"Resikonya sangat besar kalau aku tetap memaksakan diri untuk pergi hari ini. Masih bisa aku kerjaan besok. Kalau aku paksa sekarang, yang ada malah dia curiga," Safitri bicara sendirian."Mama kenapa?" tanya Tirta yang masih tercengang melihat Safitri."Tirta, Mama minta tolong bilangin ke Tante Inggit, bilang aja bahwa Mama mendadak sakit kepala, jadi besok ketemuannya, nih tolong kirim pesan, Mama mau sambut papamu dulu," cetus Safitri yang langsung memberikan ponselnya. Lalu dia menghampiri suaminya. Safitri langsung ke tempat parkiran yang kebetulan suaminya masih di situ. Safitri melihat bahwa Dion tengah menggenggam ponselnya. Dia langsung mengantonginya ketika melihat Safitri menghampiri dirinya."Mas kamu udah pulang?" tanya Safitri."Eh, udah, aku tadi pulang duluan ingin beresin ruangan kerja, karena pas berangkat belum aku bereskan," sahut Dion."Oh, itu udah aku beresin tadi, pas lewat kok pintu kebuka, akhirnya aku beresin, mengisi waktu juga sih," jelas Safitri.Dion m
Akhirnya Pram dan Inggit memutuskan untuk ke toilet. Setelah itu akan pulang. Sedangkan Safitri akan menghadang suaminya di pintu masuk.Safitri buru-buru, begitu juga dengan Pram. Mereka sama-sama sangat takut, karena tidak terbiasa merahasiakan sesuatu."Eh kok kamu di sini?" tanya Dion juga terbata-bata. Gelagatnya seperti orang ketakutan."Aku abis makan, kamu baru makan siang?" tanya Safitri balik. Dia berusaha untuk santai supaya dia tidak dicurigai suaminya."Iya, aku ini mau nunggu Haris, kamu mau ikut?" tanya Dion."Nggak, Mas. Aku mau jemput Ronald, dia nggak bawa motor, lagi manja sama mamanya," timpal Safitri."Ya udah, salam buat anakku," pesan Dion membuat Safitri menautkan kedua alisnya."Anak?" Safitri seperti tidak percaya."Iya, Ronald kan anakmu yang artinya anakku juga," sahut Dion.Safitri tersenyum dan meleleh dengar ucapan dari Dion. Kemudian dia pergi dengan hati berbunga-bunga.Dion menghela napas panjang saat Safitri pergi, kemudian dia bertemu dengan seseora
"Udah, Mas, Ronald, tolong jangan ribut terus, Mama mohon," lirih Safitri. Dia berniat melerai, dan itu berhasil dia lakukan.Menyatukan orang yang tidak ada hubungan darah sama sekali memang sangat sulit, terlebih tujuan utama dari Dion adalah ingin menghancurkan orang-orang yang pernah menyakiti adiknya. Walau sebenarnya pun dia ada benih cinta untuk Safitri, tapi dendam lah yang menguasai.Dikarenakan Dion memang niatnya hanya untuk mengalihkan. Akhirnya dia mengesampingkan egonya."Terima kasih kamu udah mau ngalah, Mas," ucap Safitri.Suasana hening sebentar ketika Safitri bicara seperti itu, setelah beberapa detik kemudian akhirnya Ronald mengulurkan tangannya ke arah sang papa. Dia melakukan hal ini untuk mamanya. Nasihat yang diberikan oleh keluarganya Ameer pun selalu terngiang di telinganya.Safitri keheranan melihat uluran tangan anaknya, dia mengeluarkan senyuman manis ketika Safitri mendengar Ronald bicara seperti itu."Mimpi apa aku semalam? Sampai-sampai melihat pemanda
Kemudian Jingga melakukan apa yang diperintahkan oleh mamanya. Dia sangat menuruti segala saran dari mama sambungnya itu."Oke, aku udah tenang sekarang. Lebih baik kita audit sekarang juga!" ajak Jingga.Dia menunjuk satpam yang harus berjaga di ruangan meeting. Sedangkan dirinya bersama satpam yang lain menuju ruangan kerja karyawannya satu persatu.Jingga tidak mau menunda waktu, tapi tiba-tiba dia izin kembali ke ruangan tersebut. Ada yang lupa dipesannya saat itu.Jingga meminta satpam mengumpulkan ponsel pada karyawan supaya tidak ada yang menghubungi orang lain ketika dia hendak memeriksa ruangan kerja mereka."Jangan seperti itu Bu, handphone itu privasi, jangan seenaknya!" Seketika ucapan seorang laki-laki yang duduk di ujung membuat Jingga geram."Kalau tidak ada masalah ini, mungkin tidak akan ada hal seperti ini, buang-buang waktu saya aja, ini keuangan hancur loh gara-gara ada satu orang yang membocorkan rincian keuangan kantor," tutur Jingga."Lalu kenapa tidak mencurig
Dion sudah diperingatkan untuk hati-hati oleh orang kepercayaannya. Sedangkan Jingga dan Pram telah menyuruh orang suruhan untuk mengintai mereka. Dion kembali pulang setelah bertemu dengan kedua anak buahnya. Rencananya malam ini dia ingin mendekatkan diri pada keluarga, dia hanya ingin mengalihkan perhatian keluarganya supaya tidak ada yang curiga.Setibanya di rumah, Dion bersikap sangat perhatian. Tak terkecuali, ke Ronald yang seringnya diasingkan di rumah pun dia terlihat care. 'Kenapa aku jadi curiga dengan Papa? Dia begitu sangat perhatian, hampir tiap malam ngajak kami makan malam bareng, ditambah lagi gaya bicaranya juga beda,' batin Ronald.'Benarkah Papa udah berubah? Sedekat ini dengan Ronald,' batin Tirta."Kalau besok siang kita jenguk Dimas dan Tari gimana? Kamu butuh bicara dengan Papa kandungmu, Ronald," ucap Dion.Safitri keheranan, dia menautkan kedua alisnya ketika suaminya menawarkan untuk jenguk Dimas."Kita nggak tahu apa Dimas masih di rumah sakit, atau dia
Setelah melaksanakan salat, mereka kembali ke mobil yang masih menunggu. Kali ini sopir dipesan untuk tidak kencang dalam mengemudi. Perjalanan sangat nyaman dan tiba di rumah Lian yang ditinggalkan untuk Tari pas waktu salat Isya. Dari situ Dimas memanfaatkan supaya Tari bisa simpatik dengannya."Kamu mau salat di mana?" tanya Tari."Di masjid Bu. Sebenarnya untuk laki-laki wajib salat di masjid kata imam yang tadi," jawab Dimas berbohong."Wah, itu sangat benar sekali, kamu salat yang rajin ya," pesan Tari. Kemudian Tari berteriak memanggil pembantunya. Supaya dia dituntun oleh orang rumah dan segera masuk ke dalam.Tari langsung melaksanakan salat Isya. Dia didampingi oleh pembantunya. Hingga sampai akhirnya dia menanyakan keberadaan Dimas."Kata satpam dia masih di pos, Pak Dimas nggak inget rumah kontrakan Bu," ucap bibi pada Tari. "Oh gitu." Tari mengangguk sambil bangkit dari duduknya. Dia berjalan menggunakan tongkat.Tiba-tiba hujan turun didampingi dengan petir menyambar.
Safitri masuk ke dalam dan berniat menanyakan kedatangan suaminya ke lapas. Dia bertanya pada petugas yang ada di depan."Oh, Pak Haris dan Pak Dion. Mereka ke sini menemui Chika, terpidana 20 tahun penjara, katanya dia adiknya Pak Haris," ucap polisi yang bertugas.Safitri terdiam, 'Chika adiknya Haris? Kenapa aku tidak mengetahui ini?' batin Safitri."Apa saya boleh menemui Chika, Pak. Saya teman dari orang yang melaporkan kejahatan Chika dulu," ungkap Safitri."Sebentar ya, Bu," jawab petugas.Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Safitri beserta Tirta diperbolehkan menemui Chika. Dengan catatan mereka hanya diberi waktu sepuluh menit saja.Safitri dan Tirta akan memanfaatkan waktu. Meskipun dia sudah mendengar dari polisi bahwa suaminya dan Haris menemui Chika, Safitri masih penasaran dengan status suaminya dengan wanita itu.Sepanjang jalan Tirta meyakinkan Safitri bahwa papanya tidak memiliki hubungan apapun dengan yang namanya Chika. Sebab yang diketahui Tirta sang Papa han
Safitri menunggu balasan dari Inggit, namun ternyata malah dihubungi melalui sambungan telepon. Signal tidak cukup penuh, jadi dia agak menjauh dari kedua anaknya."Mama jangan jauh-jauh nanti hilang," pesan Tirta dengan nada bercanda."Iya, Sayang. Mama angkat telepon dari Tante Inggit dulu ya, jangan bilang Papa," pesan Inggit.Kedua anaknya pun mengangguk. Sementara Safitri mengusap layar ponselnya. Dia berdiri di bawah pohon sambil bersandar. Safitri sudah menyiapkan pembicaraan yang akan dia utarakan terhadap Inggit."Aku lagi liburan di Bogor, bareng-bareng dengan Mas Dion, tapi aku agak males, soalnya sebelum berangkat aku buntuti dia, dan ternyata dia ketemu dengan Chika, kesal kan aku?" Safitri mengeluhkan kekesalannya."Aneh sih sebenarnya, cuma aku juga mau bilang ke kamu, sebenarnya persoalan yang rincian keuangan itu sudah ketahuan, dan ternyata ada penyusup, namanya Willy, dia itu orang suruhannya Haris, itu artinya Dion yang memerintahkan, cuma anehnya katanya untuk per