"Kau tidak boleh menikah dengan Aslan meskipun sudah bercerai denganku," ucap Salman masih mencengkram dagu Kanaya "Kenapa?" tanya Kanaya."Dia keponakanku, aku tak ingin dia mendapatkan bekasku," ucap Salman."Bekas? Om menganggap aku seperti barang bekas?" tanya Kanaya dengan hati kembali teriris.Salman terdiam, perlahan tangannya melepas cengkraman di dagu Kanaya. Kata-kata yang keluar dari mulut Salman lagi-lagi menyakiti hati Kanaya, tanpa bicara apapun Kanaya keluar dari kamar tersebut sedangkan Salman duduk di ujung ranjang sambil menunduk."Mengapa aku tidak bisa mengontrol ucapanku di hadapan Kanaya? Mengapa selalu saja perkataan kasar yang aku lontarkan padanya?" gumam Salman tak mengerti dengan perasaannya sendiri.Kanaya kini berada di dalam kamarnya dan menatap pantulan dirinya di cermin, setiap kata yang diucapkan oleh suaminya membuat ia merasa menjadi wanita yang tak berharga."Serendah itukah aku di matamu, Om? Aku tidak tahu apa salahku, jelas-jelas aku di sini ada
"Aku sedang di sekolah Ana, Om. Tadi handphone aku tinggal di dalam mobil sementara aku menunggu Ana di depan gerbang sekolah," ucap Kanaya mengatakan hal sesungguhnya.Ini pertama kalinya Salman menghubungi nomor ponselnya, tetapi Kanaya begitu terkejut karena bukan hanya satu panggilan yang tak terjawab dari Salman melainkan puluhan."Jangan bohong!" ucap Salman dengan nada ketus di sebrang sambungan telepon.Kanaya yang sedang menyetir mobil pun mengalihkan panggilan suara menjadi Vidio call lalu ponselnya ia berikan pada Ana yang duduk di kursi sebelahnya."Hallo Papa," sapa Ana dengan suara cerianya."Hallo Ana, sedang dimana?" tanya Salman."Lagi jalan pulang dari sekolah, Pah. Papah gak sibuk hari ini, gak biasanya telepon Ana?" tanya Syafana."Ya pekerjaan Papa sedikit santai," jawab Salman berbohong padahal pekerjaannya banyak seperti biasanya."Ana apa di sana ada Om Aslan?" tanya Salman membuat Kanaya mengerutkan keningnya."Enggak ada, tadi pagi dia ke rumah, tapi pergi la
"Om, makan malam sudah siap," ucap Kanaya.Salman terbangun dari tidurnya dengan nafas tersengal-sengal, matanya memerah menatap Kanaya. Bagaimana bisa ia bermimpi bertemu dengan Hani lalu mendengar pesan yang tersirat dalam mimpi tersebut, di akhir mimpinya Kanaya datang membawa lentera dengan senyum yang sangat manis di susul dua anak yang berjalan menghampiri mereka."Maaf aku masuk dan mengganggu, tadi aku ketuk pintu dan panggil Om dari luar gak ada jawaban. Aku khawatir terjadi sesuatu jadi aku masuk, ternyata Om tidur," ucap Kanaya.Salman mengusap kasar wajahnya setelah cukup sadar jika Hani baru saja mendatanginya lewat mimpi, tetapi dia masih belum mengerti mengapa ada Kanaya juga hadir dalam mimpinya."Ya, aku ketiduran. Kau duluan saja ke meja makan, nanti aku menyusul," ucap Salman."Oke," jawab Kanaya singkat.Salman terus memandangi punggung Kanaya saat wanita itu melangkah keluar ruangan, ia menghela nafas dan beristigfar berkali-kali. Setelah merasa lebih tenang barul
"Saya tidak bermaksud membuat kamu tersinggung dengan membahas masa lalu Salman, tapi ini mungkin saja hal yang bisa membuat Salman jatuh cinta dan membuka hati untuk kamu," ucap Saida."Tidak apa-apa, Tante. Katakan saja saya akan mendengarkannya," ucap Kanaya."Salman jatuh cinta pada Hani karena gadis itu tak pernah melepas hijabnya saat keluar rumah, ia wanita solehah yang taat beragama."Kanaya spontan memegang rambutnya, sejujurnya sejak dulu ia memang ada keinginan untuk mengenakan hijab sejak dulu. Namun, hatinya selalu saja mengatakan belum siap."Suara Hani saat mengaji sangat merdu, banyak laki-laki yang menginginkannya. Namun, Hani hanya memilih Salman sebagai suaminya," ucap Saida.Kanaya menganggukan kepalanya, kini ia tahu mengapa suaminya begitu sulit melupakan mantan istrinya itu. Hani sungguh wanita saleha yang sudah jarang di temui laki-laki di jaman modern seperti ini, benar-benar wanita idaman."Aku harus belajar banyak dari almarhumah, tapi bukan berarti aku haru
Karena banyak pekerjaan, hari ini Salman pulang ke rumah sedikit telat. Saat ia mengucap salam, tak ada seorang pun yang menjawab. Rumah terlihat dalam keadaan sepi, Salman pun mencari keberadaan Ana, tetapi Ana tak ada di kamarnya. Saat ia melihat ke kamar Kanaya pemandangan di hadapannya membuat ia terdiam sejenak."Dia mengajari Ana mengaji?" gumam Salman dalam hati.Beberapa orang yang pernah menjadi baby sitter Ana memang memiliki sikap baik, tetapi Kanaya bukan hanya baik, gadis itu tulus memperlakukan Ana seperti anaknya sendiri bahkan mengajarinya mengaji.Salman menutup pintu kamar itu lagi lalu berjalan ke kamarnya, ia melihat ada tumpukan baju yang sudah di siapkan Kanaya untuknya.Setelah selesai mandi dan beristirahat Salman pun berjalan menuju meja makan dan terlihat Kanaya dan Syafana sudah duduk di sana."Papa, kok pulangnya gak seperti biasa?" tanya Syafana."Iya, Papa lagi banyak kerjaan di kantor,' jawab Salman."Om, kapan pulang? aku gak tahu kalau Om sudah pulang
Layu sebelum berkembang, mungkin itu pepatah yang pas untuk perasaan Kanaya. Ternyata meluluhkan hati seorang Salman tidaklah mudah, lelaki itu selalu saja memberi jarak bahkan menyakiti perasaan Kanaya dengan kata-katanya.Kanaya berjalan gontai menuju kamarnya dengan perasaan yang remuk redam, tak pernah terbayangkan olehnya selama ini akan menjalani pernikahan tanpa cinta seperti itu."Tuhan, jika dia bukan lelaki yang tepat untukku lalu mengapa kau hidupkan benihnya di rahimku? Aku bisa saja pergi meninggalkannya membawa hancurnya perasaanku, tapi apa bisa aku pergi meninggalkan buah hatiku sendiri saat perjanjian itu tiba?" ucap Kanaya yang kini sudah berada di dalam kamarnya.Kanaya tak pernah merasa selemah ini sebelumnya, hanya bisa menangis meratapi nasib yang begitu sulit setelah kehilangan ayahnya."Andai aku punya uang, aku akan berikan 2 milyar pada om Salman. Aku akan pergi membawa anak ini dan tak akan lagi menengok padanya, tapi jangankan 2 milyar, uang 1 juta pun aku
Salman menjadi resah karena tidak bisa mengikuti kemana Kanaya akan pergi, tanpa Salman tahu ini adalah hari ulang tahun Kanaya dan ia mendatangi makam ayah dan ibunya.Wanita yang sedang hamil muda itu berjongkok di hadapan dua gundukan tanah yang bersebalahan, ia berdoa dan menaburkan bunga di atas makam tersebut."Ayah, Ibu. Hari ini ulang tahunku yang ke 21 tahun, artinya 21 tahun sudah ibu berada di surga dan kini ayah bahagia bersama ibu di sana," ucap Kanaya seraya menghapus air mata di pipinya."Di ulang tahunku yang ke 21 tahun ini aku berharap kebaikan datang menghampiriku, kesedihan pergi dari hidupku, dan Tuhan memberikanku pundak juga hati yang kuat untuk ku menjalani kehidupan," ucap Kanaya.Kanaya tak bisa berkata apa-apa lagi, tahun ini adalah tahun yang penuh kesedihan baginya. Mungkin semesta pun akan kasihan melihat nya, bertubi-tubi Tuhan mengujinya. Namun, Kanaya sadar dalam sebuah keindahan ada hal yang harus di tempuh dan di lewat."Ayah, dulu kamu yang mengajar
"Tante Saida," ucap Kanaya saat melihat seseorang yang berdiri di depan pintu menatap dia dan Aslan dengan tajam."Kalian dari mana?" tanya Saida."Bude, kami habis dari mall. Om Aslan ajak kami ke mall karena Tante cantik ulang tahun," jawab Syafana terlihat begitu senang."Tante sudah lama di sini?" tanya Kanaya seraya mencium punggung tangan Saida.Saida tak menjawab pertanyaan Kanaya, ia menunjuk Aslan untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah Salman. Aslan menghela nafas lalu berjalan mengikuti instruksi sang mama."Kanaya, gantikan baju Ana setelah itu saya tunggu di ruang tamu!" ucap Saida.Kanaya mengangguk dan berjalan membawa Syafana ke kamarnya, setelah selesai mengurus Syafana ia berjalan ke kamarnya untuk menyimpan kado yang di berikan Aslan tadi. Kanaya kembali keluar kamar dan kini menghampiri Saida dan Aslan yang sudah menunggunya di ruang tamu.Suasana terlihat tegang, Aslan sejak tadi terdiam di hadapan mamanya seakan sudah tahu apa yang ada di pikiran sang mama. Semen