Nadia meletakkan ponselnya kembali, raut wajahnya tidak enak dilihat.Sebenarnya mau apa Yuvira?Sebenarnya wajar kalau Yuvira mengetahui hal yang tidak dia tahu, yang membuat Nadia bingung adalah kenapa Yuvira memilih untuk memberitahunya?Kafe Dellanova di Jalan Bahrama terletak di lokasi kalangan orang berada, senekat apa pun Yuvira, wanita itu tidak mungkin berani menyerangnya di depan umum.Malam harinya.Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam saat Nadia selesai membereskan urusannya.Melihat sepertinya malam ini Gio tidak pulang, Nadia pun pergi ke kamar Bibi Ratih.Nadia melihat lampu kamar Bibi Ratih masih menyala, jadi dia pun mengetuk pintu.Bibi Ratih membuka pintu dan langsung menyambut Nadia masuk."Kenapa sudah semalam ini masih belum tidur?" tanya Bibi Ratih sambil menuangkan segelas air hangat untuk Nadia.Nadia menyesapnya, lalu berkata, "Bibi Ratih, besok aku mau keluar sebentar.""Keluar?" Bibi Ratih tertegun, "Kamu nggak takut dengan kedua keluarga itu
Brian?Suara Yuvira terdengar makin kabur, pandangan Nadia mulai menggelap dan akhirnya dia jatuh pingsan.Nadia terbangun dan mendapati saat ini dia berada di kamar sewaannya.Nadia bisa mencium bau darah yang menyengat, menyadari ada yang tidak beres, dia pun bangun dan duduk.Baru saja dia hendak turun dari ranjang, tangannya terasa sedang menggenggam sesuatu yang keras.Nadia melirik tangannya dan mendapati dia sedang menggenggam belati berlumuran darah.Nadia kaget setengah mati dan langsung membuang belati itu.Saat ini, Nadia baru menyadari ternyata sekujur tubuhnya juga berlumuran darah.Anehnya, dia tidak merasakan sakit di bagian tubuh manapun.Nadia bergidik, punggungnya terasa sedingin es. Dengan tubuh gemetar dia turun dari kasur dan berjalan perlahan menuju ruang tamu.Tiba-tiba, kaki Nadia terasa lemas tidak bertenaga dan dia langsung jatuh terduduk. Semua ini terjadi saat Nadia mendapati ada seorang pria dengan mata membelalak terkapar berlumuran darah di ruang tamunya.
Gio menggertakkan gigi, bibir tipisnya terangkat dan dia menyahut dengan nada dingin, "Menurutmu Nadia sanggup melakukan hal seperti ini?""Tuan Muda Ketiga, Nona Nadia memang bukan orang yang seperti itu, tapi sekarang ...."Yuda tidak melanjutkan perkataannya, saat ini dia juga tidak tahu harus berkata apa."Kita pergi ke kantor polisi."Gio langsung bangkit berdiri dan bersiap pergi.Di kantor polisi.Nadia diinterogasi berulang kali selama beberapa jam.Namun, tidak ada satu pun pertanyaan yang diajukan polisi yang bisa dia jawab.Karena, dia sendiri juga ingin tahu bagaimana dia yang awalnya berada di sebuah Kafe bisa pindah ke Kompleks Cemara.Lalu, dia membunuh Hedi dan menikam Yuvira.Nadia hanya ingat perkataan Yuvira sebelum dia jatuh pingsan.Nadia yakin ini semua ulah Yuvira, tetapi bagaimana cara membuktikannya?Semua bukti yang ada menunjukkan dialah pembunuhnya.Jadi saat ini, dia hanya bisa menunggu Gio datang menyelamatkannya, tidak ada cara lain.Saat Nadia sedang ber
"Aku nggak akan membiarkanmu mati," ucap Gio dengan nada dingin. "Sebaiknya kamu pikirkan apa yang akan terjadi padamu selanjutnya karena sudah mengkhianatiku."Setelah mengucapkan kalimat terakhir dengan penuh ancaman, Gio bangkit berdiri dan melangkah pergi tanpa menoleh sedikit pun.Nadia yang kecewa hanya bisa memejamkan mata dan membiarkan air mata turun membasahi wajahnya.Gio nggak pernah ingin memercayainya, dari dulu sampai sekarang....Setengah bulan kemudian.Nadia dibela oleh pengacara sewaan Gio dan hari ini hakim akan mengambil keputusan.Nadia membunuh Hedi sebagai bentuk perlindungan diri karena Hedi sudah beberapa kali mencoba membunuhnya.Nadia pun divonis hukuman lima tahun penjara.Sore harinya, Nadia diantar ke penjara.Yuvira mendatangi Nadia.Keduanya duduk berhadapan dan dibatasi sebuah kaca.Melihat Nadia yang terlihat sangat terpukul, Yuvira pun tertawa terbahak-bahak, "Kasihan sekali."Nadia hanya bisa menatap Yuvira dengan tatapan dingin, lalu berujar, "Yuv
"Apa yang terjadi?" tanya Gio sambil mengernyit."Aku punya seorang putra yang tinggal di luar negeri. Kira-kira tujuh bulan yang lalu ada seseorang yang meneleponku dan bilang kalau anakku mengalami kecelakaan.""Aku nggak bisa menghubungi anakku, karena panik aku langsung menyusulnya. Alhasil, baru saja mendarat, ada seseorang yang merampok semua barang-barangku.""Hahh, sudahlah jangan bahas masalah menyebalkan itu lagi. Kenapa kamu mencariku?"Gio jadi waspada, tujuh bulan yang lalu adalah waktu di mana Gio mencari Vanni yang merupakan kepala panti asuhan untuk mencari bukti.Kenapa waktunya bisa begitu bertepatan dengan Vanni pergi ke luar negeri?Bahkan Gio sampai tidak bisa menemukan jejaknya sedikit pun.Gio menahan kecurigaannya, lalu mengeluarkan foto Nadia waktu masih kecil.Gio memulai percakapan, "Aku mau tanya, apa Bu Vanni ingat anak ini?"Vanni mengambil foto itu lalu mengamatinya dengan cermat. Setelah beberapa saat, dia langsung mengangguk dengan semangat dan menjawab
"Gio, kamu adalah pria terbejat sedunia! Anak kembar tiga yang dikandung Nadia semuanya adalah anak-anakmu! Darah dagingmu sendiri! Kamu malah membiarkan Yuvira membunuh Nadia dan ketiga anakmu!"Setiap kata Sena seperti pedang yang menghujam jantung Gio.Gio menggigit bibirnya kuat-kuat dan mengepalkan tinjunya erat-erat.Gio tidak percaya!Selama Gio tidak melihat jasad Nadia dengan mata kepalanya sendiri, dia tidak akan percaya Nadia meninggalkannya begitu saja.Mereka semua melakukan semua ini karena ingin melarang Gio menemukan Nadia, 'kan?Gio bersumpah akan menemukannya!Nadia belum mati!Gio pasti akan menemukannya!...Lima tahun kemudian.Pintu ruang rapat Perusahaan MK terbuka, Yuda langsung menyambut Gio yang keluar dari ruang rapat."Tuan Muda Ketiga, G menolak bekerja sama dengan perusahaan kita."Gio menghentikan langkahnya lalu menatap Yuda dengan tegas, "Kamu belum menemukan informasinya?"Yuda menggeleng, lalu menjawab, "Kami hanya berhasil mengetahui dia adalah satu-
Nadia tersenyum kecil dan menyahut, "Nggak kok, aku juga baru sampai. Kak, jangan berdiri saja, ayo duduk di sini."Gavin pun duduk sambil memeluk Mona.Kemudian, Gavin memberi kotak hadiah lainnya pada anak laki-laki itu, "Timmy, ini prosesor khusus pesananmu."Timmy menerima hadiah pemberian pamannya dan tersenyum, "Terima kasih, paman."Setelah itu, Timmy mengambil ransel kecilnya, mengeluarkan komputer dan peralatannya lalu mulai merakitnya.Hati Nadia terasa pedih saat melihat punggung Timmy.Nadia memang mengalami persalinan yang sulit saat melahirkan ketiga buah hatinya.Setelah bangun dari koma, dokter memberi tahu Nadia bahwa bayinya yang ketiga meninggal.Kalau anak ketiganya masih hidup, pasti sekarang dia akan lincah dan sehat seperti Mona dan Timmy, 'kan?Nadia menyimpan kesedihannya lalu berkata pada Gavin, "Kak, apa urusan dengan Bibi Ratih sudah beres?""Bibi Ratih akan sampai lusa," sahut Gavin sambil menyesap tehnya.Nadia mengangguk, kembali mengenakan kacamata hitam
Gavin mengangkat wajah tampannya dan bertanya dengan cemas, "Nad, kamu bisa sendiri?"Nadia terkekeh, "Aku 'kan nggak bisa memintamu menemaniku terus. Selain itu, aku juga mau lihat-lihat TK swasta.""Sudah waktunya Mona dan Timmy ke sekolah."Sebelum pulang, Nadia sudah banyak mencari informasi sekolah di sekitar sini lewat internet.Awalnya dia ingin langsung memutuskan sehingga anak-anaknya bisa langsung sekolah, tetapi setelah dipikir-pikir, dia lebih tenang kalau menyurvei langsung."Ok, kalau begitu aku nggak ikut ya supaya nggak menarik perhatian orang." Gavin dengan enggan menyerah.Nadia mengangguk, bersiap dan berpamitan pada anak-anaknya.Begitu pintu rumah ditutup, Timmy menatap Gavin yang sedang sibuk menemani Mona bermain.Kemudian tangan mungilnya yang putih dan lembut dengan cepat berselancar di komputer.Layar yang awalnya menampilkan sebuah permainan langsung berganti ke halaman masuk sebuah aplikasi.Platform kelompok peretas muncul di layar komputernya.Lalu, sebuah