Kisah ini belum berakhir seperti yang di bayangkan. Meski sang tokoh utama telah hengkang mencari kehidupannya yang baru. Ada tokoh lain yang tengah terpuruk dalam luka. Juga ada tokoh baru yang muncul mempertontonkan eksistensinya.Kehidupan di dunia ini berputar. Tidak hanya melulu pada satu titik untuk di jadikan sebagai fokus. Pun juga garus seimbang. Semua yang pernah memiliki akan merasakan kehilangan. Yang sedih akan menemukan bahagianya. Yang hancur akan ada saatnya untuk bangkit kembali. Bahkan hukum alam sudah menuliskan tiap-tiap karma dari perbuatan yang akan di balaskan.Bicara-bicara soal manusia. Skenarionya bisa sepanjang gerbong kereta atau malah lebih. Panjangnya jalan pun akan kalah dengan pembicaraan mengenai manusia. Karena manusia tidak bisa ditebak sama seperti kehidupan. Tidak bisa di prediksi sama sekali entah dalam segi tindakannya atau caranya berpikir. Atau dalam menentukan keputusan yang akan di ambilnya.Dan pandangan manusia yang sudah rumit sejak awal.
Pulung kira, keluar dari rumah Ardika hanya membawa barang-barangnya saja. Tanpa ada sisa yang dirinya ambil dari sana selain kenangan pendek yang cukup membekas di hatinya. Nyatanya ada keajaiban lain yang di bawanya serta. Ucapan syukur tak henti Pulung panjatkan. Rekahan senyum tak luntur barang semenit pun. Sehingga yang melihat pemandangan itu akan terheran dan menganggapnya aneh.Andai… seandainya Pulung sadar lebih awal, alangkah baiknya kabar ini bisa di bagi. Tapi kini, berhubung semuanya telah usai, berdua—dengan calon bayinya—melewati bahagia lebih dari cukup. Oh tidak. Tunggu. Ada Maharaja Askara yang turut serta berbahagia. Lelaki 30 tahun itu tak henti-hentinya meneteskan liquid beningnya. Katanya: ‘Ini terlalu membuncahkan relung hatinya.’Tangis Pulung pun pecah. Di kala perkataan Maha yang tidak memiliki status apapun dengannya selain sebagai sahabat. Memberinya ucapan selamat dan petuah untuknya menjaga sang jabang bayi. Mendadak, perpisahan yang terjadi hari itu ada
Sudah berbelanja. Membeli segala kebutuhan untuk memenuhi kulkas dan berkutat dengan dapur. Pulung cepol rambut panjangnya ala messy bun dan kemejanya di gulung hingga siku.Maha yang melihat pemandangan itu tak urung menghentikan aktivitas memasukkan buah dan sayur ke dalam kulkas. Matanya mengerling nakal dan menatap penuh minat. Kecantikan Pulung berkali-kali lipat atau memang biasa begitu kondisi seseorang yang tengah hamil muda?“Katanya mau cerita?”Lekas Maha alihkan kepalanya. Gugup menyerang mulutnya dan kaku di lehernya menjelaskan seberapa kotornya pikiran Maha membayangkan sesuatu hal terjadi antara dirinya dan Pulung.“Oh itu,” jawabnya canggung.“Iya yang soal analogi lucu.”“Oh.”Membuat Pulung membalikkan badan dan mendapati tubuh Maha yang menghadap kulkas. Terlihat, kedua tangan lelaki itu bergerak pelan menata semua belanjaan yang di plastik sesuai urutan. Buah dan sayur di bagian paling bawah. Lalu ayam, daging dan udang masuk ke freezer. Beberapa kotak susu dan ju
Waktu mungkin sudah berlalu. Yang tertinggal hanyalah rasa sakit. Walau dalam hati yang terdalam tetap menyakitkan. Tapi inilah hidup yang terus berjalan. Yang membutuhkan perubahan lebih baik ke depannya. Yang melongok masa lalu sebagai acuan di masa yang akan datang.Sama halnya dengan Pulung yang sedang berusaha. Pura-pura lupa pada awalnya Pulung gunakan sebagai senjata. Lalu satu-satunya cara melepas rasa tertekan yang menghimpit rongga dadanya adalah dengan ikhlas. Dan rasa cinta yang Pulung miliki untuk Ardika masih bernaung hingga detik ini. Maka menggabungkan ikhlas dan rasa cinta, Pulung percayai bisa menjadi solusi yang paling tepat. Karena dari sana, Pulung belajar mencintai seseorang dengan sepenuh hati. Dan sekadar belajar ikhlas saja nyatanya tidaklah cukup. Cinta… membuat segala logika dari rasa ketidakterimaan meleburkan dendam yang menguap bersama udara.Lain halnya dengan Maha yang benar-benar pura-pura lupa pada apa yang ingin di raihnya. Berada di samping Pulung h
Atas apapun yang terjadi hari ini, umpatan kotor, keluhan kesakitan, kutukan demi kutukan yang berujung pada kesialan… Maha tidak ingin melontarkannya. Barang sedikit pun mulutnya rapat total.Pada apa yang di terimanya. Dan kedua matanya yang melihat semuanya dengan jelas. Ada yang kacau. Terlepas dari apa yang terjadi hari ini dan apa yang telah dilakukan oleh orang-orang di masa lalunya dulu. Demi apapun Maha mencoba menahan mulutnya untuk jangan berkata kotor.Karena bagaimanapun cinta itu baik. Memiliki atau tidak, cinta tetap cinta. Dan Maha telah lebih dulu mengambil jalan untuk merebut apa yang patut dirinya miliki, memaksanya untuk harus mau mencintai Maha selayaknya dirinya mencurahkan cinta itu.Namun, permainan ini sungguh di luar kendali bahkan haknya dalam mencinta. Semuanya tergantung si pemilik terdahulu. Ini benar-benar lemparan bom tepat waktu yang sangat mencekik lehernya sampai sesak bernapas.Kenapa?Itu saja pertanyaan Maha.Kala hatinya bisa selangkah lebih deka
Karena ini Ardika. Maka mudah bagi Ayana Kalias untuk mencintainya.Tahu mengapa?Mengapa sangat Ayana cintai lelaki sejenis Ardika Aksara yang sebenarnya lebih banyak lelaki di luar sana mencintainya. Yang berjuang mengejar cintanya demi bisa membawanya ke pelaminan.Mengapa Ardika Aksara yang begitu Ayana tempatkan di hatinya, pada bagian teratas kehidupannya.Mengapa Ardika Aksara jika orang lain yang mengejarnya menjanjikan sejuta bahagia. Yang rela menunggunya dan menemaninya tanpa keluhan.Mengapa Ardika Aksara?Karenanya, karena Ardika Aksara adalah seseorang yang tidak pernah Ayana temukan di belahan bumi mana pun. Yang sayangnya telah Ayana campakkan. Yang telah Ayana buang layaknya bungkus nasi tak berbekas. Terseret angin, terombang-ambing bersama debu jalanan yang karenanya sangat Ayana sesalkan.Yang kehadirannya mampu melengkapi kekurangan Ayana. Yang keburukannya di tutupi oleh cinta yang Ardika curahkan. Yang aibnya telah Ardika terima sebagai bentuk penerimaan cinta.
Naomi Aksara baru saja merasakan bahagia.Yang selama ini selalu diidamkannya: memiliki mama selayaknya teman-temannya. Yang memandikannya di pagi hari. Mendandaninya, memasakkan makanan kesukaannya, membawakan bekal untuknya, mengajarinya banyak hal termasuk menari yang baru saja di tekuninya.Naomi Aksara baru saja menemukan arti getaran dari bibir mungilnya kala memanggil seorang wanita dengan sebutan mama.Yang menjawab lewat senyuman dan memberikan pelukan hangat. Yang tidak memarahinya sesalah apapun perilakunya. Yang menegurnya tanpa membuatnya menangis. Yang mengusapi kulitnya ketika benda tajam menggoresnya. Yang mengabulkan banyak hal tanpa penolakan.Tapi perkataan papanya pagi ini sangat mencengangkan. Di saat anak-anak seusianya hanya tahu tentang bermain dan bergerombol bersama teman-temannya, Ardika Aksara mengatakan bahwa mamanya telah kembali ke rumah orangtuanya. Yang tentu tidak Naomi ketahui kadar kebenarannya. Apalagi artinya.Satu yang pasti, ada sosok lain di be
Di masa mudanya dulu, Mija menjadi perempuan yang sangat di segani. Selain berasal dari kalangan berada, Mija menjadi satu-satunya putri yang sangat di banggakan oleh keluarga besarnya; Srikandi. Tidak heran, semua kebutuannya terpenuhi dengan apik dan semua keinginannya terpenuhi tanpa halangan biaya. Semuanya yang menjurus atas nama Mija, di mata keluarganya, perempuan itu sangat di ratukan.Sampai-sampai semua orang menjadi musuhnya dalam selimut demi bisa melihat seberapa kuat dan di mana titik kelemahan seorang Mija. Barulah ketika di dapat, mereka akan menghancurkan Mija dengan mudah meski setelahnya ada nyawa-nyawa yang melayang.Toh siapa yang peduli menyoal itu?Yang kaya tetap yang paling jaya di masanya. Tetap yang paling unggul tanpa bisa di ganggu gugat. Tidak bisa di kalahkan dengan mudahnya. Apalagi sekadar menjatuhkan namanya. Berani menyentuh ratu di keluarga Srikandi, neraka menanti.“Harusnya kamu melihat seperti apa wajah suamimu.”Ah, Mija ingat kalimat itu. Kalim
Tiap orang punya rahasia yang tak bisa di ungkapkan secara gamblang. Dan tiap orang juga punya sisi lain yang disebut topeng untuk menutupi wujud keasliannya alih-alih yang terlihat di hari-harinya. Begitu juga dengan Pulung yang paham betul akan makna itu. Bahkan mungkin keberadaan dirinya yang ada di rumah ini selama hampir sepuluh tahun belum mengetahui sampai bagian terdalamnya. Karena memang ada tempat lain yang belum bisa Pulung jamah.Mungkin juga lewat sebuah rahasia yang tak bisa diucapkan lewat kata-kata, ada jiwa-jiwa lelah yang menghadapi sikap kekanak-kanakannya selama masa kehamilan ini. Bukan maunya Pulung, sungguh. Murni bawaan sang jabang bayi yang mengharuskan sikapnya berubah drastis. Mulai keluar dari jalur keaslian siapa dirinya sampai ke akar-akar sikapnya yang paling menyebalkan.Namun di atas itu semua yang paling membuat Pulung terkesan adalah Maharaja Askara yang dua puluh empat jam penuh mau mengurusi dirinya dengan telaten. Penuh kesabaran tanpa mengeluh a
Yang semalam tak bisa Ardika berikan jawaban.Pagi ini semuanya berjalan seolah memang tidak pernah terjadi apa-apa. Tidak ada obrolan seputar perasaan Naomi Aksara dengan B.S Negara yang membuat Ardika penasaran setengah mati. Ingin searching pun rasanya belum sempat. Ardika betul-betul melupakan di mana letak ponselnya berada dan fokus menghabiskan waktu bersama ketiga anaknya.Usai sarapan, agenda yang sangat di tunggu oleh Baraja pun terkabulkan. Paralayang yang sudah di incarnya sejak masih dalam perjalanan. Dan selesai dengan itu, mereka akan segera turun untuk Ardika bawa ke rumah orangtua Pulung.Tentu yang bingung tidak hanya para krucil itu saja. Bahkan ibunya Pulung tertegun selama berdetik-detik sebelum memeluk Baraja seraya menghujani dengan ciuman.“Ada milik Pulung di sini. Matanya punya Pulung. Hidungnya punya Pulung. Sisanya dia cetakanmu.”Ardika tersenyum kikuk. Dan di persilakan untuk duduk di ruang tamu sederhananya. Sudah ada suguhan padahal Ardika tidak memberi
Tidak ada halangan apa pun untuk sampai ke puncak Gunung Putri. Suasana cukup ramai karena ini weekend. Dan semilir angin malam mulai menyapa. Sepoi-sepoi menerbangkan helaian rambut milik Naomi yang mencuat. Sejauh mata memandang, kerlipan lampu malam kota Garut tersaji dengan indah. Tidak ada suara bising di sini. Sunyi dan senyap namun menenangkan. Suara jangkrik malam menjadi pengiring semesta menunjukkan keunggulannya.Embusan napas Naomi terhela dengan teratur. Seulas senyum terbit dengan jari menyelipkan anak-anak rambut.“Kakak belum bobok?” Adalah Ardika yang menatapi putri sulungnya sejak 15 menit yang lalu. Ada gejolak aneh di dalam hatinya. Desirannya penuh kesakitan dan sesaknya kesakitan. Bergumul jadi satu menyumbat saluran pernapasannya.“Mau ngelukis bentar lagi.”“Malam-malam begini?” Naomi mengangguk. “Nggak bisa besok saja kak?”“Papa lihat deh.” Ardika baru sadar bahwa anaknya yang satu ini tidak suka banyak bicara dan lebih menyukai tindakan. “Aku suka kerlipan l
Membutuhkan waktu 3 jam 42 menit dengan jarak tempuh 217 km Jakarta-Garut via tol.Ardika kemudikan mobilnya sendiri di dampingi Baraja dan Naomi serta Armani di kursi belakang. Kedua kakak adik perempuan itu anteng bersama tablet soal edukasi mendaki bagi pemula. Sesekali canda tawa akan terkuar dan berebut channel untuk di play lebih dulu.Hati Ardika tenang melihatnya dan Baraja yang bermain rubrik di sampingnya kentara fokusnya. Anak ini persis dirinya di masa kecil dulu jika boleh Ardika katakan demikian. Pasti tidak akan adil bagi Maharaja kalau mendengar keegoisan hatinya tentang ini. Tapi memang kadang hati tak mau munafik juga enggan di tampik.“Papa … Garut.” Rengek Baraja yang sudah lelah dengan permainannya. Menagih janji yang kemarin Ardika cetuskan. “Oh, iya. Papa lupa.” Ardika tengok lewat spion tengahnya. Kedua putrinya sedang asik jadi tidak perlu di usik. “Kabupaten Garut. Ada tulisan Aksara Sundanya yang papa nggak tahu bacanya gimana. Adalah sebuah Kabupaten di pr
Sudah matang semua persiapan yang Ardika kumpulkan. Jadi satu di atas meja ruang tengah milik Maha. Ketiga anaknya sedang asik bercengkerama—lebih merecoki Naomi yang hendak membawa peralatan melukisnya. Ardika setujui. Memberi dukungan untuk putri sulungnya serta merta mengembangkan bakat di gunung.“Tapi pemandangan gunung lebih cocok dengan ini teteh.” Suara Armani tak mau kalah dengan Baraja yang terus melengkingkan ketinggiannya. Kepala Ardika menggeleng dengan senyum yang tak pudar sedikit pun.“Kan pepohonan hijau adek.” Naomi tetap kekeuh pada pendiriannya karena—yeah—menurutnya dia lah sang pelukis sejati. Aduh memang ya.“Sentuhan cokelat juga bagus kakak. Kaka kapa nggak tahu? Nih abang kasih lihat ya.” Tablet Baraja sudah memutar sebuah video dengan pemandangan pegunungan-pegunungan berbagai pilihan. “Dari jauh iya biru. Pas dekat itu malah cokelat kayak gini tahu. Jadi kak, warna cokelat pun berguna untuk kakak bawa.”Mulai dari sini terlihat wajah bimbang Naomi. Semula y
"Gitu ya sementang punya rumah sendiri.”“Nggak tahu saja yang nunggu sampai keroncongan.”“Ini sejak kapan tamu malah pesan delivery?”“Heran Gusti heran!”Sindiran demi sindiran yang tersentil ke rungu Maha maupun Pulung tak menjadi halangan bagi pasangan yang sedang menanti kelahiran sang buah hati terusik.“Pasangan budak cinta mah gitu.”“Gaes … Sudah punya masing-masing jangan ngeledek.”“Iri bilang bos!”Kan maen! Jawaban Maha lebih estetik dari mulut tetangga yang di sumpal lombok setan sepuluh kilo. “Ibu hamil apa kabar nih? Makin adem ayem saja kayaknya.” Adalah Ayana yang pertama kali menyapa.Perempuan itu pun sedang hamil muda. Dan menurut cerita Maha, Rambe di buat kelimpungan habis-habisan. Mulai dari terpangkasnya jatah waktu untuk berduaan sampai harus rela memomong putra pertamanya. Salut dengan Rambe yang berbesar hati.“Ih teteh mah jorok pisan. Masa tiga hari nggak mandi?” Dante ikut serta nimbrung. “Asli aku mau semaput di certain itu.”Pada akhirnya hubungan me
'Aku sudah melewati banyak waktu untuk sembuh. Banyak hari untuk pulih. Banyak memori yang terkikis. Aku sudah jauh berjalan dalam gelap. Menyingsing lengan dan menggulung panjangnya hampara. Dari tajam menyayat yang kurasakan sepanjang jalan. Namun aku bertahan hingga akhirnya sakit itu tumbuh sendiri. Tatapan kelam. Kernyitan dahi karena silaunya putih di depan. Haruskah tertawa? Atau menangis? Sudah tak tampak lagi bagian belakang. Aku lupa bagaimana rasanya tertusuk duri.’Jadi begini para pemirsa dan saudara setanah air setumpah darah, ehm.Ada cerita tersembunyi kenapa Maharaja Askara harus berpuisi di tengah semua orang yang berkumpul. Di ruang keluarganya di mana mestinya terjadi acara liburan karena ini weekend. Juga sebagai libur pertama kedua anak-anaknya; Baraja dan Naomi.Tapi seolah nasib sial—boleh tidak mengatakan demikian? Takutnya ada setan lewat terus mampir. Tercatat sudah itu omongan untuk di jadikan karma kemudian hari. Kan berabe, Hyung!“Lagi, Sayang.”Ini sum
Kehamilan anak Maharaja yang pertama ini memanglah luar biasa. Mulai dari sikap manja Pulung yang tiada duanya (menggemaskan bagi Maha) namun terlihat menyebalkan bagi orang sekitar. Sampai hal-hal aneh yang tak terduga.Pagi ini misalnya.Tumben-tumbenan Pulung mager (malas gerak). Dan hanya gegulingan di atas kasur. Biasanya, usai salah subuh dan mengaji, aktivitas Pulung langsung yoga karena memang itu olahraga teraman rekomendasi dari dokter. Di samping memudahkan untuk kelahiran nanti, yoga mengurangi stres. Pulung tidak ke dapur. Memasak seperti biasanya. Tidak Maha hiraukan. Mencoba paham dengan kondisi sang istri yang di yakini bawaan anaknya.“Nggak mau mandi?” Maha elusi rambut Pulung. Tidur menyamping dan memegang ponsel dengan asik. Entah video apa yang di tonton hingga asik tanpa merasa terganggu sedikit pun. “Mau mas masakin sesuatu nggak?”Sejak Pulung hamil, Maha tidak bisa semena-mena. Urusan makan tak seleluasa request seperti saat awal-awal menikah. Meski dengan mu
Maharaja Askara jadi punya hobi baru; nyanyi. Yang menurut Pulung, boleh juga. Suaranya berat dan serak-serak gimana gitu. Ketika di dengarkan—apa lagi ketika Pulung letakkan kepalanya di dada Maha—uwah sensasinya nggak kaleng-kaleng.Dugun-dugun di jantung Maha terdengar sangat jelas. Dan Pulung suka sekali mendengar detakannya. Iramanya selaras dengan nyanyian yang terlantun dari mulut Maha. Malam ini, begitu Bara dan Naomi memasuki kamarnya masing-masing. Terlelap setelah berdebat mengenai tugas sekolah. Maha dan Pulung bergelung malas di depan ruang televisi. Ada kasur lipat yang biasa Maha gunakan untuk rebahan malas-malasan di sana. Pulung ikut saja. Dengan daster hamilnya, rambutnya yang tak berbentuk lagi dan manja-manja time bersama suami di mulai.“Semua ini pasti akan musnah. Tetapi tidak cintaku padamu. Karena aku sang pangeran cinta.” Lirik yang Maha senandungkan mengikuti penyanyi aslinya di televisi. Once Mekel masih saja tampan sejak Pulung duduk di bangku Sekolah Da