tadi aku mengajak Mona bermain dengan teman.""Aku salah karena nggak memberi tahu Ibu lebih dulu, tapi Ibu nggak akan melarang kami berteman, 'kan?"Wajah Timmy yang mungil dan tampan itu tampak sangat berwibawa.Akan tetapi, kesan licik tersirat dalam sorot matanya.Karena Timmy sudah mengaku salah, jadi apa lagi yang bisa Nadia katakan?Masa Nadia akan melarang anak-anaknya pergi ke Pondok Asri dan bermain dengan anak itu?Anak itu 'kan tidak salah apa-apa!Malah mungkin saja Timmy dan Mona akan balik bertanya kenapa Nadia melarang mereka.Nadia akhirnya berujar dengan nada mengalah, "Karena kamu sudah mengaku salah, Ibu juga nggak akan memperpanjang masalah ini.""Tapi
"Besok pukul 13:00, akan ada dua sikat gigi di kotak surat di pintu vila nomor 2 kompleks Vila Harmonisa.""Tolong lakukan tes DNA dan kirimkan hasilnya kepadaku secepat mungkin."Setelah mengirimkan pesan itu, Timmy pun mengeluarkan ponselnya dari kantong bagian bawah ranselnya dan mentransfer 40 juta kepada si penerima pesan.Sementara itu, Nadia yang berada di kamarnya juga sedang sibuk dengan komputernya.Hari ini, Perusahaan MK mengirimkan email lagi kepadanya.Perusahaan MK menawarkan sederet keuntungan dan mereka bahkan memberikan ketentuan tambahan di bagian akhir email.Jika Nadia merasa semua penawaran ini belum cukup, Nadia berhak meminta lebih.Nadia langsung tertawa dengan dingin. Jika mereka bicara dengan dirinya yang dulu, Nadia pasti sudah luluh dengan gaji sebesar puluhan miliar ini.Namun, sekarang? Selama Nadia bisa memproduksi pakaiannya dengan cermat, dia juga bisa mendapatkan puluhan miliar.Perusahaan MK mau mempekerjakannya?Mimpi saja sana!"Tidak ada yang perl
Ivan pun memalingkan pandangannya dan tidak menjawab apa-apa lagi.Suasana di dalam mobil pun terasa begitu hening dan sunyi. Gio merasa ada yang tidak beres.Dia memang jarang menghabiskan waktu bersama Ivan karena sibuk bekerja. Namun, setelah melihat kedua anak itu kemarin, Gio merasa jangan-jangan ada yang salah dengan Ivan.Ivan begitu pendiam dan jarang sekali tersenyum, bahkan caranya bicara terdengar tidak bersemangat.Dulu Gio menganggap itu karena sifat Ivan yang terlalu mirip dengannya, tetapi sekarang dia menyadari bahwa Ivan mengalami gangguan mental karena stres menghadapi kekerasan yang Yuvira lakukan!Ekspresi Ivan terlihat sangat murung. Sepertinya, Gio harus membawa anaknya bertemu psikiater.Jika putranya terbukti mengalami gangguan psikologis, Gio tidak akan pernah memaafkan Yuvira!Tepat pada saat itu, lamunan Gio pun dibuyarkan oleh bunyi dering ponsel.Gio mengangkat ponselnya dan orang di ujung telepon sana langsung berujar, "Gawat, Pak Gio! Jaringan perusahaan