Share

2. Hasna dan Tetangga

Author: Kilau Cantika
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Angin dingin terasa merasuk hingga ke dalam tulang saat cuaca sedang begitu dingin. Rumah Hasna yang begitu kecil tampak seperti terombang ambing kena angin yang lumayan kencang.

Ia menutup jendelanya dengan rapat kemudian mengepel lantai yang basah kena air tetesan hujan.

Saat siang begini, Raihan dan Risa sedang tidur di kamarnya. Sedangkan Hasna tidak bisa tidur karena ia baru selesai mencuci pakaian.

Karena di luar masih hujan maka ia putuskan untuk membiarkan dulu bilasan terakhir dan ia keringkan kemudian ditaruh di atas ember yang diberi penyangga di bawahnya agar airnya bisa tersaring.

Nanti malam adalah malam pertama umat Islam melaksanakan salat tarawih bersama untuk pertama kalinya di tahun ini.

Hasna sudah menyiapkan mukena dan juga sarung yang sudah dicuci dan diberi pewangi supaya anak-anaknya lebih bersemangat lagi melaksanakan salat tarawih.

Sarung untuk Farhan juga sudah ia siapkan dan semuanya sudah bersiap-siap saat menjelang jam setengah tujuh.

Risa lebih dulu berangkat, ia ternyata sudah di jemput beberapa temannya untuk berangkat bersama.

Sedangkan Raihan, dia sedang duduk sambil memainkan robotnya sebentar untuk menunggu jam setengah tujuh tiba.

Padahal kalau ia mau sebenarnya bisa berbarengan bersama adiknya tadi.

Raihan agak sedikit sulit untuk pergi keluar sekarang. Ia lebih senang tinggal di dalam rumah. Ayahnya kadang yang menemaninya duduk dan ia pun mengajak Ayahnya untuk bermain bersamanya.

"Sarungku dimana, Bu, kenapa tidak ada di dalam lemari?"

Farhan mencolek punggung istrinya yang tampak merenung sambil memandang wajah anak lelakinya.

"Eh, iya, Yah, ini ada di atas meja,"

Mereka memanggil Ayah dan Ibu saat keduanya berada di depan anaknya. Tapi ketika sedang berdua saja, mereka memanggil dengan sebutan biasa.

"Raihan! Ayo kita ke masjid!"

Raihan yang tadinya asyik bermain, langsung seketika berhenti dan ia pun bergegas mengambil sarungnya.

Begitu juga dengan Hasna yang sudah rapi berpakaian muslim untuk pergi ke masjid terdekat.

Tapi ia pergi setelah semuanya sudah berangkat ke masjid karena dia akan segera menyusul setelah ia mengunci semua pintu dan jendela.

Ia memastikan setelah semuanya benar-benar sudah aman dan terkunci. Suara puji-pujian terdengar di speaker masjid.

Ia bergegas menuju ke masjid dan berjalan sambil menyapa para tetangga yang lewat dan berpapasan dengannya.

Semua tetangganya hampir sama ramahnya.

Itulah makanya ia menyukai lingkungan rumah yang seperti ini karena sangat nyaman meski mereka kebanyakan orang yang cukup berada.

Hasna bertemu dengan seorang tetangga belakang rumahnya yang terkenal cerewet dan juga usil.

Ia menyapanya dan tersenyum tapi tetangganya itu hanya membalas dengan ketusan dan tatapan sinis padanya.

Hasna hanya diam saja, ia melanjutkan langkahnya untuk menuju beberapa langkah lagi ke masjid.

Hanya sepuluh langkah lagi dan ia sudah sampai disana. Hasna menyimpan sandalnya di pojokan sendiri, satu tempat favorit karena menurutnya yang paling aman.

Hasna mencari tempat di shaf terdepan dalam shaf perempuan. Ia duduk sambil mengenakan mukenanya.

Banyak yang berangkat lebih awal karena hari ini adalah awal pertama puasa. Akhirnya adzan isya berkumandang.

Suasana hari pertama shalat tarawih pun bertambah ramai setelah semua warga berkumpul menjadi satu di masjid.

***

Malamnya Hasna masih memiliki sisa uang yang cukup untuk berbelanja besok saat berbuka. Jam menunjukkan pukul 21.00 WIB saatnya mereka tidur, tapi tidak dengan Hasna, ia masih ada sebuah pekerjaan agar sahur nanti ia tidak terburu-buru.

Nasi yang tinggal sedikit ia kerok sampai tak bersisa, lalu ia memasak lagi beras sebanyak setengah kilogram.

Hanya segini yang bisa ia beli dan Alhamdulillah nya cukup untuk makan sahur nanti.

Tiba-tiba, saat semua sudah tidur, pintu depan diketuk seseorang.

Sebenarnya, masih tanggung Hasna dalam mencuci berasnya.

Ingin memanggil suaminya tidak mungkin dan juga anak-anaknya tidak mungkin sekali.

Akhirnya ia letakkan dulu panci magic com nya dan ia segera membuka pintu.

"Assalamu'alaikum, untunglah belum tidur,"

"Iya, Bu Inah, ada apa, saya sedang mencuci beras,"

"Ini, Mbak Hasna, ada titipan dari Bu Hajah Sidik, mohon diterima, maaf seharusnya saya berikan sore tadi tapi malah kecapean, jadi dilanjut malam,"

"Ya Allah baik sekali, Bu Hajah, terima kasih Bu Inah,"

"Iya, Mbak, sama-sama, mari saya permisi dulu,"

"Iya, Bu Inah, hati-hati di jalan!"

Hasna menerima dengan hati yang gembira, pemberian barang berupa sembako itu.

Isinya cukup beraneka macam, ada beras seberat 5kg, telur kira-kira setengah kilogram, gula pasir setengah kilogram, kecap berukuran sedang dan juga ada teh dan kopi

"Alhamdulillah, Ya Allah," ucap Hasna dengan penuh syukur.

Untuk beberapa hari kedepan, ia tidak perlu lagi memikirkan membeli beras dan lauk karena ia sudah mendapat semua itu.

Ia melanjutkan lagi mencuci beras setelah itu dia meletakkannya pada magic com kemudian mencolokkan listriknya.

Hasna mematikan lampu dapur kemudian lampu di ruang tengah, ia pun pergi tidur agar besok bisa bangun lebih awal.

***

Sementara itu di tempat Bu Sadi masih belum tidur beberapa orang yang tinggal di rumahnya.

Mereka semuanya hanya fokus pada ponselnya saja dan tidak mengajaknya bicara padahal ia sudah memancing salah satu anaknya untuk mengobrol.

Ia belum bisa tidur karena belum mengantuk dan masih memikirkan keadaan Farhan anaknya.

Kesemua anaknya mengatakan bahwa Farhan dan istrinya sedang mendapatkan karma karena perbuatan mereka sendiri.

Bu Sadi sangat mengenal anaknya itu, tak pernah sekalipun melukai hatinya ataupun adik-adiknya dan juga kakaknya.

Farhan termasuk anak yang baik ia juga pendiam serta selalu menerima apapun yang ia miliki.

Berbeda sekali dengan saudaranya yang lain Farhan senantiasa diam jika ia menginginkan sesuatu.

Hampir tiga bulan ini ia tidak melihat Farhan datang ke rumahnya terakhir saat akan datang kemari adik-adiknya tidak memandangnya sama sekali ataupun mengajaknya bicara.

Bu Sadi hidup hanya bersama anak-anaknya selama 20 tahun terakhir ini. Ia telah ditinggalkan oleh suaminya saat anak-anaknya masih kecil dan butuh perhatian dari bapaknya.

"Ella, Ibu minta nomor adikmu,"

Ella mendekat ke arah ibunya, menanyakan adik siapa yang ibunya maksud.

"Adikmu mu, ya si Farhan,"

Ella pun diam saja saat Ibunya menyebutkan nama Farhan di depannya. Tak ada gerakan untuk memberikan nomor adiknya itu kepada ibunya sama sekali, ia hanya diam dan malah pergi ke kamarnya.

Bu Sadi menghela napas panjang membuat seorang anaknya lagi yaitu adiknya Farhan yang bernama Luna mendekat ke arah ibunya.

"Ada apa, Bu?" tanya Luna.

"Kamu punya nomornya, Kak Farhan?"

Sama halnya dengan Ella, Luna juga diam saja ia bahkan tidak ingin mengatakan apapun meski ibunya bertanya lagi.

Akhirnya Bu Sadi pun diam saja, ia pun tidak akan menanyakan lagi kepada mereka ataupun menanyakan keadaan Farhan pada anak-anaknya yang lain.

Bu Sadi akhirnya memilih untuk bangkit dari duduknya dan masuk ke kamarnya sambil terisak tanpa suara.

Ia memikirkan keadaan Farhan tetapi ternyata anak-anaknya malah menganggap Farhan sebagai kakak yang buruk.

Terakhir kali ia bertemu dengan anaknya itu saat anaknya kena PHK dan mengadu kepadanya.

Namun ternyata masih anak-anaknya yang lain Farhan dianggap sebagai orang yang telah kena karmanya karena menikah dengan Hasna yang bukan dari golongan orang kaya.

Hampir semua anak-anak Bu Sadi menganggap Farhan seperti itu hingga akhirnya kini dia baru menyadari bahwa Farhan memang sendirian dan tidak ada teman untuk mengadu.

Farhan hanya memiliki keluarganya saja, yaitu anak dan istrinya.

Ia hampir salah kemarin, saat akan menuduh Hasna yang mengambil cincinnya saat ia selesai berwudhu.

Hampir saja ia akan menuduh menantunya itu kalau ia tidak melihat saat masuk ke kamar shalat, ketika ia mengambil mukena ternyata cincin itu ada di sana.

Kini ia baru menyadari jika keluarga anaknya itu sedang mengalami permasalahan ekonomi yang cukup sulit.

Hingga kini saat anak-anak yang lain berkumpul mereka pun tidak terlihat sendiri.

Ia merindukan tawa riang kedua cucunya, yaitu Risa dan Raihan.

Mereka anak-anak yang baik yang telah ia miliki karena sangat penurut dan juga rajin mengaji.

Bu Sadi akhirnya tidur terlelap karena ia kelelahan.

***

Pukul 03.00 pagi Hasna sudah bangun alarm di ponselnya berbunyi dan baru dia yang mendengarnya sementara yang lain masih tidur.

Hasna berlanjut untuk menyiapkan makanan sayur dari sore hari juga masih ada ya pun menghangatkannya dan ia menggoreng dua buah telur untuk digoreng dadar.

Akhirnya setelah jam 03.30 berlalu Hasna membangunkan kedua anaknya dan juga suaminya untuk sahur.

Di awal sahur ini, keduanya anaknya sangat susah sekali untuk dibangunkan. Mereka malas-malasan untuk bangun, namun akhirnya Risa baru sadar kalau ternyata ia dibangunkan untuk sahur.

"Oh, ya Bu, Risa lupa kalau hari ini sahur maafin bisa ya, Bu,"

Hasna tersenyum pada anak perempuannya itu, yang terlalu lupa bagaimana tadi malam ia sangat antusias untuk bangun ternyata malah pagi ini saat dibangunkan sedikit susah.

"Kak, Kak Raihan, bangun Kak! Ayo kita sahur, Kak!"

Risa mencoba ikut membangunkan kakaknya tetapi kakaknya bergeming tidak bergerak sama sekali membuat Risa harus bangun kemudian pergi ke belakang.

Ternyata Risa ke belakang untuk mengambil sedikit air dan mencipratkan nya ke wajah kakaknya.

Hasna pun membangunkan Farhan suaminya agar bangun juga untuk sahur.

Dalam sekejap Farhan pun bangun dan ia langsung duduk. Sedangkan Raihan ia marah sekali karena Risa telah menciptakan air sedikit ke wajahnya dan itu sangat mengganggunya.

"Risa, apa-apaan ini?!"

Hasna yang melihat itu pun segera menyuruh kedua anaknya untuk segera mencuci wajah dan juga menyiapkan diri untuk sahur karena semua makanan sudah siap.

Tetapi Risa berteriak kegirangan saat ia melihat paket sembako yang diletakkan Ibunya di atas meja dekat dengan rak piring.

"Ibu! Ini dari siapa, Ibu pasti ini bukan beli, kan?"

Hasil tersenyum sedangkan ayahnya hanya menggelengkan kepalanya saja tapi dia menanyakan barang itu kepada Hasna.

"Tapi, benar kata Risa, itu dari siapa tidak mungkin kan kamu membelinya?"

"Itu memang tidak beli, tetapi diberi oleh ibu Inah titipan dari ibu Hajah Sidik, semalam Bu Inah datang kemari sekitar jam 09.00 malam, Mas"

"Syukurlah kalau begitu, ternyata Ibu Hajah di sini semuanya sangat baik, dan mau berbagi kepada para tetangganya termasuk kita yang seperti ini keadaannya,"

"Iya, Mas, alhamdulillah,"

"Kita tinggal mencari uang untuk bisa ditabung sedikit demi sedikit agar di hari kemudian kita tidak kekurangan lagi, agar bisa berbuka dan sahur nantinya,"

"Iya, ini juga masih ada pegangan yang kemarin baru Mas beri, masih utuh,"

"Syukurlah!"

Risa Dan Raihan yang mendengar kedua orang tua yang sedang berbicara itu, ikut senang.

Mereka juga ikut bersyukur karena ternyata masih ada rezeki yang bisa mereka dapatkan tanpa perlu mengeluarkan uang.

"Jadi uangnya bisa ditabung, ya Bu, nanti lebaran kita beli baju, ya?" tanya Risa.

Ayahnya kemudian menimpali pertanyaan anak perempuannya itu dan mengatakan bahwa untuk membeli baju baru sepertinya harus dipikirkan lagi.

"Lebih baik kita memikirkan untuk membeli makanan dulu, Risa,"

"Iya, Risa, kamu jangan seperti itu.

Kasihan Ayah, kerjanya kan sekarang suka kepanasan dan kehujanan, kita harus banyak bersyukur sudah bisa makan,"

Raihan menasehati artinya supaya tidak banyak menuntut untuk membeli baju kepada Ayah dan ibunya.

Mereka pun menyelesaikan sahur mereka sampai waktu imsak tiba.

Saat buka puasa di hari pertama mereka berbuka dengan sayuran oseng kangkung Hasna masak.

Kedua anak Hasna begitu gembira saat mereka berbuka dan melihat menu yang ada di atas meja.

Farhan bertanya pada istrinya mengenal bumbu dan kangkung yang Hasna beli.

"Alhamdulillah, tadi bumbunya beli secukupnya saja sedangkan untuk kangkung tadi dapat jatah Jumat berkah dari warung Bu Inah, Mas,"

Akhirnya semuanya menikmati berbuka hari ini dengan sederhana.  Hasna sangat bersyukur karena mereka tak pernah protes dengan apa yang ia masak.

Related chapters

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    3. Hasna dan Ipar

    Hari ini hari kedua mereka berpuasa, Hasna sudah menyiapkan masakan untuk mereka berbuka dan juga minuman teh hangat sebagai pembukanya.Piring dan sendok sudah dijajarkan sedemikian rupa di atas meja yang mereka sebut dengan meja makan, meskipun bentuknya tidak seperti meja makan seperti umumnya."Risa, Raihan, ayo kita bersiap-siap untuk berbuka! Kalian duduk di depan meja makan ya, supaya kita bisa langsung berbuka nanti,"Kedua anaknya pun langsung mendekat dan duduk di kursi yang sudah disediakan oleh Hasna.Tetapi mereka bertanya-tanya kenapa ayah mereka belum pulang juga."Ayah kalian mendapat giliran sore hari sampai waktu isya nanti, sehingga sekarang belum pulang," jawab Hasna.Kedua anaknya pun mengangguk dan mengerti bahwa pekerjaan ayahnya itu memang kadang mendapat giliran untuk parkir saat pagi ataupun siang dan juga bisa sore hari.Risa menunggu sambil memukul-mukul meja, begitu juga dengan Raihan mereka berdua kompak saling membunyikan meja dengan ketukan-ketukan yang

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    4. Hasna dan Mertua

    Siang hari yang begitu terik membuat keringat bercucuran di saat Hasna harus menyalakan kipas anginnya.Kedua anaknya baru saja bangun tidur dan mereka langsung bermain bersama.Tetapi teman Risa datang sehingga Raihan kini bermain sendirian saja. Seperti biasanya, ia tidak mau untuk bermain di luar, paling nanti ada temannya yang datang untuk mengajaknya bermain dan dia akan mengajaknya bermain di dalam rumah saja.Begitulah Raihan sifatnya agak susah dibandingkan dengan Risa yang mudah bergaul dengan temannya.Hasna menyalakan kipas angin untuk kemudian diputar ke segala arah supaya anaknya juga mendapatkan angin yang lumayan agar tidak kepanasan.Sudah hari ke-4 mereka berpuasa dan semuanya belum ada yang bolong ataupun batal puasanya.Hasna masih ingat betul ketika siang hari kemarin ini saat ibu mertuanya datang bagaimana mereka mengatakan bahwa rumah mereka ini sangatlah kecil.Tapi meskipun begitu Hasna sangat bersyukur ia masih memiliki rumah yang bisa ia tinggali dan miliki da

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    5. Hasna dan Kehidupannya

    Hari ini, Hasna pergi ke pasar untuk membeli ber macam-macam bahan untuk keperluan memasak besok di hari lebaran. Ia telah memiliki tabungan yang telah ia kumpulkan selama hampir sebulan ini. Uang yang telah ia kumpulkan memang sengaja ia gunakan untuk hari ini supaya bisa membeli keperluan untuk hari lebaran besok. Ia pergi dari rumah dari pukul 05.00 pagi agar ia bisa kebagian semuanya, semua harga sayuran dan juga bumbu serta sesuatu yang akan ia beli harganya sudah pada naik. Pertama masuk pasar, ia membeli sayuran, bumbu-bumbu, barulah ia membeli ayam meskipun dengan harga yang cukup tinggi tetapi ia membelinya juga. Hasna telah merencanakan jauh-jauh hari, belanjaan apa saja yang akan ia beli dan hasilnya semuanya bisa sesuai dengan rencananya. Ia bisa membeli semua yang ada dalam daftar keinginannya dan uang yang ia bawa melebihi dari cukup. Ia hanya membeli ayam sebanyak 1 kg saja karena memang harganya sudah termasuk cukup tinggi dan tabungannya hampir menipis. Setelah

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    6. Hasna Dan Hari Lebaran

    Malam ini Hasna dan kedua anaknya dan juga bersama dengan suaminya, pergi ke toko baju untuk memilih beberapa baju yang telah dijanjikan kepada kedua anaknya.Mereka pergi ke sana dengan berjalan kaki, karena meski jaraknya sedikit jauh tetapi untuk menaiki motor sepertinya tidak cukup mengingat anak-anaknya sudah besar.Farhan hanya memiliki sebuah motor saja dan itu tidak mungkin mereka membawa keempat penumpang dalam satu motor. Maka diputuskan lah mereka hanya jalan kaki saja.Risa dan juga Raihan sangat menikmati perjalanannya menuju ke toko baju. Mereka terlihat sangat bersemangat mengingat tujuan mereka pergi adalah untuk membeli baju lebaran.Hasna memilih satu toko baju yang menurutnya harganya benar-benar murah dan terjangkau dengan isi dompetnya.Ia menanyakan kepada Risa mengenai warna dan model baju yang akan ia pilih untuk hari besok saat mereka bersilaturahmi."Risa, kamu mau yang mana, Nak. Coba pilih satu atau dua supaya Ibu bisa memilih dan menentukan mana yang cocok

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    7. Hasna dan Kue Lebaran

    "Risa, Raihan kuenya dicicipi, kalian beli baju baru berapa?" tanya Bu Sadi.Risa pun menjawab pertanyaan neneknya, "Alhamdulillah, kemarin beli dua, Nek," jawab Risa dengan riang.Raihan mencolek tangan adiknya supaya tidak terlalu sombong meskipun mereka membeli dua baju lebaran."Risa nggak boleh gitu meskipun bajunya ada dua tetapi kamu tidak boleh sombong,"Bu Sadi hanya tertawa melihat keduanya, ia pun mengambil sepotong kue kemudian memakannya.Ia melirik tajam ke arah Hasna yang sedang terduduk diam di ujung kursi tanpa ia tawari sedikitpun kue-kue yang ada di depan matanya.Matanya tak mau memberikan kesempatan pada menantunya untuk melihatnya tersenyum, karena ia terus menatap tajam.Kue lebaran yang banyak disajikan di atas meja tamu sepertinya tak ingin sampai menantunya menyentuhnya meski sekedar untuk mencicipi saja. "Pekerjaan mu bagaimana, Han?" tanyanya pada sang putra yang mengajaknya bicara.Farhan menunduk dan mengatakan jika untuk menjelang lebaran mendapatkan ha

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    8. Hasna dan Suaminya

    Pagi itu setelah satu bulan mereka berlebaran, Hasna kembali melakukan aktifitasnya seperti biasa. Ia mulai mencari pekerjaan sampingan karena ternyata Farhan mulai sepi hasil parkirnya. Hari ini bahkan suaminya tak mendapat hasil apapun padahal listrik dan air belum dibayarkan. Ia banyak bertanya pada temannya tentang info lowongan kerja bagi seorang ibu rumah tangga sepertinya.Ada satu pekerjaan yang menurutnya sangat sesuai dan ia rencananya akan minta ijin pada Farhan tentang pekerjaan yang akan ia daftarkan besok.Ketika hari sudah sore, ia menunggu suaminya pulang dan kedua anaknya baru saja pulang mengaji. Mereka mengatakan padanya kalau mendapat nilai yang bagus dan diberi hadiah berupa uang lima ribu rupiah."Kalian diberi uang?" tanya Hasna tak percaya.Risa mengangguk dan tersenyum memamerkan uangnya. Begitu juga dengan Raihan, ia malah lebih besar lagi, sepuluh ribu rupiah katanya."Alhamdulillah, simpan uang kalian. Oh ya, makan dulu, ya. Ibu masak sayur asem,""Bu, ini

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    1. Hasna dan Keluarga

    Hari ini ia tidak bisa memasak apapun kecuali hanya bisa membeli kecap satu sachet, tempe satu potong berukuran sedang dan juga garam untuk menambah rasa pada bumbu.Hasna menahan sakit perutnya karena ia belum makan sedari tadi.Dari kemarin ia sudah berpuasa dan hari ini ia tidak bisa berpuasa karena sedang datang bulan yang baru saja keluar tadi pagi.Hasna pulang dengan disambut teriakan kedua anaknya yang masih kecil-kecil mereka melompat kegirangan mengira dia membawa makanan.Kedua anak Hasna yaitu Raihan yang berumur 7 tahun dan Risa yang berumur 5 tahun."Hore! Ibu pulang ... Ibu pulang."Kedua anak Hasna sangat senang ketika ia pulang tetapi ketika melihat kantong plastik yang berisi bumbu dan juga tempe saja mereka langsung cemberut dan meninggalkan kantong plastik itu di atas meja."Yahh ... Ibu nggak bawa makanan padahal kami sudah lapar, Bu,"Hasna tersenyum menanggapi ucapan Raihan barusan. Sedangkan anak perempuannya Risa mau nasehati kakaknya agar tidak mengeluh karen

Latest chapter

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    8. Hasna dan Suaminya

    Pagi itu setelah satu bulan mereka berlebaran, Hasna kembali melakukan aktifitasnya seperti biasa. Ia mulai mencari pekerjaan sampingan karena ternyata Farhan mulai sepi hasil parkirnya. Hari ini bahkan suaminya tak mendapat hasil apapun padahal listrik dan air belum dibayarkan. Ia banyak bertanya pada temannya tentang info lowongan kerja bagi seorang ibu rumah tangga sepertinya.Ada satu pekerjaan yang menurutnya sangat sesuai dan ia rencananya akan minta ijin pada Farhan tentang pekerjaan yang akan ia daftarkan besok.Ketika hari sudah sore, ia menunggu suaminya pulang dan kedua anaknya baru saja pulang mengaji. Mereka mengatakan padanya kalau mendapat nilai yang bagus dan diberi hadiah berupa uang lima ribu rupiah."Kalian diberi uang?" tanya Hasna tak percaya.Risa mengangguk dan tersenyum memamerkan uangnya. Begitu juga dengan Raihan, ia malah lebih besar lagi, sepuluh ribu rupiah katanya."Alhamdulillah, simpan uang kalian. Oh ya, makan dulu, ya. Ibu masak sayur asem,""Bu, ini

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    7. Hasna dan Kue Lebaran

    "Risa, Raihan kuenya dicicipi, kalian beli baju baru berapa?" tanya Bu Sadi.Risa pun menjawab pertanyaan neneknya, "Alhamdulillah, kemarin beli dua, Nek," jawab Risa dengan riang.Raihan mencolek tangan adiknya supaya tidak terlalu sombong meskipun mereka membeli dua baju lebaran."Risa nggak boleh gitu meskipun bajunya ada dua tetapi kamu tidak boleh sombong,"Bu Sadi hanya tertawa melihat keduanya, ia pun mengambil sepotong kue kemudian memakannya.Ia melirik tajam ke arah Hasna yang sedang terduduk diam di ujung kursi tanpa ia tawari sedikitpun kue-kue yang ada di depan matanya.Matanya tak mau memberikan kesempatan pada menantunya untuk melihatnya tersenyum, karena ia terus menatap tajam.Kue lebaran yang banyak disajikan di atas meja tamu sepertinya tak ingin sampai menantunya menyentuhnya meski sekedar untuk mencicipi saja. "Pekerjaan mu bagaimana, Han?" tanyanya pada sang putra yang mengajaknya bicara.Farhan menunduk dan mengatakan jika untuk menjelang lebaran mendapatkan ha

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    6. Hasna Dan Hari Lebaran

    Malam ini Hasna dan kedua anaknya dan juga bersama dengan suaminya, pergi ke toko baju untuk memilih beberapa baju yang telah dijanjikan kepada kedua anaknya.Mereka pergi ke sana dengan berjalan kaki, karena meski jaraknya sedikit jauh tetapi untuk menaiki motor sepertinya tidak cukup mengingat anak-anaknya sudah besar.Farhan hanya memiliki sebuah motor saja dan itu tidak mungkin mereka membawa keempat penumpang dalam satu motor. Maka diputuskan lah mereka hanya jalan kaki saja.Risa dan juga Raihan sangat menikmati perjalanannya menuju ke toko baju. Mereka terlihat sangat bersemangat mengingat tujuan mereka pergi adalah untuk membeli baju lebaran.Hasna memilih satu toko baju yang menurutnya harganya benar-benar murah dan terjangkau dengan isi dompetnya.Ia menanyakan kepada Risa mengenai warna dan model baju yang akan ia pilih untuk hari besok saat mereka bersilaturahmi."Risa, kamu mau yang mana, Nak. Coba pilih satu atau dua supaya Ibu bisa memilih dan menentukan mana yang cocok

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    5. Hasna dan Kehidupannya

    Hari ini, Hasna pergi ke pasar untuk membeli ber macam-macam bahan untuk keperluan memasak besok di hari lebaran. Ia telah memiliki tabungan yang telah ia kumpulkan selama hampir sebulan ini. Uang yang telah ia kumpulkan memang sengaja ia gunakan untuk hari ini supaya bisa membeli keperluan untuk hari lebaran besok. Ia pergi dari rumah dari pukul 05.00 pagi agar ia bisa kebagian semuanya, semua harga sayuran dan juga bumbu serta sesuatu yang akan ia beli harganya sudah pada naik. Pertama masuk pasar, ia membeli sayuran, bumbu-bumbu, barulah ia membeli ayam meskipun dengan harga yang cukup tinggi tetapi ia membelinya juga. Hasna telah merencanakan jauh-jauh hari, belanjaan apa saja yang akan ia beli dan hasilnya semuanya bisa sesuai dengan rencananya. Ia bisa membeli semua yang ada dalam daftar keinginannya dan uang yang ia bawa melebihi dari cukup. Ia hanya membeli ayam sebanyak 1 kg saja karena memang harganya sudah termasuk cukup tinggi dan tabungannya hampir menipis. Setelah

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    4. Hasna dan Mertua

    Siang hari yang begitu terik membuat keringat bercucuran di saat Hasna harus menyalakan kipas anginnya.Kedua anaknya baru saja bangun tidur dan mereka langsung bermain bersama.Tetapi teman Risa datang sehingga Raihan kini bermain sendirian saja. Seperti biasanya, ia tidak mau untuk bermain di luar, paling nanti ada temannya yang datang untuk mengajaknya bermain dan dia akan mengajaknya bermain di dalam rumah saja.Begitulah Raihan sifatnya agak susah dibandingkan dengan Risa yang mudah bergaul dengan temannya.Hasna menyalakan kipas angin untuk kemudian diputar ke segala arah supaya anaknya juga mendapatkan angin yang lumayan agar tidak kepanasan.Sudah hari ke-4 mereka berpuasa dan semuanya belum ada yang bolong ataupun batal puasanya.Hasna masih ingat betul ketika siang hari kemarin ini saat ibu mertuanya datang bagaimana mereka mengatakan bahwa rumah mereka ini sangatlah kecil.Tapi meskipun begitu Hasna sangat bersyukur ia masih memiliki rumah yang bisa ia tinggali dan miliki da

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    3. Hasna dan Ipar

    Hari ini hari kedua mereka berpuasa, Hasna sudah menyiapkan masakan untuk mereka berbuka dan juga minuman teh hangat sebagai pembukanya.Piring dan sendok sudah dijajarkan sedemikian rupa di atas meja yang mereka sebut dengan meja makan, meskipun bentuknya tidak seperti meja makan seperti umumnya."Risa, Raihan, ayo kita bersiap-siap untuk berbuka! Kalian duduk di depan meja makan ya, supaya kita bisa langsung berbuka nanti,"Kedua anaknya pun langsung mendekat dan duduk di kursi yang sudah disediakan oleh Hasna.Tetapi mereka bertanya-tanya kenapa ayah mereka belum pulang juga."Ayah kalian mendapat giliran sore hari sampai waktu isya nanti, sehingga sekarang belum pulang," jawab Hasna.Kedua anaknya pun mengangguk dan mengerti bahwa pekerjaan ayahnya itu memang kadang mendapat giliran untuk parkir saat pagi ataupun siang dan juga bisa sore hari.Risa menunggu sambil memukul-mukul meja, begitu juga dengan Raihan mereka berdua kompak saling membunyikan meja dengan ketukan-ketukan yang

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    2. Hasna dan Tetangga

    Angin dingin terasa merasuk hingga ke dalam tulang saat cuaca sedang begitu dingin. Rumah Hasna yang begitu kecil tampak seperti terombang ambing kena angin yang lumayan kencang.Ia menutup jendelanya dengan rapat kemudian mengepel lantai yang basah kena air tetesan hujan.Saat siang begini, Raihan dan Risa sedang tidur di kamarnya. Sedangkan Hasna tidak bisa tidur karena ia baru selesai mencuci pakaian.Karena di luar masih hujan maka ia putuskan untuk membiarkan dulu bilasan terakhir dan ia keringkan kemudian ditaruh di atas ember yang diberi penyangga di bawahnya agar airnya bisa tersaring.Nanti malam adalah malam pertama umat Islam melaksanakan salat tarawih bersama untuk pertama kalinya di tahun ini.Hasna sudah menyiapkan mukena dan juga sarung yang sudah dicuci dan diberi pewangi supaya anak-anaknya lebih bersemangat lagi melaksanakan salat tarawih.Sarung untuk Farhan juga sudah ia siapkan dan semuanya sudah bersiap-siap saat menjelang jam setengah tujuh.Risa lebih dulu bera

  • Sepuluh Ribu Terakhir Untuk Hasna    1. Hasna dan Keluarga

    Hari ini ia tidak bisa memasak apapun kecuali hanya bisa membeli kecap satu sachet, tempe satu potong berukuran sedang dan juga garam untuk menambah rasa pada bumbu.Hasna menahan sakit perutnya karena ia belum makan sedari tadi.Dari kemarin ia sudah berpuasa dan hari ini ia tidak bisa berpuasa karena sedang datang bulan yang baru saja keluar tadi pagi.Hasna pulang dengan disambut teriakan kedua anaknya yang masih kecil-kecil mereka melompat kegirangan mengira dia membawa makanan.Kedua anak Hasna yaitu Raihan yang berumur 7 tahun dan Risa yang berumur 5 tahun."Hore! Ibu pulang ... Ibu pulang."Kedua anak Hasna sangat senang ketika ia pulang tetapi ketika melihat kantong plastik yang berisi bumbu dan juga tempe saja mereka langsung cemberut dan meninggalkan kantong plastik itu di atas meja."Yahh ... Ibu nggak bawa makanan padahal kami sudah lapar, Bu,"Hasna tersenyum menanggapi ucapan Raihan barusan. Sedangkan anak perempuannya Risa mau nasehati kakaknya agar tidak mengeluh karen

DMCA.com Protection Status