"Ada apa, Ana?" tanya Salman menghampiri anaknya yang berteriak."Papa lihat itu gaun Tante cantik kotor karena dia!" ucap Syafana menunjuk Anita."Maaf, Pak. Saya tidak sengaja," jawab Anita."Bohong, tadi aku lihat dia sengaja," ucap Syafana.Syafana yang sejak dulu tidak menyukai Anita sekertaris papanya melihat jika wanita itu sengaja menumpahkan cake ke gaun Kanaya.Kanaya berjongkok dan membujuk Syafana agar tidak marah lagi karena bisa merusak acara pestanya."Ana, sudah tidak perlu marah seperti itu. Sekarang kan Ana sedang jadi princess nanti pestanya terganggu kalau Ana marah-marah," ucap Kanaya."Tapi gaun Tante cantik jadi kotor," ucap Ana."Tidak apa-apa, tante bisa ganti dengan gaun lain," jawab Kanaya sambil tersenyum.Salman membujuk Syafana agar tidak marah lagi sementara Kanaya bergegas mengganti gaunnya. Diam-diam Anita mengikuti Kanaya, setelah Kanaya berganti gaun ia sangat terkejut melihat Anita di depan kamarnya."Mbak Anita, ngapain di sini?" tanya Kanaya."Maa
"Kanaya, ambilkan makanan untukku!" ucap Salman.Kanaya tersenyum dan menganggukan kepalanya sementara Anita mengayunkan bibirnya dan mulai menyendok makanan untuk dia sendiri. Ucapan Salman tadi menandakan jika ia memilih dilayani oleh Kanaya daripada Anita sang sekretaris. Samuel dan Saida tersenyum melihat Salman memilihkan Ayah daripada Anita.Setelah selesai makan Samuel dan istrinya pun pamit pulang, begitu juga Asiah ingin mengajak mamanya untuk pulang."Terima kasih sudah datang di pesta ulang tahun aku," ucap Syafana."Sama-sama, Sayang. Nanti kalau Cristy ulang tahun Syafana datang ya!" ucap Vilia-istri Samuel."Iya, Tante. Nanti kalau Cristy ulang tahun aku datang sama Tante cantik," ucap Syafana seraya menggandeng tangan Kanaya."Kamu ngapain masih di sini, Anita. Kita semua sudah mau pulang, kamu gak mau pulang?" tanya Samuel ketus."Iya, Tante Anita pulang aja. Aku mau buka kado sama Tante cantik gak mau ada Tante Anita di sini," celetuk Syafana.Semua orang tertawa mend
"Ya, aku kan istrimu jadi wajar jika aku cemburu, kan!" ucap Kanaya.Salman menatap Kanaya melalui spion mobilnya, wanita itu terlihat berbeda dari hari-hari sebelumnya. Jika kemarin-kemarin Kanaya terlihat dingin, sekarang jadi lebih banyak bicara seakan ingin memperlihatkan sisi lainnya.Mereka tiba di sebuah mall, hal yang pertama di tuju oleh Syafana adalah Playground. Kanaya mengikuti semua kemauan Syafana bermain semua game yang ada di tempat itu, sementara Salman hanya mengikuti dan mengawasinya saja."Papa ayo sini, masa dari tadi cuma liatin aja gak seru!" ucap Syafana."Papa lihat saja, Ana bisa main sepuasnya tanpa Papa ganggu," ucap Salman."Ana, sudah main sama Tante saja, Papamu sudah tua jadi gak bisa di ajak main seperti ini," ucap Kanaya.Salman melebarkan bola matanya mendengar ucapan Kanaya, usianya dengan Kanaya memang terpaut cukup jauh. Namun, ia tak ingin di sebut tua menurutnya itu terlalu berlebihan dan terdengar seperti meremehkan."Aku belum tua, belum jompo
"Tante mungkin akan pergi jauh, tapi tidak selamanya. Ada saatnya akan menemui Ana, tapi tidak bisa bersama Ana selamanya," jawab Kanaya."Gak boleh! Tante cantik gak boleh pergi jauh, Tante harus selalu di dekat aku!" ucap Syafana berdecak pinggang di hadapan Kanaya dan Salman."Tante juga maunya seperti itu, tapi Papa kamu yang gak mau ada Tante dalam hidup kalian," ucap Kanaya tersenyum dan mengelus kepala Syafana.Syafana langsung memberi tatapan tajam pada sang papa setelah mendengar ucapan Kanaya, Salman menghela nafas lalu bangkit dan menggendong Syafana, lelaki berwajah tampan itu lantas membawa anaknya pergi dari makam menuju mobilnya. Kanaya tersenyum dan mengikuti langkah mereka, wanita yang tengah hamil muda itu semakin mengembangkan senyumnya saat mendengar Syafana terus menerus memarahi Salman."Papa jahat! Kenapa Papa gak mau Tante Kanaya ada di hidup kita?" ucap Syafana."Jangan dengarkan ucapan Kanaya, semua yang Papa lakukan adalah yang terbaik untuk kita," ucap Salm
"Aku mau minta maaf, Om. Tadi aku gak sengaja, biar aku bersihkan celananya!" ucap Kanaya."Tidak perlu, keluar kamu!" ucap Salman dengan wajah memerah.Lelaki itu merasa malu pasalnya ia sudah membuka celana dan hanya mengenakan celana dalam saat Kanaya masuk ke kamar, ada sesuatu yang menegang dan terlihat oleh Kanaya. Jantung Kanaya berdebar kencang karena belum pernah seperti ini sebelumnya, tapi ia ingat nasehat dari Saida jadi ia akan berusaha mencobanya."Kenapa Om terlihat malu seperti itu, aku ini istri, Om," ucap Kanaya berjalan mendekat."Berhenti di situ Kanaya! Jangan melewati batasanmu!" ucap Salman dengan suara bariton nya."Batasan seperti apa yang aku punya? Memangnya om pikir aku mau apa?" tanya Kanaya kini sudah berjongkok di hadapan Salman.Salman memejamkan matanya membayangkan apa yang akan di lakukan Kanaya selanjutnya, tetapi suara langkah kaki Kanaya membuatnya membuka mata. Wanita itu sudah berjalan membawa celana kotor Salman dan meninggalkan kamar tersebut.
Salman mematikan sambungan teleponnya, lalu memakai jas dan tergesa-gesa keluar dari ruangannya. Saat baru saja di depan pintu, ia bertemu dengan Anita."Bapak mau kemana?" tanya Anita."Ada urusan penting aku harus keluar," ucap Salman."Tapi nanti kita ada rapat," ucap Anita."Atur ulang jadwalnya, mundurkan beberapa jam saja!" ucap Salman lalu pergi meninggalkan Anita.Sekertaris yang kerap memakai baju seksi itu kesal melihat Salman meninggalkan kantornya. Ia curiga jika hal itu karena istri kecil bosnya itu."Pasti ulah perempuan itu lagi, kenapa malam itu bisa ketemu perempuan itu sih, kenapa gak aku aja yang ada di kamar itu!" kesal Anita.Anita memang sudah lama menyukai bosnya itu, tetapi Salman tak pernah peka dan selalu bersikap dingin padanya. Hingga kejadian itu terjadi membuat Anita sangat kesal dengan Kanaya, wanita yang tiba-tiba ke kehidupan Salman, kedekatan Kanaya dengan Syafana membuatnya semakin kesal karena ia yang sudah lama mendekati Syafana pun tidak berhasil
"Apa yang tidak mungkin?" "Haris?" ucap Salman dan Samuel kompak.Pria bernama Haris itu tersenyum dan masuk kedalam ruangan Samuel kemudian memeluk Salman dan Samuel bergantian."Apa kabar kalian?" tanya Haris."Tentu saja baik, bagaimana dengan kabarmu?" Samuel balik bertanya."Seperti yang kau lihat, aku baik hingga aku bisa datang kesini. Apa yang sedang kalian bicarakan tadi? Kenapa si pengusaha sibuk ini ada di sini?" tanya Haris sambil menatap Salman.Salman tersenyum dan menggelengkan kepala, sahabat sekaligus mantan kakak iparnya selalu seperti itu menyebutnya. Mereka bertiga bersahabat sejak SMA, tetapi saat kuliah Samuel memiliki kedokteran sementara Salman dan Haris menggeluti kuliah dan pekerjaan yang sama."Kita sedang membicarakan Salman. Dia sudah menikah lagi, tapi gengsi mengakui kalau sudah cinta pada istrinya," ucap Samuel."Samuel!" Salman memberikan tatapan tajam saat Samuel mengatakan hal itu pada Haris.Haris adalah kakak dari almarhumah Hani, Salman takut jik
"Kanaya, masuk kamar!" ucap Salman seraya menarik tangan Kanaya dengan kasar membuat wanita cantik itu meringis kesakitan."Salman, apa yang kau lakukan? Kenapa kau kasar padanya?" tanya Haris terkejut dengan apa yang dilakukan Salman pada Kanaya."Lebih baik kalian pulang, aku tidak ingin ada orang yang mencampuri urusan rumah tanggaku dengan Kanaya!" ucap Salman.Haris terkejut mendengar ucapan mantan adik iparnya itu, baru kali ini Salman mengusir dan bersikap tidak baik padanya. Sejak mereka bersahabat hingga Salman menikahi adiknya, belum pernah sekali pun Haris melihat Salman bertindak kasar kepada wanita seperti itu."Kau benar-benar sudah berubah, Salman. Aku akan membayar berapapun asal kau melepas Kanaya, dia wanita baik tak pantas kau perlakukan seperti itu!" ucap Haris."Aku tidak akan terima sepeserpun uang darimu, Kanaya tetap denganku sampai perjanjian itu berakhir. Sekali lagi aku peringatkan jangan coba-coba mencampuri urusan rumah tanggaku!" ucap Salman lalu menarik
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu