"Kan aku udah bilang nggak usah diangkat, Yang," ucap Jonathan yang risih melihat Kaluna menekuk wajahnya hingga terlihat masam.Kaluna menghela napas kesal sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, matanya melihat keluar mobil dan mendapati pemandangan kota Jakarta yang semberaut, sesemberaut hatinya hari ini hanya karena mendengar suara Gendis dari ponsel Jonathan."Yang ... hei.""Apa?" sahut Kaluna sambil melirik sekilas ke Jonathan yang sedang menyupir mobil. Wajah pria itu tetap terlihat tampan walaupun Kaluna tahu kalau Jonathan tidak menyisir rambutnya dengan benar akibat terburu-buru karena Kaluna ngambek dan ingin secepatnya pergi ke restoran setelah mendengar suara Gendis."Aku udah bilang jangan diangkat, kamu tetep angkat. Kepala batu kamu itu kadang," dengus Jonathan."Ngapain dia nelepon kamu?""Nggak tau dan nggak mau tahu," jawab Jonathan sambil melihat sekilas ke arah ponselnya yang screen guard-nya pecah."Buat apa dia telepon kamu? Mau apa dia?" tanya Kaluna sam
"Halo para budak dapur apa kabar," teriak Okhe sambil masuk ke dalam dapur dengan gerakan spektakuler yang membuat semua orang tertawa termasuk Kaluna."Lagak, Lo ... Khe." Tawa Ibram terdengar renyah sambil mengambil baskom dan menyerahkannya ke pelukan Okhe. "Apaan ini?" tanya Okhe kaget, "aku kerja di restoran bonafit Moon yang punya Michellin Star tapi dikasih baskom? Buat apa?" tanya Okhe sambil menyentuh dahinya dengan gerakkan dramatis yang lagi-lagi membuat semua orang di dapur tertawa."Buat kamu bantuin Ibram kupasin kulit-kulit putih jeruk, Khe," ucap Kaluna sambil menunjuk ke arah beberapa plastik jeruk yang ada di meja. Okhe hanya bisa mendengus kesal sambil mengambil pisau dan mulai melakukan pekerjaannya bersama Ibram. "Aku paling kesel kalau garnisnya udah jeruk.""Why?" tanya Kaluna sambil mencicipi saus mushroom, "kan seger jeruk.""Iya emang seger, tapi ... kita nih, yang ribet harus dikupas, dibukain satu-satu ini yang putih-putihnya. Apalagi kalau udah bikin lem
"Minum obatnya, Jojo!"Jonathan yang sedang menulis ide menu baru tersentak saat tiba-tiba ia mendengar teriakkan Kaluna dari earphone-nya. "Ya Tuhan ... apa ini?" Jonathan melepaskan salah satu earphonenya dan kaget saat mengetahui itu sudah jam tiga sore. Ia mengambil ponselnya dan sadar kalau alarm diponselnya sudah berganti menjadi suara Kaluna. Jempol Jonathan menekan tombol play salah satu file suara dan terbahak keras karena kembali mendengar suara Kaluna yang meminta dirinya untuk meminum obat dengan suara melengking khasnya. "Ya ampun, Yang ... kamu itu ada aja idenya," bisik Jonathan sambil memgambil kotak obatnya dan beranjak dari ruang kerjanya keluar untuk mencari pisang. Kesulitan menelan obat membuat dia sangat bergantung pada pisang, entah kenapa Jonathan merasa seperti monyet. Saat berjalan ke arah di mana pisang-pisang itu berada, Jonathan melihat Kaluna dan beberapa pegawai dapur sedang berbincang karena sedang istirahat. Mata Jonathan tidak beralih dari wajah
"Pagi Bu," sapa Kaluna sambil mengecup pipi Emma dan duduk manis di kursi makan, mata Kaluna terhenti pada satu bungkusan, "ini apa?""Oh ... itu tadi dari Jonathan, tapi, pagi banget jam setengah 6 Jonathan ke sini buat bantu Ibu nurun-nurunin barang belajanna Ibu dari becak, terus dia kasih itu. Katanya itu buat kamu makan," ucap Emma sambil duduk di kursi samping Kaluna dan menyodorkan piring ke hadapan Kaluna."Ngapain Jonathan pagi-pagi banget ke sini dan terus sekarang dia ke mana?" tanya Kaluna sambil mengedarkan pandangannya berharap Jonathan meloncat keluar dari balik lemari sambil tersenyum."Jonathan udah pulang, katanya dia baru pulang dari olah raga pagi terus mampir kasih makan pagi kamu dan liat Ibu kesusahan sama barang belanjaan jadi hatinya terenyuh dan mau membantu Ibu yang sudah renta ini, di saat anak kandung Ibu sedang asik ileran di kamar dan sulit untuk dibangunkan," goda Emma yang langsung melihat raut wajah Kaluna yang berubah menjadi raut wajah seorang anak
Jonathan membuka map yang ada ditangannya dan membaca isinya, setelah beberapa saat senyuman terlihat diwajah tampan Jonathan. "Terlihat lebih bersinar kamu, Jonathan." Wanita itu tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Jonathan. Baru kemarin dirinya menelepon Jonathan untuk mengingatkan janji temunya.Awalnya ia kaget kenapa Jonathan membalas teleponnya dengan suara yang berbahagia dan bahkan mengatakan sudah tidak sabar lagi akan bertemu padahal biasanya Jonathan sering membalas sekenangnya dan datang seperti raga tanpa jiwa. Kosong.Jonathan mengalihkan pandangannya dari kertas yang berisikan angka-angka, skema dan tabel-tabel yang sudah menjadi hal wajar yang selalu ia lihat selama beberapa tahun ini. "Sedang bahagia?" tanya Fina."Seingat saya, saya selalu berbahagia bila bertemu Anda," sahut Jonathan sambil menutup kembali mapnya dan menyimpannya acuh di meja yang membatasi dirinya dengan perempuan cantik di hadapannya."Tapi ini beda, kelihatannya lebih berwar
"Okhe.""Yes Chef," jawab Okhe sambil menoleh, dirinya sedikit kaget karena tiba-tiba dipanggil Jonathan padahal sudah jam tutup restoran. Apa dia melakukan kesalahan?"Kamu tadi serve langsung meja no.14 kan?" tanya Jonathan seraya menepuk bahu Okhe, "pas ... dagingnya pas dan kata temen saya kamu hebat tadi saat presentasi."Okhe bernapas lega mendengar perkataan Jonathan, untungnya tadi dia melayani dengan baik meja 14 yang ternyata teman Jonathan coba kalau tadi dia meleng atau daging yang dia masak overcook habislah dia di maki-maki oleh Jonathan. Cukup Kaluna saja yang kena makian Jonathan yang bisa membuat lutut para koki di restoran itu bergetar."Terima kasih Chef atas pujiannya," ucap Okhe sedikit bangga."Oh, sama kamu liat Kaluna?" tanya Jonathan sambil melihat sekelilingnya. Dari tadi dia sudah mencari Kaluna ke mana-mana tapi wanita itu tidak bisa ia temukan bahkan semua chat dan teleponnya diabaikan. Ampun ... apakah Kaluna masih marah pada dirinya? Entah harus cara apa
"Astaga besar!""Ayang!" pekik Jonathan yang sama-sama kaget sambil menarik handuknya untuk menutupi bagian bawah tubuhnya sendiri. Wajah Kaluna memerah dengan cepat, ia berlari keluar kamar mandi melewati Jonathan yang juga sama-sama salah tingkah. Mereka berdua mungkin pernah tidur bersama atau bahkan tidur bergelung di balik selimut tanpa seutas benang pun tapi, rasanya canggung meihat langsung kejantanan Jonathan yang membuat pikiran kotor Kaluna membumbung tinggi.Ternyata datang ke rumah Jonathan untuk mengembalikan laptop Jonathan dan mandi di rumah kekasihnya itu adalah keputusan yang salah. Kaluna kembali menoleh ke belakang melewati pundaknya dan lagi-lagi melihat kejantanan Jonathan yang meledakan seluruh pikiran kotor di kepalanya."Kaluna Dayana, jangan mikir aneh-aneh," ucap Jonathan sambil menarik handuk dan melilitkannya kembali ke pinggangnya lalu berjalan ke arah pintu dan menutupnya."Maaf," teriak Kaluna sambil mengalihkan pandangannya, "abis aku kaget liat isi cel
Jonathan terus memangut bibir Kaluna sedangkan tangannya meraba garis tubuh Kaluna yang terasa sejuk di telapak tanganya. Gairahnya meledak saat lidah Kaluna menyusup ke mulutnya dan mengabsen giginya, menggelitik setiap inci mulutnya hingga ia merasakan rasa geli berujung nikmat yang terus ingin ia rasakan.Jemari Jonathan menyusup ke bagian belakang rambut Kaluna dan menekannya, memaksa Kaluna untuk terus mencumbunya semakin dalam, mengisap lidah manis Kaluna yang membuat setiap inci tubuh Jonathan meraung meminta untuk dipuaskan. Tangan Jonathan dengan cepat membelai punggung Kaluna dan kembali menekannya agar payudara Kaluna yang lembut menyentuhnya. Bahkan Jonathan seolah tidak mengizinkan setu inci pun menjadi jurang pemisah diantara mereka berdua, ia suka saat puting Kaluna yang keras menggesek dadanya, ia suka sensasi menggelitik yang akhirnya menjalar keseluruh tubuhnya dan memecut birahinya."Jo ... ini dapur," bisik Kaluna disela-sela ciuman panas yang mereka lakukan. Kalu