"Om, makan malam sudah siap," ucap Kanaya.Salman terbangun dari tidurnya dengan nafas tersengal-sengal, matanya memerah menatap Kanaya. Bagaimana bisa ia bermimpi bertemu dengan Hani lalu mendengar pesan yang tersirat dalam mimpi tersebut, di akhir mimpinya Kanaya datang membawa lentera dengan senyum yang sangat manis di susul dua anak yang berjalan menghampiri mereka."Maaf aku masuk dan mengganggu, tadi aku ketuk pintu dan panggil Om dari luar gak ada jawaban. Aku khawatir terjadi sesuatu jadi aku masuk, ternyata Om tidur," ucap Kanaya.Salman mengusap kasar wajahnya setelah cukup sadar jika Hani baru saja mendatanginya lewat mimpi, tetapi dia masih belum mengerti mengapa ada Kanaya juga hadir dalam mimpinya."Ya, aku ketiduran. Kau duluan saja ke meja makan, nanti aku menyusul," ucap Salman."Oke," jawab Kanaya singkat.Salman terus memandangi punggung Kanaya saat wanita itu melangkah keluar ruangan, ia menghela nafas dan beristigfar berkali-kali. Setelah merasa lebih tenang barul
"Saya tidak bermaksud membuat kamu tersinggung dengan membahas masa lalu Salman, tapi ini mungkin saja hal yang bisa membuat Salman jatuh cinta dan membuka hati untuk kamu," ucap Saida."Tidak apa-apa, Tante. Katakan saja saya akan mendengarkannya," ucap Kanaya."Salman jatuh cinta pada Hani karena gadis itu tak pernah melepas hijabnya saat keluar rumah, ia wanita solehah yang taat beragama."Kanaya spontan memegang rambutnya, sejujurnya sejak dulu ia memang ada keinginan untuk mengenakan hijab sejak dulu. Namun, hatinya selalu saja mengatakan belum siap."Suara Hani saat mengaji sangat merdu, banyak laki-laki yang menginginkannya. Namun, Hani hanya memilih Salman sebagai suaminya," ucap Saida.Kanaya menganggukan kepalanya, kini ia tahu mengapa suaminya begitu sulit melupakan mantan istrinya itu. Hani sungguh wanita saleha yang sudah jarang di temui laki-laki di jaman modern seperti ini, benar-benar wanita idaman."Aku harus belajar banyak dari almarhumah, tapi bukan berarti aku haru
Karena banyak pekerjaan, hari ini Salman pulang ke rumah sedikit telat. Saat ia mengucap salam, tak ada seorang pun yang menjawab. Rumah terlihat dalam keadaan sepi, Salman pun mencari keberadaan Ana, tetapi Ana tak ada di kamarnya. Saat ia melihat ke kamar Kanaya pemandangan di hadapannya membuat ia terdiam sejenak."Dia mengajari Ana mengaji?" gumam Salman dalam hati.Beberapa orang yang pernah menjadi baby sitter Ana memang memiliki sikap baik, tetapi Kanaya bukan hanya baik, gadis itu tulus memperlakukan Ana seperti anaknya sendiri bahkan mengajarinya mengaji.Salman menutup pintu kamar itu lagi lalu berjalan ke kamarnya, ia melihat ada tumpukan baju yang sudah di siapkan Kanaya untuknya.Setelah selesai mandi dan beristirahat Salman pun berjalan menuju meja makan dan terlihat Kanaya dan Syafana sudah duduk di sana."Papa, kok pulangnya gak seperti biasa?" tanya Syafana."Iya, Papa lagi banyak kerjaan di kantor,' jawab Salman."Om, kapan pulang? aku gak tahu kalau Om sudah pulang
Layu sebelum berkembang, mungkin itu pepatah yang pas untuk perasaan Kanaya. Ternyata meluluhkan hati seorang Salman tidaklah mudah, lelaki itu selalu saja memberi jarak bahkan menyakiti perasaan Kanaya dengan kata-katanya.Kanaya berjalan gontai menuju kamarnya dengan perasaan yang remuk redam, tak pernah terbayangkan olehnya selama ini akan menjalani pernikahan tanpa cinta seperti itu."Tuhan, jika dia bukan lelaki yang tepat untukku lalu mengapa kau hidupkan benihnya di rahimku? Aku bisa saja pergi meninggalkannya membawa hancurnya perasaanku, tapi apa bisa aku pergi meninggalkan buah hatiku sendiri saat perjanjian itu tiba?" ucap Kanaya yang kini sudah berada di dalam kamarnya.Kanaya tak pernah merasa selemah ini sebelumnya, hanya bisa menangis meratapi nasib yang begitu sulit setelah kehilangan ayahnya."Andai aku punya uang, aku akan berikan 2 milyar pada om Salman. Aku akan pergi membawa anak ini dan tak akan lagi menengok padanya, tapi jangankan 2 milyar, uang 1 juta pun aku
Salman menjadi resah karena tidak bisa mengikuti kemana Kanaya akan pergi, tanpa Salman tahu ini adalah hari ulang tahun Kanaya dan ia mendatangi makam ayah dan ibunya.Wanita yang sedang hamil muda itu berjongkok di hadapan dua gundukan tanah yang bersebalahan, ia berdoa dan menaburkan bunga di atas makam tersebut."Ayah, Ibu. Hari ini ulang tahunku yang ke 21 tahun, artinya 21 tahun sudah ibu berada di surga dan kini ayah bahagia bersama ibu di sana," ucap Kanaya seraya menghapus air mata di pipinya."Di ulang tahunku yang ke 21 tahun ini aku berharap kebaikan datang menghampiriku, kesedihan pergi dari hidupku, dan Tuhan memberikanku pundak juga hati yang kuat untuk ku menjalani kehidupan," ucap Kanaya.Kanaya tak bisa berkata apa-apa lagi, tahun ini adalah tahun yang penuh kesedihan baginya. Mungkin semesta pun akan kasihan melihat nya, bertubi-tubi Tuhan mengujinya. Namun, Kanaya sadar dalam sebuah keindahan ada hal yang harus di tempuh dan di lewat."Ayah, dulu kamu yang mengajar
"Tante Saida," ucap Kanaya saat melihat seseorang yang berdiri di depan pintu menatap dia dan Aslan dengan tajam."Kalian dari mana?" tanya Saida."Bude, kami habis dari mall. Om Aslan ajak kami ke mall karena Tante cantik ulang tahun," jawab Syafana terlihat begitu senang."Tante sudah lama di sini?" tanya Kanaya seraya mencium punggung tangan Saida.Saida tak menjawab pertanyaan Kanaya, ia menunjuk Aslan untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah Salman. Aslan menghela nafas lalu berjalan mengikuti instruksi sang mama."Kanaya, gantikan baju Ana setelah itu saya tunggu di ruang tamu!" ucap Saida.Kanaya mengangguk dan berjalan membawa Syafana ke kamarnya, setelah selesai mengurus Syafana ia berjalan ke kamarnya untuk menyimpan kado yang di berikan Aslan tadi. Kanaya kembali keluar kamar dan kini menghampiri Saida dan Aslan yang sudah menunggunya di ruang tamu.Suasana terlihat tegang, Aslan sejak tadi terdiam di hadapan mamanya seakan sudah tahu apa yang ada di pikiran sang mama. Semen
Salman melemparkan kertas tepat mengenai wajah Kanaya lalu jatuh kelantai, Kanaya berjongkok meraihnya kembali dan mulai membaca isi dari surat tersebut.~Kanaya, cincin ini tadinya akan aku gunakan untuk melamar kamu, tetapi nyatanya kamu sekarang sudah menjadi milik orang lain sebelum aku sempat melamarmu.Kulihat di jarimu tidak ada cincin pernikahan, jadi jika tak keberatan pakailah cincin ini di jarimu sebagai tanda persahabatan kita.Aku selalu bersedia menjadi orang pertama yang ada kapanpun saat kamu membutuhkan. Meski statusmu kini adalah bibi iparku, tetapi kamu tetaplah sahabat terbaikku.Selamat ulang tahun Kanaya, semoga Allah senantiasa memberi kesehatan dan keselamatan untukmu.Aslan Athalla wirawan~"Apa yang salah dengan kata-kata ini, kenapa om Salman terlihat sangat marah?" gumam Kanaya pelan."Sudah selesai membaca?" tanya Salman.Kanaya mengangguk, tanpa berkata apapun lagi Salman menarik Kanaya keluar dengan kasar membuat Kanaya kesakitan dan akhirnya mereka me
Kata demi kata yang di ucapkan Kanaya tadi masih terngiang di kepala Salman hingga lelaki tampan itu tak dapat tidur malam ini, ia duduk dan menyalakan rokok di balkon kamar membiarkan dinginnya angin malam menyapa tubuhnya."Apa yang aku lakukan selama ini salah?" gumam Salman.Lelaki berwajah tampan itu menatap langit yang terlihat mendung, tak lama kemudian hujan pun turun. Ia masuk dan menatap foto pernikahannya dengan Hani."Sayang, apakah perbuatanku pada Kanaya salah? Aku hanya tak ingin ada wanita lain yang menggeser posisimu di hatiku," ucap Salman seraya mengelus foto tersebut.Suara guntur terdengar kencang, hujan malam ini cukup deras. Kanaya di kamarnya pun belum tidur, ia memilih berdoa dan mengadukan semua rasa sedih dan sakit di hatinya kepada sang Khaliq di atas sajadah."Ya Allah, mungkin alam pun tahu bagaimana sedih dan sakitnya hatiku atas perlakuan suamiku. Aku tak punya siapa-siapa lagi selain engkau, maka aku pasrahkan semua hidupku padamu, aku tahu engkau sela