#Sepupu _dari_KampungBab 47Semangat, Riri!Vivian dibawa paksa memasuki sebuah rumah oleh orang yang menculiknya. Gadis itu hanya bisa menurut karena memberontak juga percuma hanya akan menyakiti dirinya sendiri saja. Tiga orang yang menculiknya mendudukkan Vivian di sebuah kursi di sebuah ruangan luas yang kosong dan tidak ada perabotannya sama sekali. Vivian mengedarkan pandangan,"tempat apa ini, mirip sebuah kantor yang kosong." Pikirnya. Suara langkah kaki terdengar mendekat. Vivian menajamkan mata untuk melihat siapa yang datang. Mata Vivian tidak berkedip menatap dua sosok pria berpostur tinggi yang menghampirinya. "Zi_Zian?" Desis Vivian sambil menelan ludah. Zian dan Arman semakin dekat. Dada Vivian berdetak tak karuan karena menyadari dirinya dalam bahaya. Tetapi bukan Vivian kalaupun tidak segera menemukan solusi untuk berkelit. Vivian dengan cepat sudah memutar otaknya apa bila Zian mencecarnya dengan pertanyaan seputar video viral. "Zian, Zian, tolongin aku!" Seru V
#Sepupu _dari_KampungBab 48Dukungan Riri untuk suaminya "Zi, sebaiknya kita selesaikan masalah ini besok saja. Ini sudah malam," kata Arman saat menyetir mobil. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam lebih. Zian bergeming, dia bernafsu ke rumah Purwanto untuk membuat perhitungan dengan istrinya. Sania telah mengakui bahwa dia ingin menghancurkan Riri istrinya. Itu tidak bisa dibiarkan. Menghancurkan Riri harus berhadapan dengan Zian. "Aku ingin semuanya beres saat ini juga!" Kata Zian bersemangat. Selangkah lagi dia akan berhasil mengungkap siapa di balik video palsu murahan yang viral itu. "Sebaiknya kamu pulang dulu, Zi. Istrimu menunggu di rumah, jangan sampai dia bertambah curiga karena kamu pulang terlambat," kata Arman lagi menasehati. Zian terdiam. Tiba-tiba dia kangen sama istrinya itu, "baiklah, antar aku pulang," kata Zian akhirnya. Arman memutar mobil dan kembali ke arah rumah Zian. Arman tidak mampir, lelaki itu langsung berpamitan pada Zian dan menjalankan lagi
#Sepupu _dari_KampungBab 49Pembalasan segera datang Vivian berlari dan terus berlari. Dia telah dibebaskan oleh anak buah Arman dan dilepas begitu saja di jalanan yang sepi. Tanpa berbekal hp dan tas dan tentu saja uang Vivian hanya diberikan kunci mobilnya saja. Sedangkan jarak dia diturunkan ke mobilnya masih sekitar enam kilo lagi. Vivian mengumpat sepanjang jalan. Paling tidak empat jam lagi dengan jalan kaki Vivian baru akan sampai di mobilnya. "Sialan kau Arman!" Hih! Vivian mengumpat dengan mengepalkan tangan. Dia kesal dengan anak buah Arman yang tidak berperikemanusiaan ini. "Aku dilepas seperti binatang! Semoga mobilmu selalu bau taik kau Arman gila!" Vivian mengomel sendiri sepanjang jalan. Sebenarnya dia sendiri yang seperti orang gila. Berjalan sambil mengomel dan pakai baju mini kurang bahan. Orang-orang yang melewatinya pun tertawa. Bahkan ada yang memberi suara klakson besar dan membuat Vivian melompat kaget. Sampai di mobilnya Vivian langsung tancap gas. Dia la
#Sepupu _dari_KampungBab 50Bahagia untuk RiriDi sebuah hotel yang tidak begitu mewah, dua orang berbadan atletis dan berpostur tinggi tampak mendatangi. Keduanya berpakaian sama yaitu setelah jas dan celana berwarna hitam. Rambut mereka disisir rapi semua hingga menampakkan wajah yang tampan. Dua perempuan penjaga resepsionis berdiri menyambut. Mereka bertanya tanya siapa sebenarnya tamu yang tak biasa ini. Dinar yang kebetulan incharge siang ini tiba-tiba merasa was-was. "Selamat siang ada yang bisa dibantu?" Anita menyapa dengan ramah. Anton mendekat ke meja resepsionis. "Kami detektif swasta, sedang mencari informasi. Mohon Anda berdua menjawab pertanyaan kami dengan jujur," kata Anton dengan suara tegas. Anita dan Dinar berdiri sejajar dengan tegang, mereka sempat saling menatap tadi. Lewat pandangan mata, Dinar dan Anita seperti saling bertanya, "ada apa?""Apakah orang ini pernah menginap di hotel ini?" Arman menunjukkan foto wajah Vivian. Anita dan Dinar mendekat dan m
Sepupu dari KampungBab 1Gratisan"Riri, mulai sekarang, Bik Siti sudah tidak bekerja di sini lagi. Kamu bantu budhe ya?""Iya, Budhe." Gadis manis bernama Riri itu tersenyum. Belum genap seminggu dia datang dari kampung. "Ini catatan jadwal kerja kamu!" Kata Sania, Budhenya. Riri menerima sehelai kertas folio yang ada tulisannya bolak-balik. Ini tulisan tangan Budhenya. Di situ tertulis semua pekerjaan yang harus dia jalani setiap harinya.1. Bangun pagi cuci mobil 22. Bikin sarapan3. Nyuci, ngepel, bersih-bersih rumah, kamar-kamar, dan halaman.4. Belanja5. Ngosek toilet 46. Gosok baju7. Masak buat makan malam8. Cuci piring, bersihkan dapur9. Mijitin Budhe (jam 9_10 malam)10. Istirahat. "Mengerti?""Mengerti, Budhe." Gadis itu mengangguk. Nggak masalah buat Riri membantu pekerjaan rumah Budhenya. Toh, dia sudah diperbolehkan tinggal gratis di sini. Pakdhenya juga berjanji, nanti kalau ada lowongan pekerjaan di kantor, Riri akan dimasukkan. Riri adalah seorang lulusan SMA
#Sepupu _dari_KampungBab 2Rahasia NeniRiri tertegun menatap Rani. Masih berpikir, apakah beneran Rani menyuruhnya memakaikan sepatu?"Cepetan, terlambat aku nanti!" Teriak Rani. Riri segera berjongkok untuk memakaikan sepatu sepupunya itu. Meski perih, Riri berusaha iklas melakukannya. "Rani, jangan keterlaluan!" Suara pakdhe Pur terdengar menghardik Rani, anak bungsunya. "Biarin, itu hukuman buat dia!" Ucap Rani dengan sinis. Riri diam saja. "Kamu tidak berhak menghukum dia. Kalau Riri salah, biar Papa yang menghukum dia!" Pakdhe Pur bersuara tinggi kepada Rani. "Papa, kenapa selalu membela Riri. Bisa besar kepala dia nanti!" Budhe Sania nimbrung. "Sudah Riri, ke belakang sana!" Titah pakdhe. Riri mengangguk kemudian menghilang ke belakang. Rani menghentakkan kaki di lantai. Kesal dia dengan Riri yang selalu dibela Papanya. "Rani, cepat sedikit. Papa antar sekalian ke sekolah." Pakdhe Pur berkata sambil berjalan ke mobil."Ma, kesel Rani sama Riri!""Sudah lah, biar Mama yan
#Sepupu _dari_KampungBab 3Masalah"Pah, kenapa beberapa hari ini kok Papa jadi lebih pendiam, kenapa? Tanya Sania pada Purwanto Suaminya. Purwanto menghela nafas. Memang akhir-akhir ini, pikirannya tak tenang. Penyebabnya adalah, dia bingung dengan keputusan Pak Hendri yang telah memutuskan kontrak kerja dengannya. Sesuai kontrak kerja yang telah disepakati, apabila perusahaan Purwanto gagal memenuhi deadline, maka dia harus membayar denda dan semua kerugian. Purwanto bingung harus mendapatkan uang dari mana. Utang yang harus dia tanggung, jumlahnya tidak main-main. Puluhan Milyar!"Aku sedang bingung, mah ..." Ucap Purwanto akhirnya. Dia memang harus bicara dengan istrinya. "Kenapa?" Sania mendudukkan pantat di tepi tempat tidur, sebelah Suaminya. "Perusahaan Pak Hendri memutuskan kontrak. Kita terkena penalti, Ma. Aku harus mengganti semua denda dan kerugian yang terjadi." Ucap Purwanto dengan lesu. "Hah! Kok bisa, Pah?" Ujar Sania kaget. "Aku tidak bisa menyelesaikan sesuai
#Sepupu _dari_KampungBab 4Anak gadismuHari menjelang malam. Pakde dan Budhe barusan pergi. Sebuah mobil menjemput mereka. Entah pergi kemana, Riri tidak tahu. Biasanya, Pakde akan berpamitan padanya kalau pergi. Tapi, tadi sepertinya Pakde tergesa.Riri menaiki tangga ke lantai atas. Dia mau ke kamar Neni, menyampaikan pesanan Ega tadi. Pelan, Riri mengetuk pintu kamar Neni. Gadis itu seharian tak keluar kamar. Mungkin Neni lagi sakit ... Atau hamil? Eh!Karena tak ada jawaban, Riri memberanikan diri masuk. Suara air dari kran kamar mandi terdengar. Pantas saja dia nggak denger saat diketuk pintunya. Riri berdiri di ujung dipan, menunggu Neni keluar. Sesaat kemudian, suara air kran mati.HuweeeeekHuweeeeekSuara seperti orang muntah, seketika Riri terdiam. "Apakah benar Neni hamil?" Pikiran Riri jadi kemana-mana. Apalagi dengan testpack yang dia pegang ini. Semakin membuat Riri curiga.Ceklek!Pintu kamar mandi terbuka. Wajah Neni menyembulkan dari dalam. Seketika Neni kaget melih