"Ibu ... Ibu," isak Kaluna sambil berlari ke arah Emma tangisnya pecah saat melihat wajah Ibunya yang lebam dan penuh dengan darah yang sudah mengering di pelipis dan ujung bibirnya.Kaluna dengan cepat memeluk Emma dan menangis hingga suaranya habis, rasa bersalah dengan cepat langsung mendera Kaluna karena meninggalkan Emma sendirian di rumah bersama Pamungkas."Ibu ... maaf, maaf Kaluna ninggalin Ibu, maaf, Bu ... maafin Kaluna," isak Kaluna sambil terus memeluk Emma dengan tubuh yang bergetar akibat luapan emosi rasa sedih dan sesal yang mendera Kaluna.Tulang Kaluna seolah lemas dan hilang dari tubuhnya hingga tanpa sadar tubuhnya merosot dan terduduk di depan tubuh Emma. Kaluna membungkuk dan bersimpuh di kaki Emma dan terus menangis akibat rasa sesal."Maaf, Bu ... maaf," bisik Kaluna sambil terus memeluk Emma"Nggak apa-apa, Lun ... nggak apa-apa," isak Emma sambil berusaha mengangkat tubuh Kaluna agar bisa memeluk anak semata wayangnya itu."Ampun Bu, maafin Kaluna yang ningg
"Emma."Panggilan itu membuat Emma dan Kaluna menengadah, "Om Bekti," bisik Kaluna kaget karena mendapati adik ibunya berdiri di ambang pintu karena setahunya Om-nya itu tinggal di Bandung.Om Bekti tersenyum dan memeluk Kaluna dan juga Emma, "Semuanya sudah aku urus, kita pergi sekarang." Bekti membantu Kaluna dan Emma untuk berdiri, "Mana ponsel kalian, aku udah urus semuanya dan Pamungkas sekarang sedang dijemput oleh pihak kepolisian di rumahnya atas perbuatan KDRT dan aku sudah hubungi pengacara aku untuk urus semua berkas perceraian.""P-pergi? Pergi ke mana?" tanya Kaluna bingung sambil menyerahkan ponselnya ke tangan Bekti dan makin kaget saat Bekti melemparkan ponselnya itu ke tong sampah seolah benda itu tak berharga."Om, jangan dibuang aku nggak nanti nggak bisa hubungi teman aku," bisik Kaluna."Kaluna ...." Bekti menatap manik mata Kaluna dengan tatapan serius seolah ingin memberitahukan pada Kaluna kalau saat ini mereka harus berburu dengan waktu."Kaluna dengar, mulai
Jakarta, Masa Sekarang ...."Jadi maksud kamu? Kamu percaya omongan Gendis?" tanya Jonathan yang tidak percaya dengan pendengarannya karena mendengar cerita dari Kaluna tentang masa lalunya."Aku berkali-kali hubungin kamu tapi nggak bisa dan aku juga hubungin Gendis kata Gendis kamu nggak pernah nyariin aku," bisik Kaluna.“Terus setelah tiga bulan kamu udah aja gitu nggak nyari aku sama sekali?” tanya Jonathan yang merasa kesal karena Kaluna terlihat begitu cepat menyerah padahal dia berjuang keras mencari Kaluna.“Aku terus hubungin kamu, Jo, semua cara aku pakai tapi, aku nggak bisa datang ke rumah kamu karena Ibu dan Om Bekti larang aku. Ayah benar-benar nyari aku dan Ibu seperti orang gila, aku juga nggak paham kenapa Ayah tetap nyari aku dan Ibu padahal dia udah anggap kita sampah. Makanya aku akhirnya diminta untuk terus sembunyi dan nggak balik ke Jakarta dulu, di Bandung pun aku nggak bisa bebas untuk pegang ponsel atau apa pun itu,” terang Kaluna yang merasa sangat menyesal
Tring ... tring ... tring ....Suara alarm ponsel membuat Kaluna menggeliat dan menjulurkan tangannya untuk mengambil ponsel miliknya, dengan malas-malasan ia berjuang membuka matanya dan saat ia melihat layar ponselnya spontan Kaluna menjerit keras."Mampus!" jerit Kaluna sampai ia meloncat dari ranjang sampai tidak sadar kalau ia membuat seseorang di belakang tubuhnya terpelanting ke belakang. "Yang ...." Jonathan tersentak kaget saat merasakan tubuhnya di dorong hingga ia hampir terjatuh dari ranjang.Kaluna menoleh dan langsung menyatukan kedua tangannya di dada, "Maaf, Jo ... maaf aku telat," ucap Kaluna sambil masuk ke dalam kamar mandi.Jonathan menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal, ia melirik ke arah jam dan tertawa pelan saat melihat sudah jam 8 pagi. Pantas saja kekasihnya itu kelimpungan, ternyata Kaluna masih saja suka terlambat. "Udah? Kamu mandi beneran?" tanya Jonathan saat melihat Kaluna sudah keluar lagi dari kamar mandi dan dengan cepat berpakaian secara
"Kan aku udah bilang nggak usah diangkat, Yang," ucap Jonathan yang risih melihat Kaluna menekuk wajahnya hingga terlihat masam.Kaluna menghela napas kesal sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, matanya melihat keluar mobil dan mendapati pemandangan kota Jakarta yang semberaut, sesemberaut hatinya hari ini hanya karena mendengar suara Gendis dari ponsel Jonathan."Yang ... hei.""Apa?" sahut Kaluna sambil melirik sekilas ke Jonathan yang sedang menyupir mobil. Wajah pria itu tetap terlihat tampan walaupun Kaluna tahu kalau Jonathan tidak menyisir rambutnya dengan benar akibat terburu-buru karena Kaluna ngambek dan ingin secepatnya pergi ke restoran setelah mendengar suara Gendis."Aku udah bilang jangan diangkat, kamu tetep angkat. Kepala batu kamu itu kadang," dengus Jonathan."Ngapain dia nelepon kamu?""Nggak tau dan nggak mau tahu," jawab Jonathan sambil melihat sekilas ke arah ponselnya yang screen guard-nya pecah."Buat apa dia telepon kamu? Mau apa dia?" tanya Kaluna sam
"Halo para budak dapur apa kabar," teriak Okhe sambil masuk ke dalam dapur dengan gerakan spektakuler yang membuat semua orang tertawa termasuk Kaluna."Lagak, Lo ... Khe." Tawa Ibram terdengar renyah sambil mengambil baskom dan menyerahkannya ke pelukan Okhe. "Apaan ini?" tanya Okhe kaget, "aku kerja di restoran bonafit Moon yang punya Michellin Star tapi dikasih baskom? Buat apa?" tanya Okhe sambil menyentuh dahinya dengan gerakkan dramatis yang lagi-lagi membuat semua orang di dapur tertawa."Buat kamu bantuin Ibram kupasin kulit-kulit putih jeruk, Khe," ucap Kaluna sambil menunjuk ke arah beberapa plastik jeruk yang ada di meja. Okhe hanya bisa mendengus kesal sambil mengambil pisau dan mulai melakukan pekerjaannya bersama Ibram. "Aku paling kesel kalau garnisnya udah jeruk.""Why?" tanya Kaluna sambil mencicipi saus mushroom, "kan seger jeruk.""Iya emang seger, tapi ... kita nih, yang ribet harus dikupas, dibukain satu-satu ini yang putih-putihnya. Apalagi kalau udah bikin lem
"Minum obatnya, Jojo!"Jonathan yang sedang menulis ide menu baru tersentak saat tiba-tiba ia mendengar teriakkan Kaluna dari earphone-nya. "Ya Tuhan ... apa ini?" Jonathan melepaskan salah satu earphonenya dan kaget saat mengetahui itu sudah jam tiga sore. Ia mengambil ponselnya dan sadar kalau alarm diponselnya sudah berganti menjadi suara Kaluna. Jempol Jonathan menekan tombol play salah satu file suara dan terbahak keras karena kembali mendengar suara Kaluna yang meminta dirinya untuk meminum obat dengan suara melengking khasnya. "Ya ampun, Yang ... kamu itu ada aja idenya," bisik Jonathan sambil memgambil kotak obatnya dan beranjak dari ruang kerjanya keluar untuk mencari pisang. Kesulitan menelan obat membuat dia sangat bergantung pada pisang, entah kenapa Jonathan merasa seperti monyet. Saat berjalan ke arah di mana pisang-pisang itu berada, Jonathan melihat Kaluna dan beberapa pegawai dapur sedang berbincang karena sedang istirahat. Mata Jonathan tidak beralih dari wajah
"Pagi Bu," sapa Kaluna sambil mengecup pipi Emma dan duduk manis di kursi makan, mata Kaluna terhenti pada satu bungkusan, "ini apa?""Oh ... itu tadi dari Jonathan, tapi, pagi banget jam setengah 6 Jonathan ke sini buat bantu Ibu nurun-nurunin barang belajanna Ibu dari becak, terus dia kasih itu. Katanya itu buat kamu makan," ucap Emma sambil duduk di kursi samping Kaluna dan menyodorkan piring ke hadapan Kaluna."Ngapain Jonathan pagi-pagi banget ke sini dan terus sekarang dia ke mana?" tanya Kaluna sambil mengedarkan pandangannya berharap Jonathan meloncat keluar dari balik lemari sambil tersenyum."Jonathan udah pulang, katanya dia baru pulang dari olah raga pagi terus mampir kasih makan pagi kamu dan liat Ibu kesusahan sama barang belanjaan jadi hatinya terenyuh dan mau membantu Ibu yang sudah renta ini, di saat anak kandung Ibu sedang asik ileran di kamar dan sulit untuk dibangunkan," goda Emma yang langsung melihat raut wajah Kaluna yang berubah menjadi raut wajah seorang anak