Keesokan harinya Grace memutuskan untuk melihat terlebih dahulu tempat yang ditawarkan Stevani, dia berdiri cukup lama menatap tempat yang kini ada di depannya. Tatapannya tak beralih ketika membaca papan nama yang tertera di sana, sama persis dengan alamat yang diberikan wanita itu.
Berulang kali Grace menghirup udara dan mengembuskannya, menepis rasa ragu yang sempat datang. "Ah, sial! Jika saja ada pekerjaan lain, aku tidak akan datang ke tempat seperti ini," gumam Grace pelan.
Kakinya perlahan mulai melangkah hendak masuk ke dalam tempat itu. Namun, dalam sekejap dia kembali berputar arah. "Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak boleh melakukan itu." Sesuatu dalam dirinya seakan menolak pekerjaan tersebut. Namun, bayangan putri kecilnya kembali melintas dalam benaknya. Susu dan popok di rumah sudah mulai habis, jika dia tidak bekerja bagaimana caranya membeli semua itu.
"Tapi aku butuh pekerjaan untuk membeli susu Pumpum." Sejenak Grace menghela napas panjang, lantas melangkah masuk, tetapi kembali enggan dan keluar dengan mengibaskan tangan ketika membayangkan harus memijat kejantanan pria dalam genggamannya. "Tidak! Aku tidak mau memegang cacing menggelikan itu. Jijik!"
Berulang kali Grace mondar-mandir di sekitar tempat tersebut, hingga aktivitasnya ditangkap oleh mata Stevani yang baru saja tiba dan langsung menyambut kedatangannya sebelum wanita tersebut kembali mengundurkan niat dan hendak melangkah pergi. "Grace, kau datang! Kebetulan sekali, pagi tadi Mami bilang kami kekurangan staf karena salah satu terapis mengundurkan diri dan memilih menjadi simpanan Om-om. Ayo masuk!"
"Ta–tapi—" Tanpa memedulikan Grace yang masih ragu, Stevani langsung menyeret tangan wanita tersebut dan membawanya ke lantai atas. Tempat di mana seorang pengelola atau yang biasa di panggil 'Mami' menerima tamu.
Diketuknya pintu ruangan tersebut oleh Stevani dengan lembut. Hingga terdengar sahutan dari dalam. "Masuk!"
"Tapi, aku belum siap, Stev." Gracia berusaha untuk menolak masuk, tetapi wanita di depannya malah membuka pintu dan langsung menariknya.
"Aku jamin kau tidak akan menyesal! Gaji di sini sangat tinggi." Stevani memegang kuat tangan Grace, hingga ketika melangkah ke dalam mata wanita tersebut menangkap seorang perempuan dengan pakaian cukup seksi tengah duduk di kursi bersama dua orang pria yang sepertinya adalah tamunya. Hal tersebut seketika membuat Grace menundukkan kepala. 'Sial! Rasanya seperti melamar sebagai pelacur!' umpatnya dalam hati.
"Mami, ini Grace. Dia ingin melamar pekerjaan di sini," ujar Stevani to the point memperkenalkan wanita di sampingnya.
Wanita yang dipanggil Mami lantas berdiri dari posisinya dan memindai setiap tubuh Grace sambil memutarinya. Jika dinilai secara fisik, Grace tidak memiliki kekurangan, bentuk tubuh langsing padat berisi membuat siapa pun iri akan body goals yang dimiliki, meskipun dia hanya menggunakan pakaian biasa serta jauh dari kata seksi. "Siapa namamu tadi?"
Grace yang awalnya menunduk seketika mengangkat kepala di kala mendengar suara Mami. 'Aku kira dia akan seperti mami mucikari, ternyata manusia jadi-jadian,' batin Grace ketika matanya malah fokus menyaksikan jakun mancung naik turun tersebut.
"Hei, apa kau bisu?" bentak Mami dengan suara serak pria karena tak mendapatkan jawaban.
Bukannya takut, Gracia malah tertawa lebar karena perpaduan suara serak khas pita suara rusak Mami sangat lucu baginya ketika mendengarnya secara langsung. Cukup lama dia tergelak hingga wanita tersebut mengusap sudut matanya yang berair. "Maaf, maaf, Mami. Namaku Grace."
"Nah, gitu dong. Nama yang cantik. Ngomong-ngomong berani sekali kau menertawakanku di hari pertamamu." Mami menghela napas sejenak sambil mencebikkan bibir menatap Grace. "Sangat memalukan. Tapi, aku suka kejujuranmu. Kau diterima, bawa dia ke tempat pelatihan!" ujarnya pada Stevani.
Tanpa mereka sadari sedari tadi ada dua orang pria menyaksikan obrolan sejak tadi. Seorang lelaki berparas tampan tiba-tiba saja menyunggingkan senyuman dikala merasakan ada yang bergerak dengan sesak di dalam celananya akibat melihat dua wanita tersebut.
"Maaf, Tuan. Tadi ada karyawan baru. Jadi bagaimana? Terapis seperti apa yang Anda inginkan, Tuan?" Mami kembali menjamu tamunya dengan ramah memerlihatkan buku layaknya sebuah menu berisikan foto-foto terapis wanita.
Bagaimana dia tidak ramah, calon tamu VVIP dengan biaya tak sedikit bersedia membayar harga mahal demi kepuasan dan juga rahasianya.
"Aku menginginkan yang baru itu." Sebuah seringai miring tergambar di wajahnya hingga membuat pria tersebut tampak mempesona juga mengerikan di waktu yang bersamaan.
"Tapi, Tuan. Dia masih belum bisa apa-apa." Mami merasa heran dengan tamunya kali ini. Biasanya para tamu VIP akan mencari terapis terbaik dengan kemampuan mumpuni sehingga mereka puas akan servis yang diberikan. Namun, pria di depannya malah bertindak sebaliknya dan menampakkan ketertarikan pada wanita baru. 'Apa dia mencari perawan?' batin Mami.
Setelah pergi dari ruangan Mami, Stevani membawa Grace ke tempat pelatihan. Akan tetapi, mereka berpapasan dengan seorang wanita seksi yang tak kalah cantiknya dengan Grace. "Tunggu!" Wanita tersebut menghentikan langkah keduanya ketika melihat wajah cantik Grace. Dia selalu tidak senang di saat ada terapis lain yang menyaingi kecantikannya. "Siapa dia?" "Kau tak perlu tahu!" ujar Stevani ketus. "Ayo pergi! Jangan pedulikan Rose Brand!" "Hei! Apa maksudmu, hah?" Suara teriakan wanita itu terdengar begitu keras. Namun, tak membuat keduanya menghentikan langkah. Sejenak Grace masih menoleh ke belakang untuk melihat wanita yang tampak berulang kali mengentakkan kaki. Kemudian bertanya pada Stevani demi kenyamanan hati. "Siapa dia?"
Awalnya Rose sudah antusias ketika mendengar Jayden Bannerick pertama kali datang ke tempat itu. Selama ini dia selalu mengagumi pria tersebut karena prestasinya sebagai salah satu pengusaha muda berbakat yang selalu tampil di cover terdepan majalah pebisnis handal. Selain itu, ketampanan juga kekayaannya yang melimpah membuat banyak wanita terpesona dan mengincarnya, tak terkecuali Rose. Dia bahkan sampai berulang kali mendatangi klub, kasino, maupun restoran milik keluarga tersebut, tetapi sayangnya Rose tak pernah mendapatkan kesempatan sedikit pun untuk menemui Jayden.Kini Jayden malah datang sendiri ke tempat ini, tentu saja hal itu membuat Rose sangat antusias dan bersemangat. Dia bahkan langsung mengganti pakaian dengan seragam terseksi yang dimiliki. Berbekal rok sejengkal dan atasan one shoulder off sebatas pusar serta berbahan setipis saringan tahu, sungguh menampakkan kaca mata berenda juga segitiga bermuda yang dikenakan terpampang nyata. Kali ini Rose berhar
Jayden yang merasakan sakit di kejantanan akibat ulah Grace dengan cepat mengamankan benda tersebut menggunakan kedua tangannya. "Apa yang kau lakukan, hah?"Dia berteriak hingga kedua bola matanya membulat dengan sempurna menatap wanita di depannya yang tampak acuh setelah melakukan hal buruk pada batangnya yang berharga seakan itu bukanlah apa-apa baginya. "Cepat panggil Mami!" Grace hanya mencebikkan bibir melihat wajah merah padam Jayden. 'Rasakan!' batinnya di kala pria di depannya meringis kesakitan akibat ulahnya. Dia pun lekas berbalik dan berjalan meninggalkan ruang itu tanpa menjawab sepatah kata pun ucapan pria tersebut dengan sebuah senyum bangga ketika membelakanginya."Pria Menyebalkan!" gumam Grace ketika melangkah pergi dan menutup pintu dengan sangat keras, menyebabkan Jayden di dalam sontak terlonjak kaget akan tingkahnya. "Dasar wanita," gerutu Jayden menatap arah kepergian Grace, lalu melihat kejantanannya yang tampak menyusu
Keempat orang berada dalam satu ruangan. Jayden meminta pihak pelayanan untuk menambahkan pembatas berupa kain tipis yang membentang di antara ranjang dan sofa, sehingga dia nantinya hanya bisa melihat bayangan jadi tak harus menodai mata ketika Rose menjalankan aksinya. Pria tersebut yakin, wanita sepertinya tidak akan melakukan hal biasa pada pelanggan. Steven keluar hanya mengenakan bathrobe seperti halnya Jayden, sedangkan Rose masih menyalakan lilin aroma terapi di berbagai sudut ruang hingga bau harum seketika menguar memenuhi kamar. "Bos," ujar Steven sambil menatap diri sendiri yang berbalut kain tebal itu. "Panggil wanita itu!" perintah Jayden pada Grace ketika Steven sudah di depannya. Grace hanya bisa mencebikkan bibir melihat Jayden yang bersikap menyebalkan. Dia lantas memanggil Rose dan keduanya menghadap pada pria sombong itu. "Kau layani dia!" tunjuk Jayden pada Rose dan Steven.Wanita itu sontak membelalakkan mata. Apa dia baru saja
"Tuan, Nona Cia melarikan diri," lapor salah seorang bawahan kepada tuannya di tengah keramaian pesta."Apa? Bagaimana itu bisa terjadi?" Mereka pun segera meninggalkan aula tempat pesta digelar dan melangkah menuju ballroom–ruang ganti pengantin."Tidak tahu, Tuan. Ketika kami memanggilnya, nona sudah tidak ada di dalam dan para periasnya pun pingsan.""Bocah itu!" Pria tersebut melangkah dengan geram menyusuri hotel tempat acara pernikahan sang putri digelar.Dialah Chiba, pengusaha Jepang yang memiliki seorang putri bernama Gracia Dandelion. Namun, istrinya telah meninggal sejak sang anak masih kecil, sehingga wanita tersebut tumbuh sebagai gadis pemberontak dan pembangkang yang selalu berbuat onar.Oleh sebab itulah, Chiba memutuskan untuk menjodohkan putri semata wayangnya dengan rekan bisnisnya. Awalnya Gracia tidak menolak, tetapi juga tak menjawab iya. Jadi, dia hanya menyimpulkan jika sang anak bersedia menerima
"Apa ini?" Gracia membelalakkan mata ketika pertama kali melihat ujung kepala bayi yang mulai keluar dari jalan lahirnya."Argh!" Wanita di depannya kembali mengeram kesakitan semakin kuat, hingga kedua tangannya sontak menjambak rambut Gracia untuk menyalurkan rasa sakitnya."Awh!" Gracia pun ikut meringis sebab rasa sakit di kepalanya. Jambakan wanita tersebut sangat kuat seakan mencabut rambutnya secara bersamaan."Nyonya, tenanglah! Tarik napas pelan-pelan!" Gracia mencoba untuk mengarahkan metode pernapasan kepada wanita tersebut agar lebih tenang, beruntung dia menurut dan terlihat mulai menghirup oksigen dalam-dalam. "Embuskan!""Hufft."Perlahan cengkeraman tangan sang wanita hamil di kepalanya mulai mengendur seiring deru napas yang terdengar stabil dan mampu diatur dengan baik. Namun, dalam sekejap wanita tersebut kembali menjambaknya lebih kuat daripada sebelumnya, hingga membuat Gracia hanya bisa berteriak karena
Suara pelatuk ditekan terdengar begitu keras hingga menyebabkan ibu dari bayi tersebut meninggal karena tembakan di kepalanya. Sang buah hati seketika menangis sebab ikatan batin cukup kuat dan juga rasa terkejutnya.Tangisannya pun terdengar di telinga orang-orang yang menyerang wanita itu mengakibatkan mereka menyadari jika sang bayi masih berada di sekitar sini."Cepat cari bocah itu sampai dapat!"Gracia tak kalah terkejutnya dengan situasi yang terjadi sekarang, benar kata ibu bayi ini nyawa mereka dalam bahaya jika tidak segera pergi.Wanita tersebut melepaskan jaket di tubuhnya dengan cepat dan digunakan untuk membalut tubuh sang bayi. "Sstt, tenanglah, Sayang! Jangan menangis! Kita harus segera pergi dari sini."Mereka harus segera melarikan diri, tetapi tak mungkin berlari dengan membiarkan bayi ini kedinginan tanpa pakaian. Itulah sebabnya Gracia menggunakan jaketnya sebagai alternatif.Setelah s
Setelah cukup lama berjalan, Gracia akhirnya tiba di sebuah hotel yang tak terlalu mewah. Wanita tersebut menyewa salah satu kamar biasa di hotel tersebut. Dia harus membersihkan bayinya dan juga memberi pakaian agar tak kedinginan.Meskipun, tidak memiliki pengalaman mengurus bayi, tetapi Gracia berusaha semaksimal mungkin. "Tenang saja, Sayang. Aku akan menjadi ibumu sekarang."Gracia menyadari nasibnya tak jauh berbeda dengan bayi perempuan ini. Dia juga sudah ditinggalkan oleh ibunya sejak masih kecil, sehingga membuatnya menjadi gadis pemberontak karena kurang kasih sayang.Namun, dia tidak akan membiarkan hal yang sama terjadi pada bayi ini. Gracia berencana mengadopsinya dan merawat sendiri hingga dewasa. Meskipun, mungkin nyawanya menjadi taruhan kali ini.Setelah mandi dia cukup bingung harus berbuat apa pada bayinya. Gracia tidak memiliki apapun untuk dikenakan pada sang bayi, lalu anak itu juga mulai menangis dengan kenc
Keempat orang berada dalam satu ruangan. Jayden meminta pihak pelayanan untuk menambahkan pembatas berupa kain tipis yang membentang di antara ranjang dan sofa, sehingga dia nantinya hanya bisa melihat bayangan jadi tak harus menodai mata ketika Rose menjalankan aksinya. Pria tersebut yakin, wanita sepertinya tidak akan melakukan hal biasa pada pelanggan. Steven keluar hanya mengenakan bathrobe seperti halnya Jayden, sedangkan Rose masih menyalakan lilin aroma terapi di berbagai sudut ruang hingga bau harum seketika menguar memenuhi kamar. "Bos," ujar Steven sambil menatap diri sendiri yang berbalut kain tebal itu. "Panggil wanita itu!" perintah Jayden pada Grace ketika Steven sudah di depannya. Grace hanya bisa mencebikkan bibir melihat Jayden yang bersikap menyebalkan. Dia lantas memanggil Rose dan keduanya menghadap pada pria sombong itu. "Kau layani dia!" tunjuk Jayden pada Rose dan Steven.Wanita itu sontak membelalakkan mata. Apa dia baru saja
Jayden yang merasakan sakit di kejantanan akibat ulah Grace dengan cepat mengamankan benda tersebut menggunakan kedua tangannya. "Apa yang kau lakukan, hah?"Dia berteriak hingga kedua bola matanya membulat dengan sempurna menatap wanita di depannya yang tampak acuh setelah melakukan hal buruk pada batangnya yang berharga seakan itu bukanlah apa-apa baginya. "Cepat panggil Mami!" Grace hanya mencebikkan bibir melihat wajah merah padam Jayden. 'Rasakan!' batinnya di kala pria di depannya meringis kesakitan akibat ulahnya. Dia pun lekas berbalik dan berjalan meninggalkan ruang itu tanpa menjawab sepatah kata pun ucapan pria tersebut dengan sebuah senyum bangga ketika membelakanginya."Pria Menyebalkan!" gumam Grace ketika melangkah pergi dan menutup pintu dengan sangat keras, menyebabkan Jayden di dalam sontak terlonjak kaget akan tingkahnya. "Dasar wanita," gerutu Jayden menatap arah kepergian Grace, lalu melihat kejantanannya yang tampak menyusu
Awalnya Rose sudah antusias ketika mendengar Jayden Bannerick pertama kali datang ke tempat itu. Selama ini dia selalu mengagumi pria tersebut karena prestasinya sebagai salah satu pengusaha muda berbakat yang selalu tampil di cover terdepan majalah pebisnis handal. Selain itu, ketampanan juga kekayaannya yang melimpah membuat banyak wanita terpesona dan mengincarnya, tak terkecuali Rose. Dia bahkan sampai berulang kali mendatangi klub, kasino, maupun restoran milik keluarga tersebut, tetapi sayangnya Rose tak pernah mendapatkan kesempatan sedikit pun untuk menemui Jayden.Kini Jayden malah datang sendiri ke tempat ini, tentu saja hal itu membuat Rose sangat antusias dan bersemangat. Dia bahkan langsung mengganti pakaian dengan seragam terseksi yang dimiliki. Berbekal rok sejengkal dan atasan one shoulder off sebatas pusar serta berbahan setipis saringan tahu, sungguh menampakkan kaca mata berenda juga segitiga bermuda yang dikenakan terpampang nyata. Kali ini Rose berhar
Setelah pergi dari ruangan Mami, Stevani membawa Grace ke tempat pelatihan. Akan tetapi, mereka berpapasan dengan seorang wanita seksi yang tak kalah cantiknya dengan Grace. "Tunggu!" Wanita tersebut menghentikan langkah keduanya ketika melihat wajah cantik Grace. Dia selalu tidak senang di saat ada terapis lain yang menyaingi kecantikannya. "Siapa dia?" "Kau tak perlu tahu!" ujar Stevani ketus. "Ayo pergi! Jangan pedulikan Rose Brand!" "Hei! Apa maksudmu, hah?" Suara teriakan wanita itu terdengar begitu keras. Namun, tak membuat keduanya menghentikan langkah. Sejenak Grace masih menoleh ke belakang untuk melihat wanita yang tampak berulang kali mengentakkan kaki. Kemudian bertanya pada Stevani demi kenyamanan hati. "Siapa dia?"
Keesokan harinya Grace memutuskan untuk melihat terlebih dahulu tempat yang ditawarkan Stevani, dia berdiri cukup lama menatap tempat yang kini ada di depannya. Tatapannya tak beralih ketika membaca papan nama yang tertera di sana, sama persis dengan alamat yang diberikan wanita itu.Berulang kali Grace menghirup udara dan mengembuskannya, menepis rasa ragu yang sempat datang. "Ah, sial! Jika saja ada pekerjaan lain, aku tidak akan datang ke tempat seperti ini," gumam Grace pelan.Kakinya perlahan mulai melangkah hendak masuk ke dalam tempat itu. Namun, dalam sekejap dia kembali berputar arah. "Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak boleh melakukan itu." Sesuatu dalam dirinya seakan menolak pekerjaan tersebut. Namun, bayangan putri kecilnya kembali melintas dalam benaknya. Susu dan popok di rumah sudah mulai habis, jika dia tidak bekerja bagaimana caranya membeli semua
Hari berlalu begitu cepat, tak terasa enam bulan sudah perjalanan Gracia merawat bayinya. Kini si kecil sudah terlihat sangat aktif dengan segala tingkahnya. Benar apa yang dikatakan pegawai hotel malam itu, suatu kebahagiaan tersendiri bagi seorang wanita bisa merawat anaknya sejak balita.Gracia mengadopsinya secara sah. Dia bahkan melegalkan pengubahan namanya sendiri dari Gracia Dandelion menjadi Grace Pumkin, sedangkan putrinya dinamakan Dandelion Pumkin, atau biasa disebut Baby Pumpum dengan tanggal kelahiran yang dituakan satu bulan agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak musuh ibu kandungnya.Dia menyewa sebuah rumah sederhana untuk tinggal di sekitar kota New York bersama anaknya. Namun, kini masalah baru mulai mendatangi hidup bahagianya. Uang tunai yang sekarang Grace miliki semakin menipis karena kebutuhan hidup cukup tinggi. Mau tak mau
Setelah cukup lama berjalan, Gracia akhirnya tiba di sebuah hotel yang tak terlalu mewah. Wanita tersebut menyewa salah satu kamar biasa di hotel tersebut. Dia harus membersihkan bayinya dan juga memberi pakaian agar tak kedinginan.Meskipun, tidak memiliki pengalaman mengurus bayi, tetapi Gracia berusaha semaksimal mungkin. "Tenang saja, Sayang. Aku akan menjadi ibumu sekarang."Gracia menyadari nasibnya tak jauh berbeda dengan bayi perempuan ini. Dia juga sudah ditinggalkan oleh ibunya sejak masih kecil, sehingga membuatnya menjadi gadis pemberontak karena kurang kasih sayang.Namun, dia tidak akan membiarkan hal yang sama terjadi pada bayi ini. Gracia berencana mengadopsinya dan merawat sendiri hingga dewasa. Meskipun, mungkin nyawanya menjadi taruhan kali ini.Setelah mandi dia cukup bingung harus berbuat apa pada bayinya. Gracia tidak memiliki apapun untuk dikenakan pada sang bayi, lalu anak itu juga mulai menangis dengan kenc
Suara pelatuk ditekan terdengar begitu keras hingga menyebabkan ibu dari bayi tersebut meninggal karena tembakan di kepalanya. Sang buah hati seketika menangis sebab ikatan batin cukup kuat dan juga rasa terkejutnya.Tangisannya pun terdengar di telinga orang-orang yang menyerang wanita itu mengakibatkan mereka menyadari jika sang bayi masih berada di sekitar sini."Cepat cari bocah itu sampai dapat!"Gracia tak kalah terkejutnya dengan situasi yang terjadi sekarang, benar kata ibu bayi ini nyawa mereka dalam bahaya jika tidak segera pergi.Wanita tersebut melepaskan jaket di tubuhnya dengan cepat dan digunakan untuk membalut tubuh sang bayi. "Sstt, tenanglah, Sayang! Jangan menangis! Kita harus segera pergi dari sini."Mereka harus segera melarikan diri, tetapi tak mungkin berlari dengan membiarkan bayi ini kedinginan tanpa pakaian. Itulah sebabnya Gracia menggunakan jaketnya sebagai alternatif.Setelah s
"Apa ini?" Gracia membelalakkan mata ketika pertama kali melihat ujung kepala bayi yang mulai keluar dari jalan lahirnya."Argh!" Wanita di depannya kembali mengeram kesakitan semakin kuat, hingga kedua tangannya sontak menjambak rambut Gracia untuk menyalurkan rasa sakitnya."Awh!" Gracia pun ikut meringis sebab rasa sakit di kepalanya. Jambakan wanita tersebut sangat kuat seakan mencabut rambutnya secara bersamaan."Nyonya, tenanglah! Tarik napas pelan-pelan!" Gracia mencoba untuk mengarahkan metode pernapasan kepada wanita tersebut agar lebih tenang, beruntung dia menurut dan terlihat mulai menghirup oksigen dalam-dalam. "Embuskan!""Hufft."Perlahan cengkeraman tangan sang wanita hamil di kepalanya mulai mengendur seiring deru napas yang terdengar stabil dan mampu diatur dengan baik. Namun, dalam sekejap wanita tersebut kembali menjambaknya lebih kuat daripada sebelumnya, hingga membuat Gracia hanya bisa berteriak karena