Karena banyak pekerjaan, hari ini Salman pulang ke rumah sedikit telat. Saat ia mengucap salam, tak ada seorang pun yang menjawab. Rumah terlihat dalam keadaan sepi, Salman pun mencari keberadaan Ana, tetapi Ana tak ada di kamarnya. Saat ia melihat ke kamar Kanaya pemandangan di hadapannya membuat ia terdiam sejenak."Dia mengajari Ana mengaji?" gumam Salman dalam hati.Beberapa orang yang pernah menjadi baby sitter Ana memang memiliki sikap baik, tetapi Kanaya bukan hanya baik, gadis itu tulus memperlakukan Ana seperti anaknya sendiri bahkan mengajarinya mengaji.Salman menutup pintu kamar itu lagi lalu berjalan ke kamarnya, ia melihat ada tumpukan baju yang sudah di siapkan Kanaya untuknya.Setelah selesai mandi dan beristirahat Salman pun berjalan menuju meja makan dan terlihat Kanaya dan Syafana sudah duduk di sana."Papa, kok pulangnya gak seperti biasa?" tanya Syafana."Iya, Papa lagi banyak kerjaan di kantor,' jawab Salman."Om, kapan pulang? aku gak tahu kalau Om sudah pulang
Layu sebelum berkembang, mungkin itu pepatah yang pas untuk perasaan Kanaya. Ternyata meluluhkan hati seorang Salman tidaklah mudah, lelaki itu selalu saja memberi jarak bahkan menyakiti perasaan Kanaya dengan kata-katanya.Kanaya berjalan gontai menuju kamarnya dengan perasaan yang remuk redam, tak pernah terbayangkan olehnya selama ini akan menjalani pernikahan tanpa cinta seperti itu."Tuhan, jika dia bukan lelaki yang tepat untukku lalu mengapa kau hidupkan benihnya di rahimku? Aku bisa saja pergi meninggalkannya membawa hancurnya perasaanku, tapi apa bisa aku pergi meninggalkan buah hatiku sendiri saat perjanjian itu tiba?" ucap Kanaya yang kini sudah berada di dalam kamarnya.Kanaya tak pernah merasa selemah ini sebelumnya, hanya bisa menangis meratapi nasib yang begitu sulit setelah kehilangan ayahnya."Andai aku punya uang, aku akan berikan 2 milyar pada om Salman. Aku akan pergi membawa anak ini dan tak akan lagi menengok padanya, tapi jangankan 2 milyar, uang 1 juta pun aku
Salman menjadi resah karena tidak bisa mengikuti kemana Kanaya akan pergi, tanpa Salman tahu ini adalah hari ulang tahun Kanaya dan ia mendatangi makam ayah dan ibunya.Wanita yang sedang hamil muda itu berjongkok di hadapan dua gundukan tanah yang bersebalahan, ia berdoa dan menaburkan bunga di atas makam tersebut."Ayah, Ibu. Hari ini ulang tahunku yang ke 21 tahun, artinya 21 tahun sudah ibu berada di surga dan kini ayah bahagia bersama ibu di sana," ucap Kanaya seraya menghapus air mata di pipinya."Di ulang tahunku yang ke 21 tahun ini aku berharap kebaikan datang menghampiriku, kesedihan pergi dari hidupku, dan Tuhan memberikanku pundak juga hati yang kuat untuk ku menjalani kehidupan," ucap Kanaya.Kanaya tak bisa berkata apa-apa lagi, tahun ini adalah tahun yang penuh kesedihan baginya. Mungkin semesta pun akan kasihan melihat nya, bertubi-tubi Tuhan mengujinya. Namun, Kanaya sadar dalam sebuah keindahan ada hal yang harus di tempuh dan di lewat."Ayah, dulu kamu yang mengajar
"Tante Saida," ucap Kanaya saat melihat seseorang yang berdiri di depan pintu menatap dia dan Aslan dengan tajam."Kalian dari mana?" tanya Saida."Bude, kami habis dari mall. Om Aslan ajak kami ke mall karena Tante cantik ulang tahun," jawab Syafana terlihat begitu senang."Tante sudah lama di sini?" tanya Kanaya seraya mencium punggung tangan Saida.Saida tak menjawab pertanyaan Kanaya, ia menunjuk Aslan untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah Salman. Aslan menghela nafas lalu berjalan mengikuti instruksi sang mama."Kanaya, gantikan baju Ana setelah itu saya tunggu di ruang tamu!" ucap Saida.Kanaya mengangguk dan berjalan membawa Syafana ke kamarnya, setelah selesai mengurus Syafana ia berjalan ke kamarnya untuk menyimpan kado yang di berikan Aslan tadi. Kanaya kembali keluar kamar dan kini menghampiri Saida dan Aslan yang sudah menunggunya di ruang tamu.Suasana terlihat tegang, Aslan sejak tadi terdiam di hadapan mamanya seakan sudah tahu apa yang ada di pikiran sang mama. Semen
Salman melemparkan kertas tepat mengenai wajah Kanaya lalu jatuh kelantai, Kanaya berjongkok meraihnya kembali dan mulai membaca isi dari surat tersebut.~Kanaya, cincin ini tadinya akan aku gunakan untuk melamar kamu, tetapi nyatanya kamu sekarang sudah menjadi milik orang lain sebelum aku sempat melamarmu.Kulihat di jarimu tidak ada cincin pernikahan, jadi jika tak keberatan pakailah cincin ini di jarimu sebagai tanda persahabatan kita.Aku selalu bersedia menjadi orang pertama yang ada kapanpun saat kamu membutuhkan. Meski statusmu kini adalah bibi iparku, tetapi kamu tetaplah sahabat terbaikku.Selamat ulang tahun Kanaya, semoga Allah senantiasa memberi kesehatan dan keselamatan untukmu.Aslan Athalla wirawan~"Apa yang salah dengan kata-kata ini, kenapa om Salman terlihat sangat marah?" gumam Kanaya pelan."Sudah selesai membaca?" tanya Salman.Kanaya mengangguk, tanpa berkata apapun lagi Salman menarik Kanaya keluar dengan kasar membuat Kanaya kesakitan dan akhirnya mereka me
Kata demi kata yang di ucapkan Kanaya tadi masih terngiang di kepala Salman hingga lelaki tampan itu tak dapat tidur malam ini, ia duduk dan menyalakan rokok di balkon kamar membiarkan dinginnya angin malam menyapa tubuhnya."Apa yang aku lakukan selama ini salah?" gumam Salman.Lelaki berwajah tampan itu menatap langit yang terlihat mendung, tak lama kemudian hujan pun turun. Ia masuk dan menatap foto pernikahannya dengan Hani."Sayang, apakah perbuatanku pada Kanaya salah? Aku hanya tak ingin ada wanita lain yang menggeser posisimu di hatiku," ucap Salman seraya mengelus foto tersebut.Suara guntur terdengar kencang, hujan malam ini cukup deras. Kanaya di kamarnya pun belum tidur, ia memilih berdoa dan mengadukan semua rasa sedih dan sakit di hatinya kepada sang Khaliq di atas sajadah."Ya Allah, mungkin alam pun tahu bagaimana sedih dan sakitnya hatiku atas perlakuan suamiku. Aku tak punya siapa-siapa lagi selain engkau, maka aku pasrahkan semua hidupku padamu, aku tahu engkau sela
Hari berlalu terasa begitu mengesalkan bagi Salman atas sikap dingin Kanaya padanya, hingga pesta ulang tahun Syafana pun tiba. Kanaya mendandani Syafana dengan begitu cantik, mengenakan gaun dengan warna yang sama. Namun, tak serupa membuat gadis kecil yang hari ini genap berusia 5 tahun itu begitu senang."Tante nanti berdiri di samping aku pas tiup lilin dan potong kue ya!" ucap Syafana."Sepertinya Tante lebih suka kalau sibuk membagikan makanan untuk para tamu," ucap Kanaya sambil terkekeh."Itu kan sudah ada petugasnya, Tante pokoknya di sebelah aku nanti dapat potongan kue yang kedua," ucap Syafana.Kanaya tersenyum dan mengangguk, setelah selesai di dandani, Syafana dan Kanaya pun ke ruangan utama yang sudah di hias. Salman rupanya sudah rapi dengan jas yang berwarna senada dengan gaun Syafana dan Kanaya."Wah kalau kaya gini saya suka lihatnya, udah cocok jadi keluarga sakinah," celetuk bi Imah.Asisten rumah tangga yang belakangan ini sering memperhatikan interaksi antara Sa
"Ada apa, Ana?" tanya Salman menghampiri anaknya yang berteriak."Papa lihat itu gaun Tante cantik kotor karena dia!" ucap Syafana menunjuk Anita."Maaf, Pak. Saya tidak sengaja," jawab Anita."Bohong, tadi aku lihat dia sengaja," ucap Syafana.Syafana yang sejak dulu tidak menyukai Anita sekertaris papanya melihat jika wanita itu sengaja menumpahkan cake ke gaun Kanaya.Kanaya berjongkok dan membujuk Syafana agar tidak marah lagi karena bisa merusak acara pestanya."Ana, sudah tidak perlu marah seperti itu. Sekarang kan Ana sedang jadi princess nanti pestanya terganggu kalau Ana marah-marah," ucap Kanaya."Tapi gaun Tante cantik jadi kotor," ucap Ana."Tidak apa-apa, tante bisa ganti dengan gaun lain," jawab Kanaya sambil tersenyum.Salman membujuk Syafana agar tidak marah lagi sementara Kanaya bergegas mengganti gaunnya. Diam-diam Anita mengikuti Kanaya, setelah Kanaya berganti gaun ia sangat terkejut melihat Anita di depan kamarnya."Mbak Anita, ngapain di sini?" tanya Kanaya."Maa