Share

3. Hasna dan Ipar

Penulis: Kilau Cantika
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hari ini hari kedua mereka berpuasa, Hasna sudah menyiapkan masakan untuk mereka berbuka dan juga minuman teh hangat sebagai pembukanya.

Piring dan sendok sudah dijajarkan sedemikian rupa di atas meja yang mereka sebut dengan meja makan, meskipun bentuknya tidak seperti meja makan seperti umumnya.

"Risa, Raihan, ayo kita bersiap-siap untuk berbuka! Kalian duduk di depan meja makan ya, supaya kita bisa langsung berbuka nanti,"

Kedua anaknya pun langsung mendekat dan duduk di kursi yang sudah disediakan oleh Hasna.

Tetapi mereka bertanya-tanya kenapa ayah mereka belum pulang juga.

"Ayah kalian mendapat giliran sore hari sampai waktu isya nanti, sehingga sekarang belum pulang," jawab Hasna.

Kedua anaknya pun mengangguk dan mengerti bahwa pekerjaan ayahnya itu memang kadang mendapat giliran untuk parkir saat pagi ataupun siang dan juga bisa sore hari.

Risa menunggu sambil memukul-mukul meja, begitu juga dengan Raihan mereka berdua kompak saling membunyikan meja dengan ketukan-ketukan yang berirama.

Hasna yang masih menunggu air matang untuk membuat teh hangat hanya tersenyum mendengar ketukan mereka dan melihatnya dengan tersenyum.

Apapun itu ia tidak melarang asalkan mereka bahagia dan tidak berbuat nakal atau saling bertengkar.

5 menit lagi adzan akan berkumandang. Risa sudah tidak sabar lagi, iya sedikit mengeluh karena waktunya begitu lama.

Akhirnya Raihan memberinya sebuah jebakan yang harus ia jawab selama beberapa hitungan yang Raihan lakukan.

"Coba tebak ikan apa yang bisa terbang?"

Risa mencoba menerka-nerka, tapi jawabannya selalu salah sehingga membuatnya menjadi jengkel.

"Kalau kita main tebak-tebakan jangan langsung marah kalau kamu salah menjawabnya,"

Raihan mencoba memberi pengertian kepada adiknya supaya tidak terlalu serius dalam bermain.

"Habisnya salah terus dari tadi sih Kak,"

Beberapa menit kemudian akhirnya adzan berkumandang Risa dan juga Raihan langsung meneguk minuman dengan diawali air putih dulu.

Mereka berdua sangat antusias sekali saat melihat lauk yang dimasak oleh ibu mereka.

"Lauknya enak sekali hari ini, Bu, Alhamdulillah," kisah perseru gembira karena ia mendapati ada telur di dalam piring yang disediakan oleh ibunya di atas meja makan.

Ia memilih semur telur kemudian ada sambal juga. Kedua anak Hasna menyukai sambal karenanya jika mereka sama sekali tidak memiliki uang dalam satu-satunya adalah membuat sambal untuk kedua anaknya.

Hasna teringat Farhan, suaminya, ia tadi sudah membawakan suaminya itu sebotol minuman dan juga beberapa snack supaya bisa berbuka di tempat parkiran.

Setelah lumayan bisa mengisi perutnya, Hasna mengajak kedua anaknya untuk salat Maghrib bersama di rumah. Barulah nanti ketika salat isya, mereka berjamaah bersama di masjid.

Ketika menjelang Isya, suaminya Farhan baru saja pulang. Ia tampak kelelahan, dan langsung saja mandi, kemudian minum teh hangat yang telah dibuatkan oleh Hasna, istrinya.

"Ayah, Ayah baru pulang?" tanya Risa sambil memijit tangan Ayahnya yang tampak lelah dengan pekerjaannya.

Tersenyum sambil minum teh Ia pun mengelus rambut Risa anak perempuannya itu.

"Iya anak ayah yang cantik, Ayah baru saja pulang ini Alhamdulillah ada rezeki lebih kita bisa makan enak juga besok,"

"Wah, apa iya Ayah berarti dapatnya lebih banyak, ya?"

Farhan mengangguk kemudian memberikan uang kepada Hasna istrinya.

"Ini, Bu uangnya, Alhamdulillah, rejeki hari ini,"

Hasna menerima uang sebesar Rp 25.000,-, ia begitu bersyukur menerimanya karena baru kali ini menerima uang sebanyak itu semenjak suaminya di PHK.

"Alhamdulillah, Ayah ini cukup sekali, tetapi meskipun kita punya uang lebih sebaiknya untuk masakan sederhana saja seperti biasanya,"

"Terserah Ibu, yang penting kita bisa makan untuk besok,"

Risa Dan Raihan pun mengangguk, mereka memahami keadaan kedua orang tua mereka. Keduanya selalu mendengar kedua orang tua mereka saling berbicara mengenai masalah pendapatan dan juga kebutuhan yang harus dipenuhi setiap harinya.

Sebelum adzan isya berkumandang, mereka berdua sudah lari ke masjid untuk mencari tempat shalat.

Risa dan Raihan memang selalu mencari tempat dulu karena biasanya di awal-awal puasa masih masih terasa penuh dan juga berdesak-desakan.

***

Setelah pulang dari tarawih Hasna dan Farhan saling mengobrol mereka duduk berdua di ruang tamu.

Sementara kedua anak mereka sudah tidur dalam buaian mimpi masing-masing.

"Tadi memang cukup rame nggak ya, Mas parkirannya?" tanya Hasna kepada suaminya.

"Alhamdulillah cukup ramai ini bu karena banyak dari mereka berbelanja ke pasar saat menjelang sore hari,"

"Mungkin mereka mencari takjilan ya karena biasanya Mall menjual takjilan di depan tempat mereka,"

"Iya, semuanya laris jualannya, Alhamdulillah, tadi ayah diberi satu untuk berbuka, mau dibawa pulang tetapi karena hanya satu terpaksa Ayah yang menghabiskan,"

"Tidak apa-apa, nanti kalau dibawa pulang ke rumah malah mereka berebutan," sahut Hasna.

Keduanya sangat bersyukur, karena menjelang puasa ke-3 ternyata rejeki makin bertambah.

"Mas, kemarin ada Bu Indah bercerita, kalau ia mau mencari orang untuk bisa membantunya membuat kue lebaran,"

"Ya, terus?"

"Boleh tidak ya kalau aku yang melamar bekerja di tempatnya Bu Indah?"

Farhan mengerutkan keningnya, istrinya tampak sedang meminta ijin padanya.

"Kamu mau bekerja, Na?"

Hasna mengangguk pelan, iya menunggu jawaban dari suaminya itu karena ia sudah memberi janji kepada Bu Indah kalau bisa kan maka ia yang akan mengisi pekerjaan itu.

"Boleh atau tidak, Mas?"

Farhan belum bisa menjawab karena selama ini dia tidak pernah membiarkan istrinya itu untuk bekerja.

Selama ini yang bekerja hanya dirinya saja, dia tidak pernah menyuruh istrinya untuk membantunya mencari uang meskipun mereka kesulitan.

Karena sebelum mereka menikah, Farhan berjanji kepada Hasna tidak akan membiarkan istrinya itu bekerja dan kelelahan.

Farhan bercita-cita memiliki istri yang hanya mengurus dirinya dan juga anak-anaknya.

"Aku tidak pernah menginginkan hal ini terjadi, biar kamu bekerja adalah merupakan kegagalanku sebagai kepala rumah tangga,"

Farhan mencoba menerangkan, ia menjelaskan semuanya mengapa selama ini ia tidak ingin istrinya ikut bekerja.

"Itu dulu, Mas sekarang sudah sangat berbeda, aku ingin membantumu untuk mencari uang,"

"Aku tahu, Hasna, kamu melihatku bekerja siang dan malam tetapi pulang hanya mendapatkan beberapa ribu uang saja,"

Hasna merasa sedih karena suaminya menganggapnya seorang meremehkan pekerjaannya serta penghasilannya ia dapat setiap harinya.

"Aku hanya sekedar membantumu bukan meremehkan pekerjaanmu dan hasil yang kau dapatkan, Mas,"

Farhan menghela napas panjang, ia tidak menjawab lagi pertanyaan istrinya.

Farhan akhirnya berdiri kemudian masuk ke kamarnya dan tidur membiarkan istrinya duduk termenung tanpa mendapatkan izin dari dirinya.

***

Keesokan paginya, Hasna sedang menyapu lantai rumah, mereka dikejutkan dengan kedatangan Ella dan juga Ibu Sadi ke rumah mereka.

Ella menatap sinis kepada Hasna, sementara Bu Sadi mertuanya hanya diam saja ketika melihat Hasna mengalirkan tangannya.

Farhan keluar dari kamar mandi dan melihat keluarganya datang menjenguk dirinya.

Farhan bersikap biasa saja ia tahu keluarganya hanya datang untuk dirinya tetapi bukan untuk keluarganya.

Dia sangat sakit hati karena telah keluar mereka terhadap Hasna dan juga anak-anaknya.

Itu ia ketahui ketika ia ada di rumah, perlakuan mereka terhadap Risa dan Raihan begitu manis. Namun ketika ia sedang pergi mereka begitu sinis memperlakukan Hasna dan kedua anaknya.

Hasna tidak pernah bercerita apa apa tetapi ini bisa merasakan itu dari raut wajah istrinya dan anak-anaknya saat ia pernah cerita tentang Nenek mereka.

"Farhan, bagaimana kabarnya? Ibu kangen sekali sama kamu," ucap Bu Sadi.

"Alhamdulillah, Farhan sehat saja, Bu,"

"Syukurlah kalau kamu sehat-sehat saja, kenapa kamu jarang sekali datang ke rumah?"

Ibunya menuntun anaknya untuk duduk dekat dengannya di ruang tamu tanpa menanyakan sesuatu hal kepada Hasna, menantunya.

Tapi bagi Hasna itu tidak apa-apa, karena yang terpenting seorang ibu masih mengingat keadaan anaknya yang jauh tidak terlihat olehnya .

"Farhan sibuk Bu, mencari pekerjaan untuk keluarga Farhan,"

"Sekarang sudah dapat pekerjaannya?"

"Alhamdulillah sudah, Bu,"

"Sekarang bekerja di mana Farhan, kok kamu tidak memberi kabar pada Ibu, ya kan, Ella?"

Ella yang duduk di samping ibunya, sedang menatap layar HP kemudian mengangguk dan mengiyakan ucapan ibunya.

"Iya, kenapa kamu tidak memberi kabar kepada Ibu, Farhan?" ucap Ella.

Farhan hanya tersenyum kepada Ella kakaknya, ia kemudian menceritakan bagaimana ia bekerja sehari-hari.

"Apa??? Kamu jadi tukang parkir?"

Bu Sadi hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Ia menatap tajam pada Farhan, anaknya yang pendiam itu, kemudian tiba-tiba mengatakan sesuatu kepada menantunya, Hasna.

"Kenapa kamu biarkan anakku bekerja sebagai tukang parkir?"

Hasna hanya diam saja tetapi kemudian ia hanya mengangguk.

"Jawab pertanyaan ibu, kenapa hanya mengangguk!"

Bu Sadi merasa tidak sabar, ia benar-benar marah dan hampir tidak dapat ia terima tentang pekerjaan anaknya yang sebagai tukang parkir.

Farhan merasa bersalah, karena yang menginginkan pekerjaan ini adalah dirinya bukan istrinya. Tetapi kenapa mereka tiba-tiba menyalahkan Hasna yang tidak tahu apa-apa.

"Hasna tidak salah apa-apa, lagi pula pekerjaan tukang parkir adalah halal, serta tidak begitu merepotkan bagi Farhan," ucap Farhan.

Farhan baru tahu ternyata selama ini istrinya tampak tertekan.

"Bukan begitu anakku tetapi kenapa istrimu hanya diam saja tidak melarang,"

Ibunya mengucapkan dengan lembut kepadanya, tetapi Farhan merasa bahwa Hasna, istrinya masih tersudutkan.

"Kalau memang kamu yang menginginkannya, seharusnya istrimu sangat bersyukur ternyata memiliki suami yang benar-benar bertanggung jawab." ucap Ibunya lagi.

"Hasna memang sangat bersyukur sekali kok, Bu, tiap hari ia malah memasak dengan penuh cinta dan juga apa adanya meskipun Farhan mendapatkan uang sepuluh ribu saja setiap harinya,"

"A-apa??"

Ibunya tampak terdekat karena terkejut mendengar pendapat yang didapatkan oleh anaknya setiap harinya itu.

"Kamu mendapatkan sepuluh ribu setiap harinya?"

Bu Sadi memegangi dadanya, ia nampak sangat terpukul mendengar pengakuan anaknya itu.

"Titelmu yang sarjana jadi sia-sia karena kamu menjadi tukang parkir dengan pendapatan uang sepuluh ribu,"

"Tidak apa-apa, Bu, yang penting halal," jawab Farhan membela diri.

"Iya, halal sih iya, tapi itu memalukan tahu, kamu itu sarjana!"

Bu Sadi menjadi tambah sinis kepada menantunya, Hasna. Ia terus memandang menantunya itu dengan pandangan tajam.

Hasna dari tadi menunduk dan ia hanya mendengarkan saja tanpa ikut berbicara karena tidak ada yang harus ia sampaikan lagi.

Ibu mertuanya dan juga iparnya sama sekali tidak akan mendengarkannya ketika berbicara.

"Dengar Farhan! Kalau kamu memang tidak memiliki sepeserpun uang, kamu bisa datang ke rumah Ibu tanpa harus berpanas-panasan atau kehujanan demi sepuluh ribu mu itu,"

Bu Sadi merogoh isi dompetnya dan mengeluarkan uang seratus ribu rupiah untuk Farhan.

"Ini, Nak, uang untuk sepuluh hari ke depan.

Kamu tidak boleh bekerja menjadi tukang parkir dan kalau uang mu habis kamu bisa ambil lagi ke rumah Ibu tanpa perlu berpanas-panasan, mengerti!"

Farhan menolak pemberian ibunya kemudian memberikannya lagi kepada orang yang telah melahirkannya itu.

Ella memandang adiknya dengan begitu sini dan ia memaksa adiknya untuk menerima uang pemberian dari ibunya.

"Terima saja Farhan, tidak usah gengsi kalau memang tidak punya uang, ya terima saja!"

Farhan akhirnya mengalah karena ibunya dan kakaknya telah bergegas pergi keluar dari rumah mereka tanpa berpamitan pada Hasna menantunya.

Kedua anaknya mengintip dari balik pintu kamar, kemudian mereka keluar setelah nenek mereka pulang.

"Yah, terima saja uangnya yang dari nenek lumayan untuk makan kita sehari-hari," ucap Risa.

Raihan pun juga demikian ia mengatakan hal yang sama kepada kedua orang tuanya.

"Simpan saja uangnya, Yah!"

Hasna mengucapkan itu dengan mata berkaca-kaca karena melihat sikap Farhan yang menahan diri untuk tidak menangis saat Ibunya mengatakan hal yang sangat menyakitkan tadi.

Bab terkait

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    4. Hasna dan Mertua

    Siang hari yang begitu terik membuat keringat bercucuran di saat Hasna harus menyalakan kipas anginnya.Kedua anaknya baru saja bangun tidur dan mereka langsung bermain bersama.Tetapi teman Risa datang sehingga Raihan kini bermain sendirian saja. Seperti biasanya, ia tidak mau untuk bermain di luar, paling nanti ada temannya yang datang untuk mengajaknya bermain dan dia akan mengajaknya bermain di dalam rumah saja.Begitulah Raihan sifatnya agak susah dibandingkan dengan Risa yang mudah bergaul dengan temannya.Hasna menyalakan kipas angin untuk kemudian diputar ke segala arah supaya anaknya juga mendapatkan angin yang lumayan agar tidak kepanasan.Sudah hari ke-4 mereka berpuasa dan semuanya belum ada yang bolong ataupun batal puasanya.Hasna masih ingat betul ketika siang hari kemarin ini saat ibu mertuanya datang bagaimana mereka mengatakan bahwa rumah mereka ini sangatlah kecil.Tapi meskipun begitu Hasna sangat bersyukur ia masih memiliki rumah yang bisa ia tinggali dan miliki da

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    5. Hasna dan Kehidupannya

    Hari ini, Hasna pergi ke pasar untuk membeli ber macam-macam bahan untuk keperluan memasak besok di hari lebaran. Ia telah memiliki tabungan yang telah ia kumpulkan selama hampir sebulan ini. Uang yang telah ia kumpulkan memang sengaja ia gunakan untuk hari ini supaya bisa membeli keperluan untuk hari lebaran besok. Ia pergi dari rumah dari pukul 05.00 pagi agar ia bisa kebagian semuanya, semua harga sayuran dan juga bumbu serta sesuatu yang akan ia beli harganya sudah pada naik. Pertama masuk pasar, ia membeli sayuran, bumbu-bumbu, barulah ia membeli ayam meskipun dengan harga yang cukup tinggi tetapi ia membelinya juga. Hasna telah merencanakan jauh-jauh hari, belanjaan apa saja yang akan ia beli dan hasilnya semuanya bisa sesuai dengan rencananya. Ia bisa membeli semua yang ada dalam daftar keinginannya dan uang yang ia bawa melebihi dari cukup. Ia hanya membeli ayam sebanyak 1 kg saja karena memang harganya sudah termasuk cukup tinggi dan tabungannya hampir menipis. Setelah

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    6. Hasna Dan Hari Lebaran

    Malam ini Hasna dan kedua anaknya dan juga bersama dengan suaminya, pergi ke toko baju untuk memilih beberapa baju yang telah dijanjikan kepada kedua anaknya.Mereka pergi ke sana dengan berjalan kaki, karena meski jaraknya sedikit jauh tetapi untuk menaiki motor sepertinya tidak cukup mengingat anak-anaknya sudah besar.Farhan hanya memiliki sebuah motor saja dan itu tidak mungkin mereka membawa keempat penumpang dalam satu motor. Maka diputuskan lah mereka hanya jalan kaki saja.Risa dan juga Raihan sangat menikmati perjalanannya menuju ke toko baju. Mereka terlihat sangat bersemangat mengingat tujuan mereka pergi adalah untuk membeli baju lebaran.Hasna memilih satu toko baju yang menurutnya harganya benar-benar murah dan terjangkau dengan isi dompetnya.Ia menanyakan kepada Risa mengenai warna dan model baju yang akan ia pilih untuk hari besok saat mereka bersilaturahmi."Risa, kamu mau yang mana, Nak. Coba pilih satu atau dua supaya Ibu bisa memilih dan menentukan mana yang cocok

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    7. Hasna dan Kue Lebaran

    "Risa, Raihan kuenya dicicipi, kalian beli baju baru berapa?" tanya Bu Sadi.Risa pun menjawab pertanyaan neneknya, "Alhamdulillah, kemarin beli dua, Nek," jawab Risa dengan riang.Raihan mencolek tangan adiknya supaya tidak terlalu sombong meskipun mereka membeli dua baju lebaran."Risa nggak boleh gitu meskipun bajunya ada dua tetapi kamu tidak boleh sombong,"Bu Sadi hanya tertawa melihat keduanya, ia pun mengambil sepotong kue kemudian memakannya.Ia melirik tajam ke arah Hasna yang sedang terduduk diam di ujung kursi tanpa ia tawari sedikitpun kue-kue yang ada di depan matanya.Matanya tak mau memberikan kesempatan pada menantunya untuk melihatnya tersenyum, karena ia terus menatap tajam.Kue lebaran yang banyak disajikan di atas meja tamu sepertinya tak ingin sampai menantunya menyentuhnya meski sekedar untuk mencicipi saja. "Pekerjaan mu bagaimana, Han?" tanyanya pada sang putra yang mengajaknya bicara.Farhan menunduk dan mengatakan jika untuk menjelang lebaran mendapatkan ha

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    8. Hasna dan Suaminya

    Pagi itu setelah satu bulan mereka berlebaran, Hasna kembali melakukan aktifitasnya seperti biasa. Ia mulai mencari pekerjaan sampingan karena ternyata Farhan mulai sepi hasil parkirnya. Hari ini bahkan suaminya tak mendapat hasil apapun padahal listrik dan air belum dibayarkan. Ia banyak bertanya pada temannya tentang info lowongan kerja bagi seorang ibu rumah tangga sepertinya.Ada satu pekerjaan yang menurutnya sangat sesuai dan ia rencananya akan minta ijin pada Farhan tentang pekerjaan yang akan ia daftarkan besok.Ketika hari sudah sore, ia menunggu suaminya pulang dan kedua anaknya baru saja pulang mengaji. Mereka mengatakan padanya kalau mendapat nilai yang bagus dan diberi hadiah berupa uang lima ribu rupiah."Kalian diberi uang?" tanya Hasna tak percaya.Risa mengangguk dan tersenyum memamerkan uangnya. Begitu juga dengan Raihan, ia malah lebih besar lagi, sepuluh ribu rupiah katanya."Alhamdulillah, simpan uang kalian. Oh ya, makan dulu, ya. Ibu masak sayur asem,""Bu, ini

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    1. Hasna dan Keluarga

    Hari ini ia tidak bisa memasak apapun kecuali hanya bisa membeli kecap satu sachet, tempe satu potong berukuran sedang dan juga garam untuk menambah rasa pada bumbu.Hasna menahan sakit perutnya karena ia belum makan sedari tadi.Dari kemarin ia sudah berpuasa dan hari ini ia tidak bisa berpuasa karena sedang datang bulan yang baru saja keluar tadi pagi.Hasna pulang dengan disambut teriakan kedua anaknya yang masih kecil-kecil mereka melompat kegirangan mengira dia membawa makanan.Kedua anak Hasna yaitu Raihan yang berumur 7 tahun dan Risa yang berumur 5 tahun."Hore! Ibu pulang ... Ibu pulang."Kedua anak Hasna sangat senang ketika ia pulang tetapi ketika melihat kantong plastik yang berisi bumbu dan juga tempe saja mereka langsung cemberut dan meninggalkan kantong plastik itu di atas meja."Yahh ... Ibu nggak bawa makanan padahal kami sudah lapar, Bu,"Hasna tersenyum menanggapi ucapan Raihan barusan. Sedangkan anak perempuannya Risa mau nasehati kakaknya agar tidak mengeluh karen

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    2. Hasna dan Tetangga

    Angin dingin terasa merasuk hingga ke dalam tulang saat cuaca sedang begitu dingin. Rumah Hasna yang begitu kecil tampak seperti terombang ambing kena angin yang lumayan kencang.Ia menutup jendelanya dengan rapat kemudian mengepel lantai yang basah kena air tetesan hujan.Saat siang begini, Raihan dan Risa sedang tidur di kamarnya. Sedangkan Hasna tidak bisa tidur karena ia baru selesai mencuci pakaian.Karena di luar masih hujan maka ia putuskan untuk membiarkan dulu bilasan terakhir dan ia keringkan kemudian ditaruh di atas ember yang diberi penyangga di bawahnya agar airnya bisa tersaring.Nanti malam adalah malam pertama umat Islam melaksanakan salat tarawih bersama untuk pertama kalinya di tahun ini.Hasna sudah menyiapkan mukena dan juga sarung yang sudah dicuci dan diberi pewangi supaya anak-anaknya lebih bersemangat lagi melaksanakan salat tarawih.Sarung untuk Farhan juga sudah ia siapkan dan semuanya sudah bersiap-siap saat menjelang jam setengah tujuh.Risa lebih dulu bera

Bab terbaru

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    8. Hasna dan Suaminya

    Pagi itu setelah satu bulan mereka berlebaran, Hasna kembali melakukan aktifitasnya seperti biasa. Ia mulai mencari pekerjaan sampingan karena ternyata Farhan mulai sepi hasil parkirnya. Hari ini bahkan suaminya tak mendapat hasil apapun padahal listrik dan air belum dibayarkan. Ia banyak bertanya pada temannya tentang info lowongan kerja bagi seorang ibu rumah tangga sepertinya.Ada satu pekerjaan yang menurutnya sangat sesuai dan ia rencananya akan minta ijin pada Farhan tentang pekerjaan yang akan ia daftarkan besok.Ketika hari sudah sore, ia menunggu suaminya pulang dan kedua anaknya baru saja pulang mengaji. Mereka mengatakan padanya kalau mendapat nilai yang bagus dan diberi hadiah berupa uang lima ribu rupiah."Kalian diberi uang?" tanya Hasna tak percaya.Risa mengangguk dan tersenyum memamerkan uangnya. Begitu juga dengan Raihan, ia malah lebih besar lagi, sepuluh ribu rupiah katanya."Alhamdulillah, simpan uang kalian. Oh ya, makan dulu, ya. Ibu masak sayur asem,""Bu, ini

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    7. Hasna dan Kue Lebaran

    "Risa, Raihan kuenya dicicipi, kalian beli baju baru berapa?" tanya Bu Sadi.Risa pun menjawab pertanyaan neneknya, "Alhamdulillah, kemarin beli dua, Nek," jawab Risa dengan riang.Raihan mencolek tangan adiknya supaya tidak terlalu sombong meskipun mereka membeli dua baju lebaran."Risa nggak boleh gitu meskipun bajunya ada dua tetapi kamu tidak boleh sombong,"Bu Sadi hanya tertawa melihat keduanya, ia pun mengambil sepotong kue kemudian memakannya.Ia melirik tajam ke arah Hasna yang sedang terduduk diam di ujung kursi tanpa ia tawari sedikitpun kue-kue yang ada di depan matanya.Matanya tak mau memberikan kesempatan pada menantunya untuk melihatnya tersenyum, karena ia terus menatap tajam.Kue lebaran yang banyak disajikan di atas meja tamu sepertinya tak ingin sampai menantunya menyentuhnya meski sekedar untuk mencicipi saja. "Pekerjaan mu bagaimana, Han?" tanyanya pada sang putra yang mengajaknya bicara.Farhan menunduk dan mengatakan jika untuk menjelang lebaran mendapatkan ha

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    6. Hasna Dan Hari Lebaran

    Malam ini Hasna dan kedua anaknya dan juga bersama dengan suaminya, pergi ke toko baju untuk memilih beberapa baju yang telah dijanjikan kepada kedua anaknya.Mereka pergi ke sana dengan berjalan kaki, karena meski jaraknya sedikit jauh tetapi untuk menaiki motor sepertinya tidak cukup mengingat anak-anaknya sudah besar.Farhan hanya memiliki sebuah motor saja dan itu tidak mungkin mereka membawa keempat penumpang dalam satu motor. Maka diputuskan lah mereka hanya jalan kaki saja.Risa dan juga Raihan sangat menikmati perjalanannya menuju ke toko baju. Mereka terlihat sangat bersemangat mengingat tujuan mereka pergi adalah untuk membeli baju lebaran.Hasna memilih satu toko baju yang menurutnya harganya benar-benar murah dan terjangkau dengan isi dompetnya.Ia menanyakan kepada Risa mengenai warna dan model baju yang akan ia pilih untuk hari besok saat mereka bersilaturahmi."Risa, kamu mau yang mana, Nak. Coba pilih satu atau dua supaya Ibu bisa memilih dan menentukan mana yang cocok

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    5. Hasna dan Kehidupannya

    Hari ini, Hasna pergi ke pasar untuk membeli ber macam-macam bahan untuk keperluan memasak besok di hari lebaran. Ia telah memiliki tabungan yang telah ia kumpulkan selama hampir sebulan ini. Uang yang telah ia kumpulkan memang sengaja ia gunakan untuk hari ini supaya bisa membeli keperluan untuk hari lebaran besok. Ia pergi dari rumah dari pukul 05.00 pagi agar ia bisa kebagian semuanya, semua harga sayuran dan juga bumbu serta sesuatu yang akan ia beli harganya sudah pada naik. Pertama masuk pasar, ia membeli sayuran, bumbu-bumbu, barulah ia membeli ayam meskipun dengan harga yang cukup tinggi tetapi ia membelinya juga. Hasna telah merencanakan jauh-jauh hari, belanjaan apa saja yang akan ia beli dan hasilnya semuanya bisa sesuai dengan rencananya. Ia bisa membeli semua yang ada dalam daftar keinginannya dan uang yang ia bawa melebihi dari cukup. Ia hanya membeli ayam sebanyak 1 kg saja karena memang harganya sudah termasuk cukup tinggi dan tabungannya hampir menipis. Setelah

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    4. Hasna dan Mertua

    Siang hari yang begitu terik membuat keringat bercucuran di saat Hasna harus menyalakan kipas anginnya.Kedua anaknya baru saja bangun tidur dan mereka langsung bermain bersama.Tetapi teman Risa datang sehingga Raihan kini bermain sendirian saja. Seperti biasanya, ia tidak mau untuk bermain di luar, paling nanti ada temannya yang datang untuk mengajaknya bermain dan dia akan mengajaknya bermain di dalam rumah saja.Begitulah Raihan sifatnya agak susah dibandingkan dengan Risa yang mudah bergaul dengan temannya.Hasna menyalakan kipas angin untuk kemudian diputar ke segala arah supaya anaknya juga mendapatkan angin yang lumayan agar tidak kepanasan.Sudah hari ke-4 mereka berpuasa dan semuanya belum ada yang bolong ataupun batal puasanya.Hasna masih ingat betul ketika siang hari kemarin ini saat ibu mertuanya datang bagaimana mereka mengatakan bahwa rumah mereka ini sangatlah kecil.Tapi meskipun begitu Hasna sangat bersyukur ia masih memiliki rumah yang bisa ia tinggali dan miliki da

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    3. Hasna dan Ipar

    Hari ini hari kedua mereka berpuasa, Hasna sudah menyiapkan masakan untuk mereka berbuka dan juga minuman teh hangat sebagai pembukanya.Piring dan sendok sudah dijajarkan sedemikian rupa di atas meja yang mereka sebut dengan meja makan, meskipun bentuknya tidak seperti meja makan seperti umumnya."Risa, Raihan, ayo kita bersiap-siap untuk berbuka! Kalian duduk di depan meja makan ya, supaya kita bisa langsung berbuka nanti,"Kedua anaknya pun langsung mendekat dan duduk di kursi yang sudah disediakan oleh Hasna.Tetapi mereka bertanya-tanya kenapa ayah mereka belum pulang juga."Ayah kalian mendapat giliran sore hari sampai waktu isya nanti, sehingga sekarang belum pulang," jawab Hasna.Kedua anaknya pun mengangguk dan mengerti bahwa pekerjaan ayahnya itu memang kadang mendapat giliran untuk parkir saat pagi ataupun siang dan juga bisa sore hari.Risa menunggu sambil memukul-mukul meja, begitu juga dengan Raihan mereka berdua kompak saling membunyikan meja dengan ketukan-ketukan yang

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    2. Hasna dan Tetangga

    Angin dingin terasa merasuk hingga ke dalam tulang saat cuaca sedang begitu dingin. Rumah Hasna yang begitu kecil tampak seperti terombang ambing kena angin yang lumayan kencang.Ia menutup jendelanya dengan rapat kemudian mengepel lantai yang basah kena air tetesan hujan.Saat siang begini, Raihan dan Risa sedang tidur di kamarnya. Sedangkan Hasna tidak bisa tidur karena ia baru selesai mencuci pakaian.Karena di luar masih hujan maka ia putuskan untuk membiarkan dulu bilasan terakhir dan ia keringkan kemudian ditaruh di atas ember yang diberi penyangga di bawahnya agar airnya bisa tersaring.Nanti malam adalah malam pertama umat Islam melaksanakan salat tarawih bersama untuk pertama kalinya di tahun ini.Hasna sudah menyiapkan mukena dan juga sarung yang sudah dicuci dan diberi pewangi supaya anak-anaknya lebih bersemangat lagi melaksanakan salat tarawih.Sarung untuk Farhan juga sudah ia siapkan dan semuanya sudah bersiap-siap saat menjelang jam setengah tujuh.Risa lebih dulu bera

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    1. Hasna dan Keluarga

    Hari ini ia tidak bisa memasak apapun kecuali hanya bisa membeli kecap satu sachet, tempe satu potong berukuran sedang dan juga garam untuk menambah rasa pada bumbu.Hasna menahan sakit perutnya karena ia belum makan sedari tadi.Dari kemarin ia sudah berpuasa dan hari ini ia tidak bisa berpuasa karena sedang datang bulan yang baru saja keluar tadi pagi.Hasna pulang dengan disambut teriakan kedua anaknya yang masih kecil-kecil mereka melompat kegirangan mengira dia membawa makanan.Kedua anak Hasna yaitu Raihan yang berumur 7 tahun dan Risa yang berumur 5 tahun."Hore! Ibu pulang ... Ibu pulang."Kedua anak Hasna sangat senang ketika ia pulang tetapi ketika melihat kantong plastik yang berisi bumbu dan juga tempe saja mereka langsung cemberut dan meninggalkan kantong plastik itu di atas meja."Yahh ... Ibu nggak bawa makanan padahal kami sudah lapar, Bu,"Hasna tersenyum menanggapi ucapan Raihan barusan. Sedangkan anak perempuannya Risa mau nasehati kakaknya agar tidak mengeluh karen

DMCA.com Protection Status