"Aku sedang di sekolah Ana, Om. Tadi handphone aku tinggal di dalam mobil sementara aku menunggu Ana di depan gerbang sekolah," ucap Kanaya mengatakan hal sesungguhnya.Ini pertama kalinya Salman menghubungi nomor ponselnya, tetapi Kanaya begitu terkejut karena bukan hanya satu panggilan yang tak terjawab dari Salman melainkan puluhan."Jangan bohong!" ucap Salman dengan nada ketus di sebrang sambungan telepon.Kanaya yang sedang menyetir mobil pun mengalihkan panggilan suara menjadi Vidio call lalu ponselnya ia berikan pada Ana yang duduk di kursi sebelahnya."Hallo Papa," sapa Ana dengan suara cerianya."Hallo Ana, sedang dimana?" tanya Salman."Lagi jalan pulang dari sekolah, Pah. Papah gak sibuk hari ini, gak biasanya telepon Ana?" tanya Syafana."Ya pekerjaan Papa sedikit santai," jawab Salman berbohong padahal pekerjaannya banyak seperti biasanya."Ana apa di sana ada Om Aslan?" tanya Salman membuat Kanaya mengerutkan keningnya."Enggak ada, tadi pagi dia ke rumah, tapi pergi la
"Om, makan malam sudah siap," ucap Kanaya.Salman terbangun dari tidurnya dengan nafas tersengal-sengal, matanya memerah menatap Kanaya. Bagaimana bisa ia bermimpi bertemu dengan Hani lalu mendengar pesan yang tersirat dalam mimpi tersebut, di akhir mimpinya Kanaya datang membawa lentera dengan senyum yang sangat manis di susul dua anak yang berjalan menghampiri mereka."Maaf aku masuk dan mengganggu, tadi aku ketuk pintu dan panggil Om dari luar gak ada jawaban. Aku khawatir terjadi sesuatu jadi aku masuk, ternyata Om tidur," ucap Kanaya.Salman mengusap kasar wajahnya setelah cukup sadar jika Hani baru saja mendatanginya lewat mimpi, tetapi dia masih belum mengerti mengapa ada Kanaya juga hadir dalam mimpinya."Ya, aku ketiduran. Kau duluan saja ke meja makan, nanti aku menyusul," ucap Salman."Oke," jawab Kanaya singkat.Salman terus memandangi punggung Kanaya saat wanita itu melangkah keluar ruangan, ia menghela nafas dan beristigfar berkali-kali. Setelah merasa lebih tenang barul
"Saya tidak bermaksud membuat kamu tersinggung dengan membahas masa lalu Salman, tapi ini mungkin saja hal yang bisa membuat Salman jatuh cinta dan membuka hati untuk kamu," ucap Saida."Tidak apa-apa, Tante. Katakan saja saya akan mendengarkannya," ucap Kanaya."Salman jatuh cinta pada Hani karena gadis itu tak pernah melepas hijabnya saat keluar rumah, ia wanita solehah yang taat beragama."Kanaya spontan memegang rambutnya, sejujurnya sejak dulu ia memang ada keinginan untuk mengenakan hijab sejak dulu. Namun, hatinya selalu saja mengatakan belum siap."Suara Hani saat mengaji sangat merdu, banyak laki-laki yang menginginkannya. Namun, Hani hanya memilih Salman sebagai suaminya," ucap Saida.Kanaya menganggukan kepalanya, kini ia tahu mengapa suaminya begitu sulit melupakan mantan istrinya itu. Hani sungguh wanita saleha yang sudah jarang di temui laki-laki di jaman modern seperti ini, benar-benar wanita idaman."Aku harus belajar banyak dari almarhumah, tapi bukan berarti aku haru
Karena banyak pekerjaan, hari ini Salman pulang ke rumah sedikit telat. Saat ia mengucap salam, tak ada seorang pun yang menjawab. Rumah terlihat dalam keadaan sepi, Salman pun mencari keberadaan Ana, tetapi Ana tak ada di kamarnya. Saat ia melihat ke kamar Kanaya pemandangan di hadapannya membuat ia terdiam sejenak."Dia mengajari Ana mengaji?" gumam Salman dalam hati.Beberapa orang yang pernah menjadi baby sitter Ana memang memiliki sikap baik, tetapi Kanaya bukan hanya baik, gadis itu tulus memperlakukan Ana seperti anaknya sendiri bahkan mengajarinya mengaji.Salman menutup pintu kamar itu lagi lalu berjalan ke kamarnya, ia melihat ada tumpukan baju yang sudah di siapkan Kanaya untuknya.Setelah selesai mandi dan beristirahat Salman pun berjalan menuju meja makan dan terlihat Kanaya dan Syafana sudah duduk di sana."Papa, kok pulangnya gak seperti biasa?" tanya Syafana."Iya, Papa lagi banyak kerjaan di kantor,' jawab Salman."Om, kapan pulang? aku gak tahu kalau Om sudah pulang
Layu sebelum berkembang, mungkin itu pepatah yang pas untuk perasaan Kanaya. Ternyata meluluhkan hati seorang Salman tidaklah mudah, lelaki itu selalu saja memberi jarak bahkan menyakiti perasaan Kanaya dengan kata-katanya.Kanaya berjalan gontai menuju kamarnya dengan perasaan yang remuk redam, tak pernah terbayangkan olehnya selama ini akan menjalani pernikahan tanpa cinta seperti itu."Tuhan, jika dia bukan lelaki yang tepat untukku lalu mengapa kau hidupkan benihnya di rahimku? Aku bisa saja pergi meninggalkannya membawa hancurnya perasaanku, tapi apa bisa aku pergi meninggalkan buah hatiku sendiri saat perjanjian itu tiba?" ucap Kanaya yang kini sudah berada di dalam kamarnya.Kanaya tak pernah merasa selemah ini sebelumnya, hanya bisa menangis meratapi nasib yang begitu sulit setelah kehilangan ayahnya."Andai aku punya uang, aku akan berikan 2 milyar pada om Salman. Aku akan pergi membawa anak ini dan tak akan lagi menengok padanya, tapi jangankan 2 milyar, uang 1 juta pun aku
Salman menjadi resah karena tidak bisa mengikuti kemana Kanaya akan pergi, tanpa Salman tahu ini adalah hari ulang tahun Kanaya dan ia mendatangi makam ayah dan ibunya.Wanita yang sedang hamil muda itu berjongkok di hadapan dua gundukan tanah yang bersebalahan, ia berdoa dan menaburkan bunga di atas makam tersebut."Ayah, Ibu. Hari ini ulang tahunku yang ke 21 tahun, artinya 21 tahun sudah ibu berada di surga dan kini ayah bahagia bersama ibu di sana," ucap Kanaya seraya menghapus air mata di pipinya."Di ulang tahunku yang ke 21 tahun ini aku berharap kebaikan datang menghampiriku, kesedihan pergi dari hidupku, dan Tuhan memberikanku pundak juga hati yang kuat untuk ku menjalani kehidupan," ucap Kanaya.Kanaya tak bisa berkata apa-apa lagi, tahun ini adalah tahun yang penuh kesedihan baginya. Mungkin semesta pun akan kasihan melihat nya, bertubi-tubi Tuhan mengujinya. Namun, Kanaya sadar dalam sebuah keindahan ada hal yang harus di tempuh dan di lewat."Ayah, dulu kamu yang mengajar
"Tante Saida," ucap Kanaya saat melihat seseorang yang berdiri di depan pintu menatap dia dan Aslan dengan tajam."Kalian dari mana?" tanya Saida."Bude, kami habis dari mall. Om Aslan ajak kami ke mall karena Tante cantik ulang tahun," jawab Syafana terlihat begitu senang."Tante sudah lama di sini?" tanya Kanaya seraya mencium punggung tangan Saida.Saida tak menjawab pertanyaan Kanaya, ia menunjuk Aslan untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah Salman. Aslan menghela nafas lalu berjalan mengikuti instruksi sang mama."Kanaya, gantikan baju Ana setelah itu saya tunggu di ruang tamu!" ucap Saida.Kanaya mengangguk dan berjalan membawa Syafana ke kamarnya, setelah selesai mengurus Syafana ia berjalan ke kamarnya untuk menyimpan kado yang di berikan Aslan tadi. Kanaya kembali keluar kamar dan kini menghampiri Saida dan Aslan yang sudah menunggunya di ruang tamu.Suasana terlihat tegang, Aslan sejak tadi terdiam di hadapan mamanya seakan sudah tahu apa yang ada di pikiran sang mama. Semen
Salman melemparkan kertas tepat mengenai wajah Kanaya lalu jatuh kelantai, Kanaya berjongkok meraihnya kembali dan mulai membaca isi dari surat tersebut.~Kanaya, cincin ini tadinya akan aku gunakan untuk melamar kamu, tetapi nyatanya kamu sekarang sudah menjadi milik orang lain sebelum aku sempat melamarmu.Kulihat di jarimu tidak ada cincin pernikahan, jadi jika tak keberatan pakailah cincin ini di jarimu sebagai tanda persahabatan kita.Aku selalu bersedia menjadi orang pertama yang ada kapanpun saat kamu membutuhkan. Meski statusmu kini adalah bibi iparku, tetapi kamu tetaplah sahabat terbaikku.Selamat ulang tahun Kanaya, semoga Allah senantiasa memberi kesehatan dan keselamatan untukmu.Aslan Athalla wirawan~"Apa yang salah dengan kata-kata ini, kenapa om Salman terlihat sangat marah?" gumam Kanaya pelan."Sudah selesai membaca?" tanya Salman.Kanaya mengangguk, tanpa berkata apapun lagi Salman menarik Kanaya keluar dengan kasar membuat Kanaya kesakitan dan akhirnya mereka me
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu