"Nay, ayo pulang!" ucap Salman."Tapi belum selesai belanja, Om," ucap Kanaya."Om, keponakannya sudah besar. Jangan dikekang seperti itu, kasihan!" ucap pemuda tersebut.Salman mengepalkan tangannya merasa kesal karena dianggap sebagai Om dari Kanaya, sementara Kanaya menahan tawanya melihat ekspresi Salman yang tampak kesal dan melihat pemuda itu dengan beraninya mengatakan jika Salman adalah omnya."Hai, tadi kamu mau kenalan, kan?" tanya Kanaya.Pemuda itu tersenyum dan menganggukkan kepala, sementara Salman melebarkan bola matanya tak percaya jika Kanaya berani mengatakan hal itu di hadapannya."Kenalin nama aku Kanaya, Aku tinggal di cluster greenwood, ini suami aku, dan ini anak aku," ucapkan Ayah seraya merangkul tangan Salman dan menunjukkan Saddam dan Syafana sebagai anaknya.Sontak saja ucapan Kanaya tidak dipercaya oleh pemuda tersebut, sementara Salman tersenyum merasa puas dengan jawaban yang diberikan Kanaya pada pria tersebut.Kanaya hendak berjalan kembali mendorong
"Baiklah!"Salman mengeluarkan ponselnya dari dalam saku, lalu menelpon nomor Adli sang sekretaris. Tak butuh waktu lama Adli pun mengangkat panggilan telepon dari atasannya itu."Hallo, Pak Salman.""Hallo, Adli. Tadi saya pulang tidak bilang-bilang karena ada sesuatu yang sangat penting di rumah, sekarang saya mau kasih tugas untuk kamu," ucap Salman."Tugas apa, Pak?" tanya Adli."Semua pekerjaan urusan kontrak kerjasama dengan klien perempuan kamu yang urus, termasuk dengan Nyonya Maya yang kemarin kita temui. Dan bilang padanya jangan pernah mengirimkan apapun karena hal itu membuat istriku marah," ucap Salman."Baik, Pak."Adli tidak mengerti apa masalah yang terjadi antara Salman dan istrinya, yang mungkin saja itu karena perbuatan Maya klien yang kemarin baru saja mereka temui. Lelaki itu hanya bisa mengiyakan perintah dari atasannya untuk menghandle semua kerjasama dan urusan pekerjaan yang berkaitan dengan perempuan.Setelah mengatakan hal itu kepada Adli dan Adli menyetuju
Kanaya tersenyum dan berjalan menuju meja makan meninggalkan Salman yang terdiam. Luka hati yang di goreskan Salman belum sembuh sepenuhnya meskipun pria itu menunjukan banyak perubahan pada Kanaya, wanita cantik itu masih butuh waktu untuk memulihkan perasaanya.Salman menghela nafas mengekori langkah Kanaya menuju meja makan, ia terima apapun yang di katakan Kanaya asalkan wanita itu masih tetap berada di sampingnya."Habibati, liburan sekolah Ana berapa hari lagi?" tanya Salman."Empat hari lagi," ucap Kanaya."Jadi ya kita berlibur ke puncak, aku akan pesan vila yang bagus di sana," ucap Salman.Kanaya menganggukan kepala setuju, sementara Syafana berjingkrak kegirangan. Salman mengajak Samuel, beserta anak dan istrinya untuk ikut berlibur bersama. Ia ingin belajar banyak dari Samuel bagaimana sahabatnya itu memperlakukan anak dan istrinya sehingga pernikahan mereka tak pernah terdengar ada pertengkaran.Waktu terus berputar, hari pun berganti. Salman bekerja seperti biasa, saat s
"Kalian mau kemana? Sepertinya mau pergi jauh barang bawaannya banyak," ucap Saida."Kita mau liburan ke puncak, Bude," jawab Syafana begitu senang."Wah asik dong, kok bude nggak diajak sih!" ucap Saida.Salman yang mendengar suara kakaknya berbicara dengan anak dan istrinya langsung datang menghampiri."Kak Saida mau ikut? Ayo ajak Om Adnan dan Aisha, tapi jangan ajak Aslan," ucap Salman.Saida terkekeh, ia tahu jika Salman masih cemburu pada Aslan dan tidak rela jika keponakannya itu dekat dengan istrinya. Saida menggelengkan kepalanya Ia hanya bercanda kepada Syafana, karena sebenarnya Ia pun ada rencana liburan bersama kedua anak dan suaminya ke luar negeri."Kapan-kapan deh, sekarang kalian happy-happy aja dulu ya!" ucap Saida."Beneran, Kak gak mau ikut. Kalau kakak dan Ais ikut pasti lebih seru," ucap Kanaya."Sebenarnya kakak kedua anak, dan suami juga ada rencana liburan ke luar negeri," jawab Saida jujur."Wah seru, mau liburan ke mana emangnya?" tanya Kanaya."Mau ke Meka
"Hai, bolehkah saya bergabung?" Salman dan Samuel yang sedang memanggang jagung dan daging seketika menoleh ke arah sumber suara, betapa terkejutnya Salman ketika melihat wanita yang ada di hadapannya dan bertanya seperti itu kepadanya."Nyonya Maya, Apa yang Anda lakukan di sini?" tanya Salman keheranan.Mendengar langsung menyebutkan nama wanita yang tak asing di telinganya, Kanaya pun berjalan menghampiri seraya mendorong troli bayinya. Istri dari Samuel pun ikut berjalan ke arah sang suami untuk melihat Siapa wanita yang mendekat kepada suami mereka."Kebetulan di sebelah adalah villa saya, saya lihat ada Tuan Salman di sini jadi saya pikir saya bisa bergabung di sini," ucap Maya.Salman melirik ke arah villa yang ada di sebelah villa yang ia sewa, meskipun dibilang sebelahan. Namun, jarak dari satu villa ke villa lainnya cukup jauh karena setiap villa memiliki halaman yang luas tidak seperti perumahan yang menempel satu sama lain."Ini siapa, Hubby?" tanya Kanaya.Belum sempat S
'Tidak laku' kata-kata yang keluar dari mulut Samuel itu membuat Maya benar-benar tersinggung. Namun, wanita itu masih berusaha menutupi kekesalan dalam hatinya. Ia tersenyum dan menganggukkan kepala seolah ia membantah ucapan Samuel yang beranggapan dirinya datang sendiri ke villa tersebut.Sangat kebetulan ponsel Maya berdering panggilan dari sang asisten, ia langsung menjawab panggilan telepon itu dan ternyata asistennya mengabarkan tentang masalah perusahaan."Tuan Salman, Maaf saya tidak jadi gabung. Pacar saya barusan nelpon katanya sudah sampai di Villa dan menunggu saya, jadi saya permisi," ucap Maya berbohong."Pacar Tante Maya udah datang? Biar seru gabung sini aja kenalin sama kita-kita," ucap Kanaya."Ehm ... Pacar saya orang yang sedikit introvert jadi tidak suka dikenalkan dengan orang baru," lagi-lagi Maya mengatakan kebohongan untuk menutupi kebohongan pertama."Oh gitu, Ya udah have fun ya sama pacarnya!" ucap Kanaya.Maya menganggukan kepala dan tersenyum lalu pergi
"Ada apa Ana?" tanya Samuel."Lihat itu, Om! Mama dan Papa tidur berpelukan bersama Dedek Saddam, sementara aku malah tidur di kamar yang berbeda, mereka nggak adil!" ucap Syafana menunjuk sepasang suami istri yang baru saja terbangun karena mendengar suara teriakan.Samuel dan Vivian menghela nafas setelah tahu apa yang membuat gadis kecil itu berteriak, sementara Kanaya dan Salma bergegas merapikan penampilannya dan Salman pun berjalan mendekat ke arah Syafana."Astaga, Om kira ada apa. Nggak apa-apa Ana nggak perlu cemburu, Mama dan Papa butuh waktu berdua biar semakin saling sayang.""Tapi kenapa cuma aku yang nggak diajak sementara dedek Sadam diajak?" tanya gadis kecil itu masih cemburu."Dede Sadam kan masih kecil, Nanti kalau dia sudah besar pasti sama seperti Ana. Akan tidur terpisah dari Papa dan Mama, lalu Papa dan Mama akan tidur berpelukan setiap malam. Seperti Om Samuel dan tante Vivian," ucap Samuel."Emangnya kalau suami istri tidurnya harus pelukan?""Iya dong, kalau
"Nyonya Maya, apa yang Anda lakukan di sini?" tanya Salman.Maya terkejut, wanita itu tadinya hendak menarik kerudung Kanaya. Namun, tidak jadi karena ada Salman tepat di belakangnya."Habibati, kamu gak apa-apa kan?" tanya Salman dengan cemas."Gak apa-apa, Hubby. Kamu pasti takut nenek sihir, eh maksudnya Tante Maya macam-macam sama aku ya!" ucap Kanaya dengan senyum manis bertengger di wajahnya.Maya sangat kesal mendengar Kanaya menyebutnya nenek sihir, jika tidak ada Salman pasti ia sudah menjambak kerudung Kanaya. Namun, karena ada Salman ia hanya tersenyum menyembunyikan kekesalannya."Kamu sedang apa di sini, bukannya tadi di saung itu?" tanya Salman."Udaranya masih dingin, jadi aku mau beli teh manis hangat," ucap Kanaya."Aku mau susu coklat hangat," teriak Syafana."Baiklah, kamu mau apa Hubby biar sekalian aku pesan," ucap Kanaya."Kopi susu hangat," ucap Salman.Kanaya memesan minuman hangat itu pada penjual lalu membayarnya setelah itu kembali ke saung dan menunggu minu
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu