Share

Bab 4 : Dunia Lain

Penulis: Vincent Marteen
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

''Mammon, buatlah kontrak denganku!'' ucapku dengan nada panik, ini satu-satunya caraku untuk bertahan hidup. Mammon menatapku lebar-lebar dengan kedua matanya yang kini berwarna merah itu, tidak percaya dengan apa yang baru saja kuutarakan.

''Membuat kontrak dengan makhluk seperti dia tidak bisa dilakukan sembarangan,'' sahut orang berjubah hitam itu. ''Jika kau gagal, maka jiwamu akan bersemayam di neraka selamanya dan akan jadi makanan untuk makhluk seperti mereka.''

Aku paham betapa berbahayanya membuat perjanjian akan sesuatu yang tak kuketahui dengan baik resikonya, tapi aku tidak bisa membiarkan diriku mati begitu saja. ''Mammon, cepat sebelum aku berubah pikiran.''

Mammon mengangguk, dengan cepat ia meloncat dan mendarat tepat di bahuku. Tanpa segan ia mengigit leherku dengan kasar, aku berjengit akan sensasi pedih yang kurasakan. ''Hei, pelan-pelan!'' teriakku kesakitan. Aku bisa merasakan nyeri dan darah yang mengalir di setiap pori-pori kulitku. Setelah usai, ia mendaratkan dirinya ke tanah.

''Ha ... haha.'' Mammon mulai tertawa kecil, matanya yang merah semakin terlihat terang. ''Theo, aku tidak menyangka darahmu semanis ini. Mungkin jika aku menghisap seluruh tubuhmu hingga habis, kekuatanku bisa saja pulih.'' Ia menjilat darah yang ada di ujung bibirnya. Aku bergidik atas apa yang ia ucapkan.

Perlahan tubuh Mammon mulai berubah, sepasang sayap hitam menutupi tubuhnya. Orang berjubah itu tampak menyadari sesuatu dan bergegas berlari ke arah Mammon, ''Bagaimana ini bisa terjadi!?" teriaknya sambil menghunuskan pedangnya. Lempengan besi itu terlempar jauh karena salah satu sayap Mammon menampiknya keras.

Dari balik sayap itu, sesosok pria jangkung bersurai silver muncul. Ia mengenakan jubah berwarna merah dengan bulu di sekeliling lehernya, ia memakai baju ala pangeran jaman lampau. ''Sudah sejak lama ... akhirnya aku bisa mengenakan wujud ini walau dalam waktu singkat.'' gumamnya sambil menilai diri sendiri. Apakah ini sosok asli Mammon?

''Master, kekuatanku saat ini belum cukup untuk menghabisinya, tapi aku akan berusaha semaksimal mungkin.'' Ia mengeluarkan senar emas dalam jumlah yang jauh lebih banyak daripada tadi, senar-senar itu mengejar orang berjubah itu, berusaha untuk menangkap dan mengikatnya. Sayangnya orang itu cukup lincah.

''Master, setelah ini bersiaplah.''

Bersiap untuk apa ...?

Ia menutup matanya sejenak, lalu merapalkan sesuatu seperti sebelumnya. ''Domain tertutuplah!'' Perlahan goa yang berisikan segunung emas itu digantikan oleh tempat yang familiar, suatu kawasan di kampusku. Tiba-tiba saja sesuatu menyambarku dan mengangkutku di bahunya. ''Ugh, kau berat sekali!'' Dari suaranya, itu jelas Mammon.

''Apa yang kau harapkan dari seorang lelaki yang sudah menginjak tahun pertama kuliah, hah!?"

Kami berlari tak tentu arah karena orang berjubah itu masih mengejar. Mammon menemukan sebuah celah yang cukup sempit diantara gedung rektor dan gedung administrasi, kami memasuki celah sempit yang gelap itu, berharap bisa keluar dari area kampus tanpa melewati gerbang depan.

'' ... Kurasa aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi.'' Mammon perlahan mulai menurunkan tubuhku, tubuhnya berubah menjadi kucing lagi. Ini pasti karena kekuatannya yang sudah habis. Kini akulah yang mengangkutnya. Aku bisa melihat ada cahaya redup dari ujung sana, jadi aku mempercepat jalanku.

''Akhirnya, akhirnya aku sampai!'' Lututku langsung terasa lemas begitu aku sampai, aku terduduk sambil memeluk Mammon dengan salah satu tanganku. ''Gila, untung aku tidak mati.''

Tunggu sebentar, ada yang aneh. Kenapa tanah yang kupijak berganti menjadi jalan berpaving batu-batuan. Sejak kapan di ujung lorong berganti jadi ... pasar malam?

Aku mengintip bangunan yang ada di kiriku, di atas ada tulisan, ''Bar Smith''. Banyak pria-pria mabuk berlalu lalang disana. Aku benar-benar kebingungan, apa yang sebenarnya terjadi?

''Hehh, kenapa ada anak semuda ini di sini?'' Salah seorang pria mabuk itu menyadari keberadaanku, gawat.

''Hei nak, berikan paman ini sedikit uang. Omong-omong pakaian macam apa yang pakai? Aneh sekali.'' Salah seorang pria itu menunjuk baju yang kukenakan. Aku memakai jaket hoodie dan kaus putih yang kulapisi dengan kemeja. Kalau dilihat-lihat, pria-pria itu memakai baju dari kain sederhana dan lusuh yang belum pernah kulihat sebelumnya.

''Maaf, tapi aku tidak punya uang ... '' jawabku. Salah satu dari mereka mulau merogoh sakuku dan menemukan handphoneku yang ada di sana. ''Benda aneh apa ini?''

Aku terkesiap, ''Tolong berikan pada saya.''

''Hei, kira-kira kalau dijual akan dapat berapa ya?'' gumam mereka. Aku berusaha meraih handphoneku tapi mereka menghalaunya. Sial, sudah hampir mati karena diserang orang berjubah itu, berpindah ke tempat asing, sekarang aku harus mengurusi preman yang hendak merampas benda milikku.

''Sebagai bayaran nyawamu, berikan benda ini.'' ucapnya, mereka mulai tertawa-tawa. Aku yang mulai naik pitam karena stress yang tak terbendung tanpa sadar meluncurkan tinjuku tepat ke wajahnya. Ia terjatuh ke belakang, kawan-kawannya yang lain menatapku tajam, ''Hei kau gila ya!?" Ia mulai membuat serangan balasan namun aku menghalaunya dengan tanganku.

''Hei hei, ada apa ini ramai-ramai?''

Kami semua menengok ke asal suara. Seorang laki-laki tampan bersurai blonde bermata merah ada di sana, ia tampak flamboyan. Apa dia model?

''Seragam itu ... tch, kali ini kau beruntung nak! Hei James, seret dia pergi!'' Orang-orang itu pun menjauh sambil menyeret temannya yang pingsan karena kupukul itu. Meninggalkanku dengan lelaki flamboyan ini.

''Hmm, kau baik-baik saja?'' tanyanya. Aku mengangguk sambil mengusap tengkukku perlahan, ''Iya, terima kasih.''

''Omong-omong, itu kucingmu?'' Ia menunjuk ke arah Mammon yang tertidur lelap, ''Iya.''

Mendengar jawabanku, ia terdiam sejenak. ''Kau mau singgah sebentar di tempatku?'' tawarnya. Sebenarnya jika boleh memilih aku tak mau pergi bersama orang asing, tapi apakah aku ada pilihan saat ini? Aku baru saja pergi ke dunia lain dan tak punya tempat tinggal. '' ... Baiklah.''

Lelaki itu tersenyum sambil merangkulku dengan akrab, seolah kami adalah teman lama. ''Baiklah, sebenarnya karena tempatku adalah asrama kami tidak boleh membawa orang luar masuk. Tapi karena aku iba, aku akan menyelundupkanmu.'' Ia berucap seolah-olah tak ada beban. Apa dia tidak takut dihukum?

''Oh iya, namaku Vincent Anastasius. Kau sendiri?''

''Aku Theodore Murray. Salam kenal.''

Di sepanjang jalan, perhatian tertuju pada kami, lebih tepatnya kepada Vincent. Mungkin itu karena seragam yang dikenakan Vincent, apa dia berasal dari sebuah instansi yang penting? Tapi karena kami masih belum sedekar itu, aku memutuskan untuk tidak bertanya.

Kami pun sampai di sebuah bangunan berbatu yang tampak sangat besar dan luas. Ukurannya mungkin lima kali lipat lebih besar daripada seluruh kawasan universitasku saat ini. Vincent tiba-tiba memegang sapu entah yang ia dapatkan dari mana dan duduk diantara gagang sapu itu. ''Ayo cepat naik, kamarku ada di lantai atas.''

''Naik ...?'' Apa itu sapu terbang? Aku merasa sedang syuting film H*rry P*tter saat ini. Walau aku merasa ragu, aku menurut sambil mencengkram bahu Vincent karena takut terjatuh.

''Baiklah, siap-siap!'' Sapu itu membawa kami terbang menuju langit, aku meringis saat kakiku sudah tidak menapak tanah lagi. Kami terbang cukup tinggi hingga aku bisa melihat bar yang kutemui tadi. Kami masuk melalui jendela yang besar, Vincent langsung menurunkanku dengan hati-hati, ia tidak turun dari sapunya.

''Aku harus pergi lagi, sekarang waktunya aku inspeksi desa.'' ucapnya, apa orang ini tidak curiga padaku? Mana ada orang yang membawa orang asing ke rumahnya lalu meninggalkannya begitu saja tanpa pengawasan. ''Apa kau tidak curiga denganku? Bagaimana kalau aku pencuri?''

''Hahaha, pencuri yang mengaku dirinya pencuri? Aneh sekali. Kau tidak perlu khawatir, bagaimana pun tidak ada barang yang bisa kau curi disini, lebih baik kau tidur, aku akan kembali satu jam lagi.'' ucapnya sebelum ia kembali terbang lagi.

Yang aneh itu dia. Tapi dia orang yang baik. Jika bukan karena Vincent, pasti sekarang aku tidur di jalan, menahan dingin yang menusuk kulitku.

Mataku melirik pada Mammon yang masih belum sadarkan diri juga, aku meletakkannya dengan hati-hati di kasur, dan aku mendudukkan diriku di karpet. Astaga, rasanya lelah sekali. Banyak yang terjadi hari ini. Perlahan aku dapat merasakan mataku yang tertutup perlahan, pandanganku menerawang, dan tanpa sadar aku pun terlelap.

Bab terkait

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 5 : Suara Yang Memanggilku

    Cahaya perlahan mulai merasuk ke dalam kelopak mataku, tubuhku terasa berat. Manik mata zamrudku berusaha menyesuaikan dengan cahaya. Seketika aku terkesiap saat melihat sesosok lelaki bersurai pirang bergelombang dengan manik mata semerah batu delima. Ia memandangiku dengan senyuman terlukis di wajahnya. ''Selamat pagi!'' ucapnya dengan nada yang main-main. Mataku terbuka lebar, namun dengan cepat aku teringat kembali dengan situasi yang kuhadapi.Ini adalah kamar milik Vincent, tentunya bukan hal yang aneh apabila dia disini kan? Akulah yang seharusnya tak ada di sini. ''Ini masih jam tiga pagi, kau lanjutkan saja tidurmu.'' Vincent bangkit dan berbaring di sebrang ranjang. Ranjang yang kami tempati cukup besar. Walau ditempati dua orang, masih tersisa jarak sekitar setengah meter diantara kami. Setelah beberapa saat, aku tidak mendengar suara apapun dari Vincent. Mungkin ia sudah tidur, disisi lain aku jadi tidak bisa tidur karena terlalu was-was dengan berbagai hal. Aku menengok

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Prolog

    Bau amis memenuhi udara, banyak tubuh-tubuh yang bergelimpangan bersimbah darah. Langit pun menjadi merah seakan-akan merefleksikan kolam darah yang ada di tanah. Taman yang tadinya indah dipenuhi oleh berbagai bunga beraneka warna, suara cicitan burung bagai alunan lagu, serta paviliun marmer yang berdiri tegak sekarang runtuh berantakan. Empat sungai yang dipenuhi makhluk air kini tandus mengering. Keadaannya benar-benar memprihatinkan. Taman Eden, taman yang indah yang disebut-sebut sebagai bagian dari surga. Tempat dimana Adam dan Hawa diturunkan ke dunia karena memakan buah terlarang. Taman yang indah ini kini dihancurkan oleh seseorang yang mereka kira kawan mereka sendiri, seorang malaikat. Malaikat itu adalah Kokhabiel, malaikat dengan julukan ''Angel of stars''. Kokhabiel dengan 200 pasukannya kini tengah berdiri dengan puas, melihat keadaan para malaikat penjaga Eden bergelimpangan tidak berdaya. ''Jika Michael datang kemari maka habislah riwayatmu.'' Salah seorang malai

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 1 : Malam Itu

    Aku menutup buku yang baru saja kubaca. Buku usang bersampul merah tua yang aku pegang saat ini adalah buku yang baru saja kubeli dari seorang kakek yang singgah di dekat rumahku. Aku merasa iba karena kakek itu tampak kelaparan, akhirnya aku memutuskan untuk membeli buku yang ia jual ini. “Kejatuhan Taman Eden,” itulah judulnya. Daripada buku novel, ini lebih seperti buku mitologi. Saat aku sedang asyik memandangi buku itu, tiba-tiba adik perempuanku menarik lengan bajuku, “Kak Theo, kak Dominique sudah sampai.” ucapnya. Aku pun bangkit dari bangkuku, refleks menaruh buku itu di meja. Dapat kulihat seorang laki-laki sepantaranku berdiri di sana. Walau dengan cahaya temaram dari teras rumah, aku bisa melihat sosok itu dengan jelas. Rambut hitam dan mengenakan kacamata persegi, tatapan yang sedingin salju, dengan bulu mata yang lentik serta kulitnya yang pucat. Sosok itu adalah sahabatku, Dominique Prescott. Kami bersahabat sejak masih bayi karena pekerjaan ayah kami yang sama-sama s

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 2 : Bukan Kucing Biasa?

    ''Theo, kalau kau pergi jangan lupa kunci rumahnya ya.'' ucap ibuku di depan pintu. Ia menggandeng adikku untuk pergi ke sekolah sebelum pergi ke kantor. Aku tersenyum, ''Iya bu, aku sudah bukan anak kecil lagi lho.''''Tapi sampai kapanpun kau tetap anak ibu,'' Wanita paruh baya itu menghela napasnya. ''Baiklah kami pergi dulu, Tia bilang 'selamat tinggal' pada kakak.''''Selamat tinggal kak!''Senyumku belum luntur saat aku mengantar mereka sampai di depan pagar. Hari ini aku tidak ada kelas pagi, jadi aku bisa mengurus kucing yang aku bawa kemarin. Keadaanya sekarang sudah baik-baik saja, walau ia tak banyak bergerak.''Setelah ini kita pergi ke dokter hewan ya.'' Aku mengelus kepala kucing itu lembut. Dari keadaannya yang sedari tadi diam tapi santai, mungkin saja keadaannya sudah baik-baik saja. Kucing ini tidak tampak seperti kucing liar, dia berbulu berwarna abu dan bermata hijau zamrud. Mungkin jenis russian blue?''Tidak perlu membawaku ke dokter hewan, aku baik-baik saja.''

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 3 : Penyerang Misterius

    Akhirnya kelas hari ini pun usai, aku merenggangkan punggungku yang terasa pegal. Beberapa mahasiswa perlahan mulai keluar ruangan, tidak sabar untuk segera pulang. Namun lain halnya dengan salah satu mahasiswi yang sejak hari pertama aku kuliah selalu mendekatiku jika ada kesempatan. Jennifer Garcia, dia adalah mahasiswi yang cantik juga populer.''Theodore, malam ini mau ikut karaoke bersama yang lain? Anak fakultas lain banyak yang ikut.'' ucapnya padaku. Ada beberapa mahasiswa maupun mahasiswi yang tinggal, biasanya aku memang ikut dengan mereka. Tapi aku harus nememui Mammon.''Aah, maaf teman-teman. Aku malam ini tidak bisa, hehe.'' Aku mengusap tengkukku sembari meringis. ''Eh, kenapa? Ayo ikut saja!'' Salah satu teman laki-lakiku merangkulku dengan akrab. Aku tidak bisa, mungkin lebih tepatnya tidak mau, aku harus mengurusi Mammon.Walau aku tidak menonjol dikalangan para dosen, aku cukup populer dikalangan sesama mahasiswa karena aku pandai berkomunikasi dengan orang lain. O

Bab terbaru

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 5 : Suara Yang Memanggilku

    Cahaya perlahan mulai merasuk ke dalam kelopak mataku, tubuhku terasa berat. Manik mata zamrudku berusaha menyesuaikan dengan cahaya. Seketika aku terkesiap saat melihat sesosok lelaki bersurai pirang bergelombang dengan manik mata semerah batu delima. Ia memandangiku dengan senyuman terlukis di wajahnya. ''Selamat pagi!'' ucapnya dengan nada yang main-main. Mataku terbuka lebar, namun dengan cepat aku teringat kembali dengan situasi yang kuhadapi.Ini adalah kamar milik Vincent, tentunya bukan hal yang aneh apabila dia disini kan? Akulah yang seharusnya tak ada di sini. ''Ini masih jam tiga pagi, kau lanjutkan saja tidurmu.'' Vincent bangkit dan berbaring di sebrang ranjang. Ranjang yang kami tempati cukup besar. Walau ditempati dua orang, masih tersisa jarak sekitar setengah meter diantara kami. Setelah beberapa saat, aku tidak mendengar suara apapun dari Vincent. Mungkin ia sudah tidur, disisi lain aku jadi tidak bisa tidur karena terlalu was-was dengan berbagai hal. Aku menengok

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 4 : Dunia Lain

    ''Mammon, buatlah kontrak denganku!'' ucapku dengan nada panik, ini satu-satunya caraku untuk bertahan hidup. Mammon menatapku lebar-lebar dengan kedua matanya yang kini berwarna merah itu, tidak percaya dengan apa yang baru saja kuutarakan.''Membuat kontrak dengan makhluk seperti dia tidak bisa dilakukan sembarangan,'' sahut orang berjubah hitam itu. ''Jika kau gagal, maka jiwamu akan bersemayam di neraka selamanya dan akan jadi makanan untuk makhluk seperti mereka.''Aku paham betapa berbahayanya membuat perjanjian akan sesuatu yang tak kuketahui dengan baik resikonya, tapi aku tidak bisa membiarkan diriku mati begitu saja. ''Mammon, cepat sebelum aku berubah pikiran.'' Mammon mengangguk, dengan cepat ia meloncat dan mendarat tepat di bahuku. Tanpa segan ia mengigit leherku dengan kasar, aku berjengit akan sensasi pedih yang kurasakan. ''Hei, pelan-pelan!'' teriakku kesakitan. Aku bisa merasakan nyeri dan darah yang mengalir di setiap pori-pori kulitku. Setelah usai, ia mendaratkan

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 3 : Penyerang Misterius

    Akhirnya kelas hari ini pun usai, aku merenggangkan punggungku yang terasa pegal. Beberapa mahasiswa perlahan mulai keluar ruangan, tidak sabar untuk segera pulang. Namun lain halnya dengan salah satu mahasiswi yang sejak hari pertama aku kuliah selalu mendekatiku jika ada kesempatan. Jennifer Garcia, dia adalah mahasiswi yang cantik juga populer.''Theodore, malam ini mau ikut karaoke bersama yang lain? Anak fakultas lain banyak yang ikut.'' ucapnya padaku. Ada beberapa mahasiswa maupun mahasiswi yang tinggal, biasanya aku memang ikut dengan mereka. Tapi aku harus nememui Mammon.''Aah, maaf teman-teman. Aku malam ini tidak bisa, hehe.'' Aku mengusap tengkukku sembari meringis. ''Eh, kenapa? Ayo ikut saja!'' Salah satu teman laki-lakiku merangkulku dengan akrab. Aku tidak bisa, mungkin lebih tepatnya tidak mau, aku harus mengurusi Mammon.Walau aku tidak menonjol dikalangan para dosen, aku cukup populer dikalangan sesama mahasiswa karena aku pandai berkomunikasi dengan orang lain. O

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 2 : Bukan Kucing Biasa?

    ''Theo, kalau kau pergi jangan lupa kunci rumahnya ya.'' ucap ibuku di depan pintu. Ia menggandeng adikku untuk pergi ke sekolah sebelum pergi ke kantor. Aku tersenyum, ''Iya bu, aku sudah bukan anak kecil lagi lho.''''Tapi sampai kapanpun kau tetap anak ibu,'' Wanita paruh baya itu menghela napasnya. ''Baiklah kami pergi dulu, Tia bilang 'selamat tinggal' pada kakak.''''Selamat tinggal kak!''Senyumku belum luntur saat aku mengantar mereka sampai di depan pagar. Hari ini aku tidak ada kelas pagi, jadi aku bisa mengurus kucing yang aku bawa kemarin. Keadaanya sekarang sudah baik-baik saja, walau ia tak banyak bergerak.''Setelah ini kita pergi ke dokter hewan ya.'' Aku mengelus kepala kucing itu lembut. Dari keadaannya yang sedari tadi diam tapi santai, mungkin saja keadaannya sudah baik-baik saja. Kucing ini tidak tampak seperti kucing liar, dia berbulu berwarna abu dan bermata hijau zamrud. Mungkin jenis russian blue?''Tidak perlu membawaku ke dokter hewan, aku baik-baik saja.''

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 1 : Malam Itu

    Aku menutup buku yang baru saja kubaca. Buku usang bersampul merah tua yang aku pegang saat ini adalah buku yang baru saja kubeli dari seorang kakek yang singgah di dekat rumahku. Aku merasa iba karena kakek itu tampak kelaparan, akhirnya aku memutuskan untuk membeli buku yang ia jual ini. “Kejatuhan Taman Eden,” itulah judulnya. Daripada buku novel, ini lebih seperti buku mitologi. Saat aku sedang asyik memandangi buku itu, tiba-tiba adik perempuanku menarik lengan bajuku, “Kak Theo, kak Dominique sudah sampai.” ucapnya. Aku pun bangkit dari bangkuku, refleks menaruh buku itu di meja. Dapat kulihat seorang laki-laki sepantaranku berdiri di sana. Walau dengan cahaya temaram dari teras rumah, aku bisa melihat sosok itu dengan jelas. Rambut hitam dan mengenakan kacamata persegi, tatapan yang sedingin salju, dengan bulu mata yang lentik serta kulitnya yang pucat. Sosok itu adalah sahabatku, Dominique Prescott. Kami bersahabat sejak masih bayi karena pekerjaan ayah kami yang sama-sama s

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Prolog

    Bau amis memenuhi udara, banyak tubuh-tubuh yang bergelimpangan bersimbah darah. Langit pun menjadi merah seakan-akan merefleksikan kolam darah yang ada di tanah. Taman yang tadinya indah dipenuhi oleh berbagai bunga beraneka warna, suara cicitan burung bagai alunan lagu, serta paviliun marmer yang berdiri tegak sekarang runtuh berantakan. Empat sungai yang dipenuhi makhluk air kini tandus mengering. Keadaannya benar-benar memprihatinkan. Taman Eden, taman yang indah yang disebut-sebut sebagai bagian dari surga. Tempat dimana Adam dan Hawa diturunkan ke dunia karena memakan buah terlarang. Taman yang indah ini kini dihancurkan oleh seseorang yang mereka kira kawan mereka sendiri, seorang malaikat. Malaikat itu adalah Kokhabiel, malaikat dengan julukan ''Angel of stars''. Kokhabiel dengan 200 pasukannya kini tengah berdiri dengan puas, melihat keadaan para malaikat penjaga Eden bergelimpangan tidak berdaya. ''Jika Michael datang kemari maka habislah riwayatmu.'' Salah seorang malai

DMCA.com Protection Status