Yang namanya kemalangan datangnya tidak bisa di tepis. Tapi bentuk kemalangan memiliki ragam yang tidak bisa di cegah. Sedang sebuah usaha tidak akan mengkhianati hasilnya, kecuali kemalangan yang menimpa.Sama halnya dengan sebuah perasaan yang tidak bisa di kendalikan, akan berdampak pada usaha yang telah dilakukan. Jadi tidak serta merta semuanya instan. Berusaha atau mengusahakan sesuatu akan memicu sebuah ujian lainnya.Ada juga ragam usaha yang disebut ketidakmampuan. Akibat tersadar bahwa usahanya sia-sia, perasaan bisa menghancurkan seseorang.Bicara-bicara tentang usaha, suatu hari nanti, akan ada saat di mana kita menemukan waktu. Yang di rasa tepat, berlapang dada mengikhlaskan janji seseorang yang tidak terpenuhi, menerima kekecewaan yang begitu melukai, dengan tegas meninggalkan sesuatu yang tak kunjung pasti, melupakan sesal yang belum usai dan akan menemukan alasan melanjutkan hidup setelah sebuah rasa di sia-siakan.Makanya, di catatkan: usaha tidak akan mengkhianati h
Seringaian Ayana nampak mengerikan. Es krim di tangannya lebur oleh remasannya. Sedang matanya menghujam penuh kilat benci dan dendam di satu objek; Pulung.Kini, tidak ada lagi cara ataupun ampun untuk Ayana bertindak. Ia akan berlaku bengis pada Pulung yang sudah merebut atensi putrinya. Bahkan sekadar memberi es krim saja dirinya mendapat penolakan. Bumbungan dendam memuncak. Ayana sangsi tidak berlaku khilaf.Harus ada pertumpahan darah jika itu di perlukan. Dan kalau tidak bisa, apa yang menjadi miliknya telah di rebut, maka Ayana akan getol mengekori Naomi. Memisahkan—memengaruhi—sang putri untuk membenci Pulung.Lihat dan tunggu!Semua perlakuan Pulung, membangunkan sisi kejam di diri Ayana. Perlahan dan rasakan. Lalu nikmati kesakitannya.“Omi mau es krim.”Rungu Ayana tidak tertutup. Tungkainya seratus persen tertancap di dasar bumi. Mendengar rengekan putrinya yang menginginkan es krim sedang beberapa menit yang lalu menolak pemberiannya.“Kita buat di rumah mau?”Dan vokal
Pernah mendengar perbedaan manusia dan semut?Manusia memiliki kehidupan pribadi yang tak diketahui orang lain. Namun dewasa ini, yang terjadi malah sebagian orang tidak bisa menjalin hubungan jika tidak berbagi kehidupan pribadi. Mereka rela menyediakan dan memperdagangkan kehidupan pribadi demi berbaur dengan banyak orang untuk hidup lebih baik. Privasi yang dimiliki manusia dianggap sebagai kelemahan dan produk yang hanya bisa dimiliki manusia. Kelemahan inilah yang sering di kumpulkan untuk di manfaatkan.Sedang semut, mereka bisa bekerja sama, berbaur dengan kawanan lainnya, saling bergotong royong agar bisa mencapai tujuan yang sama.Tak ubahnya dengan kehidupan di desa dan di kota.Kota memiliki pengertian sebagai sebuah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batas wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan serta pemukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri khas perkotaan.Sedang desa menurut defisini universal ialah sebuah aglomeras
Manusia itu lucu.Mereka selalu menyimpan rahasia dan membuat undang-undangnya sendiri untuk bisa menghukum siapa yang salah menurutnya. Undang-undang yang mereka ciptakan hanya berlaku untuk melindungi dirinya sendiri bahkan privasinya. Tapi bagaimana dengan mereka yang lebih asik mengulik masalah ataupun privasi orang lain?Aneh kan? Di saat kita mati-matian menyembunyikan tentang siapa kita, seperti apa keseharian kita, bagaimana kita yang sebenarnya, sebagain orang justru menginvasi bahkan menikmati apa yang telah kita sembunyikan. Seolah privasi tidak bisa menjadi milik pribadi kita seutuhnya. Rasanya miris sekali mendapati pandangan dunia menyoal privasi yang kita tutupi rapat-rapat bisa terungkap secara jelas. Hanya dengan segepok uang, seolah privasi murni tak benar-benar ada di dunia ini. Layaknya menjual barang loakan semuanya bisa langsung termonitor dengan jelas. Lantas di bumbui dengan macam-macam rasa agar kontaminasi yang di buat meletupkan bom waktu tepat sasaran.
Pertama kalinya menginjak usia pernikahan ke dua bulan, perselisihan antara Ardika dan Pulung terjadi.Pagi itu, di lewati seperti biasa. Pulung siapkan air hangat untuk suaminya bebersih. Pulung sediakan kemeja serta dasi yang senada warna agar cocok di padu padankan. Tak lupa secangkir kopi tergeletak di samping nakas ranjang. Senyum Ardika ketika kelopak matanya terbuka mengiring menawan.Selesai dengan urusan suami, Pulung beralih ke putrinya. Benar, Pulung sudah menganggap begitu. Tidak ada istilah anak sambung tapi entah dengan Naomi ketika beranjak dewasa nanti. Apakah masih akan menganggap mama murni yang sebenar-benarnya dia ketahui atau berubah arti. Pulung enggan memusingkan hal itu. Baginya, hidup seperti ini sudah lebih dari cukup.Baik. Kita skip bagian itu.Putrinya selalu di sediakan susu. Itu baik untuk tulang. Jadi Pulung beri perhatian lebih pada pertumbuhan sang putri. Termasuk konsumsi makanan empat sehat lima sempurna. Sepintar Pulung mengelola agar Naomi tidak b
Sejak dulu, Pulung tidak pernah memercayai perihal tahayul maupun mitos dan sejenisnya. Baginya yang terlahir sebagai muslim, sudah sepatutnya percaya pada apa yang telah Allah tuliskan dalam lantunan-lantunan Alquran dan hadist. Jadi, ketika mendapati pagi harinya yang tidak selancar biasanya, tidak serta merta membuatnya percaya bahwa ini ada kaitannya dengan yang semalam dirinya rasa. Tidak ada firasat apapun yang muncul dalam benaknya bahwa pagi ini sungguh membuatnya kaget dengan fakta sang suami yang bertanduk.Biarlah. Biar semua menjadi rahasia Ilahi. Biar Tuhan yang tentukan ke mana jalan panjang ini membawa kakinya melangkah. Asal pondasi yang Pulung bentengi berdiri kokoh, semuanya akan mudah teratasi. Ya, Pulung percaya itu.Tapi mendapati sang putri yang diam murung bukan daftar dalam kamus untuk hari-harinya. Miris, begitu saja Pulung sematkan.Baik. Akan Pulung ceritakan kisah masa kecilnya yang terkenang indah dalam memori.Berasal dari keluarga pas-pasan, Pulung patut
Siapa bilang Maharaja akan kehilangan akalnya dalam berpikir. Itulah bedanya manusia dengan hewan. Di beri akal tidak hanya untuk berpetualang. Namun juga mengembangkan naluri dalam berburu. Entah apa yang menjadi buruanmu, pastikan untuk selalu membidiknya terlebih dahulu. Sebelum terserobot oleh hewan lain apalagi pemburu lain. Begitu prinsip Maha.Dalam diamnya usai berdebat dengan Rambe dan berakhir dengan lelaki itu yang hengkang. Peran-peran baru dalam tokoh lainnya Maha munculkan.Kalau tahu seasik ini menjadi sutradara, mestinya sejak dulu saja dirinya berkiprah di dunia perfilman. Tanpa susah payah berjuang mendapatkan warisan dari Aksara atau mengelola perusahaan yang papanya sediakan.Hidup memang seindah ini ketika menemukan tali kekang untuk di jadikan rantai pengikat.“Yakin?”“Nggak pernah sebelum ini.”Adalah Dante. Yang mengaku sebagai sepupu Pulung Rinjani. Pun perannya di sini amatlah penting. Ditunggangi sakit hati tak berkesudahan, Dante mempunyai kepentingan lain
Maharaja tidak pernah tahu kenapa tubuhnya di bawa ke masa kini. Setelah sekian tahun tidak pernah bertandang, dengan sadar, kedua tungkainya sudah berdiri tegap di sini. Di depan bangunan serupa kedai yang menampilkan keramaian pelanggan. Dan ketika kedua maniknya bersirobok dengan mata tua yang menyorotkan kerinduan mendalam, Maha tahu bahwa ini saatnya melepas topeng yang melekat di wajahnya.Rasanya seperti … entahlah. Sulit untuk Maha jabarkan. Tapi keinginan memeluk tubuh ringkih yang sedang menepuki punggungnya sangat ingin Maha lakukan. Tidak peduli pada ocehan yang keluar dari bibir keriputnya. Maha lebih dari tahu bahwa wanita tua ini amatlah mencintai dirinya.“Kenapa baru datang. Bocah nakal.”Mulut adalah sumber api dan ucapan adalah bara. Itu yang selalu Maha sematkan pada wanita ini. Umurnya boleh saja sudah berabad, tapi tenaganya, jangan di ragukan. Maha bisa mengeluhkan sakit akan tepukan-tepukan yang berubah menjadi pukulan.“Maha sibuk nenek.”Begitulah jati diri M
Tiap orang punya rahasia yang tak bisa di ungkapkan secara gamblang. Dan tiap orang juga punya sisi lain yang disebut topeng untuk menutupi wujud keasliannya alih-alih yang terlihat di hari-harinya. Begitu juga dengan Pulung yang paham betul akan makna itu. Bahkan mungkin keberadaan dirinya yang ada di rumah ini selama hampir sepuluh tahun belum mengetahui sampai bagian terdalamnya. Karena memang ada tempat lain yang belum bisa Pulung jamah.Mungkin juga lewat sebuah rahasia yang tak bisa diucapkan lewat kata-kata, ada jiwa-jiwa lelah yang menghadapi sikap kekanak-kanakannya selama masa kehamilan ini. Bukan maunya Pulung, sungguh. Murni bawaan sang jabang bayi yang mengharuskan sikapnya berubah drastis. Mulai keluar dari jalur keaslian siapa dirinya sampai ke akar-akar sikapnya yang paling menyebalkan.Namun di atas itu semua yang paling membuat Pulung terkesan adalah Maharaja Askara yang dua puluh empat jam penuh mau mengurusi dirinya dengan telaten. Penuh kesabaran tanpa mengeluh a
Yang semalam tak bisa Ardika berikan jawaban.Pagi ini semuanya berjalan seolah memang tidak pernah terjadi apa-apa. Tidak ada obrolan seputar perasaan Naomi Aksara dengan B.S Negara yang membuat Ardika penasaran setengah mati. Ingin searching pun rasanya belum sempat. Ardika betul-betul melupakan di mana letak ponselnya berada dan fokus menghabiskan waktu bersama ketiga anaknya.Usai sarapan, agenda yang sangat di tunggu oleh Baraja pun terkabulkan. Paralayang yang sudah di incarnya sejak masih dalam perjalanan. Dan selesai dengan itu, mereka akan segera turun untuk Ardika bawa ke rumah orangtua Pulung.Tentu yang bingung tidak hanya para krucil itu saja. Bahkan ibunya Pulung tertegun selama berdetik-detik sebelum memeluk Baraja seraya menghujani dengan ciuman.“Ada milik Pulung di sini. Matanya punya Pulung. Hidungnya punya Pulung. Sisanya dia cetakanmu.”Ardika tersenyum kikuk. Dan di persilakan untuk duduk di ruang tamu sederhananya. Sudah ada suguhan padahal Ardika tidak memberi
Tidak ada halangan apa pun untuk sampai ke puncak Gunung Putri. Suasana cukup ramai karena ini weekend. Dan semilir angin malam mulai menyapa. Sepoi-sepoi menerbangkan helaian rambut milik Naomi yang mencuat. Sejauh mata memandang, kerlipan lampu malam kota Garut tersaji dengan indah. Tidak ada suara bising di sini. Sunyi dan senyap namun menenangkan. Suara jangkrik malam menjadi pengiring semesta menunjukkan keunggulannya.Embusan napas Naomi terhela dengan teratur. Seulas senyum terbit dengan jari menyelipkan anak-anak rambut.“Kakak belum bobok?” Adalah Ardika yang menatapi putri sulungnya sejak 15 menit yang lalu. Ada gejolak aneh di dalam hatinya. Desirannya penuh kesakitan dan sesaknya kesakitan. Bergumul jadi satu menyumbat saluran pernapasannya.“Mau ngelukis bentar lagi.”“Malam-malam begini?” Naomi mengangguk. “Nggak bisa besok saja kak?”“Papa lihat deh.” Ardika baru sadar bahwa anaknya yang satu ini tidak suka banyak bicara dan lebih menyukai tindakan. “Aku suka kerlipan l
Membutuhkan waktu 3 jam 42 menit dengan jarak tempuh 217 km Jakarta-Garut via tol.Ardika kemudikan mobilnya sendiri di dampingi Baraja dan Naomi serta Armani di kursi belakang. Kedua kakak adik perempuan itu anteng bersama tablet soal edukasi mendaki bagi pemula. Sesekali canda tawa akan terkuar dan berebut channel untuk di play lebih dulu.Hati Ardika tenang melihatnya dan Baraja yang bermain rubrik di sampingnya kentara fokusnya. Anak ini persis dirinya di masa kecil dulu jika boleh Ardika katakan demikian. Pasti tidak akan adil bagi Maharaja kalau mendengar keegoisan hatinya tentang ini. Tapi memang kadang hati tak mau munafik juga enggan di tampik.“Papa … Garut.” Rengek Baraja yang sudah lelah dengan permainannya. Menagih janji yang kemarin Ardika cetuskan. “Oh, iya. Papa lupa.” Ardika tengok lewat spion tengahnya. Kedua putrinya sedang asik jadi tidak perlu di usik. “Kabupaten Garut. Ada tulisan Aksara Sundanya yang papa nggak tahu bacanya gimana. Adalah sebuah Kabupaten di pr
Sudah matang semua persiapan yang Ardika kumpulkan. Jadi satu di atas meja ruang tengah milik Maha. Ketiga anaknya sedang asik bercengkerama—lebih merecoki Naomi yang hendak membawa peralatan melukisnya. Ardika setujui. Memberi dukungan untuk putri sulungnya serta merta mengembangkan bakat di gunung.“Tapi pemandangan gunung lebih cocok dengan ini teteh.” Suara Armani tak mau kalah dengan Baraja yang terus melengkingkan ketinggiannya. Kepala Ardika menggeleng dengan senyum yang tak pudar sedikit pun.“Kan pepohonan hijau adek.” Naomi tetap kekeuh pada pendiriannya karena—yeah—menurutnya dia lah sang pelukis sejati. Aduh memang ya.“Sentuhan cokelat juga bagus kakak. Kaka kapa nggak tahu? Nih abang kasih lihat ya.” Tablet Baraja sudah memutar sebuah video dengan pemandangan pegunungan-pegunungan berbagai pilihan. “Dari jauh iya biru. Pas dekat itu malah cokelat kayak gini tahu. Jadi kak, warna cokelat pun berguna untuk kakak bawa.”Mulai dari sini terlihat wajah bimbang Naomi. Semula y
"Gitu ya sementang punya rumah sendiri.”“Nggak tahu saja yang nunggu sampai keroncongan.”“Ini sejak kapan tamu malah pesan delivery?”“Heran Gusti heran!”Sindiran demi sindiran yang tersentil ke rungu Maha maupun Pulung tak menjadi halangan bagi pasangan yang sedang menanti kelahiran sang buah hati terusik.“Pasangan budak cinta mah gitu.”“Gaes … Sudah punya masing-masing jangan ngeledek.”“Iri bilang bos!”Kan maen! Jawaban Maha lebih estetik dari mulut tetangga yang di sumpal lombok setan sepuluh kilo. “Ibu hamil apa kabar nih? Makin adem ayem saja kayaknya.” Adalah Ayana yang pertama kali menyapa.Perempuan itu pun sedang hamil muda. Dan menurut cerita Maha, Rambe di buat kelimpungan habis-habisan. Mulai dari terpangkasnya jatah waktu untuk berduaan sampai harus rela memomong putra pertamanya. Salut dengan Rambe yang berbesar hati.“Ih teteh mah jorok pisan. Masa tiga hari nggak mandi?” Dante ikut serta nimbrung. “Asli aku mau semaput di certain itu.”Pada akhirnya hubungan me
'Aku sudah melewati banyak waktu untuk sembuh. Banyak hari untuk pulih. Banyak memori yang terkikis. Aku sudah jauh berjalan dalam gelap. Menyingsing lengan dan menggulung panjangnya hampara. Dari tajam menyayat yang kurasakan sepanjang jalan. Namun aku bertahan hingga akhirnya sakit itu tumbuh sendiri. Tatapan kelam. Kernyitan dahi karena silaunya putih di depan. Haruskah tertawa? Atau menangis? Sudah tak tampak lagi bagian belakang. Aku lupa bagaimana rasanya tertusuk duri.’Jadi begini para pemirsa dan saudara setanah air setumpah darah, ehm.Ada cerita tersembunyi kenapa Maharaja Askara harus berpuisi di tengah semua orang yang berkumpul. Di ruang keluarganya di mana mestinya terjadi acara liburan karena ini weekend. Juga sebagai libur pertama kedua anak-anaknya; Baraja dan Naomi.Tapi seolah nasib sial—boleh tidak mengatakan demikian? Takutnya ada setan lewat terus mampir. Tercatat sudah itu omongan untuk di jadikan karma kemudian hari. Kan berabe, Hyung!“Lagi, Sayang.”Ini sum
Kehamilan anak Maharaja yang pertama ini memanglah luar biasa. Mulai dari sikap manja Pulung yang tiada duanya (menggemaskan bagi Maha) namun terlihat menyebalkan bagi orang sekitar. Sampai hal-hal aneh yang tak terduga.Pagi ini misalnya.Tumben-tumbenan Pulung mager (malas gerak). Dan hanya gegulingan di atas kasur. Biasanya, usai salah subuh dan mengaji, aktivitas Pulung langsung yoga karena memang itu olahraga teraman rekomendasi dari dokter. Di samping memudahkan untuk kelahiran nanti, yoga mengurangi stres. Pulung tidak ke dapur. Memasak seperti biasanya. Tidak Maha hiraukan. Mencoba paham dengan kondisi sang istri yang di yakini bawaan anaknya.“Nggak mau mandi?” Maha elusi rambut Pulung. Tidur menyamping dan memegang ponsel dengan asik. Entah video apa yang di tonton hingga asik tanpa merasa terganggu sedikit pun. “Mau mas masakin sesuatu nggak?”Sejak Pulung hamil, Maha tidak bisa semena-mena. Urusan makan tak seleluasa request seperti saat awal-awal menikah. Meski dengan mu
Maharaja Askara jadi punya hobi baru; nyanyi. Yang menurut Pulung, boleh juga. Suaranya berat dan serak-serak gimana gitu. Ketika di dengarkan—apa lagi ketika Pulung letakkan kepalanya di dada Maha—uwah sensasinya nggak kaleng-kaleng.Dugun-dugun di jantung Maha terdengar sangat jelas. Dan Pulung suka sekali mendengar detakannya. Iramanya selaras dengan nyanyian yang terlantun dari mulut Maha. Malam ini, begitu Bara dan Naomi memasuki kamarnya masing-masing. Terlelap setelah berdebat mengenai tugas sekolah. Maha dan Pulung bergelung malas di depan ruang televisi. Ada kasur lipat yang biasa Maha gunakan untuk rebahan malas-malasan di sana. Pulung ikut saja. Dengan daster hamilnya, rambutnya yang tak berbentuk lagi dan manja-manja time bersama suami di mulai.“Semua ini pasti akan musnah. Tetapi tidak cintaku padamu. Karena aku sang pangeran cinta.” Lirik yang Maha senandungkan mengikuti penyanyi aslinya di televisi. Once Mekel masih saja tampan sejak Pulung duduk di bangku Sekolah Da