Share

Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan
Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan
Penulis: Vincent Marteen

Prolog

Penulis: Vincent Marteen
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bau amis memenuhi udara, banyak tubuh-tubuh yang bergelimpangan bersimbah darah. Langit pun menjadi merah seakan-akan merefleksikan kolam darah yang ada di tanah.

Taman yang tadinya indah dipenuhi oleh berbagai bunga beraneka warna, suara cicitan burung bagai alunan lagu, serta paviliun marmer yang berdiri tegak sekarang runtuh berantakan. Empat sungai yang dipenuhi makhluk air kini tandus mengering. Keadaannya benar-benar memprihatinkan.

Taman Eden, taman yang indah yang disebut-sebut sebagai bagian dari surga. Tempat dimana Adam dan Hawa diturunkan ke dunia karena memakan buah terlarang. Taman yang indah ini kini dihancurkan oleh seseorang yang mereka kira kawan mereka sendiri, seorang malaikat. Malaikat itu adalah Kokhabiel, malaikat dengan julukan ''Angel of stars''. Kokhabiel dengan 200 pasukannya kini tengah berdiri dengan puas, melihat keadaan para malaikat penjaga Eden bergelimpangan tidak berdaya.

''Jika Michael datang kemari maka habislah riwayatmu.'' Salah seorang malaikat yang terluka mengangkat kepalanya perlahan, mencoba untuk menatap si pengkhianat itu. Kokhabiel berlutut di depan malaikat itu dan mencengkram rahangnya. ''Lalu kenapa? Toh aku dan pasukanku sudah muak untuk mengikuti perintah-Nya.''

''Kenapa kau melakukan hal seperti ini, Kokhabiel?'' ucap Zophiel yang ada di sebelahnya. Malaikat itu bahkan tak sampai hati melihat kawan yang menjadi pengkhianat itu. Malaikat penjaga Eden tidak siap dengan serangan tiba-tiba pasukan yang dipimpin Kokhabiel itu, entah mengapa mereka bisa lengah, apakah ini takdir yang tak bisa diubah? Air matanya tak bisa dibendung lagi, hatinya sakit karena dikhianati.

''Tangisi lah kekalahanmu itu, kesedihanmu sedikit menghiburku, Zophiel.'' Kokhabiel terkekeh saat melihat sosok malaikat yang melambangkan ''keindahan'' seperti Zophiel kini hanya mampu terbaring tidak berdaya akibat terluka.

''Hentikan, Kokhabiel.'' Sebuah suara baritone yang tegas tiba-tiba menyahut, sosok yang ditunggu-tunggu oleh para malaikat penjaga Eden telah datang. Michael, Archangel nomor satu yang bertugas sebagai pengeksekusi para malaikat yang membelot. Melihat sesosok malaikat yang gagah dan mengenakan zirah itu, seketika Kokhabiel menjauhi Zophiel.

''Akhirnya kau tiba juga ya.'' Kokhabiel tersenyum sambil menepuk kedua tangannya. ''Aku lihat kau datang dengan enam anak buahmu, seperti biasanya ya.''

''Anak buah!? Seenaknya kau bicara, kami ini rekan!'' Sayap emas keunguan milik Uriel berkobar dengan api, ''Dengan ulahmu yang keterlaluan seperti ini, kau masih bisa tersenyum!?"

"Hanya karena kau mengikuti nafsumu, kau membelot seperti ini. Kalian adalah malaikat yang ditugaskan mengawasi manusia, kenapa kalian malah ...,'' Uriel tertegun dengan ulah para pembelot itu. ''Kalian tidak sepatutnya mempunyai hubungan dengan manusia!''

''Kalian tidak akan pernah mengerti perasaan kami.'' Semiazaz yang tadi diam mengawasi kini ikut maju. ''Dengan begini sudah jelas kan apa yang kita lakukan selanjutnya?''

Michael hanya diam sambil menarik pedang miliknya, para Archangels yang lain mulai berancang-ancang pada perintah Michael selanjutnya. Pedang Michael dihunuskan, ''Serang!'' Suara lantang itu membuat para Archangels lain menyerang ke sekumpulan malaikat itu serta 365.000 tentara roh yang mereka kumpulkan. Ketika Archangels melawan para pembelot, malaikat penyembuh sibuk membawa malaikat yang terluka untuk menjauhi medan perang. Lagi-lagi suara dentingan pedang yang memekakkan telinga terdengar.

Setelah beberapa saat, pasukan Archangels menang dan berhasil merebut 365.000 jiwa itu dari genggaman Semiazaz. Pedang Michael tepat berada di samping leher Semiazaz, sementara Kokhabiel sudah ditangani oleh Uriel.

''Hei Michael,'' Semiazaz kini berlutut di hadapan Michael, ''Tidakkah engkau lelah mengeksekusi kawanmu sendiri?''

''Apa kau mencoba untuk membujukku untuk ikut membelot denganmu?'' Manik mata biru safir itu menatap tajam, seolah-olah akan memancung Semiazaz hanya dengan tatapannya.

'' ... Tch, haha. Dasar apatis, kau tidak punya belas kasihan ternyata. Baiklah, pasukanku kalah, silahkan buang aku seperti yang kau lakukan pada Luciel.'' Sebuah seringai terlukis di wajah Semiazaz, ''Ah maksudku tentu saja Lucifer.'' Mendengar itu, amarah Michael sedikit terpercik di dalam hatinya. Mengerti karena ini hanya taktik Semiazaz. Ia pun mencoba bersabar dengan berpikiran jernih, ''Baiklah jika itu maumu, kau dan kawan-kawanmu akan kubuang dari surga.''

''Ingatlah, Michael ... suatu hari nanti aku akan datang lagi di hadapanmu dalam bentuk lain. Dan kali ini, aku dan pasukanku pasti akan menghancurkanmu.'' Itu adalah kalimat terakhir Semiazaz sebelum ia dieksekusi oleh pedang surgawi milik Michael.

''Michael, ayo kita kembali. Kita obati mereka yang terluka.'' Uriel menepuk pundak Michael yang tadinya sedikit bergetar, mengetahui betapa pedihnya mengeksekusi orang yang tadinya kawan, kini menjadi sesosok lawan yang harus dihunus oleh pedangnya.

''Baiklah.'' Tanpa banyak berkata apa-apa, ia berbalik dan berjalan mendahului Uriel yang menatap punggungnya sendu. Langit yang tadi semerah darah, kini perlahan mulai memancarkan sinarnya lagi.

Namun sejak itu, Taman Eden tidak bisa menjadi bagian dari Surga lagi. Taman itu jatuh ke dalam dunia. Namun tidak seorang pun dari mereka menyadari sebongkah batu sehitam arang yang berisikan energi negatif seperti kebencian, kemarahan, kesedihan, dan nafsu tergeletak di tanah dan terkubur seiring berjalannya waktu.

Eden, taman penuh dengan keindahan seketika hancur oleh pengkhianatan. Begitulah akhir dari Eden. Semua keindahan itu sirna, dan lambat laun taman itu pun tertutup oleh perkembangan jaman manusia. Tidak ada seorang pun yang tahu di mana taman itu berada.

Bab terkait

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 1 : Malam Itu

    Aku menutup buku yang baru saja kubaca. Buku usang bersampul merah tua yang aku pegang saat ini adalah buku yang baru saja kubeli dari seorang kakek yang singgah di dekat rumahku. Aku merasa iba karena kakek itu tampak kelaparan, akhirnya aku memutuskan untuk membeli buku yang ia jual ini. “Kejatuhan Taman Eden,” itulah judulnya. Daripada buku novel, ini lebih seperti buku mitologi. Saat aku sedang asyik memandangi buku itu, tiba-tiba adik perempuanku menarik lengan bajuku, “Kak Theo, kak Dominique sudah sampai.” ucapnya. Aku pun bangkit dari bangkuku, refleks menaruh buku itu di meja. Dapat kulihat seorang laki-laki sepantaranku berdiri di sana. Walau dengan cahaya temaram dari teras rumah, aku bisa melihat sosok itu dengan jelas. Rambut hitam dan mengenakan kacamata persegi, tatapan yang sedingin salju, dengan bulu mata yang lentik serta kulitnya yang pucat. Sosok itu adalah sahabatku, Dominique Prescott. Kami bersahabat sejak masih bayi karena pekerjaan ayah kami yang sama-sama s

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 2 : Bukan Kucing Biasa?

    ''Theo, kalau kau pergi jangan lupa kunci rumahnya ya.'' ucap ibuku di depan pintu. Ia menggandeng adikku untuk pergi ke sekolah sebelum pergi ke kantor. Aku tersenyum, ''Iya bu, aku sudah bukan anak kecil lagi lho.''''Tapi sampai kapanpun kau tetap anak ibu,'' Wanita paruh baya itu menghela napasnya. ''Baiklah kami pergi dulu, Tia bilang 'selamat tinggal' pada kakak.''''Selamat tinggal kak!''Senyumku belum luntur saat aku mengantar mereka sampai di depan pagar. Hari ini aku tidak ada kelas pagi, jadi aku bisa mengurus kucing yang aku bawa kemarin. Keadaanya sekarang sudah baik-baik saja, walau ia tak banyak bergerak.''Setelah ini kita pergi ke dokter hewan ya.'' Aku mengelus kepala kucing itu lembut. Dari keadaannya yang sedari tadi diam tapi santai, mungkin saja keadaannya sudah baik-baik saja. Kucing ini tidak tampak seperti kucing liar, dia berbulu berwarna abu dan bermata hijau zamrud. Mungkin jenis russian blue?''Tidak perlu membawaku ke dokter hewan, aku baik-baik saja.''

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 3 : Penyerang Misterius

    Akhirnya kelas hari ini pun usai, aku merenggangkan punggungku yang terasa pegal. Beberapa mahasiswa perlahan mulai keluar ruangan, tidak sabar untuk segera pulang. Namun lain halnya dengan salah satu mahasiswi yang sejak hari pertama aku kuliah selalu mendekatiku jika ada kesempatan. Jennifer Garcia, dia adalah mahasiswi yang cantik juga populer.''Theodore, malam ini mau ikut karaoke bersama yang lain? Anak fakultas lain banyak yang ikut.'' ucapnya padaku. Ada beberapa mahasiswa maupun mahasiswi yang tinggal, biasanya aku memang ikut dengan mereka. Tapi aku harus nememui Mammon.''Aah, maaf teman-teman. Aku malam ini tidak bisa, hehe.'' Aku mengusap tengkukku sembari meringis. ''Eh, kenapa? Ayo ikut saja!'' Salah satu teman laki-lakiku merangkulku dengan akrab. Aku tidak bisa, mungkin lebih tepatnya tidak mau, aku harus mengurusi Mammon.Walau aku tidak menonjol dikalangan para dosen, aku cukup populer dikalangan sesama mahasiswa karena aku pandai berkomunikasi dengan orang lain. O

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 4 : Dunia Lain

    ''Mammon, buatlah kontrak denganku!'' ucapku dengan nada panik, ini satu-satunya caraku untuk bertahan hidup. Mammon menatapku lebar-lebar dengan kedua matanya yang kini berwarna merah itu, tidak percaya dengan apa yang baru saja kuutarakan.''Membuat kontrak dengan makhluk seperti dia tidak bisa dilakukan sembarangan,'' sahut orang berjubah hitam itu. ''Jika kau gagal, maka jiwamu akan bersemayam di neraka selamanya dan akan jadi makanan untuk makhluk seperti mereka.''Aku paham betapa berbahayanya membuat perjanjian akan sesuatu yang tak kuketahui dengan baik resikonya, tapi aku tidak bisa membiarkan diriku mati begitu saja. ''Mammon, cepat sebelum aku berubah pikiran.'' Mammon mengangguk, dengan cepat ia meloncat dan mendarat tepat di bahuku. Tanpa segan ia mengigit leherku dengan kasar, aku berjengit akan sensasi pedih yang kurasakan. ''Hei, pelan-pelan!'' teriakku kesakitan. Aku bisa merasakan nyeri dan darah yang mengalir di setiap pori-pori kulitku. Setelah usai, ia mendaratkan

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 5 : Suara Yang Memanggilku

    Cahaya perlahan mulai merasuk ke dalam kelopak mataku, tubuhku terasa berat. Manik mata zamrudku berusaha menyesuaikan dengan cahaya. Seketika aku terkesiap saat melihat sesosok lelaki bersurai pirang bergelombang dengan manik mata semerah batu delima. Ia memandangiku dengan senyuman terlukis di wajahnya. ''Selamat pagi!'' ucapnya dengan nada yang main-main. Mataku terbuka lebar, namun dengan cepat aku teringat kembali dengan situasi yang kuhadapi.Ini adalah kamar milik Vincent, tentunya bukan hal yang aneh apabila dia disini kan? Akulah yang seharusnya tak ada di sini. ''Ini masih jam tiga pagi, kau lanjutkan saja tidurmu.'' Vincent bangkit dan berbaring di sebrang ranjang. Ranjang yang kami tempati cukup besar. Walau ditempati dua orang, masih tersisa jarak sekitar setengah meter diantara kami. Setelah beberapa saat, aku tidak mendengar suara apapun dari Vincent. Mungkin ia sudah tidur, disisi lain aku jadi tidak bisa tidur karena terlalu was-was dengan berbagai hal. Aku menengok

Bab terbaru

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 5 : Suara Yang Memanggilku

    Cahaya perlahan mulai merasuk ke dalam kelopak mataku, tubuhku terasa berat. Manik mata zamrudku berusaha menyesuaikan dengan cahaya. Seketika aku terkesiap saat melihat sesosok lelaki bersurai pirang bergelombang dengan manik mata semerah batu delima. Ia memandangiku dengan senyuman terlukis di wajahnya. ''Selamat pagi!'' ucapnya dengan nada yang main-main. Mataku terbuka lebar, namun dengan cepat aku teringat kembali dengan situasi yang kuhadapi.Ini adalah kamar milik Vincent, tentunya bukan hal yang aneh apabila dia disini kan? Akulah yang seharusnya tak ada di sini. ''Ini masih jam tiga pagi, kau lanjutkan saja tidurmu.'' Vincent bangkit dan berbaring di sebrang ranjang. Ranjang yang kami tempati cukup besar. Walau ditempati dua orang, masih tersisa jarak sekitar setengah meter diantara kami. Setelah beberapa saat, aku tidak mendengar suara apapun dari Vincent. Mungkin ia sudah tidur, disisi lain aku jadi tidak bisa tidur karena terlalu was-was dengan berbagai hal. Aku menengok

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 4 : Dunia Lain

    ''Mammon, buatlah kontrak denganku!'' ucapku dengan nada panik, ini satu-satunya caraku untuk bertahan hidup. Mammon menatapku lebar-lebar dengan kedua matanya yang kini berwarna merah itu, tidak percaya dengan apa yang baru saja kuutarakan.''Membuat kontrak dengan makhluk seperti dia tidak bisa dilakukan sembarangan,'' sahut orang berjubah hitam itu. ''Jika kau gagal, maka jiwamu akan bersemayam di neraka selamanya dan akan jadi makanan untuk makhluk seperti mereka.''Aku paham betapa berbahayanya membuat perjanjian akan sesuatu yang tak kuketahui dengan baik resikonya, tapi aku tidak bisa membiarkan diriku mati begitu saja. ''Mammon, cepat sebelum aku berubah pikiran.'' Mammon mengangguk, dengan cepat ia meloncat dan mendarat tepat di bahuku. Tanpa segan ia mengigit leherku dengan kasar, aku berjengit akan sensasi pedih yang kurasakan. ''Hei, pelan-pelan!'' teriakku kesakitan. Aku bisa merasakan nyeri dan darah yang mengalir di setiap pori-pori kulitku. Setelah usai, ia mendaratkan

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 3 : Penyerang Misterius

    Akhirnya kelas hari ini pun usai, aku merenggangkan punggungku yang terasa pegal. Beberapa mahasiswa perlahan mulai keluar ruangan, tidak sabar untuk segera pulang. Namun lain halnya dengan salah satu mahasiswi yang sejak hari pertama aku kuliah selalu mendekatiku jika ada kesempatan. Jennifer Garcia, dia adalah mahasiswi yang cantik juga populer.''Theodore, malam ini mau ikut karaoke bersama yang lain? Anak fakultas lain banyak yang ikut.'' ucapnya padaku. Ada beberapa mahasiswa maupun mahasiswi yang tinggal, biasanya aku memang ikut dengan mereka. Tapi aku harus nememui Mammon.''Aah, maaf teman-teman. Aku malam ini tidak bisa, hehe.'' Aku mengusap tengkukku sembari meringis. ''Eh, kenapa? Ayo ikut saja!'' Salah satu teman laki-lakiku merangkulku dengan akrab. Aku tidak bisa, mungkin lebih tepatnya tidak mau, aku harus mengurusi Mammon.Walau aku tidak menonjol dikalangan para dosen, aku cukup populer dikalangan sesama mahasiswa karena aku pandai berkomunikasi dengan orang lain. O

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 2 : Bukan Kucing Biasa?

    ''Theo, kalau kau pergi jangan lupa kunci rumahnya ya.'' ucap ibuku di depan pintu. Ia menggandeng adikku untuk pergi ke sekolah sebelum pergi ke kantor. Aku tersenyum, ''Iya bu, aku sudah bukan anak kecil lagi lho.''''Tapi sampai kapanpun kau tetap anak ibu,'' Wanita paruh baya itu menghela napasnya. ''Baiklah kami pergi dulu, Tia bilang 'selamat tinggal' pada kakak.''''Selamat tinggal kak!''Senyumku belum luntur saat aku mengantar mereka sampai di depan pagar. Hari ini aku tidak ada kelas pagi, jadi aku bisa mengurus kucing yang aku bawa kemarin. Keadaanya sekarang sudah baik-baik saja, walau ia tak banyak bergerak.''Setelah ini kita pergi ke dokter hewan ya.'' Aku mengelus kepala kucing itu lembut. Dari keadaannya yang sedari tadi diam tapi santai, mungkin saja keadaannya sudah baik-baik saja. Kucing ini tidak tampak seperti kucing liar, dia berbulu berwarna abu dan bermata hijau zamrud. Mungkin jenis russian blue?''Tidak perlu membawaku ke dokter hewan, aku baik-baik saja.''

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 1 : Malam Itu

    Aku menutup buku yang baru saja kubaca. Buku usang bersampul merah tua yang aku pegang saat ini adalah buku yang baru saja kubeli dari seorang kakek yang singgah di dekat rumahku. Aku merasa iba karena kakek itu tampak kelaparan, akhirnya aku memutuskan untuk membeli buku yang ia jual ini. “Kejatuhan Taman Eden,” itulah judulnya. Daripada buku novel, ini lebih seperti buku mitologi. Saat aku sedang asyik memandangi buku itu, tiba-tiba adik perempuanku menarik lengan bajuku, “Kak Theo, kak Dominique sudah sampai.” ucapnya. Aku pun bangkit dari bangkuku, refleks menaruh buku itu di meja. Dapat kulihat seorang laki-laki sepantaranku berdiri di sana. Walau dengan cahaya temaram dari teras rumah, aku bisa melihat sosok itu dengan jelas. Rambut hitam dan mengenakan kacamata persegi, tatapan yang sedingin salju, dengan bulu mata yang lentik serta kulitnya yang pucat. Sosok itu adalah sahabatku, Dominique Prescott. Kami bersahabat sejak masih bayi karena pekerjaan ayah kami yang sama-sama s

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Prolog

    Bau amis memenuhi udara, banyak tubuh-tubuh yang bergelimpangan bersimbah darah. Langit pun menjadi merah seakan-akan merefleksikan kolam darah yang ada di tanah. Taman yang tadinya indah dipenuhi oleh berbagai bunga beraneka warna, suara cicitan burung bagai alunan lagu, serta paviliun marmer yang berdiri tegak sekarang runtuh berantakan. Empat sungai yang dipenuhi makhluk air kini tandus mengering. Keadaannya benar-benar memprihatinkan. Taman Eden, taman yang indah yang disebut-sebut sebagai bagian dari surga. Tempat dimana Adam dan Hawa diturunkan ke dunia karena memakan buah terlarang. Taman yang indah ini kini dihancurkan oleh seseorang yang mereka kira kawan mereka sendiri, seorang malaikat. Malaikat itu adalah Kokhabiel, malaikat dengan julukan ''Angel of stars''. Kokhabiel dengan 200 pasukannya kini tengah berdiri dengan puas, melihat keadaan para malaikat penjaga Eden bergelimpangan tidak berdaya. ''Jika Michael datang kemari maka habislah riwayatmu.'' Salah seorang malai

DMCA.com Protection Status