"Kaluna ayo makan dulu," pinta Emma saat melihat Kaluna yang berjalan menyeret kakinya melewati meja makan.Rasanya sedih melihat anak gadisnya itu lesu dan matanya saat ini bengkak akibat menangis semalaman. Ia ingat terakhir kali Kaluna menangis sampai separah ini adalah saat melihat dirinya dipukuli oleh mantan suaminya. Tubuh Emma tiba-tiba bergidik saat mengenang masa lalunya. "Kaluna nggak lapar, Bu," bisik Kaluna sambil mengambil susu yang Emma sudah siapkan di meja makan. Mulutnya terasa tidak enak dan tenggorokkannya kering membuat Kaluna enggan memakan makanan apa pun juga. "Kebiasaan kamu, kamu kalau ada pikiran atau apa pun juga jadi males makan." Emma memaksa Kaluna duduk dan mengambilkan nasi goreng, "makan dulu, kamu nggak makan. Ibu nggak bakal izini kamu kerja dan Ibu nggak peduli kamu dipecat sekali pun!"Kaluna hanya bisa menghela napasnya pelan. Ia sadar kalau ancaman Emma ini benar adanya dan lebih baik ia menurut. "Iya, Bu.""Ibu ke toko dulu, hari ini banyak p
“Kaluna,” panggil Jonathan.Kaluna memasang earphonenya di telinga lalu ia mencoba memesan taksi online melalui ponselnya, namun sebelum ia bisa memesan taksi online ponselnya sudah diambil dari tangannya oleh Jonathan. "Lah ... kok bisa ponsel melayang?" tanya Kaluna sambil menunjuk ponselnya yang saat ini sedang Jonathan pegang."Kaluna, dengerin aku," pinta Jonathan sambil menyentuh bahu Kaluna namun langsung mendapatkan tepisan. "Eh ... kok kaya yang ada colek-colek aku? Ih ... apa sih, masih pagi udah ada setan?" ucap Kaluna sambil pura-pura bergidik lalu mengambil ponselnya secara cepat dari Jonathan. "Kaluna, nggak lucu, yah," ucap Jonathan sambil menahan emosinya karena tidak dianggap oleh wanita itu."Ya ampun udah jam segini, aku harus buru-buru ke restoran," ucap Kaluna sambil berbalik dan berjalan menjauhi Jonathan."Kaluna!" seru Jonathan sambil mengejar Kaluna dan menarik tubuhnya lalu mendorong tubuh Kaluna yang hanya setengah tubuhnya ke arah samping pintu mobil. Jo
Tubuh Kaluna membeku, pikirannya kacau saat lidah Jonathan menggodanya untuk membuka mulutnya. Meminta izin untuk meliuk sensual dan menggelitik setiap inci mulutnya seolah mencium Kaluna adalah hal paling nikmat bagi Jonathan. Tangan Kaluna bergerak menyelusuri dada Jonathan yang terasa hangat walaupun terhalang kemeja. Saat Jonathan menggerakkan lidahnya di langit-langit mulut Kaluna tanpa sadar Kaluna mendesah karena ledakan rasa nikmat yang memenuhi mulutnya. Kaluna tidak bisa memungkiri kalau Jonathan masih ahli dalam hal berciuman.Jonathan mengurai ciumannya sambil mengusap bibir Kaluna yang terbuka, basah, bengkak dan sensual akibat ciuman darinya. Jonathan berjuang untuk tidak kembali mendaratkan bibirnya ke bibir Kaluna dan kembali menyesap hangatnya bibir wanita itu lalu menarik seluruh pakaian Kaluna untuk ia kecupi."Jo-Jonathan," desah Kaluna sambil mengusap bibir bawahnya dengan lidahnya, sebuah gerakan kecil yang membuat Jonathan mengalihkan pandangannya untuk mempert
“Kaluna,” panggil Okhe dari arah dapur saat melihat Kaluna menjejakkan kakinya di dalam dapur. “Hmm,” jawab Kaluna sekenangnya. Mood-nya sedang tidak baik-baik saja setelah berkelahi dengan Jonathan tadi pagi tapi, ia tidak mungkin memuntahkan amarahnya pada Okhe. “Eh buset, empet amat mukanya, kenapa?” tanya Okhe sambil mengambil piring lalu menumpahkan nasi goreng yang baru saja dia buat. “Nih, makan ini dulu. Aku tadi di kosan bikin nasi goreng kampung ini aku angetin lagi.” Okhe mendorong piring berisikan nasi goreng ke arah Kaluna, ia mengambil sendok dan mengarahkan sendok itu ke depan Kaluna, “Makanlah.” “Nggak lapar, Khe,” tolak Kaluna sambil memaksakan diri untuk tersenyum, “kenyang aku ama masalah hidup.” “Masalah hidup macam apa yang bisa kasih nutrisi buat badan kamu? Nggak ada kurasa, makanlah dulu … jangan mikir yang ribet-ribet, cukup presiden aja yang mikir ribet,” bujuk Okhe sambil mengambil tangan Kaluna dan menjejalkan sendok ke tangan wanita itu. Kaluna denga
Gendis mengaduk minumannya sambil menatap ke arah pintu, hatinya berbunga saat mendapatkan telepon dari Jonathan tadi pagi. Lelaki itu minta bertemu, awalnya Gendis meminta Jonathan untuk datang ke rumahnya tapi, lelaki itu menolak padahal Gendis sudah mengkhayalkan hal-hal berbau intim bersama Jonathan di rumahnya. Akhirnya Jonathan meminta untuk bertemu di salah satu cafe yang ada di dekat rumah Gendis. Gendis mengiyakan dan langsung berdandan sebaik mungkin dan mengenakan dress rok pendek dipadankan dengan cardigan, jenis pakaian yang Jonathan sukai. "Gendis."Gendis mengangkat kepalanya dan mendapati Jonathan yang sedang berdiri menjulang, gagah dan selalu tampan dalam situasi juga kondisi apa pun bahkan dalam kondisi saat ini di mana lelaki itu terlihat asal mengenakan pakaian dan rambut yang tidak tersisir dengan baik namun malah menambah nilai ketampanannya."Jonathan," ucap Gendis riang seraya berdiri dan hendak memeluk lelaki itu tapi, tubuhnya langsung didorong kasar oleh
"Hahaha ...." Gendis tepuk tangan sambil mengambil martininya lagi dan meminumnya. "Ya ampun, ternyata itu yang bikin kamu nggak bisa lupain Kaluna ... hahaha, aku nggak nyangka Jonathan Baskoro itu seorang lelaki bertanggung jawab," ejek Gendis sambil mengusap air mata yang megalir di pipinya akibat tertawa terlalu keras."Gendis aku pacarin kamu awalnya juga karena aku merasa bertanggung jawab atas diri kamu, awalnya aku mau mencoba untuk menerima kamu di dalam hidup aku. Tapi ... kamu malah rusak itu semua dengan kelakuan kamu yang menghancurkan masa depan kita berdua!" Jonathan mengingatkan Gendis."Aku udah minta maaf, Jo! Nggak cukup? Aku sampai sujud di bawah kaki Mamih dan kaki kamu dulu! Nggak cukup?" tanya Gendis yang seolah kesal karena Jonathan kembali mengungkit kisah masa lalu dan perbuatannya."Kamu itu sumber dari segala sumber masalah buat hidup aku dan aku nggak mau kamu jadi sumber masalah buat Kaluna juga!" "Kaluna lagi ... astaga!" Gendis membanting serbet kesal.
Kring … kring ….Suara dering telepon membuat Jonathan mengalihkan pandangannya dari lampu merah. Ia dengan cepat mengankat teleponnya yang langsung tersambung pada bluetooth.“Ada apa, Ka?”“Lo di mana?” tanya Raka to the point.“Jalan.”“Jalan mana? Jalan di Jakarta banyak, Bro.”“Sebentar lagi gue sampe Moon, tapi, gue mau beli sesuatu dulu. Ada apa?” tanya Jonathan sambil membelokkan mobilnya memasuki gedung salah satu mall terbesar di Jakarta. “Ada apa, ada apa, ini gimana tiba-tiba Gendis mau datang ke acara besok?” tanya Raka kaget karena baru saja mendapatkan chat dari Gendis, sebuah foto undangan acara ulang tahun Moon.“Gue yang undang.” Jonathan memarkirkan mobilnya dengab ahli.“Lah … katanya lo nggak mau ketemu dia lagi, lo bahkan larang dia buat ke restoran ampe gue pajang tuh foto si Gendis di dalam pos satpam buat antisipasi tapi, malah lo undang.” Raka terdengar kesal dengan kelakuan Jonathan yang plin plan, pantas saja Kaluna sering darah tinggi menghadapi Jonathan.
Kaluna mengambil napas sebanyak-banyaknya, rasa lelah membalut tubuhnya yang saat ini berkutat dengan pekerjaannya di dapur yang super panas. “Behind,” teriak Ibram yang berjalan melintasi bagian belakang tubuh Kaluna sambil membawa pure brokoli.Kaluna mengambil sendok dan memutar tubuhnya lalu menghentikan Ibram dan mencicipi sedikit pure brokoli buatan Ibram, “more salt, Bram.”Ibram mengangguk dan berjalan melewati Kaluna kembali ke station garnish miliknya. Kaluna melihat sekeliling dan mulai memperhitungkan apa lagi yang harus ia lakukan selama menunggu masakan ready dan menu baru yang harus mereka olah.“Lun … dipanggil Pak Raka,” ucap Okhe sambil mengambil pena di tangan Kaluna, yang mengartikan ia sudah siap untuk menggantikan pekerjaan Kaluna selama wanita itu dipanggil Raka.“Hah? Ngapain?” tanya Kaluna sambil melepaskan celemeknya.“Kayanya mau ngomongin masalah besok, katanya sih ada penambahan jumlah guest,” ucap Okhe.“Ya ampun, kerja rodi kita,” teriak Ibram yang tanp