"Karena aku cemburu melihatmu memperhatikan tangan Matheo."Ziea mengerjab beberapa kali, memandang wajah tampan suaminya yang menampilkan mimik dingin serta flat. Tak lama, Ziea tersenyum malu-malu lalu cengengesan karena salah tingkah mendengar penuturan Reigha. 'Apa sih?! Hatiku murahan banget. Begini saja aku langsung baper.' batin Ziea yang masih cengengesan pada Reigha. "Nah, kan. Cocokan Mas yang pakai gelangnya. Biar aku lihatnya ke gelang yang ada di tangan Mas Rei, bukan tangan Pak Mamat," ucap Ziea dengan cengar-cengir bahagia. Reigha menaikkan kedua alis, memangut pelan sembari tersenyum tipis. "Benar juga," jawabnya pelan, mengambil tempat untuk duduk di sebelah Ziea. "Bagus?" tanya Reigha kemudian, meletakkan tangannya yang memakai gelang tersebut di atas bantal yang berada di pangkuan istrinya. "Sangat bagus sekali, Mas Rei." Ziea menaggukkan kepala, memilih menyingkirkan novelnya agar dia bisa dengan leluasa memerhatikan gelang tersebut. "Kau ingin sesuatu, ZieKu
"Tidak. Aesya tidak akan menikah dengan pria yang tidak punya keluarga, tidak punya status sosial dan tidak jelas asal usulnya seperti anda!" Bukan Aesya yang menjawab melainkan seorang pria yang tiba-tiba masuk dalam ruangan tersebut. Matheo dan Aesya seketika menoleh ke arah sumber suara tersebut. Wajah Matheo terlihat tak bersahabat ketika menatap seorang pria yang kini berjalan ke arah mereka. Sedangkan Aesya, dia terlihat cuek-cuek saja. "Aku tidak menyangka jika Reigha bisa mempekerjakan orang yang tidak tahu diri seperti anda ini. Kau tahu siapa Aesya, tetapi kau berani jatuh cinta padanya. Cih," ucap Brigen, berdecis sinis di akhir kalimatnya. "Jika Rafael atau Reigha tahu kau lancang mencintai Aesya, aku yakin itu hari terakhir kau berada di dunia ini.""Cik." Aesya berdecak pelan. "Jangan berlebihan, Brigan. Ega sudah tahu dan dia tidak mempermasalahkannya," ucap Aesya agar Brigan berhenti menggertak Matheo. "Kau membela pria rendahan itu, Aesya?" Brigen menaikkan sebelah
"Karena Reigha menangkap Ziea yang akan jatuh saat bermain sepeda di halaman belakang rumah." Semua orang seketika menoleh ke arah Haiden, menatap antusias pada pria itu."Sok tahu," kesal Ziea– satu-satunya orang yang menatap berang pada Haiden. Mata Ziea menyipit, bibirnya membentang garis horizontal; memperlihatkan raut muka kesal bercampur bete. Cocok! Lea dan Kakaknya sangat cocok. Sama-sama tukang cepu dan penyebar aib. Ah,, bukan aib tetapi itu hal yang memalukan bagi Ziea untuk diketahui banyak orang. Haiden benar. Awal mula Ziea mulai punya rasa suka dan kagum pada Reigha itu karena pria tersebut menolongnya yang hampir jatuh masuk ke kolam ketika bermain sepeda. Saat itu rumah mereka ramai, banyak orang yang datang ke sana dan Ziea lupa itu acara apa. Yang jelas, pada sepupunya hadir di sana– termasuk Reigha. Ziea yang tak punya teman yang seusia dengannya melihat bermain di taman belakang rumahnya. Ternyata di sana ada Reigha yang sedang duduk diam, di mana depan pria
"Tapi saat itu kau terus memandangiku sampai kau tidak fokus ke jalan dan berakhir menabrak tembok," ucap Reigha-- mengingat-ingat betapa lucunya tingkah istrinya saat itu. Mata Ziea membulat, menatap syok dan horor ke arah suaminya. "Ma--mana ada?" elaknya cepat dan gugup. "Acieeeee …." Lea dan Aesya kembali meledek Ziea, membuat pipi Ziea rasanya terbakar dan gosong. Sial! Rasanya Ziea ingin memusnahkan kata cie dari muka bumi ini. Menyebalkan sekali! "Cik, Mas Rei dan Kak Deden bisa pindah nggak ke tempat kalian tadi?! Menyebalkan sekali sih," ketus Ziea sembari mendorong-dorong pundak Reigha agar menyingkir dari sana. "Atau aku yang pergi?!" ancam Ziea, menatap berang ke arah Reigha. "Cih." Reigha berdecis geli, memperhatikan raut muka istrinya yang terlihat sangat menggemaskan. Reigha sama sekali tak pindah, tetap duduk di sebelah istrinya dan kembali tenggelam pada bacaannya. 'Padahal aku ingin berbicara sesuatu pada Ziea dan Lea, tetapi Kak Haiden dan Ega malah pindah ke
Brak'Bug'Buku tebal ditangan Reigha seketika melesat cepat, melayang dan langsung mengenai wajah Brigan. "Argk." Brigan meringis sakit. Aesya dan Lea yang kaget sontak berdiri, menatap pucat pias ke arah Brigan yang sedang memegang kening. Hell! Keningnya berdarah!"Apa masalahmu, Hah?" teriak Brigan marah, menatap tajam dan murkah ke arah Reigha. Persetan siapa Reigha di keluarga ini! Apa yang Reigha lakukan barusan itu sangat keterlaluan. Sejak awal dia memang kurang suka pada Reigha, selain karena pribadinya yang terlalu dingin serta cuek, juga karena sering merasa paling berkuasa. "Apa masalahku?!" dingin Reigha berdesis sangat rendah dan pelan, dia berdiri dari tempat duduknya lalu melangkah mendekati Brigan. Tatapan matanya tajam, tangannya mengepal kuat serta rahangnya yang mengetat dan mengeras. Reigha menarik kerah baju Brigan, hanya sekali sentakan dan membuat pria itu berdiri. Aesya dan Lea menjauh dari sana, merapat tubuh mereka ke arah Haiden. Demi Tuhan meraka ket
Dengan lembut, Reigha membaringkan tubuh istrinya di atas ranjang. Dia menghela napas pelan, sembari duduk di sebelah Ziea yang terlihat memejamkan mata. Tangan Reigha terulur, menyentuh pinggiran wajah istrinya– membelainya dengan lembut. "Aku tahu kau hanya berpura-pura," ucap Reigha pelan dan rendah– memperhatikan kelopak mata istrinya yang bergerak-gerak. "Buka matamu, ZieKu," tambahnya dengan suara serak, berat dan rendah. Ziea membuka mata, langsung menyengir gugup ke arah suaminya. "Kalau aku tidak begitu, Mas Rei tidak akan berhenti memukuli dia kan?" "Humm." Reigha berdehem singkat, menatap sayup ke arah istrinya, "aku tidak akan membiarkan siapapun merebutmu dariku, ZieKu. Aku tidak akan segan-segan melenyapkannya," tambah Reigha dengan nada lirih dan sangat rendah. Ketakutan terbesar Reigha adalah kehilangan Ziea. Baginya, Ziea adalah segalanya. Dia warna, kehidupan serta kebahagiaan bagi Reigha. "Aku juga tidak ingin dengan pria manapun. Sejak kecil-- aku maunya hanya
"Tidak kusangka ternyata kau sudah menikah. Aku … terlambat."Ziea hanya cengengesan sebagai jawaban, menggaruk daun telinga karena tak tahu harus menjawab apa. Jujur saja, dia cukup kaget karena Brigan menyukainya. Dilihat dari sudut manapun, Ziea tak bisa melihat rasa suka pria ini padanya. Malah dia mengira jika Brigan menyukai Aesya. Karena dari dulu Brigan memang lebih dekat dengan Aesya dibandingkan dengan Ziea atau Serena. "Kau sedang hamil?" tanya Brigan. "Iya, Kak." Ziea menganggukkan kepala sembari tersenyum seadanya pada Brigan. "Kau sangat can …-" Sebelum ucapannya selesai, tiba-tiba saja pintu lift terbuka– memperlihatkan Reigha dengan tatapan mematikan dan wajah dingin penuh ancaman. Brigan sontak mundur beberapa langkah, menjauhi Ziea sembari menatap pucat pias ke arah Reigha. "Mas Rei," ucap Ziea, langsung berhambur ke pelukan suaminya– sengaja karena dia takut Reigha maupun dan Brigan kembali berkelahi. Cup'Reigha mengecup bibir Ziea lembut, tersenyum manis sem
"Aesya, bagaimana jika kau saja yang menikah denganku? Aku batal menikah dengan Ziea dan kau bisa menggantikan Ziea. Kau mau menikah denganku?" tawar Brigan, seketika menghentikan langkah Aesya. Aesya menoleh ke arah Brigan, menatap pria tersebut dengan raut muka kesal bercampur tak terima. "Aku tidak yakin menikah dengan pria sepertimu." "Kenapa? Rafael dan Maxim setuju jika kita menikah. Mereka tahu aku layak menjadi suami untuk adik mereka ini." Brigan berusaha meyakinkan. "Aku layak dan pantas menjadikanmu suami. Aku punya segalanya, Aesya. Dan kau … kau akan bahagia bersamaku."Aesya diam sejenak, menatap muak dan malas ke arah Brigan. "Aku tidak tahu sesakit apa rasanya cinta sepihak. Tetapi melihatmu bodoh seperti ini, aku yakin rasanya pasti sangat sakit. Maaf, tapi aku tidak ingin menikah dengan pria patah hati." Setelah mengatakan itu, Aesya segera beranjak dari sana. Dia buru-buru masuk dalam ruangan Reigha karena di sana Matheo sudah menunggunya. Yah, ada banyak pekerja