Share

Bab 3 : Penyerang Misterius

Penulis: Vincent Marteen
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Akhirnya kelas hari ini pun usai, aku merenggangkan punggungku yang terasa pegal. Beberapa mahasiswa perlahan mulai keluar ruangan, tidak sabar untuk segera pulang. Namun lain halnya dengan salah satu mahasiswi yang sejak hari pertama aku kuliah selalu mendekatiku jika ada kesempatan. Jennifer Garcia, dia adalah mahasiswi yang cantik juga populer.

''Theodore, malam ini mau ikut karaoke bersama yang lain? Anak fakultas lain banyak yang ikut.'' ucapnya padaku. Ada beberapa mahasiswa maupun mahasiswi yang tinggal, biasanya aku memang ikut dengan mereka. Tapi aku harus nememui Mammon.

''Aah, maaf teman-teman. Aku malam ini tidak bisa, hehe.'' Aku mengusap tengkukku sembari meringis.

''Eh, kenapa? Ayo ikut saja!'' Salah satu teman laki-lakiku merangkulku dengan akrab. Aku tidak bisa, mungkin lebih tepatnya tidak mau, aku harus mengurusi Mammon.

Walau aku tidak menonjol dikalangan para dosen, aku cukup populer dikalangan sesama mahasiswa karena aku pandai berkomunikasi dengan orang lain. Orang-orang suka dengan keberadaanku. Kontras sekali dengan Dominique yang sulit akrab atau bicara dengan orang yang tidak ia kenal dekat. ''Aku harus bertemu dengan Dominique.'' balasku lagi.

''Kenapa kau akrab dengan anak membosankan seperti itu sih? Dia kerjaannya pasti hanya belajar, dia tipikal orang yang kaku dan tidak asyik diajak main.'' Temanku mulai mengomel. Jujur saja aku tidak terima apa yang mereka ucapkan soal Dominique.

''Lepaskan, aku benar-benar tidak bisa kali ini. Mungkin lain waktu kalau aku tidak sibuk.'' Aku dengan cepat bangkit dan mengangkut tas selempang milikku.

''Ah gitu ya, sayang sekali ... '' Jennifer menunjukkan wajah sedikit kecewa, mahasiswi di sampingnya menepuk pundaknya pelan. ''Rugi kau, Theo. Seorang sepopuler dan secantik Jennifer ingin coba mendekatimu, tahu. Banyak puluhan pria di luar sana yang mengincar Jennifer, harusnya kau merasa terhormat!''

''Annie!''

Helaan napas tanpa sadar keluar mulutku, ''Sepertinya kau salah paham, Annie. Aku benar-benar tidak bisa, mungkin besok atau lusa jika Jennifer mengajakku pergi aku akan menerimanya.''

Mata Jennifer terlihat berbinar, ''Sungguh? A-ah maksudku ... ''

Annie berbisik sambil menyikut Jennifer, ''Tuh kan. Harusnya kau lebih berani seperti itu.''

Aku mengusap rambut coklatku kasar, sekarang benar-benar bukan waktu yang tepat. Aku harus segera pulang dan mengurusi Mammon. Aku khawatir apa yang ia lakukan disaat aku tidak ada. ''Sampai jumpa besok, maaf ya Jennie.'' Aku bergegas lari ke luar kelas tanpa menghiraukan apa reaksi Jennifer selanjutnya. Dengan perasaan tidak sabar aku melihat sekeliling, ia tidak diculik kan? Kucing ras russian blue kucing mahal, tidak menutup kemungkinan jika ia diculik.

''Kemana dia ... '' gumamku. Keadaan sekolah perlahan mulai sepi, hari mulai gelap. Aku sudah mengelilingi sekolah tapi tak menemukan jejaknya.

Apa dia sudah benar-benar pergi kali ini?

''Kalau begitu, ya mau bagaimana lagi kan?'' Aku mengecek jam dari handphone, jam 17:20. Waktunya aku pulang.

Saat aku hendak berbalik, aku mendengar suara cakaran dari kejauhan, asal suara itu tidak jauh dari tempat dimana aku berdiri. Karena agak penasaran, aku memutuskan untuk mengeceknya. Mataku melebar saat aku melihat sosok yang aku cari ada di sana, tapi keadaannya terlihat tidak baik. Keadaan di sekeliling mereka juga sedikit rusak, siapa yang dihadapi Mammon saat ini?

''Grr ... hei, tidak bisakah kau lepaskan saja aku? Memangnya aku salah apa padamu, hah!?'' Amarah berkecamuk dalam diri Mammon , warna matanya yang awalnya berwarna hijau zamrud berubah menjadi merah darah. Aku mencoba untuk mengintip lagi, di depannya ada sosok berjubah hitam yang menyerangku kemarin! Apa yang dia pikirkan hingga beranu-berani membuat kekacauan di lingkungan kondusif seperti kampus!?

''Tidak bisa, eksistensimu saja adalah sesesuatu yang harus aku basmi.'' balas orang berjubah itu dengan nada dingin, tiba-tiba perhatiannya beralih tepat menuju ke arahku. ''Hei, kau yang dari tadi menonton, lebih baik kau pergi atau aku akan menyerangmu lagi.''

Mendengarnya aku pun tersentak. Bagaimana dia tahu keberadaanku disini? Aku yakin aku tidak membuat suara sedikit pun. Perlahan aku keluar dari tempat persembunyianku sambil tersenyum polos. ''Tunggu sebentar, aku kebetulan ada disini lho.''

''Apa kau berniat membantunya? Kau tahu dia ini bukan kucing asli dan hanya kucing jadi-jadian kan?'' Ia menghunuskan pedangnya tepat di depan wajahku. Melihat betapa dekatnya wajahmu dan lempengan besi tajam itu, aku hanya bisa menenggak salivaku kasar. ''B-benar ...,''

''Tapi kenapa kau bersikeras mau membunuhnya? Apa dia melakukan kesalahan?'' Jujur aku cukup penasaran, apa karena Mammon adalah iblis ia jadi bersikap seperti ini? Lalu kenapa ia menyerangku, apa dia kira aku adalah pemuja iblis?

'' ... Kau bersikukuh tetap tinggal. Artinya kau ada di pihak yang sama dengannya, kan? Baiklah. Kalau begitu aku akan menghabisimu juga.'' Ia menarik pedangnya sesaat sebelum menghunuskannya lagi dengan timing yang singkat, aku merapatkan gigiku dan berusaha menghindarinya, tampaknya hal itu tidak berjalan sukses karena pipiku sedikit tergores dan mengeluarkan darah. ''THEO!'' teriak Mammon sambil bergegas menghampiriku, ia menatap orang berjubah itu dengan tajam.

''Domain terbukalah!'' Mammon meneriakkan sesuatu sebelum aku menyadari ada yang terjadi. Sekelilingku berubah menjadi goa yang berisi dengan tumpukan emas di belakang sana, di mana ini?

''Kau pikir dengan menyeretku ke domainmu, kau bisa mengalahkanku dengan kekuatanmu yang hampir sirna itu, Mammon?'' Orang berjubah itu mengangkat pedangnya lagi, bersiap menyerang. Mammon mengeluarkan senar-senar emas entah dari mana, berusaha melawannya. Tapi percuma saja, orang itu terlalu kuat, hanya dengan beberapa hentakan Mammon terpelanting ke belakang. Orang itu menancapkan pedangnya tepat di samping kepala Mammon.

''Ugh!'' Tangan orang itu mencekik iblis yang terbujur di bawahnya. ''Lihat betapa menyedihkannya dirimu, masa kejayaanmu sebagai raja iblis sudah habis. Selamat tinggal, Mammon.''

Tubuhku terdiam kaku, bingung dengan apa yang terjadi. Aku berusaha memproses, tapi tidak ada hal-hal logis yang bisa menjabarkan fenomena di depanku secara rasional. Melihat Mammon yang berakhir na'as hampir mati di tangan orang itu, seharusnya aku senang karena iblis mati, tapi disisi lain hatiku mengatakan hal yang berlawanan.

Ini tidak benar. Aku tidak bisa membiarkannya mengeksekusi Mammon sebelum mendengar penjelasan darinya!

''Tunggu, jelaskan apa yang terjadi padaku dulu! Kau berharap aku akan diam menerimanya begitu saja!?"

"Sudah kubilang ini bukan urusanmu.'' Orang itu menatapku dengan tajam. ''Manusia biasa sepertimu ... ''

''Aku perlu tahu karena aku ingin mendengar penjelasan darinya. Kalau dipikir-pikir, sepertinya kau lah pelaku yang menghabisi Mammon pada malam itu kan? Aku berhak tahu karena aku sudah menolongnya!''

''Tch merepotkan ... akan kuurus kau terlebih dahulu.'' Ia melemparkan Mammon yang tak berdaya ke tanah. Aku tidak tahu apa yang mendorongku untuk membuat keputusan senekat itu, tapi pada akhirnya aku pun melakukannya.

''Mammon, buatlah kontrak denganku!''

Bab terkait

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 4 : Dunia Lain

    ''Mammon, buatlah kontrak denganku!'' ucapku dengan nada panik, ini satu-satunya caraku untuk bertahan hidup. Mammon menatapku lebar-lebar dengan kedua matanya yang kini berwarna merah itu, tidak percaya dengan apa yang baru saja kuutarakan.''Membuat kontrak dengan makhluk seperti dia tidak bisa dilakukan sembarangan,'' sahut orang berjubah hitam itu. ''Jika kau gagal, maka jiwamu akan bersemayam di neraka selamanya dan akan jadi makanan untuk makhluk seperti mereka.''Aku paham betapa berbahayanya membuat perjanjian akan sesuatu yang tak kuketahui dengan baik resikonya, tapi aku tidak bisa membiarkan diriku mati begitu saja. ''Mammon, cepat sebelum aku berubah pikiran.'' Mammon mengangguk, dengan cepat ia meloncat dan mendarat tepat di bahuku. Tanpa segan ia mengigit leherku dengan kasar, aku berjengit akan sensasi pedih yang kurasakan. ''Hei, pelan-pelan!'' teriakku kesakitan. Aku bisa merasakan nyeri dan darah yang mengalir di setiap pori-pori kulitku. Setelah usai, ia mendaratkan

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 5 : Suara Yang Memanggilku

    Cahaya perlahan mulai merasuk ke dalam kelopak mataku, tubuhku terasa berat. Manik mata zamrudku berusaha menyesuaikan dengan cahaya. Seketika aku terkesiap saat melihat sesosok lelaki bersurai pirang bergelombang dengan manik mata semerah batu delima. Ia memandangiku dengan senyuman terlukis di wajahnya. ''Selamat pagi!'' ucapnya dengan nada yang main-main. Mataku terbuka lebar, namun dengan cepat aku teringat kembali dengan situasi yang kuhadapi.Ini adalah kamar milik Vincent, tentunya bukan hal yang aneh apabila dia disini kan? Akulah yang seharusnya tak ada di sini. ''Ini masih jam tiga pagi, kau lanjutkan saja tidurmu.'' Vincent bangkit dan berbaring di sebrang ranjang. Ranjang yang kami tempati cukup besar. Walau ditempati dua orang, masih tersisa jarak sekitar setengah meter diantara kami. Setelah beberapa saat, aku tidak mendengar suara apapun dari Vincent. Mungkin ia sudah tidur, disisi lain aku jadi tidak bisa tidur karena terlalu was-was dengan berbagai hal. Aku menengok

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Prolog

    Bau amis memenuhi udara, banyak tubuh-tubuh yang bergelimpangan bersimbah darah. Langit pun menjadi merah seakan-akan merefleksikan kolam darah yang ada di tanah. Taman yang tadinya indah dipenuhi oleh berbagai bunga beraneka warna, suara cicitan burung bagai alunan lagu, serta paviliun marmer yang berdiri tegak sekarang runtuh berantakan. Empat sungai yang dipenuhi makhluk air kini tandus mengering. Keadaannya benar-benar memprihatinkan. Taman Eden, taman yang indah yang disebut-sebut sebagai bagian dari surga. Tempat dimana Adam dan Hawa diturunkan ke dunia karena memakan buah terlarang. Taman yang indah ini kini dihancurkan oleh seseorang yang mereka kira kawan mereka sendiri, seorang malaikat. Malaikat itu adalah Kokhabiel, malaikat dengan julukan ''Angel of stars''. Kokhabiel dengan 200 pasukannya kini tengah berdiri dengan puas, melihat keadaan para malaikat penjaga Eden bergelimpangan tidak berdaya. ''Jika Michael datang kemari maka habislah riwayatmu.'' Salah seorang malai

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 1 : Malam Itu

    Aku menutup buku yang baru saja kubaca. Buku usang bersampul merah tua yang aku pegang saat ini adalah buku yang baru saja kubeli dari seorang kakek yang singgah di dekat rumahku. Aku merasa iba karena kakek itu tampak kelaparan, akhirnya aku memutuskan untuk membeli buku yang ia jual ini. “Kejatuhan Taman Eden,” itulah judulnya. Daripada buku novel, ini lebih seperti buku mitologi. Saat aku sedang asyik memandangi buku itu, tiba-tiba adik perempuanku menarik lengan bajuku, “Kak Theo, kak Dominique sudah sampai.” ucapnya. Aku pun bangkit dari bangkuku, refleks menaruh buku itu di meja. Dapat kulihat seorang laki-laki sepantaranku berdiri di sana. Walau dengan cahaya temaram dari teras rumah, aku bisa melihat sosok itu dengan jelas. Rambut hitam dan mengenakan kacamata persegi, tatapan yang sedingin salju, dengan bulu mata yang lentik serta kulitnya yang pucat. Sosok itu adalah sahabatku, Dominique Prescott. Kami bersahabat sejak masih bayi karena pekerjaan ayah kami yang sama-sama s

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 2 : Bukan Kucing Biasa?

    ''Theo, kalau kau pergi jangan lupa kunci rumahnya ya.'' ucap ibuku di depan pintu. Ia menggandeng adikku untuk pergi ke sekolah sebelum pergi ke kantor. Aku tersenyum, ''Iya bu, aku sudah bukan anak kecil lagi lho.''''Tapi sampai kapanpun kau tetap anak ibu,'' Wanita paruh baya itu menghela napasnya. ''Baiklah kami pergi dulu, Tia bilang 'selamat tinggal' pada kakak.''''Selamat tinggal kak!''Senyumku belum luntur saat aku mengantar mereka sampai di depan pagar. Hari ini aku tidak ada kelas pagi, jadi aku bisa mengurus kucing yang aku bawa kemarin. Keadaanya sekarang sudah baik-baik saja, walau ia tak banyak bergerak.''Setelah ini kita pergi ke dokter hewan ya.'' Aku mengelus kepala kucing itu lembut. Dari keadaannya yang sedari tadi diam tapi santai, mungkin saja keadaannya sudah baik-baik saja. Kucing ini tidak tampak seperti kucing liar, dia berbulu berwarna abu dan bermata hijau zamrud. Mungkin jenis russian blue?''Tidak perlu membawaku ke dokter hewan, aku baik-baik saja.''

Bab terbaru

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 5 : Suara Yang Memanggilku

    Cahaya perlahan mulai merasuk ke dalam kelopak mataku, tubuhku terasa berat. Manik mata zamrudku berusaha menyesuaikan dengan cahaya. Seketika aku terkesiap saat melihat sesosok lelaki bersurai pirang bergelombang dengan manik mata semerah batu delima. Ia memandangiku dengan senyuman terlukis di wajahnya. ''Selamat pagi!'' ucapnya dengan nada yang main-main. Mataku terbuka lebar, namun dengan cepat aku teringat kembali dengan situasi yang kuhadapi.Ini adalah kamar milik Vincent, tentunya bukan hal yang aneh apabila dia disini kan? Akulah yang seharusnya tak ada di sini. ''Ini masih jam tiga pagi, kau lanjutkan saja tidurmu.'' Vincent bangkit dan berbaring di sebrang ranjang. Ranjang yang kami tempati cukup besar. Walau ditempati dua orang, masih tersisa jarak sekitar setengah meter diantara kami. Setelah beberapa saat, aku tidak mendengar suara apapun dari Vincent. Mungkin ia sudah tidur, disisi lain aku jadi tidak bisa tidur karena terlalu was-was dengan berbagai hal. Aku menengok

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 4 : Dunia Lain

    ''Mammon, buatlah kontrak denganku!'' ucapku dengan nada panik, ini satu-satunya caraku untuk bertahan hidup. Mammon menatapku lebar-lebar dengan kedua matanya yang kini berwarna merah itu, tidak percaya dengan apa yang baru saja kuutarakan.''Membuat kontrak dengan makhluk seperti dia tidak bisa dilakukan sembarangan,'' sahut orang berjubah hitam itu. ''Jika kau gagal, maka jiwamu akan bersemayam di neraka selamanya dan akan jadi makanan untuk makhluk seperti mereka.''Aku paham betapa berbahayanya membuat perjanjian akan sesuatu yang tak kuketahui dengan baik resikonya, tapi aku tidak bisa membiarkan diriku mati begitu saja. ''Mammon, cepat sebelum aku berubah pikiran.'' Mammon mengangguk, dengan cepat ia meloncat dan mendarat tepat di bahuku. Tanpa segan ia mengigit leherku dengan kasar, aku berjengit akan sensasi pedih yang kurasakan. ''Hei, pelan-pelan!'' teriakku kesakitan. Aku bisa merasakan nyeri dan darah yang mengalir di setiap pori-pori kulitku. Setelah usai, ia mendaratkan

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 3 : Penyerang Misterius

    Akhirnya kelas hari ini pun usai, aku merenggangkan punggungku yang terasa pegal. Beberapa mahasiswa perlahan mulai keluar ruangan, tidak sabar untuk segera pulang. Namun lain halnya dengan salah satu mahasiswi yang sejak hari pertama aku kuliah selalu mendekatiku jika ada kesempatan. Jennifer Garcia, dia adalah mahasiswi yang cantik juga populer.''Theodore, malam ini mau ikut karaoke bersama yang lain? Anak fakultas lain banyak yang ikut.'' ucapnya padaku. Ada beberapa mahasiswa maupun mahasiswi yang tinggal, biasanya aku memang ikut dengan mereka. Tapi aku harus nememui Mammon.''Aah, maaf teman-teman. Aku malam ini tidak bisa, hehe.'' Aku mengusap tengkukku sembari meringis. ''Eh, kenapa? Ayo ikut saja!'' Salah satu teman laki-lakiku merangkulku dengan akrab. Aku tidak bisa, mungkin lebih tepatnya tidak mau, aku harus mengurusi Mammon.Walau aku tidak menonjol dikalangan para dosen, aku cukup populer dikalangan sesama mahasiswa karena aku pandai berkomunikasi dengan orang lain. O

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 2 : Bukan Kucing Biasa?

    ''Theo, kalau kau pergi jangan lupa kunci rumahnya ya.'' ucap ibuku di depan pintu. Ia menggandeng adikku untuk pergi ke sekolah sebelum pergi ke kantor. Aku tersenyum, ''Iya bu, aku sudah bukan anak kecil lagi lho.''''Tapi sampai kapanpun kau tetap anak ibu,'' Wanita paruh baya itu menghela napasnya. ''Baiklah kami pergi dulu, Tia bilang 'selamat tinggal' pada kakak.''''Selamat tinggal kak!''Senyumku belum luntur saat aku mengantar mereka sampai di depan pagar. Hari ini aku tidak ada kelas pagi, jadi aku bisa mengurus kucing yang aku bawa kemarin. Keadaanya sekarang sudah baik-baik saja, walau ia tak banyak bergerak.''Setelah ini kita pergi ke dokter hewan ya.'' Aku mengelus kepala kucing itu lembut. Dari keadaannya yang sedari tadi diam tapi santai, mungkin saja keadaannya sudah baik-baik saja. Kucing ini tidak tampak seperti kucing liar, dia berbulu berwarna abu dan bermata hijau zamrud. Mungkin jenis russian blue?''Tidak perlu membawaku ke dokter hewan, aku baik-baik saja.''

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Bab 1 : Malam Itu

    Aku menutup buku yang baru saja kubaca. Buku usang bersampul merah tua yang aku pegang saat ini adalah buku yang baru saja kubeli dari seorang kakek yang singgah di dekat rumahku. Aku merasa iba karena kakek itu tampak kelaparan, akhirnya aku memutuskan untuk membeli buku yang ia jual ini. “Kejatuhan Taman Eden,” itulah judulnya. Daripada buku novel, ini lebih seperti buku mitologi. Saat aku sedang asyik memandangi buku itu, tiba-tiba adik perempuanku menarik lengan bajuku, “Kak Theo, kak Dominique sudah sampai.” ucapnya. Aku pun bangkit dari bangkuku, refleks menaruh buku itu di meja. Dapat kulihat seorang laki-laki sepantaranku berdiri di sana. Walau dengan cahaya temaram dari teras rumah, aku bisa melihat sosok itu dengan jelas. Rambut hitam dan mengenakan kacamata persegi, tatapan yang sedingin salju, dengan bulu mata yang lentik serta kulitnya yang pucat. Sosok itu adalah sahabatku, Dominique Prescott. Kami bersahabat sejak masih bayi karena pekerjaan ayah kami yang sama-sama s

  • Servilliance : Kembalinya Titisan Kejahatan   Prolog

    Bau amis memenuhi udara, banyak tubuh-tubuh yang bergelimpangan bersimbah darah. Langit pun menjadi merah seakan-akan merefleksikan kolam darah yang ada di tanah. Taman yang tadinya indah dipenuhi oleh berbagai bunga beraneka warna, suara cicitan burung bagai alunan lagu, serta paviliun marmer yang berdiri tegak sekarang runtuh berantakan. Empat sungai yang dipenuhi makhluk air kini tandus mengering. Keadaannya benar-benar memprihatinkan. Taman Eden, taman yang indah yang disebut-sebut sebagai bagian dari surga. Tempat dimana Adam dan Hawa diturunkan ke dunia karena memakan buah terlarang. Taman yang indah ini kini dihancurkan oleh seseorang yang mereka kira kawan mereka sendiri, seorang malaikat. Malaikat itu adalah Kokhabiel, malaikat dengan julukan ''Angel of stars''. Kokhabiel dengan 200 pasukannya kini tengah berdiri dengan puas, melihat keadaan para malaikat penjaga Eden bergelimpangan tidak berdaya. ''Jika Michael datang kemari maka habislah riwayatmu.'' Salah seorang malai

DMCA.com Protection Status