"Tuan, Nona Cia melarikan diri," lapor salah seorang bawahan kepada tuannya di tengah keramaian pesta.
"Apa? Bagaimana itu bisa terjadi?" Mereka pun segera meninggalkan aula tempat pesta digelar dan melangkah menuju ballroom–ruang ganti pengantin.
"Tidak tahu, Tuan. Ketika kami memanggilnya, nona sudah tidak ada di dalam dan para periasnya pun pingsan."
"Bocah itu!" Pria tersebut melangkah dengan geram menyusuri hotel tempat acara pernikahan sang putri digelar.
Dialah Chiba, pengusaha Jepang yang memiliki seorang putri bernama Gracia Dandelion. Namun, istrinya telah meninggal sejak sang anak masih kecil, sehingga wanita tersebut tumbuh sebagai gadis pemberontak dan pembangkang yang selalu berbuat onar.
Oleh sebab itulah, Chiba memutuskan untuk menjodohkan putri semata wayangnya dengan rekan bisnisnya. Awalnya Gracia tidak menolak, tetapi juga tak menjawab iya. Jadi, dia hanya menyimpulkan jika sang anak bersedia menerima perjodohan ini. Namun, wanita itu malah kabur di saat pernikahan digelar.
Chiba membuka pintu dengan keras, dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruang dan tidak menemukan putrinya. "Di mana Gracia?"
"Kami tidak tahu, Tuan," ujar seorang pengawal yang sedang membantu para penata rias agar bangun dari pingsan.
"Bodoh! Apa saja kerja kalian ini, hah? Menjaga satu wanita saja tidak becus." Chiba yang geram menendang salah satu pengawal di belakangnya. "Sekarang kalian pergi cari dia sampai dapat! Kalau perlu blokir semua bandara! Bocah tengik itu pasti melarikan diri ke luar negeri lagi."
"Baik, Tuan." Mereka pun bergegas melaksanakan perintah tuannya.
____________
Di sisi lain, seorang wanita tengah berlari mencari kamar mandi umum terdekat dengan memakai gaun pengantin yang menjuntai dan sebuah tas di tangannya.
"Merepotkan." Berulang kali Gracia menaikkan gaun putih yang membuat langkahnya sulit untuk berlari.
Dia tidak memedulikan seberapa banyak mata yang menatap heran ke arahnya. Lagi pula ini bukan urusannya, Gracia hanya ingin melarikan diri dari ayahnya, itu saja.
Meskipun selama ini Chiba berusaha memenuhi kebutuhan materinya, tetapi wanita tersebut tetap tidak mendapatkan kasih sayang yang dia inginkan dari orang tua. Sehingga Gracia lebih memilih kembali memberontak dengan mempermalukan ayahnya di depan rekan-rekan bisnis dengan melarikan diri dari pernikahan tanpa melihat terlebih dahulu siapa calon suaminya.
"Dapat." Dia pun menemukan kamar mandi umum dan langsung mengganti pakaian serta membuang gaun putih mewah itu di tempat sampah.
Setelah selesai Gracia kembali menyusuri jalan, di kejauhan terlihat para pengawal mulai mencarinya ke sana kemari. Wanita tersebut lantas segera memasuki taksi yang berhenti di tepi trotoar.
"Jalan, Pak!"
"Mau ke mana, Nona?"
"Pelabuhan. Cepat sedikit ya, Pak!"
Ya, Gracia memilih jalur pelabuhan kali ini karena dia akan melarikan diri menggunakan identitas baru yang dibeli di pasar gelap. Wanita tersebut berencana kabur dengan membawa uang tunai cukup banyak dan meninggalkan semua fasilitas yang diberikan ayahnya.
Setibanya di pelabuhan, dia langsung bergegas bergerak menuju kapal pesiar yang sebelumnya sudah dipesan. Kali ini Gracia melarikan diri dengan cara berbeda dari biasanya. Dia tidak membawa ponsel, kartu kredit, ataupun alat komunikasi lainnya yang bisa membuat sang ayah mampu melacak kepergiannya. Oleh sebab itulah, Gracia memilih jalur laut dibandingkan udara untuk keluar dari negara ini.
"Akhirnya aku bisa bebas!" Gracia berteriak sekuat tenaga di tepian bagian atas dek kapal pesiar, sambil menikmati embusan angin laut yang menyapa.
Tak perlu waktu lama, kapal pun mulai bergerak meninggalkan pelabuhan. Gracia menghirup oksigen dengan perasaan lega. "Akhirnya semua berjalan lancar."
Ketika Gracia berbalik hendak pergi ke kamarnya, tiba-tiba saja tak sengaja gadis itu menabrak salah seorang wanita yang berpenampilan super glamour.
"Auw, kalau jalan pakai mata dong!" teriak wanita tersebut dengan wajah kesal.
"Maaf, Nyonya. Saya tidak sengaja," ujar Gracia.
"Nyonya kau bilang? Apa kau tidak lihat usiaku yang masih muda begini!" Wanita tersebut melebarkan mata, berbicara seolah bersiap menelan Gracia hidup-hidup.
Dandanannya yang menor membuat Gracia hanya bisa membatin tingkahnya. Penampilan kuno seperti itu wajar saja dia mengira wanita tersebut sudah tua. Jelas terlihat jika orang di depannya ini terlalu menor dan berlebihan dalam merias diri.
Namun, suara bariton seorang pria dari arah lain menghentikan perdebatan mereka. "Ada apa ini?"
"Sayang, wanita itu berani mencari masalah denganku." Dia bergelayut manja di lengan pria tersebut, sedangkan Gracia yang merasa jengah melayani tingkah sepasang manusia aneh ini pun memilih untuk mengalah.
"Sejak awal aku sudah minta maaf, Nyonya. Permisi." Tanpa menunggu jawaban dia melangkah meninggalkan mereka berdua.
"Yak! Aku belum selesai bicara." Gracia hanya melambaikan tangan tanpa membalikkan tubuh dan terus melangkah menjauh.
Sementara itu, sang pria di sampingnya melihat Gracia dengan tatapan aneh. Mengagumkan, batinnya.
____________
Berhari-hari sudah Gracia mengarungi lautan. Kini, akhirnya dia tiba di sebuah kota yang akan menjadi tempat persinggahan pertamanya. Dia melangkah menyusuri gang kecil untuk mencari penginapan murah karena suasana sudah mulai larut.
Tak sengaja penglihatannya menangkap seorang wanita yang terduduk seorang diri di pinggir jalanan sepi. Bahkan lampu penerangan terlihat hanya remang-remang.
"Apa yang dia lakukan?" Gracia melangkah mendekat dan melihat seorang ibu hamil yang tengah duduk kesakitan di sana hanya bersandar pada dinding bangunan di belakangnya. "Apa yang terjadi padamu?"
Wanita tersebut lantas mengedarkan pandangan, tempat ini terlalu sepi, sehingga tidak ada seorang pun yang melewatinya. Dia berusaha meraba tubuhnya sendiri.
"Ponselku."
Barulah Gracia menyadari jika dia tidak memiliki ponsel. "Ah sial, aku lupa! Tunggu di sini sebentar! Aku akan mencari bantuan."
Gracia hendak beranjak pergi, tetapi wanita tersebut menahannya. "Jangan pergi! Aku mohon." Dia mencoba untuk berbicara dengan menahan kesakitan di tubuhnya.
"Tapi, kau akan melahirkan. Bisa bahaya kalau tidak segera membawamu ke rumah sakit."
Darah segar sudah mulai mengalir di area jalan lahir, tetapi wanita tersebut tetap saja menahan tangan Gracia. "Kau saja bantu aku melahirkan bayiku!"
"Apa kau gila? Aku bukan dokter."
"Auw, aku sudah tidak tahan lagi." Wanita tersebut meringis kesakitan memegangi perutnya, membuat Gracia seketika mengalah.
"Yak, jangan melahirkan dulu! Aku tidak tahu harus berbuat apa?" Dia terlihat panik dengan situasi saat ini. Gracia sendiri belum pernah melahirkan apalagi pengalaman membantu bayi keluar dari zona nyaman.
"Auwh, sakit." Wanita tersebut terus berteriak, sambil memegang perutnya. Tulangnya seakan dipatahkan secara bersamaan tanpa ampun.
"Bagaimana ini? Aku harus berbuat apa?" Sebagai seorang wanita lajang berada di situasi menegangkan seperti ini untuk pertama kali tentu saja membuat Gracia merasa kebingungan.
Gracia menyibakkan gaun yang dikenakan wanita tersebut dengan tangan gemetar, terlihat sebuah benjolan yang membuatnya membelalakkan mata. "Apa ini?"
"Apa ini?" Gracia membelalakkan mata ketika pertama kali melihat ujung kepala bayi yang mulai keluar dari jalan lahirnya."Argh!" Wanita di depannya kembali mengeram kesakitan semakin kuat, hingga kedua tangannya sontak menjambak rambut Gracia untuk menyalurkan rasa sakitnya."Awh!" Gracia pun ikut meringis sebab rasa sakit di kepalanya. Jambakan wanita tersebut sangat kuat seakan mencabut rambutnya secara bersamaan."Nyonya, tenanglah! Tarik napas pelan-pelan!" Gracia mencoba untuk mengarahkan metode pernapasan kepada wanita tersebut agar lebih tenang, beruntung dia menurut dan terlihat mulai menghirup oksigen dalam-dalam. "Embuskan!""Hufft."Perlahan cengkeraman tangan sang wanita hamil di kepalanya mulai mengendur seiring deru napas yang terdengar stabil dan mampu diatur dengan baik. Namun, dalam sekejap wanita tersebut kembali menjambaknya lebih kuat daripada sebelumnya, hingga membuat Gracia hanya bisa berteriak karena
Suara pelatuk ditekan terdengar begitu keras hingga menyebabkan ibu dari bayi tersebut meninggal karena tembakan di kepalanya. Sang buah hati seketika menangis sebab ikatan batin cukup kuat dan juga rasa terkejutnya.Tangisannya pun terdengar di telinga orang-orang yang menyerang wanita itu mengakibatkan mereka menyadari jika sang bayi masih berada di sekitar sini."Cepat cari bocah itu sampai dapat!"Gracia tak kalah terkejutnya dengan situasi yang terjadi sekarang, benar kata ibu bayi ini nyawa mereka dalam bahaya jika tidak segera pergi.Wanita tersebut melepaskan jaket di tubuhnya dengan cepat dan digunakan untuk membalut tubuh sang bayi. "Sstt, tenanglah, Sayang! Jangan menangis! Kita harus segera pergi dari sini."Mereka harus segera melarikan diri, tetapi tak mungkin berlari dengan membiarkan bayi ini kedinginan tanpa pakaian. Itulah sebabnya Gracia menggunakan jaketnya sebagai alternatif.Setelah s
Setelah cukup lama berjalan, Gracia akhirnya tiba di sebuah hotel yang tak terlalu mewah. Wanita tersebut menyewa salah satu kamar biasa di hotel tersebut. Dia harus membersihkan bayinya dan juga memberi pakaian agar tak kedinginan.Meskipun, tidak memiliki pengalaman mengurus bayi, tetapi Gracia berusaha semaksimal mungkin. "Tenang saja, Sayang. Aku akan menjadi ibumu sekarang."Gracia menyadari nasibnya tak jauh berbeda dengan bayi perempuan ini. Dia juga sudah ditinggalkan oleh ibunya sejak masih kecil, sehingga membuatnya menjadi gadis pemberontak karena kurang kasih sayang.Namun, dia tidak akan membiarkan hal yang sama terjadi pada bayi ini. Gracia berencana mengadopsinya dan merawat sendiri hingga dewasa. Meskipun, mungkin nyawanya menjadi taruhan kali ini.Setelah mandi dia cukup bingung harus berbuat apa pada bayinya. Gracia tidak memiliki apapun untuk dikenakan pada sang bayi, lalu anak itu juga mulai menangis dengan kenc
Hari berlalu begitu cepat, tak terasa enam bulan sudah perjalanan Gracia merawat bayinya. Kini si kecil sudah terlihat sangat aktif dengan segala tingkahnya. Benar apa yang dikatakan pegawai hotel malam itu, suatu kebahagiaan tersendiri bagi seorang wanita bisa merawat anaknya sejak balita.Gracia mengadopsinya secara sah. Dia bahkan melegalkan pengubahan namanya sendiri dari Gracia Dandelion menjadi Grace Pumkin, sedangkan putrinya dinamakan Dandelion Pumkin, atau biasa disebut Baby Pumpum dengan tanggal kelahiran yang dituakan satu bulan agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak musuh ibu kandungnya.Dia menyewa sebuah rumah sederhana untuk tinggal di sekitar kota New York bersama anaknya. Namun, kini masalah baru mulai mendatangi hidup bahagianya. Uang tunai yang sekarang Grace miliki semakin menipis karena kebutuhan hidup cukup tinggi. Mau tak mau
Keesokan harinya Grace memutuskan untuk melihat terlebih dahulu tempat yang ditawarkan Stevani, dia berdiri cukup lama menatap tempat yang kini ada di depannya. Tatapannya tak beralih ketika membaca papan nama yang tertera di sana, sama persis dengan alamat yang diberikan wanita itu.Berulang kali Grace menghirup udara dan mengembuskannya, menepis rasa ragu yang sempat datang. "Ah, sial! Jika saja ada pekerjaan lain, aku tidak akan datang ke tempat seperti ini," gumam Grace pelan.Kakinya perlahan mulai melangkah hendak masuk ke dalam tempat itu. Namun, dalam sekejap dia kembali berputar arah. "Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak boleh melakukan itu." Sesuatu dalam dirinya seakan menolak pekerjaan tersebut. Namun, bayangan putri kecilnya kembali melintas dalam benaknya. Susu dan popok di rumah sudah mulai habis, jika dia tidak bekerja bagaimana caranya membeli semua
Setelah pergi dari ruangan Mami, Stevani membawa Grace ke tempat pelatihan. Akan tetapi, mereka berpapasan dengan seorang wanita seksi yang tak kalah cantiknya dengan Grace. "Tunggu!" Wanita tersebut menghentikan langkah keduanya ketika melihat wajah cantik Grace. Dia selalu tidak senang di saat ada terapis lain yang menyaingi kecantikannya. "Siapa dia?" "Kau tak perlu tahu!" ujar Stevani ketus. "Ayo pergi! Jangan pedulikan Rose Brand!" "Hei! Apa maksudmu, hah?" Suara teriakan wanita itu terdengar begitu keras. Namun, tak membuat keduanya menghentikan langkah. Sejenak Grace masih menoleh ke belakang untuk melihat wanita yang tampak berulang kali mengentakkan kaki. Kemudian bertanya pada Stevani demi kenyamanan hati. "Siapa dia?"
Awalnya Rose sudah antusias ketika mendengar Jayden Bannerick pertama kali datang ke tempat itu. Selama ini dia selalu mengagumi pria tersebut karena prestasinya sebagai salah satu pengusaha muda berbakat yang selalu tampil di cover terdepan majalah pebisnis handal. Selain itu, ketampanan juga kekayaannya yang melimpah membuat banyak wanita terpesona dan mengincarnya, tak terkecuali Rose. Dia bahkan sampai berulang kali mendatangi klub, kasino, maupun restoran milik keluarga tersebut, tetapi sayangnya Rose tak pernah mendapatkan kesempatan sedikit pun untuk menemui Jayden.Kini Jayden malah datang sendiri ke tempat ini, tentu saja hal itu membuat Rose sangat antusias dan bersemangat. Dia bahkan langsung mengganti pakaian dengan seragam terseksi yang dimiliki. Berbekal rok sejengkal dan atasan one shoulder off sebatas pusar serta berbahan setipis saringan tahu, sungguh menampakkan kaca mata berenda juga segitiga bermuda yang dikenakan terpampang nyata. Kali ini Rose berhar
Jayden yang merasakan sakit di kejantanan akibat ulah Grace dengan cepat mengamankan benda tersebut menggunakan kedua tangannya. "Apa yang kau lakukan, hah?"Dia berteriak hingga kedua bola matanya membulat dengan sempurna menatap wanita di depannya yang tampak acuh setelah melakukan hal buruk pada batangnya yang berharga seakan itu bukanlah apa-apa baginya. "Cepat panggil Mami!" Grace hanya mencebikkan bibir melihat wajah merah padam Jayden. 'Rasakan!' batinnya di kala pria di depannya meringis kesakitan akibat ulahnya. Dia pun lekas berbalik dan berjalan meninggalkan ruang itu tanpa menjawab sepatah kata pun ucapan pria tersebut dengan sebuah senyum bangga ketika membelakanginya."Pria Menyebalkan!" gumam Grace ketika melangkah pergi dan menutup pintu dengan sangat keras, menyebabkan Jayden di dalam sontak terlonjak kaget akan tingkahnya. "Dasar wanita," gerutu Jayden menatap arah kepergian Grace, lalu melihat kejantanannya yang tampak menyusu
Keempat orang berada dalam satu ruangan. Jayden meminta pihak pelayanan untuk menambahkan pembatas berupa kain tipis yang membentang di antara ranjang dan sofa, sehingga dia nantinya hanya bisa melihat bayangan jadi tak harus menodai mata ketika Rose menjalankan aksinya. Pria tersebut yakin, wanita sepertinya tidak akan melakukan hal biasa pada pelanggan. Steven keluar hanya mengenakan bathrobe seperti halnya Jayden, sedangkan Rose masih menyalakan lilin aroma terapi di berbagai sudut ruang hingga bau harum seketika menguar memenuhi kamar. "Bos," ujar Steven sambil menatap diri sendiri yang berbalut kain tebal itu. "Panggil wanita itu!" perintah Jayden pada Grace ketika Steven sudah di depannya. Grace hanya bisa mencebikkan bibir melihat Jayden yang bersikap menyebalkan. Dia lantas memanggil Rose dan keduanya menghadap pada pria sombong itu. "Kau layani dia!" tunjuk Jayden pada Rose dan Steven.Wanita itu sontak membelalakkan mata. Apa dia baru saja
Jayden yang merasakan sakit di kejantanan akibat ulah Grace dengan cepat mengamankan benda tersebut menggunakan kedua tangannya. "Apa yang kau lakukan, hah?"Dia berteriak hingga kedua bola matanya membulat dengan sempurna menatap wanita di depannya yang tampak acuh setelah melakukan hal buruk pada batangnya yang berharga seakan itu bukanlah apa-apa baginya. "Cepat panggil Mami!" Grace hanya mencebikkan bibir melihat wajah merah padam Jayden. 'Rasakan!' batinnya di kala pria di depannya meringis kesakitan akibat ulahnya. Dia pun lekas berbalik dan berjalan meninggalkan ruang itu tanpa menjawab sepatah kata pun ucapan pria tersebut dengan sebuah senyum bangga ketika membelakanginya."Pria Menyebalkan!" gumam Grace ketika melangkah pergi dan menutup pintu dengan sangat keras, menyebabkan Jayden di dalam sontak terlonjak kaget akan tingkahnya. "Dasar wanita," gerutu Jayden menatap arah kepergian Grace, lalu melihat kejantanannya yang tampak menyusu
Awalnya Rose sudah antusias ketika mendengar Jayden Bannerick pertama kali datang ke tempat itu. Selama ini dia selalu mengagumi pria tersebut karena prestasinya sebagai salah satu pengusaha muda berbakat yang selalu tampil di cover terdepan majalah pebisnis handal. Selain itu, ketampanan juga kekayaannya yang melimpah membuat banyak wanita terpesona dan mengincarnya, tak terkecuali Rose. Dia bahkan sampai berulang kali mendatangi klub, kasino, maupun restoran milik keluarga tersebut, tetapi sayangnya Rose tak pernah mendapatkan kesempatan sedikit pun untuk menemui Jayden.Kini Jayden malah datang sendiri ke tempat ini, tentu saja hal itu membuat Rose sangat antusias dan bersemangat. Dia bahkan langsung mengganti pakaian dengan seragam terseksi yang dimiliki. Berbekal rok sejengkal dan atasan one shoulder off sebatas pusar serta berbahan setipis saringan tahu, sungguh menampakkan kaca mata berenda juga segitiga bermuda yang dikenakan terpampang nyata. Kali ini Rose berhar
Setelah pergi dari ruangan Mami, Stevani membawa Grace ke tempat pelatihan. Akan tetapi, mereka berpapasan dengan seorang wanita seksi yang tak kalah cantiknya dengan Grace. "Tunggu!" Wanita tersebut menghentikan langkah keduanya ketika melihat wajah cantik Grace. Dia selalu tidak senang di saat ada terapis lain yang menyaingi kecantikannya. "Siapa dia?" "Kau tak perlu tahu!" ujar Stevani ketus. "Ayo pergi! Jangan pedulikan Rose Brand!" "Hei! Apa maksudmu, hah?" Suara teriakan wanita itu terdengar begitu keras. Namun, tak membuat keduanya menghentikan langkah. Sejenak Grace masih menoleh ke belakang untuk melihat wanita yang tampak berulang kali mengentakkan kaki. Kemudian bertanya pada Stevani demi kenyamanan hati. "Siapa dia?"
Keesokan harinya Grace memutuskan untuk melihat terlebih dahulu tempat yang ditawarkan Stevani, dia berdiri cukup lama menatap tempat yang kini ada di depannya. Tatapannya tak beralih ketika membaca papan nama yang tertera di sana, sama persis dengan alamat yang diberikan wanita itu.Berulang kali Grace menghirup udara dan mengembuskannya, menepis rasa ragu yang sempat datang. "Ah, sial! Jika saja ada pekerjaan lain, aku tidak akan datang ke tempat seperti ini," gumam Grace pelan.Kakinya perlahan mulai melangkah hendak masuk ke dalam tempat itu. Namun, dalam sekejap dia kembali berputar arah. "Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak boleh melakukan itu." Sesuatu dalam dirinya seakan menolak pekerjaan tersebut. Namun, bayangan putri kecilnya kembali melintas dalam benaknya. Susu dan popok di rumah sudah mulai habis, jika dia tidak bekerja bagaimana caranya membeli semua
Hari berlalu begitu cepat, tak terasa enam bulan sudah perjalanan Gracia merawat bayinya. Kini si kecil sudah terlihat sangat aktif dengan segala tingkahnya. Benar apa yang dikatakan pegawai hotel malam itu, suatu kebahagiaan tersendiri bagi seorang wanita bisa merawat anaknya sejak balita.Gracia mengadopsinya secara sah. Dia bahkan melegalkan pengubahan namanya sendiri dari Gracia Dandelion menjadi Grace Pumkin, sedangkan putrinya dinamakan Dandelion Pumkin, atau biasa disebut Baby Pumpum dengan tanggal kelahiran yang dituakan satu bulan agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak musuh ibu kandungnya.Dia menyewa sebuah rumah sederhana untuk tinggal di sekitar kota New York bersama anaknya. Namun, kini masalah baru mulai mendatangi hidup bahagianya. Uang tunai yang sekarang Grace miliki semakin menipis karena kebutuhan hidup cukup tinggi. Mau tak mau
Setelah cukup lama berjalan, Gracia akhirnya tiba di sebuah hotel yang tak terlalu mewah. Wanita tersebut menyewa salah satu kamar biasa di hotel tersebut. Dia harus membersihkan bayinya dan juga memberi pakaian agar tak kedinginan.Meskipun, tidak memiliki pengalaman mengurus bayi, tetapi Gracia berusaha semaksimal mungkin. "Tenang saja, Sayang. Aku akan menjadi ibumu sekarang."Gracia menyadari nasibnya tak jauh berbeda dengan bayi perempuan ini. Dia juga sudah ditinggalkan oleh ibunya sejak masih kecil, sehingga membuatnya menjadi gadis pemberontak karena kurang kasih sayang.Namun, dia tidak akan membiarkan hal yang sama terjadi pada bayi ini. Gracia berencana mengadopsinya dan merawat sendiri hingga dewasa. Meskipun, mungkin nyawanya menjadi taruhan kali ini.Setelah mandi dia cukup bingung harus berbuat apa pada bayinya. Gracia tidak memiliki apapun untuk dikenakan pada sang bayi, lalu anak itu juga mulai menangis dengan kenc
Suara pelatuk ditekan terdengar begitu keras hingga menyebabkan ibu dari bayi tersebut meninggal karena tembakan di kepalanya. Sang buah hati seketika menangis sebab ikatan batin cukup kuat dan juga rasa terkejutnya.Tangisannya pun terdengar di telinga orang-orang yang menyerang wanita itu mengakibatkan mereka menyadari jika sang bayi masih berada di sekitar sini."Cepat cari bocah itu sampai dapat!"Gracia tak kalah terkejutnya dengan situasi yang terjadi sekarang, benar kata ibu bayi ini nyawa mereka dalam bahaya jika tidak segera pergi.Wanita tersebut melepaskan jaket di tubuhnya dengan cepat dan digunakan untuk membalut tubuh sang bayi. "Sstt, tenanglah, Sayang! Jangan menangis! Kita harus segera pergi dari sini."Mereka harus segera melarikan diri, tetapi tak mungkin berlari dengan membiarkan bayi ini kedinginan tanpa pakaian. Itulah sebabnya Gracia menggunakan jaketnya sebagai alternatif.Setelah s
"Apa ini?" Gracia membelalakkan mata ketika pertama kali melihat ujung kepala bayi yang mulai keluar dari jalan lahirnya."Argh!" Wanita di depannya kembali mengeram kesakitan semakin kuat, hingga kedua tangannya sontak menjambak rambut Gracia untuk menyalurkan rasa sakitnya."Awh!" Gracia pun ikut meringis sebab rasa sakit di kepalanya. Jambakan wanita tersebut sangat kuat seakan mencabut rambutnya secara bersamaan."Nyonya, tenanglah! Tarik napas pelan-pelan!" Gracia mencoba untuk mengarahkan metode pernapasan kepada wanita tersebut agar lebih tenang, beruntung dia menurut dan terlihat mulai menghirup oksigen dalam-dalam. "Embuskan!""Hufft."Perlahan cengkeraman tangan sang wanita hamil di kepalanya mulai mengendur seiring deru napas yang terdengar stabil dan mampu diatur dengan baik. Namun, dalam sekejap wanita tersebut kembali menjambaknya lebih kuat daripada sebelumnya, hingga membuat Gracia hanya bisa berteriak karena