"Tunggu, tunggu, aku ke situ sekarang juga!" kata Sena."Sena! Jangan sampai kamu ketahuan oleh bawahannya!" ujar Nadia memperingatkan dengan gelisah.Sena pun mulai mengomel lagi di telepon, "Ternyata si Gio sabar banget, ya!""Selama lima tahun ini, dialah yang membersihkan rumput liar di makammu! Kenapa dia masih segigih ini?""Maaf, ini semua salahku sudah menyeretmu," ujar Nadia."Ya ampun, aku 'kan cuma komentar! Lagi pula, dia juga nggak mungkin tahu aku menghubungimu, 'kan?" sahut Sena dengan nada jahil.Nadia pun tertawa kecil, lalu berkata, "Nanti akan kukirimkan alamat rumahku. Kita ngobrol lagi pas udah ketemu, ya.""Oke."Telepon pun ditutup.Begitu Nadia membuka pintu, suara tawa Mona langsung terdengar olehnya.Nadia refleks ikut tersenyum. Dia menatap Mona yang sedang bersenang-senang di ruang tamu, lalu menyapa anak itu, "Mona, Ibu pulang."Mona pun refleks menoleh ke arah sumber suara. Begitu melihat Nadia, Mona langsung menjatuhkan boneka yang sedang dia pegang dan b
Malam harinya.Sena pun ke rumah Nadia untuk makan malam bersama. Nadia dan Gavin bekerja sama menghidangkan berbagai macam makanan lezat di atas meja.Begitu Sena datang, Mona langsung menempel padanya."Bibi!" sapa Mona kepada Sena dengan lembut.Sena segera memeluk Mona. "Aduh, Mona! Mona kangen Bibi, ya! Sini, biar Bibi cium!"Mona menurut dan menyodorkan wajahnya yang mungil.Setelah mencium Mona, Sena menoleh menatap Timmy."Anak baik, kenapa kamu tetap diam di situ saat Bibi ada di sini? Kamu nggak bisa meniru Mona?" tanya Sena berpura-pura kesal."Ibu bilang pria dan wanita nggak boleh dekat-dekat," kata Timmy dengan nada bicara seolah-olah dia sudah tua.Sena sontak terdiam. Wah, sifat bocah satu ini mirip sekali dengan Gio!"Dasar anak mama," keluh Sena."Aku bangga, kok. Ini bentuk aku sayang ibuku," jawab Timmy dengan tenang.Ekspresi bangga pun terlihat jelas pada wajah mungil Timmy."Nadia! Anakmu, nih!" protes Sena dengan kesal.Nadia meletakkan piring lauk yang terakhir
Tanggal 1 September.Nadia bangun pagi-pagi untuk membuatkan Timmy dan Mona sarapan, lalu mengantar kedua anaknya ke TK Internasional Cordova.Sesampainya di gerbang gedung TK, Nadia berjalan masuk bersama kedua anaknya.Di sepanjang perjalanan, mereka selalu melihat ada saja anak-anak yang menangis.Di sisi lain, Mona dan Timmy tampak penurut dan tenang.Mona pun meremas tangan Nadia sambil bertanya, "Ibu, kenapa mereka semua menangis? Apa pergi ke sekolah itu sangat menakutkan?"Timmy mendahului ibunya menjawab.Dia memandang Mona sambil tersenyum tipis, lalu berkata, "Di sekolah ini nggak ada guru yang kanibal, kok.""Nggak ada juga kepala sekolah yang galak. Kamu nggak usah khawatir, Mona."Rasanya Nadia ingin menepuk dahinya sendiri. Timmy ini berusaha menghibur Mona atau malah menakuti Mona, sih?Mona pun memajukan wajahnya sambil mengeluh, "Kakak mau menakuti Mona lagi, ya! Mona nggak takut!""Ya, ya, ya. Nggak takut, tapi sukanya ngompol," sahut Timmy sambil tertawa dengan jahi
Begitu mendengar suara itu, Gio langsung menyipitkan matanya sambil bertanya, "Siapa kamu?"Nadia refleks mengeluh dalam hati.Gio ini sakit jiwa, ya? Masa tiba-tiba dia bertanya kepada orang asing siapa mereka?"Tuan, kita nggak saling kenal, 'kan? Apa sopan Tuan main bertanya begitu?" sahut Nadia.Gio menyipitkan matanya, lalu mengubah nada bicaranya dan menjawab, "Anak saya sekolah di sini, jadi saya berhak bertanya untuk memastikan keselamatan anak saya. Bagaimanapun juga, saya melihat Anda sebagai seorang wanita yang perilakunya mencurigakan karena bahkan nggak berani menunjukkan wajah Anda."Nadia sontak terdiam. Wah, itu alasan yang sangat sempurna!"Oh, maaf! Wajah saya lagi alergi, jadi saya sengaja berpakaian seperti ini supaya nggak membuat orang lain ketakutan!" jawab Nadia."Kalau Anda mau tahu saya ini siapa, lebih baik Anda tanyakan langsung kepada Kepala Sekolah."Setelah berkata seperti itu, Nadia segera mengambil jalan memutar dan berlalu.Sewaktu mendaftarkan putra-p
Nadia segera mengangkat telepon itu, lalu menyapa, "Halo, Bu Guru?""Maaf, apa Ibu bisa datang ke sekolah?" tanya Bu Guru Sonya."Begini, Mona berkelahi dengan salah seorang siswa. Mona mencakar wajah siswa itu hingga berdarah."Nadia pun bertanya dengan panik, "Terus, bagaimana dengan Mona? Apa dia terluka?""Mona baik-baik saja, Ibu tidak perlu khawatir," jawab Bu Guru Sonya."Saya ke sana sekarang," kata Nadia.Setelah menutup telepon, Nadia bergegas ke sekolah.Perusahaannya terletak dekat dengan TK, hanya 15 menit dengan mobil.Setibanya di sekolah, Nadia bergegas pergi ke kantor guru.Begitu tiba di depan pintu, suara umpatan seorang wanita langsung terdengar."Sekolah kalian ini menerima siswa macam apa, sih! Berani-beraninya kalian menerima anak yang nggak berpendidikan dan nggak pantas seperti ini?""Pokoknya, orang tua mereka harus tanggung jawab! Saya nggak terima!"Setelah mengumpat seperti itu, wanita itu menambahkan dengan nada mengejek, "Dasar anak haram yatim!"Nadia so
Wanita bertubuh gemuk itu pun mendengus dengan dingin, lalu menjawab, "Bayar saja! Aku juga nggak minta banyak, cuma 10 miliar! Nggak kurang sepeser pun!""Bagi kesehatan mental anak, 10 miliar memang bukan nominal yang besar," jawab Nadia sambil tertawa."Memangnya kamu bisa bayar?" tanya wanita bertubuh gemuk itu dengan kaget."Tentu saja, tapi sekarang saya mau gantian menghitung ganti rugi untuk trauma psikis anak-anak saya!" jawab Nadia.Ekspresi wanita bertubuh gemuk itu pun langsung berubah. Dia balas mengomel, "Anak-anakmu 'kan nggak kenapa-kenapa, jadi kenapa kamu malah memintaku ganti rugi?"Nadia menatap kamera pengawas yang ada di dalam ruang guru, lalu berkata, "Perlu saya putar ulang rekaman kamera pengawas?""Saya ingat betul barusan Ibu menghina anak-anak saya dengan mengatakan mereka anak yatim dan haram.""Menghina itu sama fatalnya dengan melakukan kekerasan fisik. Saya juga nggak minta banyak, cukup 20 miliar sebagai ganti rugi trauma psikis kedua anak saya."Wanita
Nadia balas mendengus dengan dingin, lalu membungkuk dan menggandeng tangan kedua anaknya sambil berkata, " Di dunia ini ada banyak sekali orang-orang yang memiliki fitur wajah dan alis yang mirip!""Tolong Tuan nggak usah bertanya hal sembarangan seperti ini lagi!"Setelah berkata seperti itu, Nadia pun menggandeng anaknya pergi meninggalkan Gio.Gio menatap punggung ketiga orang itu dengan sangat dingin.Sekalipun wanita itu tidak mengakuinya, Gio yakin wanita itu adalah Nadia!Akan tetapi, Gio juga tidak berani melepas kacamata hitam itu!Karena Gio takut ujung-ujungnya akan melihat wajah yang asing!Di luar gedung sekolah.Nadia bergegas kembali ke mobil bersama anak-anaknya.Dia menyalakan mobilnya dan hendak melaju pergi, tetapi terus-terusan salah memasukkan gigi saking gugupnya.Mona pun bertanya sambil mengernyit, "Ibu kenapa? Kok gemetar? Paman tadi itu siapa? Teman Ibu?"Begitu mendengar pertanyaan Mona, Nadia refleks menjawab dengan panik, "Bukan teman! Ibu nggak kenal!"Ti
Nadia menatap Bibi Ratih, lalu akhirnya mengaku, "Kukira dia akan langsung mengenaliku."Bibi Ratih sontak tertegun, lalu bertanya dengan kaget, "Pak Gio?"Nadia mengangguk dan memberi tahu Bibi Ratih apa yang terjadi di TK hari ini.Bibi Ratih pun menghela napas. "Nadia, kamu nggak bisa terus-terusan menghindar begini.""Lagi pula, menurutku nggak masalah juga kalau sampai Pak Gio tahu.""Aku takut Gio akan mencegahku balas dendam. Gimanapun juga, Yuvira 'kan ibu kandung anaknya," jawab Nadia dengan cemas."Kamu nggak boleh bilang begitu," tegur Bibi Ratih sambil menarik Nadia untuk duduk di kursi, lalu melanjutkan, "Sudah kubilang, Tuan itu selama ini menyimpan rasa pedih dalam hatinya.""Orang itu kalau sudah cinta, akan selalu mendukung keputusan apa pun yang pasangannya ambil.""Walaupun tetap merasa khawatir dan ragu, ujung-ujungnya Pak Gio pasti akan memihak padamu."Nadia tidak menjawab apa-apa. Sekalipun Bibi Ratih berkata seperti itu, tetap saja Nadia tidak bisa memaafkan apa