Tubuh Kaluna membeku, pikirannya kacau saat lidah Jonathan menggodanya untuk membuka mulutnya. Meminta izin untuk meliuk sensual dan menggelitik setiap inci mulutnya seolah mencium Kaluna adalah hal paling nikmat bagi Jonathan. Tangan Kaluna bergerak menyelusuri dada Jonathan yang terasa hangat walaupun terhalang kemeja. Saat Jonathan menggerakkan lidahnya di langit-langit mulut Kaluna tanpa sadar Kaluna mendesah karena ledakan rasa nikmat yang memenuhi mulutnya. Kaluna tidak bisa memungkiri kalau Jonathan masih ahli dalam hal berciuman.Jonathan mengurai ciumannya sambil mengusap bibir Kaluna yang terbuka, basah, bengkak dan sensual akibat ciuman darinya. Jonathan berjuang untuk tidak kembali mendaratkan bibirnya ke bibir Kaluna dan kembali menyesap hangatnya bibir wanita itu lalu menarik seluruh pakaian Kaluna untuk ia kecupi."Jo-Jonathan," desah Kaluna sambil mengusap bibir bawahnya dengan lidahnya, sebuah gerakan kecil yang membuat Jonathan mengalihkan pandangannya untuk mempert
“Kaluna,” panggil Okhe dari arah dapur saat melihat Kaluna menjejakkan kakinya di dalam dapur. “Hmm,” jawab Kaluna sekenangnya. Mood-nya sedang tidak baik-baik saja setelah berkelahi dengan Jonathan tadi pagi tapi, ia tidak mungkin memuntahkan amarahnya pada Okhe. “Eh buset, empet amat mukanya, kenapa?” tanya Okhe sambil mengambil piring lalu menumpahkan nasi goreng yang baru saja dia buat. “Nih, makan ini dulu. Aku tadi di kosan bikin nasi goreng kampung ini aku angetin lagi.” Okhe mendorong piring berisikan nasi goreng ke arah Kaluna, ia mengambil sendok dan mengarahkan sendok itu ke depan Kaluna, “Makanlah.” “Nggak lapar, Khe,” tolak Kaluna sambil memaksakan diri untuk tersenyum, “kenyang aku ama masalah hidup.” “Masalah hidup macam apa yang bisa kasih nutrisi buat badan kamu? Nggak ada kurasa, makanlah dulu … jangan mikir yang ribet-ribet, cukup presiden aja yang mikir ribet,” bujuk Okhe sambil mengambil tangan Kaluna dan menjejalkan sendok ke tangan wanita itu. Kaluna denga
Gendis mengaduk minumannya sambil menatap ke arah pintu, hatinya berbunga saat mendapatkan telepon dari Jonathan tadi pagi. Lelaki itu minta bertemu, awalnya Gendis meminta Jonathan untuk datang ke rumahnya tapi, lelaki itu menolak padahal Gendis sudah mengkhayalkan hal-hal berbau intim bersama Jonathan di rumahnya. Akhirnya Jonathan meminta untuk bertemu di salah satu cafe yang ada di dekat rumah Gendis. Gendis mengiyakan dan langsung berdandan sebaik mungkin dan mengenakan dress rok pendek dipadankan dengan cardigan, jenis pakaian yang Jonathan sukai. "Gendis."Gendis mengangkat kepalanya dan mendapati Jonathan yang sedang berdiri menjulang, gagah dan selalu tampan dalam situasi juga kondisi apa pun bahkan dalam kondisi saat ini di mana lelaki itu terlihat asal mengenakan pakaian dan rambut yang tidak tersisir dengan baik namun malah menambah nilai ketampanannya."Jonathan," ucap Gendis riang seraya berdiri dan hendak memeluk lelaki itu tapi, tubuhnya langsung didorong kasar oleh
"Hahaha ...." Gendis tepuk tangan sambil mengambil martininya lagi dan meminumnya. "Ya ampun, ternyata itu yang bikin kamu nggak bisa lupain Kaluna ... hahaha, aku nggak nyangka Jonathan Baskoro itu seorang lelaki bertanggung jawab," ejek Gendis sambil mengusap air mata yang megalir di pipinya akibat tertawa terlalu keras."Gendis aku pacarin kamu awalnya juga karena aku merasa bertanggung jawab atas diri kamu, awalnya aku mau mencoba untuk menerima kamu di dalam hidup aku. Tapi ... kamu malah rusak itu semua dengan kelakuan kamu yang menghancurkan masa depan kita berdua!" Jonathan mengingatkan Gendis."Aku udah minta maaf, Jo! Nggak cukup? Aku sampai sujud di bawah kaki Mamih dan kaki kamu dulu! Nggak cukup?" tanya Gendis yang seolah kesal karena Jonathan kembali mengungkit kisah masa lalu dan perbuatannya."Kamu itu sumber dari segala sumber masalah buat hidup aku dan aku nggak mau kamu jadi sumber masalah buat Kaluna juga!" "Kaluna lagi ... astaga!" Gendis membanting serbet kesal.
Kring … kring ….Suara dering telepon membuat Jonathan mengalihkan pandangannya dari lampu merah. Ia dengan cepat mengankat teleponnya yang langsung tersambung pada bluetooth.“Ada apa, Ka?”“Lo di mana?” tanya Raka to the point.“Jalan.”“Jalan mana? Jalan di Jakarta banyak, Bro.”“Sebentar lagi gue sampe Moon, tapi, gue mau beli sesuatu dulu. Ada apa?” tanya Jonathan sambil membelokkan mobilnya memasuki gedung salah satu mall terbesar di Jakarta. “Ada apa, ada apa, ini gimana tiba-tiba Gendis mau datang ke acara besok?” tanya Raka kaget karena baru saja mendapatkan chat dari Gendis, sebuah foto undangan acara ulang tahun Moon.“Gue yang undang.” Jonathan memarkirkan mobilnya dengab ahli.“Lah … katanya lo nggak mau ketemu dia lagi, lo bahkan larang dia buat ke restoran ampe gue pajang tuh foto si Gendis di dalam pos satpam buat antisipasi tapi, malah lo undang.” Raka terdengar kesal dengan kelakuan Jonathan yang plin plan, pantas saja Kaluna sering darah tinggi menghadapi Jonathan.
Kaluna mengambil napas sebanyak-banyaknya, rasa lelah membalut tubuhnya yang saat ini berkutat dengan pekerjaannya di dapur yang super panas. “Behind,” teriak Ibram yang berjalan melintasi bagian belakang tubuh Kaluna sambil membawa pure brokoli.Kaluna mengambil sendok dan memutar tubuhnya lalu menghentikan Ibram dan mencicipi sedikit pure brokoli buatan Ibram, “more salt, Bram.”Ibram mengangguk dan berjalan melewati Kaluna kembali ke station garnish miliknya. Kaluna melihat sekeliling dan mulai memperhitungkan apa lagi yang harus ia lakukan selama menunggu masakan ready dan menu baru yang harus mereka olah.“Lun … dipanggil Pak Raka,” ucap Okhe sambil mengambil pena di tangan Kaluna, yang mengartikan ia sudah siap untuk menggantikan pekerjaan Kaluna selama wanita itu dipanggil Raka.“Hah? Ngapain?” tanya Kaluna sambil melepaskan celemeknya.“Kayanya mau ngomongin masalah besok, katanya sih ada penambahan jumlah guest,” ucap Okhe.“Ya ampun, kerja rodi kita,” teriak Ibram yang tanp
"Bu, besok bangunin aku pagi banget, yah," pinta Kaluna sambil melihat beberapa loyang chesse cake yang ada di dalam lemari es khusus di rumahnya."Mau acara?" tanya Emma."Iya, besok. Ibu doain aku acaranya sukses, lancar dan nggak ada yang aneh-aneh," pinta Kaluna sambil mengeluarkan salah satu loyang cheese cake."Ibu doain yang terbaik buat kamu, eh ... itu kenapa dikeluari? Nanti nggak jadi, loh.""Mau Kaluna cobain, Bu, kalau enak Kaluna mau telepon Pak Raka dan minta izin buat jadiin kue ini hidangan pencuci mulut." Kaluna memotong cheese cakenya lalu mengambil sesendok besar dan melahapnya. "E-ena-k.""Duh ... anak gadis makannya seenaknya, makan dulu, dikunyah telen baru ngomong. Jangan sekaligus, Lun." Emma membawa tisu dan melap pinggiran bibir Kaluna, "gimana kamu mau punya pacar kalau makan aja belepotan gini, sih.""Hubungannya apa sih, Bu, makan belepotan sama punya pacar? Nggak ada hubungannya," protes Kaluna sambil kembali menyuapkan cheese cake ke mulutnya, "ini enak
Kaluna yang kebingungan karena sudah mengenakan baju tidur dengan cepat membawa kardigan dan mengenakannya secara asal. Ia bergegas ke pintu keluar rumahnya.Kaluna dengan cepat melihat sosok Jonathan setelah ia membuka pintu rumahnya, "Ngapain kamu ke sini?" tanya Kaluna bingung bercampur panik."Mau liat kamu sekalian aku sepedaan," jawab Jonathan sambil menunjuk sepedanya yang sudah ia parkirkan di pekarangan rumah Kaluna."Kamu gila? Rumah kamu itu jauh! Ngapain kamu ke rumah aku pake sepeda, pula? Mau jadi atlit?" tanya Kaluna yang tidak habis pikir dengan kelakuan Jonathan. Mungkin kalau Jonathan datang dengan menggunakan mobil, Kaluna masih bisa memakluminya dan mengusirnya secepat mungkin.Tapi, menggunakan sepeda? Ya Tuhan, bisa dimaki satu Kadipaten dirinya kalau mengusir Jonathan."Olah raga," jawab Jonathan pendek sambil membuka sarung tangan khusus sepeda dan duduk di kursi yang ada di sana. Jonathan menatap Kaluna."Apa?" tanya Kaluna bingung."Kamu nggak ngasih aku minu