Suara pelatuk ditekan terdengar begitu keras hingga menyebabkan ibu dari bayi tersebut meninggal karena tembakan di kepalanya. Sang buah hati seketika menangis sebab ikatan batin cukup kuat dan juga rasa terkejutnya.
Tangisannya pun terdengar di telinga orang-orang yang menyerang wanita itu mengakibatkan mereka menyadari jika sang bayi masih berada di sekitar sini.
"Cepat cari bocah itu sampai dapat!"
Gracia tak kalah terkejutnya dengan situasi yang terjadi sekarang, benar kata ibu bayi ini nyawa mereka dalam bahaya jika tidak segera pergi.
Wanita tersebut melepaskan jaket di tubuhnya dengan cepat dan digunakan untuk membalut tubuh sang bayi. "Sstt, tenanglah, Sayang! Jangan menangis! Kita harus segera pergi dari sini."
Mereka harus segera melarikan diri, tetapi tak mungkin berlari dengan membiarkan bayi ini kedinginan tanpa pakaian. Itulah sebabnya Gracia menggunakan jaketnya sebagai alternatif.
Setelah siap mereka pun segera berlari, menjauh dari kegelapan menyusuri gang-gang kecil, Gracia berlari sambil mendekap erat bayi itu dalam pelukannya. Dia terus melangkah mencoba mencari tempat yang ramai untuk menyamarkan keberadaannya.
Sayangnya, suara tembakan melesat tepat di dinding sampingnya membuat Gracia mengumpat kesal. "Sial!"
Mereka berhasil menyusul di belakangnya dengan menodongkan senjata api yang terus mengarah kepadanya. "Hei berhenti!"
Segerombolan orang itu terus mengejar langkah Gracia, hingga membuat wanita tersebut selalu berbelok di gang lain demi menghindari tembakan yang bertubi-tubi melesat ke arahnya.
Wanita tersebut terus berlari dengan napas yang terengah-engah. Beruntungnya sang bayi seperti mengetahui jika nyawa mereka sedang dalam bahaya sehingga dia terdiam dan tidak menangis lagi.
"Hei berhenti!" Suara teriakan dan juga tembakan mereka dari belakang tak membuat Gracia menghentikan langkahnya.
Baginya melarikan diri dari kejaran orang-orang seperti itu sangatlah mudah. Beruntung selama ini Gracia selalu kabur dari kawalan anak buah ayahnya sehingga kemampuan tersebut bisa digunakan di saat genting seperti sekarang.
"Tenang, Sayang. Kita tidak akan mati saat ini." Gracia terus berlari sambil menendang tong sampah untuk menghalangi langkah mereka dan menggunakan barang apapun demi menghalau musuh di belakang.
Hingga tak lama kemudian gadis itu berbelok ke kanan dan melihat sebuah mobil terparkir dengan pengemudi yang sedang keluar menuju minimarket 24 jam di depannya.
Secepat kilat Gracia memasuki mobil tersebut melalui bagasi belakang tanpa memerhatikan apakah ada orang di dalamnya atau tidak. Dia hanya berharap sang bayi tak mengeluarkan suara yang bisa mengundang perhatian.
Gracia meringkuk di dalam bagasi sambil memeluk bayinya dan menutup mulut dengan tangan. Terdengar langkah kaki beberapa orang berlari di sekitar mobil tersebut.
"Sial ke mana wanita itu pergi!" Salah seorang pria yang mengejarnya mengumpat kesal di kala tidak menemukan target mereka.
Sementara itu, sang pengemudi mobil yang selesai membeli beberapa keperluan lantas mulai memasuki kendaraannya.
"Ini, Bos." Seorang pria memberikan sebotol mineral kepada sang tuan di kursi belakang.
Hal tersebut membuat Gracia membelalakkan mata dan berharap agar mereka tidak menyadari kehadirannya. Wanita tersebut merasakan seperti sedang spot jantung kali ini akibat detaknya yang begitu cepat tak terkendali.
Dia berharap agar Dewi Fortuna mau membantu mereka melarikan diri dari kejaran orang-orang itu sekarang.
"Jalan!" Suara bariton seorang pria di kursi belakang membuat Gracia bernapas lega, akhirnya mobil bergerak dan dia bisa melarikan diri dengan mudah.
Beberapa saat kemudian, mobil itu pun berhenti lagi. "Kau sudah aman. Keluarlah!" ujar Jayden santai dengan posisi masih seperti semula.
Apa dia menyadari kehadiranku? pikir Gracia.
Akan tetapi bukan itu yang terpenting saat ini. "Terima kasih." Gracia langsung keluar dari tempat persembunyiannya dan kembali menelusuri jalanan untuk mencari penginapan.
Sementara itu, di dalam mobil Steven membelalakkan mata melihat ada penumpang tak terduga di kendaraan tuannya.
"Bos, itu tadi."
"Biarkan saja, dia hanya perlu tumpangan sebentar. Ayo jalan! Nenek bisa mengoceh jika kita terlambat datang ke acara ulang tahunnya."
"Baik, Bos."
Pria tersebut adalah Jayden Bannerick, putra pertama dari kembar tiga keluarga Bannerick. Salah satu keluarga konglomerat di negara ini dengan aset yang cukup melimpah. Ayahnya Nicholas Bannerick adalah pewaris tunggal Bannerick Group dan ibunya Jesslyn Light juga merupakan orang yang berpengaruh di dunia mafia dan memiliki sejumlah bisnis bernilai fantastis tak kalah dari keluarga sang ayah. Jadi, semua kekayaan itu tentu saja menurun kepada anak-anaknya menjadikan mereka crazy rich sejak masih dalam kandungan.
Jayden merupakan seorang pria dengan sejuta pesona yang membuat wanita akan bertekuk lutut di hadapannya. Akan tetapi, tidak ada satu pun perempuan berhasil menarik perhatiannya apalagi menggapainya.
Bukan karena seleranya yang tinggi, tidak juga disebabkan trauma patah hati, tetapi dia lebih menyadari kondisinya sendiri. Bagi Jayden bukan hal sulit untuk memiliki istri dengan kekayaan seperti ini. Namun, masalah kejantanan adalah hal berbeda. Dia tidak ingin orang lain tahu kekurangannya, bahkan saat ini hanya dokter spesialis dan juga asistennya Steven yang mengetahui hal itu.
Di usianya yang menginjak 27 tahun, Jayden bahkan tak pernah sekalipun berpacaran. Ibu dan Ayahnya tak pernah menuntut Jayden untuk urusan kekasih ataupun istri, tetapi malah sang nenek yang terus mengoceh mengkhawatirkannya. Baginya hal terpenting saat ini adalah menyembuhkan lemah syahwatnya terlebih dahulu, baru setelah itu mencari istri.
Beberapa saat kemudian, mobil mulai terparkir di kediaman sang nenek. Jayden turun dengan membawa sebuah paper bag berisikan hadiah untuk neneknya itu.
"Aku datang," ucapnya seraya melangkah ke dalam kediaman sederhana, tetapi asri tersebut.
Terlihat seluruh keluarga besar sudah berkumpul di sana termasuk kedua adiknya Jonathan, serta Jessica dan suaminya.
"Yak bocah tengik! Kenapa kau selalu terlambat datang di acara ulang tahunku? Apa kau mau membuatku mati karena terlalu lama menunggumu?" Nenek Laura langsung menyambutnya dengan wajah tua, tetapi masih memiliki stamina lebih jika digunakan oleh berceloteh ria kepada cucu-cucunya, membuat suasana selalu ceria.
"Maaf, Nek. Aku harus menemui meninjau proyek dulu tadi!" ucapnya seraya memeluk tubuh sang nenek, lalu memerlihatkan paper bag di tangannya. "Lihat apa yang kau bawa!"
"Cih, untuk wanita tua sepertiku hadiah seperti itu tak lagi menarik. Mana kekasihmu?" Wanita tua itu memukul dada bidang cucunya dengan cukup keras.
"Apa salah dan dosaku ini, Tuhan? Kenapa tidak memiliki cucu yang membuatku pusing dengan kelakuan mereka?" Wanita itu lantas melangkah menuju meja makan karena semua orang sudah berada di sana sambil terus menggerutu. "Seandainya saja ada wanita yang datang kemari dengan membawa bocah lucu untuk meminta pertanggungjawaban kalian. Hah, baru membayangkannya saja sudah membuat hatiku bahagia. Sialnya aku, memiliki cucu yang baik seperti kalian."
"Nenek sepertinya aku gay."
Pengakuan Jonathan berhasil membuat semua orang melongo menatapnya. Nenek Laura bahkan menjatuhkan sendok yang baru saja dia pegang, sedangkan Jayden langsung tersedak air minumnya. Apa dia dan sang adik sungguh pria penyuka sesama jenis?
Setelah cukup lama berjalan, Gracia akhirnya tiba di sebuah hotel yang tak terlalu mewah. Wanita tersebut menyewa salah satu kamar biasa di hotel tersebut. Dia harus membersihkan bayinya dan juga memberi pakaian agar tak kedinginan.Meskipun, tidak memiliki pengalaman mengurus bayi, tetapi Gracia berusaha semaksimal mungkin. "Tenang saja, Sayang. Aku akan menjadi ibumu sekarang."Gracia menyadari nasibnya tak jauh berbeda dengan bayi perempuan ini. Dia juga sudah ditinggalkan oleh ibunya sejak masih kecil, sehingga membuatnya menjadi gadis pemberontak karena kurang kasih sayang.Namun, dia tidak akan membiarkan hal yang sama terjadi pada bayi ini. Gracia berencana mengadopsinya dan merawat sendiri hingga dewasa. Meskipun, mungkin nyawanya menjadi taruhan kali ini.Setelah mandi dia cukup bingung harus berbuat apa pada bayinya. Gracia tidak memiliki apapun untuk dikenakan pada sang bayi, lalu anak itu juga mulai menangis dengan kenc
Hari berlalu begitu cepat, tak terasa enam bulan sudah perjalanan Gracia merawat bayinya. Kini si kecil sudah terlihat sangat aktif dengan segala tingkahnya. Benar apa yang dikatakan pegawai hotel malam itu, suatu kebahagiaan tersendiri bagi seorang wanita bisa merawat anaknya sejak balita.Gracia mengadopsinya secara sah. Dia bahkan melegalkan pengubahan namanya sendiri dari Gracia Dandelion menjadi Grace Pumkin, sedangkan putrinya dinamakan Dandelion Pumkin, atau biasa disebut Baby Pumpum dengan tanggal kelahiran yang dituakan satu bulan agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak musuh ibu kandungnya.Dia menyewa sebuah rumah sederhana untuk tinggal di sekitar kota New York bersama anaknya. Namun, kini masalah baru mulai mendatangi hidup bahagianya. Uang tunai yang sekarang Grace miliki semakin menipis karena kebutuhan hidup cukup tinggi. Mau tak mau
Keesokan harinya Grace memutuskan untuk melihat terlebih dahulu tempat yang ditawarkan Stevani, dia berdiri cukup lama menatap tempat yang kini ada di depannya. Tatapannya tak beralih ketika membaca papan nama yang tertera di sana, sama persis dengan alamat yang diberikan wanita itu.Berulang kali Grace menghirup udara dan mengembuskannya, menepis rasa ragu yang sempat datang. "Ah, sial! Jika saja ada pekerjaan lain, aku tidak akan datang ke tempat seperti ini," gumam Grace pelan.Kakinya perlahan mulai melangkah hendak masuk ke dalam tempat itu. Namun, dalam sekejap dia kembali berputar arah. "Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak boleh melakukan itu." Sesuatu dalam dirinya seakan menolak pekerjaan tersebut. Namun, bayangan putri kecilnya kembali melintas dalam benaknya. Susu dan popok di rumah sudah mulai habis, jika dia tidak bekerja bagaimana caranya membeli semua
Setelah pergi dari ruangan Mami, Stevani membawa Grace ke tempat pelatihan. Akan tetapi, mereka berpapasan dengan seorang wanita seksi yang tak kalah cantiknya dengan Grace. "Tunggu!" Wanita tersebut menghentikan langkah keduanya ketika melihat wajah cantik Grace. Dia selalu tidak senang di saat ada terapis lain yang menyaingi kecantikannya. "Siapa dia?" "Kau tak perlu tahu!" ujar Stevani ketus. "Ayo pergi! Jangan pedulikan Rose Brand!" "Hei! Apa maksudmu, hah?" Suara teriakan wanita itu terdengar begitu keras. Namun, tak membuat keduanya menghentikan langkah. Sejenak Grace masih menoleh ke belakang untuk melihat wanita yang tampak berulang kali mengentakkan kaki. Kemudian bertanya pada Stevani demi kenyamanan hati. "Siapa dia?"
Awalnya Rose sudah antusias ketika mendengar Jayden Bannerick pertama kali datang ke tempat itu. Selama ini dia selalu mengagumi pria tersebut karena prestasinya sebagai salah satu pengusaha muda berbakat yang selalu tampil di cover terdepan majalah pebisnis handal. Selain itu, ketampanan juga kekayaannya yang melimpah membuat banyak wanita terpesona dan mengincarnya, tak terkecuali Rose. Dia bahkan sampai berulang kali mendatangi klub, kasino, maupun restoran milik keluarga tersebut, tetapi sayangnya Rose tak pernah mendapatkan kesempatan sedikit pun untuk menemui Jayden.Kini Jayden malah datang sendiri ke tempat ini, tentu saja hal itu membuat Rose sangat antusias dan bersemangat. Dia bahkan langsung mengganti pakaian dengan seragam terseksi yang dimiliki. Berbekal rok sejengkal dan atasan one shoulder off sebatas pusar serta berbahan setipis saringan tahu, sungguh menampakkan kaca mata berenda juga segitiga bermuda yang dikenakan terpampang nyata. Kali ini Rose berhar
Jayden yang merasakan sakit di kejantanan akibat ulah Grace dengan cepat mengamankan benda tersebut menggunakan kedua tangannya. "Apa yang kau lakukan, hah?"Dia berteriak hingga kedua bola matanya membulat dengan sempurna menatap wanita di depannya yang tampak acuh setelah melakukan hal buruk pada batangnya yang berharga seakan itu bukanlah apa-apa baginya. "Cepat panggil Mami!" Grace hanya mencebikkan bibir melihat wajah merah padam Jayden. 'Rasakan!' batinnya di kala pria di depannya meringis kesakitan akibat ulahnya. Dia pun lekas berbalik dan berjalan meninggalkan ruang itu tanpa menjawab sepatah kata pun ucapan pria tersebut dengan sebuah senyum bangga ketika membelakanginya."Pria Menyebalkan!" gumam Grace ketika melangkah pergi dan menutup pintu dengan sangat keras, menyebabkan Jayden di dalam sontak terlonjak kaget akan tingkahnya. "Dasar wanita," gerutu Jayden menatap arah kepergian Grace, lalu melihat kejantanannya yang tampak menyusu
Keempat orang berada dalam satu ruangan. Jayden meminta pihak pelayanan untuk menambahkan pembatas berupa kain tipis yang membentang di antara ranjang dan sofa, sehingga dia nantinya hanya bisa melihat bayangan jadi tak harus menodai mata ketika Rose menjalankan aksinya. Pria tersebut yakin, wanita sepertinya tidak akan melakukan hal biasa pada pelanggan. Steven keluar hanya mengenakan bathrobe seperti halnya Jayden, sedangkan Rose masih menyalakan lilin aroma terapi di berbagai sudut ruang hingga bau harum seketika menguar memenuhi kamar. "Bos," ujar Steven sambil menatap diri sendiri yang berbalut kain tebal itu. "Panggil wanita itu!" perintah Jayden pada Grace ketika Steven sudah di depannya. Grace hanya bisa mencebikkan bibir melihat Jayden yang bersikap menyebalkan. Dia lantas memanggil Rose dan keduanya menghadap pada pria sombong itu. "Kau layani dia!" tunjuk Jayden pada Rose dan Steven.Wanita itu sontak membelalakkan mata. Apa dia baru saja
"Tuan, Nona Cia melarikan diri," lapor salah seorang bawahan kepada tuannya di tengah keramaian pesta."Apa? Bagaimana itu bisa terjadi?" Mereka pun segera meninggalkan aula tempat pesta digelar dan melangkah menuju ballroom–ruang ganti pengantin."Tidak tahu, Tuan. Ketika kami memanggilnya, nona sudah tidak ada di dalam dan para periasnya pun pingsan.""Bocah itu!" Pria tersebut melangkah dengan geram menyusuri hotel tempat acara pernikahan sang putri digelar.Dialah Chiba, pengusaha Jepang yang memiliki seorang putri bernama Gracia Dandelion. Namun, istrinya telah meninggal sejak sang anak masih kecil, sehingga wanita tersebut tumbuh sebagai gadis pemberontak dan pembangkang yang selalu berbuat onar.Oleh sebab itulah, Chiba memutuskan untuk menjodohkan putri semata wayangnya dengan rekan bisnisnya. Awalnya Gracia tidak menolak, tetapi juga tak menjawab iya. Jadi, dia hanya menyimpulkan jika sang anak bersedia menerima
Keempat orang berada dalam satu ruangan. Jayden meminta pihak pelayanan untuk menambahkan pembatas berupa kain tipis yang membentang di antara ranjang dan sofa, sehingga dia nantinya hanya bisa melihat bayangan jadi tak harus menodai mata ketika Rose menjalankan aksinya. Pria tersebut yakin, wanita sepertinya tidak akan melakukan hal biasa pada pelanggan. Steven keluar hanya mengenakan bathrobe seperti halnya Jayden, sedangkan Rose masih menyalakan lilin aroma terapi di berbagai sudut ruang hingga bau harum seketika menguar memenuhi kamar. "Bos," ujar Steven sambil menatap diri sendiri yang berbalut kain tebal itu. "Panggil wanita itu!" perintah Jayden pada Grace ketika Steven sudah di depannya. Grace hanya bisa mencebikkan bibir melihat Jayden yang bersikap menyebalkan. Dia lantas memanggil Rose dan keduanya menghadap pada pria sombong itu. "Kau layani dia!" tunjuk Jayden pada Rose dan Steven.Wanita itu sontak membelalakkan mata. Apa dia baru saja
Jayden yang merasakan sakit di kejantanan akibat ulah Grace dengan cepat mengamankan benda tersebut menggunakan kedua tangannya. "Apa yang kau lakukan, hah?"Dia berteriak hingga kedua bola matanya membulat dengan sempurna menatap wanita di depannya yang tampak acuh setelah melakukan hal buruk pada batangnya yang berharga seakan itu bukanlah apa-apa baginya. "Cepat panggil Mami!" Grace hanya mencebikkan bibir melihat wajah merah padam Jayden. 'Rasakan!' batinnya di kala pria di depannya meringis kesakitan akibat ulahnya. Dia pun lekas berbalik dan berjalan meninggalkan ruang itu tanpa menjawab sepatah kata pun ucapan pria tersebut dengan sebuah senyum bangga ketika membelakanginya."Pria Menyebalkan!" gumam Grace ketika melangkah pergi dan menutup pintu dengan sangat keras, menyebabkan Jayden di dalam sontak terlonjak kaget akan tingkahnya. "Dasar wanita," gerutu Jayden menatap arah kepergian Grace, lalu melihat kejantanannya yang tampak menyusu
Awalnya Rose sudah antusias ketika mendengar Jayden Bannerick pertama kali datang ke tempat itu. Selama ini dia selalu mengagumi pria tersebut karena prestasinya sebagai salah satu pengusaha muda berbakat yang selalu tampil di cover terdepan majalah pebisnis handal. Selain itu, ketampanan juga kekayaannya yang melimpah membuat banyak wanita terpesona dan mengincarnya, tak terkecuali Rose. Dia bahkan sampai berulang kali mendatangi klub, kasino, maupun restoran milik keluarga tersebut, tetapi sayangnya Rose tak pernah mendapatkan kesempatan sedikit pun untuk menemui Jayden.Kini Jayden malah datang sendiri ke tempat ini, tentu saja hal itu membuat Rose sangat antusias dan bersemangat. Dia bahkan langsung mengganti pakaian dengan seragam terseksi yang dimiliki. Berbekal rok sejengkal dan atasan one shoulder off sebatas pusar serta berbahan setipis saringan tahu, sungguh menampakkan kaca mata berenda juga segitiga bermuda yang dikenakan terpampang nyata. Kali ini Rose berhar
Setelah pergi dari ruangan Mami, Stevani membawa Grace ke tempat pelatihan. Akan tetapi, mereka berpapasan dengan seorang wanita seksi yang tak kalah cantiknya dengan Grace. "Tunggu!" Wanita tersebut menghentikan langkah keduanya ketika melihat wajah cantik Grace. Dia selalu tidak senang di saat ada terapis lain yang menyaingi kecantikannya. "Siapa dia?" "Kau tak perlu tahu!" ujar Stevani ketus. "Ayo pergi! Jangan pedulikan Rose Brand!" "Hei! Apa maksudmu, hah?" Suara teriakan wanita itu terdengar begitu keras. Namun, tak membuat keduanya menghentikan langkah. Sejenak Grace masih menoleh ke belakang untuk melihat wanita yang tampak berulang kali mengentakkan kaki. Kemudian bertanya pada Stevani demi kenyamanan hati. "Siapa dia?"
Keesokan harinya Grace memutuskan untuk melihat terlebih dahulu tempat yang ditawarkan Stevani, dia berdiri cukup lama menatap tempat yang kini ada di depannya. Tatapannya tak beralih ketika membaca papan nama yang tertera di sana, sama persis dengan alamat yang diberikan wanita itu.Berulang kali Grace menghirup udara dan mengembuskannya, menepis rasa ragu yang sempat datang. "Ah, sial! Jika saja ada pekerjaan lain, aku tidak akan datang ke tempat seperti ini," gumam Grace pelan.Kakinya perlahan mulai melangkah hendak masuk ke dalam tempat itu. Namun, dalam sekejap dia kembali berputar arah. "Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak boleh melakukan itu." Sesuatu dalam dirinya seakan menolak pekerjaan tersebut. Namun, bayangan putri kecilnya kembali melintas dalam benaknya. Susu dan popok di rumah sudah mulai habis, jika dia tidak bekerja bagaimana caranya membeli semua
Hari berlalu begitu cepat, tak terasa enam bulan sudah perjalanan Gracia merawat bayinya. Kini si kecil sudah terlihat sangat aktif dengan segala tingkahnya. Benar apa yang dikatakan pegawai hotel malam itu, suatu kebahagiaan tersendiri bagi seorang wanita bisa merawat anaknya sejak balita.Gracia mengadopsinya secara sah. Dia bahkan melegalkan pengubahan namanya sendiri dari Gracia Dandelion menjadi Grace Pumkin, sedangkan putrinya dinamakan Dandelion Pumkin, atau biasa disebut Baby Pumpum dengan tanggal kelahiran yang dituakan satu bulan agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak musuh ibu kandungnya.Dia menyewa sebuah rumah sederhana untuk tinggal di sekitar kota New York bersama anaknya. Namun, kini masalah baru mulai mendatangi hidup bahagianya. Uang tunai yang sekarang Grace miliki semakin menipis karena kebutuhan hidup cukup tinggi. Mau tak mau
Setelah cukup lama berjalan, Gracia akhirnya tiba di sebuah hotel yang tak terlalu mewah. Wanita tersebut menyewa salah satu kamar biasa di hotel tersebut. Dia harus membersihkan bayinya dan juga memberi pakaian agar tak kedinginan.Meskipun, tidak memiliki pengalaman mengurus bayi, tetapi Gracia berusaha semaksimal mungkin. "Tenang saja, Sayang. Aku akan menjadi ibumu sekarang."Gracia menyadari nasibnya tak jauh berbeda dengan bayi perempuan ini. Dia juga sudah ditinggalkan oleh ibunya sejak masih kecil, sehingga membuatnya menjadi gadis pemberontak karena kurang kasih sayang.Namun, dia tidak akan membiarkan hal yang sama terjadi pada bayi ini. Gracia berencana mengadopsinya dan merawat sendiri hingga dewasa. Meskipun, mungkin nyawanya menjadi taruhan kali ini.Setelah mandi dia cukup bingung harus berbuat apa pada bayinya. Gracia tidak memiliki apapun untuk dikenakan pada sang bayi, lalu anak itu juga mulai menangis dengan kenc
Suara pelatuk ditekan terdengar begitu keras hingga menyebabkan ibu dari bayi tersebut meninggal karena tembakan di kepalanya. Sang buah hati seketika menangis sebab ikatan batin cukup kuat dan juga rasa terkejutnya.Tangisannya pun terdengar di telinga orang-orang yang menyerang wanita itu mengakibatkan mereka menyadari jika sang bayi masih berada di sekitar sini."Cepat cari bocah itu sampai dapat!"Gracia tak kalah terkejutnya dengan situasi yang terjadi sekarang, benar kata ibu bayi ini nyawa mereka dalam bahaya jika tidak segera pergi.Wanita tersebut melepaskan jaket di tubuhnya dengan cepat dan digunakan untuk membalut tubuh sang bayi. "Sstt, tenanglah, Sayang! Jangan menangis! Kita harus segera pergi dari sini."Mereka harus segera melarikan diri, tetapi tak mungkin berlari dengan membiarkan bayi ini kedinginan tanpa pakaian. Itulah sebabnya Gracia menggunakan jaketnya sebagai alternatif.Setelah s
"Apa ini?" Gracia membelalakkan mata ketika pertama kali melihat ujung kepala bayi yang mulai keluar dari jalan lahirnya."Argh!" Wanita di depannya kembali mengeram kesakitan semakin kuat, hingga kedua tangannya sontak menjambak rambut Gracia untuk menyalurkan rasa sakitnya."Awh!" Gracia pun ikut meringis sebab rasa sakit di kepalanya. Jambakan wanita tersebut sangat kuat seakan mencabut rambutnya secara bersamaan."Nyonya, tenanglah! Tarik napas pelan-pelan!" Gracia mencoba untuk mengarahkan metode pernapasan kepada wanita tersebut agar lebih tenang, beruntung dia menurut dan terlihat mulai menghirup oksigen dalam-dalam. "Embuskan!""Hufft."Perlahan cengkeraman tangan sang wanita hamil di kepalanya mulai mengendur seiring deru napas yang terdengar stabil dan mampu diatur dengan baik. Namun, dalam sekejap wanita tersebut kembali menjambaknya lebih kuat daripada sebelumnya, hingga membuat Gracia hanya bisa berteriak karena