Home / Romansa / Senja yang Ternoda / Perjodohan yang Tak Mungkin Ditolak

Share

Perjodohan yang Tak Mungkin Ditolak

Author: Dian Dra
last update Last Updated: 2021-05-20 13:46:54

      Arka menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur, setelah melempar jasnya ke sofa. Sungguh, hari ini, ia sangat lelah sekali. Setelah seharian meeting bersama rekan bisnis, ia harus menuju ke pantai untuk menghadiri pesta ulang tahun Anggita, putri Pak Hadi Winata, pejabat sekaligus pemilik perusahaan tempat ia bekerja.

       Meski tak menolak perjodohan yang ditawarkan Pak Hadi, tapi dia tak menyangka, di pestanya tadi, Anggita mengumumkan dirinya sebagai calon suami. Bukankah baru seminggu yang lalu, pertemuannya dengan Anggita terjadi. Saat itu, Arka yang sedang berbicara dengan Pak Hadi, dikejutkan dengan kedatangan gadis cantik yang tiba-tiba masuk ke ruang kerja Pak Hadi.

       "Pa ... aku mau pesta ulangtahunku besok dirayakan di pantai," kata Anggita tanpa memperdulikan Arka yang sedang berbicara dengan papanya.

      Seketika Arka menghentikan pembicaraannya, dan menatap Anggita yang sudah berada di depannya. Cewek cantik dan manja, itulah kesan pertama yang ditangkap Arka.

    "Terserah kamu saja, sayang, bukankah kemarin kita sudah membicarakannya?" tanya Pak Hadi.

     "Iya Papa, kemarin kita memang sudah membicarakannya, tapi aku mau mengundang DJ juga, bolehkan?" Anggita bertanya.

     "Lakukan apapun yang kamu mau, sayang, nggak perlu bertanya lagi sama Papa. Oh ya, Arka perkenalkan ini putri semata wayangku, Anggita." 

     Arka  mengulurkan tangan, dan Anggita pun menyambutnya. Tak ada pembicaraan apapun antara mereka berdua. Setelahnya, Anggita langsung pergi meninggalkan ruangan Pak Hadi.

      "Maafkanlah sikap Anggita tadi, Arka. Dia memang cuek dengan orang yang belum dikenalnya, tapi akan sangat ramah saat sudah berteman." 

     "Tidak apa-apa Pak, tak perlu meminta maaf, mungkin Anggita sibuk mengurus pestanya, hingga tak ada waktu untuk berbasa-basi dengan saya," jawab Arka.

      "Ibunya meninggal saat usianya beranjak remaja," Pak Hadi berkata sambil berjalan ke jendela. Pandangannya jauh menerawang, seakan mengingat kejadian itu.

     "Sejak saat itu, ia seperti kehilangan separuh jiwanya. Aku yang sangat mencintai istriku, juga larut dalam kesedihan." Pak Hadi menghela nafas,"untuk melupakan kesedihan itu, setiap hari aku bekerja tanpa mengenal waktu. Dan tanpa aku sadari, aku telah melupakan kewajibanku mendidik Anggita." terang Pak Hadi.

     "Anggita tumbuh tanpa figur ayah ibunya, Aku hanya memberikannya materi, tanpa memperdulikan pendidikan dan kasih-sayang, akhirnya, Anggita tumbuh jadi anak yang cuek dan sedikit arogan," imbuh Pak Hadi.

      Arka mendengarkan semua cerita Pak Hadi, tanpa sedikitpun ingin menyelanya.

     "Aku hanya punya Anggita, dan suatu saat, semua yang kupunya akan menjadi milik Anggita. Tapi aku takut, dia tidak bisa mengurus perusahaan dengan baik, kuliahnya hancur, dia tak pernah serius dengan pendidikannya." Pak Hadi kembali  duduk dihadapan Arka.

       "Dan setiap Lelaki yang mendekatinya, semua karena menginginkan harta, tak ada satupun yang tulus padanya. Aku berkata begitu bukan tanpa alasan. Setiap Lelaki yang mendekatinya, pasti tak luput dari mata-mata yang telah kutugaskan untuk mengawasi Anggita." 

   

     Arka masih setia mendengar cerita Pak Hadi. 

      "Sebelum aku pergi dari dunia ini, aku ingin Anggita menikah dengan seseorang yang bisa menjaganya, dan  aku rasa, kamulah orangnya Arka." tegas Pak Hadi.

    Arka terkejut mendengar pernyataan Pak Hadi, meski selama ini dia tak pernah menghubungi Tiara, tapi ada keinginan suatu saat dia akan menepati janji kepada gadis manis itu.

      "Kenapa kamu terkejut,Arka? Apa kamu tak menginginkan perjodohan ini?"

     "Bukan begitu Pak, saya hanya terkejut, kenapa dari sekian banyak Lelaki, Bapak mempercayakan saya untuk menjaga Anggita?" 

      "Selama setahun ini, aku telah memperhatikanmu, kamu pekerja yang ulet, tangguh dan jujur. Kamu juga sangat menyayangi keluargamu, aku yakin pasti kamu juga akan sangat mencintai istrimu kelak." 

    Di satu sisi, ia sangat mencintai Tiara. Tapi, dia juga tak lupa, yang membuatnya pergi dari Tiara adalah Ayah Tiara sendiri. Arka tak menyangka, Pria yang sangat begitu baik dengannya itu, dengan tegas meminta Arka untuk menjauhi putrinya. Alasan klise yang selalu muncul dalam percintaan berbeda   status sosial. Arka tak pantas bersanding dengan putrinya.

     Setiap mengingat kejadian itu, seakan dia terpacu untuk membuktikan bahwa dia juga bisa mendapatkan gadis lain yang tak kalah cantik dengan Tiara. Mungkin saat ini, pembuktian itu akan segera terwujud. Tanpa pikir panjang, Arka menerima perjodohan itu.

*****

      Arka terbangun saat dia merasa ada yang menepuk-nepuk pipinya.

      "Bangun Mas, masa tidur dengan sepatu yang masih melekat," Anggita duduk disisi tempat tidur.

      "Maafkan aku Anggita, aku capek sekali, sampai-sampai tak sempat lagi melepas sepatu." Arka duduk melepas sepatunya.

     "Malam ini akan ada pesta lagi di Cafe yang terletak diseberang hotel ini, Mas. Kamu harus menemaniku lagi," kata Anggita mirip sebuah perintah.

      "Aku capek sekali, Anggita.  Bolehkah kalau aku tak datang?" dengan hati-hati Arka bertanya.

      "Nggak boleh! Kamu harus menemaniku Mas. Cepetan Mas mandi, terus pakai baju yang telah kupersiapkan di meja itu." Anggita menunjuk kesebuah Tote bag diatas meja.

       "Aku menunggu di bawah dengan teman-temanku, jangan lama-lama ya Mas." Anggita mendaratkan ciuman dipipi Arka, dan berjalan keluar kamar.

      Arka tak menyangka Anggita begitu agresif. Dulu, meski Arka dan Tiara berpacaran, tak sekalipun dia mencium Tiara. Arka sangat menghargai Tiara, hingga tak ada niat untuk menodai cintanya dengan perbuatan yang sangat dilarang oleh agama.

       Tiba-tiba Arka teringat Tiara. Sedang apa gadis itu, apakah dia masih setia menunggu di senja yang selalu memukaunya, masih bersama desir angin yang setia menemani, dan bercerita kerinduan dengan debur ombak.

     Kerinduan Arka membuncah. Setelah pesta Anggita, dia berniat untuk menemui Tiara. meski akan berakhir dengan kekecewaan, setidaknya dia tak akan membuat Tiara menunggu sia-sia. Dia akan berkata jujur  dan meminta agar Tiara melupakannya.

     Dering ponsel membuatnya sadar dari lamunan itu. Tertera nama Anggita disana. Tak mau membuat Anggita marah, Arka segera menjawab panggilan itu.

     "Halo, Mas, kamu ngapain aja sih, kok lama banget? Acaranya udah mau mulai nih." Anggita sudah berbicara sebelum Arka berkata apapun.

     "Em ... maaf Anggita, perutku tiba-tiba sakit, jadi aku lama  di kamar mandi," Arka berbohong agar kemarahan Anggita tidak berlanjut.

      "Pokoknya gak mau tau, ya, Mas, Kamu harus segera kesini untuk menemaniku memulai acara ini, atau Mas mau ada lelaki lain yang mendampingiku?" tanya Anggita.

       "Jangan dong Anggita, kamu kan calon istriku, masa ditemani cowok lain, nanti kalau Pak Hadi tau, aku kan jadi gak enak." Arka menghela nafas, ternyata sangat sulit untuk memahami Anggita yang sangat manja.

     "Tunggu lima belas menit lagi, aku akan sampai kesana," jawab Arka meyakinkan.

     Arka segera mandi dan memakai baju yang telah disiapkan Anggita. Tak ingin membuat Anggita bertambah marah, segera Arka menuju pesta lanjutan Anggita.

Related chapters

  • Senja yang Ternoda   Pertemuan yang Tertunda

    Setelah pembicaraan dengan Nanta pagi tadi, Tiara jadi enggan bertemu dengan Nanta. Dia marah, kenapa Nanta harus berandai-andai tentang sesuatu yang buruk soal hubungannya dengan Arka. Bahkan, dia pun tak cukup baik mengenal Arka. Hanya bertemu beberapa kali, itupun secara tak sengaja, saat Nanta bertamu kerumahnya, dan kebetulan Tiara dan Arka baru pulang dari pantai. Waktu makan siang tiba, Bapak, Ibu, Tiara dan Nanta makan bersama. Disepanjang acara makan itu, tak sekalipun Tiara membuka suara, ia hanya fokus pada makanan yang ada dihadapannya. Menyuap dengan cepat, agar dia bisa segera meninggalkan meja makan. Nanta tampak sedikit canggung, mungkin merasa tidak enak dengan sikap Tiara. Dia menyendok makanan dengan pelan sekali. Ibu yang melihat itu, kemudian bertanya pada Nanta. "Apa makanannya tidak enak, Nak Nan

    Last Updated : 2021-05-27
  • Senja yang Ternoda   Anggita Merayu Nanta

    Hari telah petang, ketika Nanta tiba di kosannya. Perjalanan yang lumayan jauh, membuatnya sangat lelah. Mandi adalah hal pertama yang ingin dilakukannya saat sampai di kamar. Gemericik air dari dalam kamar mandi, terdengar, setelah beberapa menit Nanta memasuki kamar kost nya. Sekitar lima belas menit, Nanta berada di kamar mandi. Rasanya ingin berlama-lama disana, mengingat cuaca panas yang seharian dia rasakan ko sepanjang perjalanan dari rumah Tiara. Dering ponsel membuat Nanta terpaksa menyudahi aktivitas mandinya.Dengan badan yang hanya dililit handuk, dia segera menjawab panggilan dari mamanya. "Halo, asalamualaikum, Ma." "Waalaikumsalam, kamu sudah sampai, sayang?" tanya mamanya. "Sudah Ma, mungkin s

    Last Updated : 2021-06-01
  • Senja yang Ternoda   Musibah tak Terduga

    Malam itu, Tiara tidur dengan gelisah, berulang kali dia terbangun karena mimpi buruk. Yang terakhir, dia bermimpi, Bapak sedang berdiri, meminta tolong dari kepungan api yang berkobar. Tiara tak dapat berbuat apa-apa. Mimpi itu seperti nyata. Tak henti-hentinya Tiara beristighfar, semoga mimpi tadi hanyalah bunga tidur belaka. Karena mata yang sepertinya enggan lagi terpejam. Tiara memutuskan untuk Sholat dan berdoa meminta pertolongan dan keselamatan kepada Allah SWT.***** "Bu ... Bu Asih ... Bapak ... Bapak, Bu!" Pak Dirman lari tergopoh-gopoh menemui Bu Asih dan Tiara yang sedang merawat bunga di halaman. "Tenang dulu, Pak ... ini, diminum dulu." Ibu menyodorkan segelas air putih.&

    Last Updated : 2021-06-04
  • Senja yang Ternoda   Perpisahan di Ujung Senja

    Semburat jingga terlukis indah di ufuk barat. Semilir angin menyapu lembut wajah Tiara yang tak henti mengagumi ciptaan sang Pencipta. Perlahan, dia menyusuri pantai yang penuh kenangan ini. Sesekali berhenti untuk memungut kerang yang kadang terlihat saat tersapu ombak. Ah ... berada di sini seakan memaksa Tiara untuk kembali ke masa yang lampau. Saat dengan begitu erat Arka menggenggam tangannya, dan berjanji akan setia. Berdua, mereka tertawa, berlarian di atas pasir putih yang terhampar di sepanjang bibir pantai. Bermain ayunan yang bertiangkan dua pohon kelapa yang berjejer. Tiara akan menjerit ketakutan saat Arka dengan sengaja mendorong ayunan itu sedikit kuat. Kemudian Tiara pura-pura marah dan mendiamkan Arka. Tak lama Arka menyodorkan kelapa muda sambil memohon maaf. "Sebagai permintaan maaf ... kupe

    Last Updated : 2021-05-19
  • Senja yang Ternoda   Pertemuan Dua Keluarga

    "Tiara ... bangun, udah subuh, anak gadis nggak boleh males, ayo cepetan." Ibu menyentuh lembut pipi Tiara. "Loh, badan kamu panas, Tiara, kamu sakit?" tanya Ibu khawatir. "Emmhhh ...," Tiara menggeliat kemudian mengucek mata,"nggak kok Bu, cuma pusing dikit." Tiara duduk, sambil memijit kedua pelipisnya. "Ya udah, sana, ambil wudhu terus sholat. Kalau pusing, nanti nggak usah bantu Ibu, tidur lagi aja." kata Ibu sambil berjalan keluar kamar. Tiara mengikuti langkah Ibunya. Sampai di dapur, Ibu membuat teh dan menyiapkan sarapan untuk Ayah. Sedangkan Tiara ke kamar mandi untuk berwudhu. Sebenarnya sehabis sholat, Tiara ingin tiduran lagi, seperti pesan Ibunya tadi. Rasa pusingnya belum juga reda. Tapi, Tiara juga tidak tega kalau membiarkan Ibu menge

    Last Updated : 2021-05-20
  • Senja yang Ternoda   Pura-pura Pacaran

    #Bab : 3 Pasir putih di hadapan Tiara penuh dengan coretan. Diantara begitu banyak coretan tak bermakna, ada satu nama yang tergores di sana, Arka. Hanya nama itu yang tertulis. Di alam bawah sadarnya pun, nama Arka telah terpatri begitu kuatnya. "Kamu masih setia menunggunya, Tiara?" tanya Nanta, yang tanpa disadari, sudah berdiri di samping Tiara. "Aku akan selalu menunggunya, Nanta. Karena aku yakin, Arka akan menepati janjinya," jawab Tiara. "Bahkan ketika dia menghilang begitu saja, tanpa sekalipun memberi kabar padamu?" tanya Nanta dengan nada mengejek. "Dari mana kamu tau kalau Arka tak pernah memberi kabar?" tanya Tiara keheranan. Karena selama ini, setiap Nanta bertanya tentang Arka, dia selalu berbohong dengan mengatakan hubungannya den

    Last Updated : 2021-05-20
  • Senja yang Ternoda   Pengkhianatan Arka

    Seminggu yang lalu ... "Bro, nanti datang kan ke pesta ulang tahun Anggita?" Anto menepuk punggung Nanta. Nanta yang sedang fokus ke layar ponsel sedikit tersentak. Segera dia menutup ponsel. Namun, sepertinya Anto sudah melihatnya. "Eh, tunggu ... tunggu ... siapa foto gadis cantik tadi?" tanya Anto berusaha merebut ponsel Nanta. "Bukan siapa-siapa. Oh ya, tadi kamu ngomong apa?" ujar Nanta berusaha mengalihkan pembicaraan. " kamu ikut kepesta ulang tahun Anggita, kan? pestanya di pantai." jawab Anto. Nanta tidak menjawab pertanyaan sahabatnya. Sebenarnya ia malas datang kepesta itu. "Buk ... bakso dan es teh ya

    Last Updated : 2021-05-20

Latest chapter

  • Senja yang Ternoda   Musibah tak Terduga

    Malam itu, Tiara tidur dengan gelisah, berulang kali dia terbangun karena mimpi buruk. Yang terakhir, dia bermimpi, Bapak sedang berdiri, meminta tolong dari kepungan api yang berkobar. Tiara tak dapat berbuat apa-apa. Mimpi itu seperti nyata. Tak henti-hentinya Tiara beristighfar, semoga mimpi tadi hanyalah bunga tidur belaka. Karena mata yang sepertinya enggan lagi terpejam. Tiara memutuskan untuk Sholat dan berdoa meminta pertolongan dan keselamatan kepada Allah SWT.***** "Bu ... Bu Asih ... Bapak ... Bapak, Bu!" Pak Dirman lari tergopoh-gopoh menemui Bu Asih dan Tiara yang sedang merawat bunga di halaman. "Tenang dulu, Pak ... ini, diminum dulu." Ibu menyodorkan segelas air putih.&

  • Senja yang Ternoda   Anggita Merayu Nanta

    Hari telah petang, ketika Nanta tiba di kosannya. Perjalanan yang lumayan jauh, membuatnya sangat lelah. Mandi adalah hal pertama yang ingin dilakukannya saat sampai di kamar. Gemericik air dari dalam kamar mandi, terdengar, setelah beberapa menit Nanta memasuki kamar kost nya. Sekitar lima belas menit, Nanta berada di kamar mandi. Rasanya ingin berlama-lama disana, mengingat cuaca panas yang seharian dia rasakan ko sepanjang perjalanan dari rumah Tiara. Dering ponsel membuat Nanta terpaksa menyudahi aktivitas mandinya.Dengan badan yang hanya dililit handuk, dia segera menjawab panggilan dari mamanya. "Halo, asalamualaikum, Ma." "Waalaikumsalam, kamu sudah sampai, sayang?" tanya mamanya. "Sudah Ma, mungkin s

  • Senja yang Ternoda   Pertemuan yang Tertunda

    Setelah pembicaraan dengan Nanta pagi tadi, Tiara jadi enggan bertemu dengan Nanta. Dia marah, kenapa Nanta harus berandai-andai tentang sesuatu yang buruk soal hubungannya dengan Arka. Bahkan, dia pun tak cukup baik mengenal Arka. Hanya bertemu beberapa kali, itupun secara tak sengaja, saat Nanta bertamu kerumahnya, dan kebetulan Tiara dan Arka baru pulang dari pantai. Waktu makan siang tiba, Bapak, Ibu, Tiara dan Nanta makan bersama. Disepanjang acara makan itu, tak sekalipun Tiara membuka suara, ia hanya fokus pada makanan yang ada dihadapannya. Menyuap dengan cepat, agar dia bisa segera meninggalkan meja makan. Nanta tampak sedikit canggung, mungkin merasa tidak enak dengan sikap Tiara. Dia menyendok makanan dengan pelan sekali. Ibu yang melihat itu, kemudian bertanya pada Nanta. "Apa makanannya tidak enak, Nak Nan

  • Senja yang Ternoda   Perjodohan yang Tak Mungkin Ditolak

    Arka menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur, setelah melempar jasnya ke sofa. Sungguh, hari ini, ia sangat lelah sekali. Setelah seharian meeting bersama rekan bisnis, ia harus menuju ke pantai untuk menghadiri pesta ulang tahun Anggita, putri Pak Hadi Winata, pejabat sekaligus pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Meski tak menolak perjodohan yang ditawarkan Pak Hadi, tapi dia tak menyangka, di pestanya tadi, Anggita mengumumkan dirinya sebagai calon suami. Bukankah baru seminggu yang lalu, pertemuannya dengan Anggita terjadi. Saat itu, Arka yang sedang berbicara dengan Pak Hadi, dikejutkan dengan kedatangan gadis cantik yang tiba-tiba masuk ke ruang kerja Pak Hadi. "Pa ... aku mau pesta ulangtahunku besok dirayakan di pantai," kata Anggita tanpa memperdulikan Arka yang sedang berbicara dengan papanya.&nbs

  • Senja yang Ternoda   Pengkhianatan Arka

    Seminggu yang lalu ... "Bro, nanti datang kan ke pesta ulang tahun Anggita?" Anto menepuk punggung Nanta. Nanta yang sedang fokus ke layar ponsel sedikit tersentak. Segera dia menutup ponsel. Namun, sepertinya Anto sudah melihatnya. "Eh, tunggu ... tunggu ... siapa foto gadis cantik tadi?" tanya Anto berusaha merebut ponsel Nanta. "Bukan siapa-siapa. Oh ya, tadi kamu ngomong apa?" ujar Nanta berusaha mengalihkan pembicaraan. " kamu ikut kepesta ulang tahun Anggita, kan? pestanya di pantai." jawab Anto. Nanta tidak menjawab pertanyaan sahabatnya. Sebenarnya ia malas datang kepesta itu. "Buk ... bakso dan es teh ya

  • Senja yang Ternoda   Pura-pura Pacaran

    #Bab : 3 Pasir putih di hadapan Tiara penuh dengan coretan. Diantara begitu banyak coretan tak bermakna, ada satu nama yang tergores di sana, Arka. Hanya nama itu yang tertulis. Di alam bawah sadarnya pun, nama Arka telah terpatri begitu kuatnya. "Kamu masih setia menunggunya, Tiara?" tanya Nanta, yang tanpa disadari, sudah berdiri di samping Tiara. "Aku akan selalu menunggunya, Nanta. Karena aku yakin, Arka akan menepati janjinya," jawab Tiara. "Bahkan ketika dia menghilang begitu saja, tanpa sekalipun memberi kabar padamu?" tanya Nanta dengan nada mengejek. "Dari mana kamu tau kalau Arka tak pernah memberi kabar?" tanya Tiara keheranan. Karena selama ini, setiap Nanta bertanya tentang Arka, dia selalu berbohong dengan mengatakan hubungannya den

  • Senja yang Ternoda   Pertemuan Dua Keluarga

    "Tiara ... bangun, udah subuh, anak gadis nggak boleh males, ayo cepetan." Ibu menyentuh lembut pipi Tiara. "Loh, badan kamu panas, Tiara, kamu sakit?" tanya Ibu khawatir. "Emmhhh ...," Tiara menggeliat kemudian mengucek mata,"nggak kok Bu, cuma pusing dikit." Tiara duduk, sambil memijit kedua pelipisnya. "Ya udah, sana, ambil wudhu terus sholat. Kalau pusing, nanti nggak usah bantu Ibu, tidur lagi aja." kata Ibu sambil berjalan keluar kamar. Tiara mengikuti langkah Ibunya. Sampai di dapur, Ibu membuat teh dan menyiapkan sarapan untuk Ayah. Sedangkan Tiara ke kamar mandi untuk berwudhu. Sebenarnya sehabis sholat, Tiara ingin tiduran lagi, seperti pesan Ibunya tadi. Rasa pusingnya belum juga reda. Tapi, Tiara juga tidak tega kalau membiarkan Ibu menge

  • Senja yang Ternoda   Perpisahan di Ujung Senja

    Semburat jingga terlukis indah di ufuk barat. Semilir angin menyapu lembut wajah Tiara yang tak henti mengagumi ciptaan sang Pencipta. Perlahan, dia menyusuri pantai yang penuh kenangan ini. Sesekali berhenti untuk memungut kerang yang kadang terlihat saat tersapu ombak. Ah ... berada di sini seakan memaksa Tiara untuk kembali ke masa yang lampau. Saat dengan begitu erat Arka menggenggam tangannya, dan berjanji akan setia. Berdua, mereka tertawa, berlarian di atas pasir putih yang terhampar di sepanjang bibir pantai. Bermain ayunan yang bertiangkan dua pohon kelapa yang berjejer. Tiara akan menjerit ketakutan saat Arka dengan sengaja mendorong ayunan itu sedikit kuat. Kemudian Tiara pura-pura marah dan mendiamkan Arka. Tak lama Arka menyodorkan kelapa muda sambil memohon maaf. "Sebagai permintaan maaf ... kupe

DMCA.com Protection Status