Beranda / Romansa / Senja yang Ternoda / Pengkhianatan Arka

Share

Pengkhianatan Arka

Penulis: Dian Dra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

   

   

     Seminggu yang lalu ...

     "Bro, nanti datang kan ke pesta ulang tahun Anggita?" Anto menepuk punggung Nanta.

     Nanta yang sedang fokus ke layar ponsel sedikit tersentak. Segera dia menutup ponsel. Namun, sepertinya Anto sudah melihatnya.

    "Eh, tunggu ... tunggu ... siapa foto gadis cantik tadi?" tanya Anto berusaha merebut ponsel Nanta.

     "Bukan siapa-siapa. Oh ya, tadi kamu ngomong apa?" ujar Nanta berusaha mengalihkan pembicaraan.

     " kamu ikut kepesta ulang tahun Anggita, kan? pestanya di pantai." jawab Anto. 

      

     Nanta tidak menjawab pertanyaan sahabatnya. Sebenarnya ia malas datang kepesta itu.

      

     "Buk ... bakso dan es teh ya," teriak Anto pada Ibu kantin."Nanti kamu yang bayarin ya Bro." Anto berkata sambil menyomot bakwan yang ada dipiring Nanta.

     "Kebiasaan!" Nanta menepis tangan Anto. Tapi kalah cepat. Tangannya hanya mengenai angin, dan bakwan sudah berpindah ke mulut Anto.

     Tak lama, Ibu kantin mengantarkan pesanan. Anto pun memakan dengan lahap. 

     Nanta yang sudah selesai makan. Mengedarkan pandangan ke sekeliling. Hingga tak sengaja dia melihat seseorang  yang sangat ia kenal, berjalan  menuju parkiran yang terletak di utara kantin. Ia segera beranjak, ingin memastikan bahwa yang dilihatnya tidak salah. Tapi langkahnya terhenti saat Anto menarik tangannya.

    "Bayar dulu Bro, apa kamu mau, temanmu yang ganteng ini disuruh cuci piring gara-gara tak membayar makanannya." Anto memasang wajah memelas.

      Biasanya Nanta akan mengerjai Anto terlebih dahulu. Tapi kali ini, tanpa banyak bicara dia segera mengeluarkan selembar uang bergambar presiden pertama. Dan segera berjalan menuju ke parkiran. Namun, lelaki itu sudah tidak ada.

 Anto berlari kecil menyusul Nanta. Ikut-ikutan memandang kesana kemari seperti sahabatnya. Tapi, karena dia tak menemukan apa-apa, akhirnya dia bertanya kepada Nanta.

    "Kamu nyari apa Bro, ku lihat dari tadi, celingukan kesana- kemari?" 

     "Aku tadi seperti melihat seseorang di sini, tapi kok sudah menghilang, kemana perginya?" Nanta masih saja mengedarkan pandangannya ke segala penjuru.

      "Siapa? apa orang yang fotonya baru saja kamu pandangi tadi."

     "Ngaco kamu! Sudahlah, yok kita pulang, udah nggak ada kelas lagi kan?" tanya Nanta. Anto menggeleng, kemudian mengikuti Nanta berjalan menuju mobilnya.

*****"

    Nanta kaget ketika seseorang memercikkan air kemukanya. Seketika dia bangun, dan dia marah saat tau itu ulah sahabatnya.

    "Ah! apa-apaan kamu Anto. Aku masih ngantuk." Nanta kembali tidur. Tapi Anto tak menyerah. Dia menggoyang tubuh Nanta. Hingga lelaki itu akhirnya bangun.

    "Ada apa? kamu kan tau aku nggak suka diganggu saat tidur." Nanta mengacak rambutnya.

     "Kamu lupa, kitakan akan datang kepesta." 

      "Aku nggak datang, malas." jawab Nanta.

      "Ayolah Bro, Aku pingin banget datang kepesta itu, pasti nanti disana ada Mitha." Anto membujuk Nanta."tolonglah sahabatmu ini."

       "Kamu datang aja sendiri, tuh, kalau mau bawa mobil, kunci ada di meja." jawab Nanta acuh.

       Nanta memang tak begitu suka pesta. Apalagi itu cuma pesta Anggita, cewek centil yang sering sekali menggodanya.

     "Tolonglah Bro, aku nggak pede kalau harus datang sendiri." bujuk Anto lagi.

     Melihat begitu besar keinginan sahabatnya. Nanta tak kuasa menolak. Apalagi pestanya di pantai. Setidaknya itu bisa mengobati rasa kangennya untuk seseorang yang sangat menyukai senja di pantai.

      Nanta bergegas mandi. Setelah berganti pakaian. Mereka segera berangkat menuju ke pesta.

     Tak menunggu waktu lama, mobil yang dikendarai Nanta dan Anto sudah meluncur ke pantai. Dua puluh menit kemudian, mereka telah sampai.

     Disana, sudah banyak teman-teman yang datang. Ternyata meriah sekali pesta sore itu. Gadis sekelas Anggita, tentu tidak sulit untuk membuat pesta yang mewah. Orang tuanya adalah pejabat yang sangat berpengaruh di sebuah instansi pemerintah.

     Ada live musik disana. Dipandu seorang DJ terkenal, alunan musik yang menghentak mendominasi pesta. Semua orang larut dalam pesta itu, tak terkecuali Anto.

     Nanta yang tidak begitu suka pesta segera menepi. Dia berjalan agak menjauh dari pesta. Berjalan dipinggir pantai seperti saat ini, membuat kerinduannya semakin membuncah. Kerinduan Nanta kepada Tiara. Gadis manis, teman masa kecilnya. Yang setelah beranjak remaja, rasa sayang terhadap teman berubah menjadi cinta. Nanta tak tau pasti, kapan rasa itu datang. Yang ia tau, dia  patah saat Tiara menyerahkan hatinya kepada pemuda lain.

     Dulu, sebelum Arka datang, Nanta pernah menyatakan cinta kepada Tiara, tapi dengan halus Tiara menolaknya. Tiara tak mencintai Nanta, dia hanya menganggap Nanta sahabatnya.

      Nanta kembali kepesta itu, saat dia merasa haus. Saat dia mengambil satu kaleng minuman bersoda, musik tiba-tiba berhenti. Ternyata acara akan segera dimulai.

     Anggita berjalan ke panggung yang telah dihias sedemikian rupa. Anggita tampak anggun dengan dress minimalis berwarna peach dengan hiasan  Swarovski yang berkilau. Semua mata melihat kagum kearahnya.

    Sampai di panggung, Anggita berbicara menggunakan pengeras suara.

   "Teman-teman semua, terima kasih karena telah menyempatkan diri datang kepesta ini. Sebelum acara dimulai, aku ingin memperkenalkan kepada kalian semua, calon suamiku," Anggita menunjuk seseorang di bawah panggung." Sayang, kemarilah." ia berkata kepada lelaki itu.

     Lelaki itu berjalan keatas panggung. Dari tempatnya, Nanta memperhatikan, sepertinya dia kenal dengan postur tubuh itu. Karena membelakanginya jadi dia belum bisa memastikan apa benar itu Arka.

     Saat lelaki itu menghampiri Anggita, Barulah dia bisa dengan jelas melihat wajahnya. Meski sudah menduga, tapi, tak ayal, Nanta terkejut juga. Ternyata itu benar Arka.

     Sekarang Nanta benar-benar tak menikmati pesta itu lagi. Pikirannya tertuju kepada Tiara. Gadis yang sangat setia menunggu Arka. Yang meyakini bahwa suatu saat akan pulang menemuinya saat senja di pantai kenangan. Nyatanya, saat ini, Lelaki itu berjanji pada gadis lain, bahkan disaat yang sama. Saat senja benar-benar menunjukkan keindahannya.

    Ingin sekali rasanya Nanta berlari kepanggung itu, menyeret Arka, dan membawanya kehadapan Tiara. Namun dia berfikir, tak seharusnya Tiara mendapatkan Lelaki pengecut seperti Arka, biarlah dia bersama Anggita. Nanta berjanji bahwa dia akan selalu menjaga hati Tiara. Meski Tiara tak bisa merubah rasanya. Nanta yakin bila ketulusannya suatu saat akan membuat Tiara sadar, bahwa ada cinta lain yang tulus untuknya.

     Nanta meninggalkan pesta itu, dengan membawa kemarahan. "Ah ... Tiara ... malang sekali kisah cintamu" batin Nanta menangis.

       

     

Bab terkait

  • Senja yang Ternoda   Perjodohan yang Tak Mungkin Ditolak

    Arka menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur, setelah melempar jasnya ke sofa. Sungguh, hari ini, ia sangat lelah sekali. Setelah seharian meeting bersama rekan bisnis, ia harus menuju ke pantai untuk menghadiri pesta ulang tahun Anggita, putri Pak Hadi Winata, pejabat sekaligus pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Meski tak menolak perjodohan yang ditawarkan Pak Hadi, tapi dia tak menyangka, di pestanya tadi, Anggita mengumumkan dirinya sebagai calon suami. Bukankah baru seminggu yang lalu, pertemuannya dengan Anggita terjadi. Saat itu, Arka yang sedang berbicara dengan Pak Hadi, dikejutkan dengan kedatangan gadis cantik yang tiba-tiba masuk ke ruang kerja Pak Hadi. "Pa ... aku mau pesta ulangtahunku besok dirayakan di pantai," kata Anggita tanpa memperdulikan Arka yang sedang berbicara dengan papanya.&nbs

  • Senja yang Ternoda   Pertemuan yang Tertunda

    Setelah pembicaraan dengan Nanta pagi tadi, Tiara jadi enggan bertemu dengan Nanta. Dia marah, kenapa Nanta harus berandai-andai tentang sesuatu yang buruk soal hubungannya dengan Arka. Bahkan, dia pun tak cukup baik mengenal Arka. Hanya bertemu beberapa kali, itupun secara tak sengaja, saat Nanta bertamu kerumahnya, dan kebetulan Tiara dan Arka baru pulang dari pantai. Waktu makan siang tiba, Bapak, Ibu, Tiara dan Nanta makan bersama. Disepanjang acara makan itu, tak sekalipun Tiara membuka suara, ia hanya fokus pada makanan yang ada dihadapannya. Menyuap dengan cepat, agar dia bisa segera meninggalkan meja makan. Nanta tampak sedikit canggung, mungkin merasa tidak enak dengan sikap Tiara. Dia menyendok makanan dengan pelan sekali. Ibu yang melihat itu, kemudian bertanya pada Nanta. "Apa makanannya tidak enak, Nak Nan

  • Senja yang Ternoda   Anggita Merayu Nanta

    Hari telah petang, ketika Nanta tiba di kosannya. Perjalanan yang lumayan jauh, membuatnya sangat lelah. Mandi adalah hal pertama yang ingin dilakukannya saat sampai di kamar. Gemericik air dari dalam kamar mandi, terdengar, setelah beberapa menit Nanta memasuki kamar kost nya. Sekitar lima belas menit, Nanta berada di kamar mandi. Rasanya ingin berlama-lama disana, mengingat cuaca panas yang seharian dia rasakan ko sepanjang perjalanan dari rumah Tiara. Dering ponsel membuat Nanta terpaksa menyudahi aktivitas mandinya.Dengan badan yang hanya dililit handuk, dia segera menjawab panggilan dari mamanya. "Halo, asalamualaikum, Ma." "Waalaikumsalam, kamu sudah sampai, sayang?" tanya mamanya. "Sudah Ma, mungkin s

  • Senja yang Ternoda   Musibah tak Terduga

    Malam itu, Tiara tidur dengan gelisah, berulang kali dia terbangun karena mimpi buruk. Yang terakhir, dia bermimpi, Bapak sedang berdiri, meminta tolong dari kepungan api yang berkobar. Tiara tak dapat berbuat apa-apa. Mimpi itu seperti nyata. Tak henti-hentinya Tiara beristighfar, semoga mimpi tadi hanyalah bunga tidur belaka. Karena mata yang sepertinya enggan lagi terpejam. Tiara memutuskan untuk Sholat dan berdoa meminta pertolongan dan keselamatan kepada Allah SWT.***** "Bu ... Bu Asih ... Bapak ... Bapak, Bu!" Pak Dirman lari tergopoh-gopoh menemui Bu Asih dan Tiara yang sedang merawat bunga di halaman. "Tenang dulu, Pak ... ini, diminum dulu." Ibu menyodorkan segelas air putih.&

  • Senja yang Ternoda   Perpisahan di Ujung Senja

    Semburat jingga terlukis indah di ufuk barat. Semilir angin menyapu lembut wajah Tiara yang tak henti mengagumi ciptaan sang Pencipta. Perlahan, dia menyusuri pantai yang penuh kenangan ini. Sesekali berhenti untuk memungut kerang yang kadang terlihat saat tersapu ombak. Ah ... berada di sini seakan memaksa Tiara untuk kembali ke masa yang lampau. Saat dengan begitu erat Arka menggenggam tangannya, dan berjanji akan setia. Berdua, mereka tertawa, berlarian di atas pasir putih yang terhampar di sepanjang bibir pantai. Bermain ayunan yang bertiangkan dua pohon kelapa yang berjejer. Tiara akan menjerit ketakutan saat Arka dengan sengaja mendorong ayunan itu sedikit kuat. Kemudian Tiara pura-pura marah dan mendiamkan Arka. Tak lama Arka menyodorkan kelapa muda sambil memohon maaf. "Sebagai permintaan maaf ... kupe

  • Senja yang Ternoda   Pertemuan Dua Keluarga

    "Tiara ... bangun, udah subuh, anak gadis nggak boleh males, ayo cepetan." Ibu menyentuh lembut pipi Tiara. "Loh, badan kamu panas, Tiara, kamu sakit?" tanya Ibu khawatir. "Emmhhh ...," Tiara menggeliat kemudian mengucek mata,"nggak kok Bu, cuma pusing dikit." Tiara duduk, sambil memijit kedua pelipisnya. "Ya udah, sana, ambil wudhu terus sholat. Kalau pusing, nanti nggak usah bantu Ibu, tidur lagi aja." kata Ibu sambil berjalan keluar kamar. Tiara mengikuti langkah Ibunya. Sampai di dapur, Ibu membuat teh dan menyiapkan sarapan untuk Ayah. Sedangkan Tiara ke kamar mandi untuk berwudhu. Sebenarnya sehabis sholat, Tiara ingin tiduran lagi, seperti pesan Ibunya tadi. Rasa pusingnya belum juga reda. Tapi, Tiara juga tidak tega kalau membiarkan Ibu menge

  • Senja yang Ternoda   Pura-pura Pacaran

    #Bab : 3 Pasir putih di hadapan Tiara penuh dengan coretan. Diantara begitu banyak coretan tak bermakna, ada satu nama yang tergores di sana, Arka. Hanya nama itu yang tertulis. Di alam bawah sadarnya pun, nama Arka telah terpatri begitu kuatnya. "Kamu masih setia menunggunya, Tiara?" tanya Nanta, yang tanpa disadari, sudah berdiri di samping Tiara. "Aku akan selalu menunggunya, Nanta. Karena aku yakin, Arka akan menepati janjinya," jawab Tiara. "Bahkan ketika dia menghilang begitu saja, tanpa sekalipun memberi kabar padamu?" tanya Nanta dengan nada mengejek. "Dari mana kamu tau kalau Arka tak pernah memberi kabar?" tanya Tiara keheranan. Karena selama ini, setiap Nanta bertanya tentang Arka, dia selalu berbohong dengan mengatakan hubungannya den

Bab terbaru

  • Senja yang Ternoda   Musibah tak Terduga

    Malam itu, Tiara tidur dengan gelisah, berulang kali dia terbangun karena mimpi buruk. Yang terakhir, dia bermimpi, Bapak sedang berdiri, meminta tolong dari kepungan api yang berkobar. Tiara tak dapat berbuat apa-apa. Mimpi itu seperti nyata. Tak henti-hentinya Tiara beristighfar, semoga mimpi tadi hanyalah bunga tidur belaka. Karena mata yang sepertinya enggan lagi terpejam. Tiara memutuskan untuk Sholat dan berdoa meminta pertolongan dan keselamatan kepada Allah SWT.***** "Bu ... Bu Asih ... Bapak ... Bapak, Bu!" Pak Dirman lari tergopoh-gopoh menemui Bu Asih dan Tiara yang sedang merawat bunga di halaman. "Tenang dulu, Pak ... ini, diminum dulu." Ibu menyodorkan segelas air putih.&

  • Senja yang Ternoda   Anggita Merayu Nanta

    Hari telah petang, ketika Nanta tiba di kosannya. Perjalanan yang lumayan jauh, membuatnya sangat lelah. Mandi adalah hal pertama yang ingin dilakukannya saat sampai di kamar. Gemericik air dari dalam kamar mandi, terdengar, setelah beberapa menit Nanta memasuki kamar kost nya. Sekitar lima belas menit, Nanta berada di kamar mandi. Rasanya ingin berlama-lama disana, mengingat cuaca panas yang seharian dia rasakan ko sepanjang perjalanan dari rumah Tiara. Dering ponsel membuat Nanta terpaksa menyudahi aktivitas mandinya.Dengan badan yang hanya dililit handuk, dia segera menjawab panggilan dari mamanya. "Halo, asalamualaikum, Ma." "Waalaikumsalam, kamu sudah sampai, sayang?" tanya mamanya. "Sudah Ma, mungkin s

  • Senja yang Ternoda   Pertemuan yang Tertunda

    Setelah pembicaraan dengan Nanta pagi tadi, Tiara jadi enggan bertemu dengan Nanta. Dia marah, kenapa Nanta harus berandai-andai tentang sesuatu yang buruk soal hubungannya dengan Arka. Bahkan, dia pun tak cukup baik mengenal Arka. Hanya bertemu beberapa kali, itupun secara tak sengaja, saat Nanta bertamu kerumahnya, dan kebetulan Tiara dan Arka baru pulang dari pantai. Waktu makan siang tiba, Bapak, Ibu, Tiara dan Nanta makan bersama. Disepanjang acara makan itu, tak sekalipun Tiara membuka suara, ia hanya fokus pada makanan yang ada dihadapannya. Menyuap dengan cepat, agar dia bisa segera meninggalkan meja makan. Nanta tampak sedikit canggung, mungkin merasa tidak enak dengan sikap Tiara. Dia menyendok makanan dengan pelan sekali. Ibu yang melihat itu, kemudian bertanya pada Nanta. "Apa makanannya tidak enak, Nak Nan

  • Senja yang Ternoda   Perjodohan yang Tak Mungkin Ditolak

    Arka menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur, setelah melempar jasnya ke sofa. Sungguh, hari ini, ia sangat lelah sekali. Setelah seharian meeting bersama rekan bisnis, ia harus menuju ke pantai untuk menghadiri pesta ulang tahun Anggita, putri Pak Hadi Winata, pejabat sekaligus pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Meski tak menolak perjodohan yang ditawarkan Pak Hadi, tapi dia tak menyangka, di pestanya tadi, Anggita mengumumkan dirinya sebagai calon suami. Bukankah baru seminggu yang lalu, pertemuannya dengan Anggita terjadi. Saat itu, Arka yang sedang berbicara dengan Pak Hadi, dikejutkan dengan kedatangan gadis cantik yang tiba-tiba masuk ke ruang kerja Pak Hadi. "Pa ... aku mau pesta ulangtahunku besok dirayakan di pantai," kata Anggita tanpa memperdulikan Arka yang sedang berbicara dengan papanya.&nbs

  • Senja yang Ternoda   Pengkhianatan Arka

    Seminggu yang lalu ... "Bro, nanti datang kan ke pesta ulang tahun Anggita?" Anto menepuk punggung Nanta. Nanta yang sedang fokus ke layar ponsel sedikit tersentak. Segera dia menutup ponsel. Namun, sepertinya Anto sudah melihatnya. "Eh, tunggu ... tunggu ... siapa foto gadis cantik tadi?" tanya Anto berusaha merebut ponsel Nanta. "Bukan siapa-siapa. Oh ya, tadi kamu ngomong apa?" ujar Nanta berusaha mengalihkan pembicaraan. " kamu ikut kepesta ulang tahun Anggita, kan? pestanya di pantai." jawab Anto. Nanta tidak menjawab pertanyaan sahabatnya. Sebenarnya ia malas datang kepesta itu. "Buk ... bakso dan es teh ya

  • Senja yang Ternoda   Pura-pura Pacaran

    #Bab : 3 Pasir putih di hadapan Tiara penuh dengan coretan. Diantara begitu banyak coretan tak bermakna, ada satu nama yang tergores di sana, Arka. Hanya nama itu yang tertulis. Di alam bawah sadarnya pun, nama Arka telah terpatri begitu kuatnya. "Kamu masih setia menunggunya, Tiara?" tanya Nanta, yang tanpa disadari, sudah berdiri di samping Tiara. "Aku akan selalu menunggunya, Nanta. Karena aku yakin, Arka akan menepati janjinya," jawab Tiara. "Bahkan ketika dia menghilang begitu saja, tanpa sekalipun memberi kabar padamu?" tanya Nanta dengan nada mengejek. "Dari mana kamu tau kalau Arka tak pernah memberi kabar?" tanya Tiara keheranan. Karena selama ini, setiap Nanta bertanya tentang Arka, dia selalu berbohong dengan mengatakan hubungannya den

  • Senja yang Ternoda   Pertemuan Dua Keluarga

    "Tiara ... bangun, udah subuh, anak gadis nggak boleh males, ayo cepetan." Ibu menyentuh lembut pipi Tiara. "Loh, badan kamu panas, Tiara, kamu sakit?" tanya Ibu khawatir. "Emmhhh ...," Tiara menggeliat kemudian mengucek mata,"nggak kok Bu, cuma pusing dikit." Tiara duduk, sambil memijit kedua pelipisnya. "Ya udah, sana, ambil wudhu terus sholat. Kalau pusing, nanti nggak usah bantu Ibu, tidur lagi aja." kata Ibu sambil berjalan keluar kamar. Tiara mengikuti langkah Ibunya. Sampai di dapur, Ibu membuat teh dan menyiapkan sarapan untuk Ayah. Sedangkan Tiara ke kamar mandi untuk berwudhu. Sebenarnya sehabis sholat, Tiara ingin tiduran lagi, seperti pesan Ibunya tadi. Rasa pusingnya belum juga reda. Tapi, Tiara juga tidak tega kalau membiarkan Ibu menge

  • Senja yang Ternoda   Perpisahan di Ujung Senja

    Semburat jingga terlukis indah di ufuk barat. Semilir angin menyapu lembut wajah Tiara yang tak henti mengagumi ciptaan sang Pencipta. Perlahan, dia menyusuri pantai yang penuh kenangan ini. Sesekali berhenti untuk memungut kerang yang kadang terlihat saat tersapu ombak. Ah ... berada di sini seakan memaksa Tiara untuk kembali ke masa yang lampau. Saat dengan begitu erat Arka menggenggam tangannya, dan berjanji akan setia. Berdua, mereka tertawa, berlarian di atas pasir putih yang terhampar di sepanjang bibir pantai. Bermain ayunan yang bertiangkan dua pohon kelapa yang berjejer. Tiara akan menjerit ketakutan saat Arka dengan sengaja mendorong ayunan itu sedikit kuat. Kemudian Tiara pura-pura marah dan mendiamkan Arka. Tak lama Arka menyodorkan kelapa muda sambil memohon maaf. "Sebagai permintaan maaf ... kupe

DMCA.com Protection Status