Beranda / Romansa / Senja yang Ternoda / Anggita Merayu Nanta

Share

Anggita Merayu Nanta

Penulis: Dian Dra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

       Hari telah petang, ketika Nanta tiba di kosannya. Perjalanan yang lumayan jauh, membuatnya sangat lelah. Mandi adalah hal pertama yang ingin dilakukannya saat sampai di kamar.

       Gemericik air dari dalam kamar mandi, terdengar, setelah beberapa menit Nanta memasuki kamar kost nya. Sekitar lima belas menit, Nanta berada di kamar mandi. Rasanya ingin berlama-lama disana, mengingat cuaca panas yang seharian dia rasakan ko sepanjang perjalanan dari rumah Tiara.

      Dering ponsel membuat Nanta terpaksa menyudahi aktivitas mandinya.

Dengan badan yang hanya dililit handuk, dia segera menjawab panggilan dari mamanya.

      "Halo, asalamualaikum, Ma." 

      "Waalaikumsalam, kamu sudah sampai, sayang?" tanya mamanya.

      "Sudah Ma, mungkin sekitar tiga puluh menit yang lalu," jawab Nanta, tangannya sibuk memilih baju di lemari.

      "Ya udah, kalau kamu udah sampai. Mama cuma memastikan itu aja kok, Asalamualaikum." 

     "Waalaikumsalam." Nanta meletakkan ponsel di atas meja. Kemudian, ia berpakaian.

      Nanta merasa lapar. Ia memang belum makan sejak berangkat dari rumah Tiara, tadi pagi. Pantesan aja cacing diperutnya udah mulai berdemo.

      Segera disambarnya kunci mobil yang berada di samping ponselnya. Nanta ingin menemui Anto, dan mengajaknya makan. 

      Sampai di depan Kost nya, Nanta dikejutkan oleh suara panggilan. Saat dia  menoleh, dia melihat Anggita yang berjalan mendekatinya.

    "Nanta, dari mana aja, kamu kok menghilang beberapa hari ini, aku kangen." tiba-tiba Anggita memeluk Nanta.

     Nanta kaget, tak pernah terfikir olehnya, Anggita akan nekad memeluknya.

     "Apa-apaan kamu, Anggita! lepaskan! apa kamu nggak malu dilihat banyak orang?" Nanta berusaha melepaskan pelukan Anggita. Namun Anggita malah makin erat memeluknya.

     "Aku nggak akan melepaskannya. Aku kangen banget, Nanta." Anggita malah mempererat pelukannya.

      "Aku mau nglepasin, kalau kamu mau janji, untuk menemaniku malam ini," imbuh Anggita.

      "Maksud kamu, apa? jangan macam-macam Anggita, aku nggak suka,", jawab Nanta, sambil terus saja berusaha melepaskan pelukan itu.

      Akhirnya Anggita menyerah, ia melepaakan pelukannya.

      "Aku hanya ingin ngobrol sama kamu, Nanta. Dari dulu kamu selalu nyuekin aku, apa salahku?" 

      "Maaf Anggita, kamu gak bersalah. Tapi aku juga gak mau dekat-,dekat kamu. Bukankah kamu udah punya calon suami?" ucap Nanta sehalus mungkin. Meskipun Anggita centil, tapi dia seperti wanita kebanyakan, yang punya sisi kelembutan.

     Tak ingin berlama-lama, Nanta segera menuju mobilnya dan segera melajukannya. Tak diperdulikan lagi Anggita yang berusaha mengejarnya. 

*****

      Nanta mulai merapikan barang bawaan dari kampung kemarin, oleh-oleh dari Orangtua Tiara. Sebenarnya dia sudah menolaknya, karena Nanta tidak akan pulang kerumah, tapi, langsung menuju kost nya. Namun, karena Orangtua Tiara memaksa, terpaksalah dia menerimanya.

      Nanta membuka satu dus, yang ternyata berisi lauk yang bisa bertahan lama, ada rendang dan sambel kering tempe kesukaannya, yang masing-masing diletakkan dalam toples yang tertutup rapat. Ada juga pepes ikan, yang sudah dipanggang, hingga meski sudah dibawa dari kemarin, tapi masih tetap enak dimakan.

     Punya lauk sebanyak itu, Nanta jadi teringat Anto, sahabat yang selalu suka memakan makanan yang dibawa Nanta dari desa. Nanta segera mengambil ponsel untuk mengirim pesan pada Anto.

     (Kesini sekarang, ada banyak makanan yang pasti bakal bikin kamu kekenyangan) tulis Nanta tanpa basa-basi. Centang biru, tak lama terlihat sahabatnya sedang mengetik balasan.

    (segera meluncur) balas Anton singkat.

      Setelah meletakkan ponselnya, Nanta teringat, dia belum masak nasi. Segera ia  mengambil beras, mencuci dan memasaknya dengan magic com.

     Tak lama, terdengarlah ketukan pintu. "tumben Anto ngetuk pintu" batin Nanta. Nanta segera membukanya, dan dia kaget saat mendapati Anggita yang berada di balik pintu itu. Dan Anggita langsung nyelonong masuk, sebelum Nanta menyadarinya.

      "Ada keperluan apa kamu kesini, Anggita? bukankah kamu sudah tau kalau tempat ini khusus untuk cowok, dan Ibu kost melarang menerima tamu cewek dikamar. Lebih baik kamu keluar Anggita, aku tidak mau ada fitnah nantinya." Nanta berusaha mengusir Anggita. 

     

      "Tenang aja Nanta, aku sudah bicara sama Ibu kost, dia gak bakal marah." 

       "Oke, sekarang cepat katakan apa tujuan kamu, aku nggak mau kamu berlama-lama di sini." tekan Nanta. Percuma bila Nanta bersikeras mengusir Anggita. Pasti Anggita akan melakukan cara lain lagi untuk bisa menemuinya.

      "Aku cuma ingin menjelaskan soal kejadian di pantai waktu itu." Anggita menjeda kalimatnya," sebenarnya aku hanya ingin membuatmu cemburu, karena aku tidak mencintainya, papaku yang menjodohkan kami."

    

      "Selama ini aku hanya mencintaimu, Nanta. Kamu juga tau itu. Bahkan rasa cinta ini hadir saat pertama kali aku bertemu denganmu."

      "Tapi, kamu nggak pernah membalas cintaku, bahkan saat aku terang-terangan menyatakan cinta, kamu dengan tegas menolaknya. Apa kurangnya aku, Nanta." Anggita berkata seakan putus asa.

      "Sekali lagi maaf, Anggita. Kamu juga tau, cinta tak kan pernah hadir dengan keterpaksaan. Dan, saat ini, aku juga sedang berjuang untuk mendapatkan hati seorang wanita. Wanita yang sudah membuat seluruh ruang di hatiku tertutup untuk cinta lain." Nanta berusaha berkata jujur untuk menyadarkan Anggita.

      "Siapa wanita yang beruntung itu, Nanta? apakah teman kampus kita?" tanya Anggita lagi. Dia tak menyangka akan menerima penolakan yang kedua kalinya. 

      "Kamu tidak mengenalnya, dia sahabat kecilku dulu, yang kini telah merubah seluruh rasaku kepadanya. Aku mencintainya." 

      "Apakah rasa cintamu tak tersisa sedikitpun untukku, Nanta? bahkan aku rela, menyerahkan segalanya padamu." 

     Anggita mulai tak bisa menjaga sikapnya. Dia benar-benar ingin mendapatkan Nanta. Dia mulai mendekati Nanta, dengan secepat kilat dia memeluk dan mencium Nanta. Nanta yang tak menyangka Anggita akan berbuat seperti itu, reflek mendorong Anggita hingga dia jatuh ke lantai.

       "Jaga sikapmu, Anggita! kamu sudah keterlaluan. Sekarang juga aku minta kamu keluar dari kamarku, keluar!" bentak Nanta. Dia sungguh kecewa kepada Anggita. Selama ini, Nanta selalu menghargai Anggita. Tapi kali ini Anggita sudah keterlaluan. Hilang sudah semua sifat lembut yang selama ini melekat dalam diri Nanta. Meski dia seorang lelaki, tapi dia juga merasa dilecehkan dengan sikap Anggita yang tak menghormatinya.

     Anggita kaget melihat kemarahan Nanta. Dia tak menyangka Nanta akan marah saat dia memeluk dan menciumnya. Anggita pikir semua lelaki sama, tak akan ada yang menolak kecantikannya. Bahkan, banyak orang yang berebut untuk mendapatkannya.

      Anggita segera bangkit, dan merapikan bajunya. Dia meringis kesakitan, karena tadi dia terhempas cukup keras dengan posisi duduk. Nanta tak ingin sedikitpun membantunya.

    "Kamu akan menyesal telah melakukan ini, Nanta!" ucap Anggita sebelum keluar dari kamar itu. 

     Di depan, Anggita berpapasan dengan Anto. 

     "Hai, Anggita ... kamu dari kamar Nanta?" sapa Anto.

      Tapi Anggita tak menjawabnya. Dia berjalan cepat menuju mobilnya. Di dalam mobil, Anggita meluapkan segala kemarahannya.

     "Kurang ajar kamu Nanta! Kamu siapa, berani-beraninya menolak Anggita. Aku bersumpah akan membuat kamu menyesal, Nantaaaaa ... !" teriaknya. Kemudian Anggita meninggalkan tempat itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
ci panda
yah yang engga kuncian abiiiiis,penasaran sama lanjutannya (T-T ) kakak ada sosmed ga? aku pingin follow biar bisa keep up ama cerita2nya kakak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Senja yang Ternoda   Musibah tak Terduga

    Malam itu, Tiara tidur dengan gelisah, berulang kali dia terbangun karena mimpi buruk. Yang terakhir, dia bermimpi, Bapak sedang berdiri, meminta tolong dari kepungan api yang berkobar. Tiara tak dapat berbuat apa-apa. Mimpi itu seperti nyata. Tak henti-hentinya Tiara beristighfar, semoga mimpi tadi hanyalah bunga tidur belaka. Karena mata yang sepertinya enggan lagi terpejam. Tiara memutuskan untuk Sholat dan berdoa meminta pertolongan dan keselamatan kepada Allah SWT.***** "Bu ... Bu Asih ... Bapak ... Bapak, Bu!" Pak Dirman lari tergopoh-gopoh menemui Bu Asih dan Tiara yang sedang merawat bunga di halaman. "Tenang dulu, Pak ... ini, diminum dulu." Ibu menyodorkan segelas air putih.&

  • Senja yang Ternoda   Perpisahan di Ujung Senja

    Semburat jingga terlukis indah di ufuk barat. Semilir angin menyapu lembut wajah Tiara yang tak henti mengagumi ciptaan sang Pencipta. Perlahan, dia menyusuri pantai yang penuh kenangan ini. Sesekali berhenti untuk memungut kerang yang kadang terlihat saat tersapu ombak. Ah ... berada di sini seakan memaksa Tiara untuk kembali ke masa yang lampau. Saat dengan begitu erat Arka menggenggam tangannya, dan berjanji akan setia. Berdua, mereka tertawa, berlarian di atas pasir putih yang terhampar di sepanjang bibir pantai. Bermain ayunan yang bertiangkan dua pohon kelapa yang berjejer. Tiara akan menjerit ketakutan saat Arka dengan sengaja mendorong ayunan itu sedikit kuat. Kemudian Tiara pura-pura marah dan mendiamkan Arka. Tak lama Arka menyodorkan kelapa muda sambil memohon maaf. "Sebagai permintaan maaf ... kupe

  • Senja yang Ternoda   Pertemuan Dua Keluarga

    "Tiara ... bangun, udah subuh, anak gadis nggak boleh males, ayo cepetan." Ibu menyentuh lembut pipi Tiara. "Loh, badan kamu panas, Tiara, kamu sakit?" tanya Ibu khawatir. "Emmhhh ...," Tiara menggeliat kemudian mengucek mata,"nggak kok Bu, cuma pusing dikit." Tiara duduk, sambil memijit kedua pelipisnya. "Ya udah, sana, ambil wudhu terus sholat. Kalau pusing, nanti nggak usah bantu Ibu, tidur lagi aja." kata Ibu sambil berjalan keluar kamar. Tiara mengikuti langkah Ibunya. Sampai di dapur, Ibu membuat teh dan menyiapkan sarapan untuk Ayah. Sedangkan Tiara ke kamar mandi untuk berwudhu. Sebenarnya sehabis sholat, Tiara ingin tiduran lagi, seperti pesan Ibunya tadi. Rasa pusingnya belum juga reda. Tapi, Tiara juga tidak tega kalau membiarkan Ibu menge

  • Senja yang Ternoda   Pura-pura Pacaran

    #Bab : 3 Pasir putih di hadapan Tiara penuh dengan coretan. Diantara begitu banyak coretan tak bermakna, ada satu nama yang tergores di sana, Arka. Hanya nama itu yang tertulis. Di alam bawah sadarnya pun, nama Arka telah terpatri begitu kuatnya. "Kamu masih setia menunggunya, Tiara?" tanya Nanta, yang tanpa disadari, sudah berdiri di samping Tiara. "Aku akan selalu menunggunya, Nanta. Karena aku yakin, Arka akan menepati janjinya," jawab Tiara. "Bahkan ketika dia menghilang begitu saja, tanpa sekalipun memberi kabar padamu?" tanya Nanta dengan nada mengejek. "Dari mana kamu tau kalau Arka tak pernah memberi kabar?" tanya Tiara keheranan. Karena selama ini, setiap Nanta bertanya tentang Arka, dia selalu berbohong dengan mengatakan hubungannya den

  • Senja yang Ternoda   Pengkhianatan Arka

    Seminggu yang lalu ... "Bro, nanti datang kan ke pesta ulang tahun Anggita?" Anto menepuk punggung Nanta. Nanta yang sedang fokus ke layar ponsel sedikit tersentak. Segera dia menutup ponsel. Namun, sepertinya Anto sudah melihatnya. "Eh, tunggu ... tunggu ... siapa foto gadis cantik tadi?" tanya Anto berusaha merebut ponsel Nanta. "Bukan siapa-siapa. Oh ya, tadi kamu ngomong apa?" ujar Nanta berusaha mengalihkan pembicaraan. " kamu ikut kepesta ulang tahun Anggita, kan? pestanya di pantai." jawab Anto. Nanta tidak menjawab pertanyaan sahabatnya. Sebenarnya ia malas datang kepesta itu. "Buk ... bakso dan es teh ya

  • Senja yang Ternoda   Perjodohan yang Tak Mungkin Ditolak

    Arka menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur, setelah melempar jasnya ke sofa. Sungguh, hari ini, ia sangat lelah sekali. Setelah seharian meeting bersama rekan bisnis, ia harus menuju ke pantai untuk menghadiri pesta ulang tahun Anggita, putri Pak Hadi Winata, pejabat sekaligus pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Meski tak menolak perjodohan yang ditawarkan Pak Hadi, tapi dia tak menyangka, di pestanya tadi, Anggita mengumumkan dirinya sebagai calon suami. Bukankah baru seminggu yang lalu, pertemuannya dengan Anggita terjadi. Saat itu, Arka yang sedang berbicara dengan Pak Hadi, dikejutkan dengan kedatangan gadis cantik yang tiba-tiba masuk ke ruang kerja Pak Hadi. "Pa ... aku mau pesta ulangtahunku besok dirayakan di pantai," kata Anggita tanpa memperdulikan Arka yang sedang berbicara dengan papanya.&nbs

  • Senja yang Ternoda   Pertemuan yang Tertunda

    Setelah pembicaraan dengan Nanta pagi tadi, Tiara jadi enggan bertemu dengan Nanta. Dia marah, kenapa Nanta harus berandai-andai tentang sesuatu yang buruk soal hubungannya dengan Arka. Bahkan, dia pun tak cukup baik mengenal Arka. Hanya bertemu beberapa kali, itupun secara tak sengaja, saat Nanta bertamu kerumahnya, dan kebetulan Tiara dan Arka baru pulang dari pantai. Waktu makan siang tiba, Bapak, Ibu, Tiara dan Nanta makan bersama. Disepanjang acara makan itu, tak sekalipun Tiara membuka suara, ia hanya fokus pada makanan yang ada dihadapannya. Menyuap dengan cepat, agar dia bisa segera meninggalkan meja makan. Nanta tampak sedikit canggung, mungkin merasa tidak enak dengan sikap Tiara. Dia menyendok makanan dengan pelan sekali. Ibu yang melihat itu, kemudian bertanya pada Nanta. "Apa makanannya tidak enak, Nak Nan

Bab terbaru

  • Senja yang Ternoda   Musibah tak Terduga

    Malam itu, Tiara tidur dengan gelisah, berulang kali dia terbangun karena mimpi buruk. Yang terakhir, dia bermimpi, Bapak sedang berdiri, meminta tolong dari kepungan api yang berkobar. Tiara tak dapat berbuat apa-apa. Mimpi itu seperti nyata. Tak henti-hentinya Tiara beristighfar, semoga mimpi tadi hanyalah bunga tidur belaka. Karena mata yang sepertinya enggan lagi terpejam. Tiara memutuskan untuk Sholat dan berdoa meminta pertolongan dan keselamatan kepada Allah SWT.***** "Bu ... Bu Asih ... Bapak ... Bapak, Bu!" Pak Dirman lari tergopoh-gopoh menemui Bu Asih dan Tiara yang sedang merawat bunga di halaman. "Tenang dulu, Pak ... ini, diminum dulu." Ibu menyodorkan segelas air putih.&

  • Senja yang Ternoda   Anggita Merayu Nanta

    Hari telah petang, ketika Nanta tiba di kosannya. Perjalanan yang lumayan jauh, membuatnya sangat lelah. Mandi adalah hal pertama yang ingin dilakukannya saat sampai di kamar. Gemericik air dari dalam kamar mandi, terdengar, setelah beberapa menit Nanta memasuki kamar kost nya. Sekitar lima belas menit, Nanta berada di kamar mandi. Rasanya ingin berlama-lama disana, mengingat cuaca panas yang seharian dia rasakan ko sepanjang perjalanan dari rumah Tiara. Dering ponsel membuat Nanta terpaksa menyudahi aktivitas mandinya.Dengan badan yang hanya dililit handuk, dia segera menjawab panggilan dari mamanya. "Halo, asalamualaikum, Ma." "Waalaikumsalam, kamu sudah sampai, sayang?" tanya mamanya. "Sudah Ma, mungkin s

  • Senja yang Ternoda   Pertemuan yang Tertunda

    Setelah pembicaraan dengan Nanta pagi tadi, Tiara jadi enggan bertemu dengan Nanta. Dia marah, kenapa Nanta harus berandai-andai tentang sesuatu yang buruk soal hubungannya dengan Arka. Bahkan, dia pun tak cukup baik mengenal Arka. Hanya bertemu beberapa kali, itupun secara tak sengaja, saat Nanta bertamu kerumahnya, dan kebetulan Tiara dan Arka baru pulang dari pantai. Waktu makan siang tiba, Bapak, Ibu, Tiara dan Nanta makan bersama. Disepanjang acara makan itu, tak sekalipun Tiara membuka suara, ia hanya fokus pada makanan yang ada dihadapannya. Menyuap dengan cepat, agar dia bisa segera meninggalkan meja makan. Nanta tampak sedikit canggung, mungkin merasa tidak enak dengan sikap Tiara. Dia menyendok makanan dengan pelan sekali. Ibu yang melihat itu, kemudian bertanya pada Nanta. "Apa makanannya tidak enak, Nak Nan

  • Senja yang Ternoda   Perjodohan yang Tak Mungkin Ditolak

    Arka menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur, setelah melempar jasnya ke sofa. Sungguh, hari ini, ia sangat lelah sekali. Setelah seharian meeting bersama rekan bisnis, ia harus menuju ke pantai untuk menghadiri pesta ulang tahun Anggita, putri Pak Hadi Winata, pejabat sekaligus pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Meski tak menolak perjodohan yang ditawarkan Pak Hadi, tapi dia tak menyangka, di pestanya tadi, Anggita mengumumkan dirinya sebagai calon suami. Bukankah baru seminggu yang lalu, pertemuannya dengan Anggita terjadi. Saat itu, Arka yang sedang berbicara dengan Pak Hadi, dikejutkan dengan kedatangan gadis cantik yang tiba-tiba masuk ke ruang kerja Pak Hadi. "Pa ... aku mau pesta ulangtahunku besok dirayakan di pantai," kata Anggita tanpa memperdulikan Arka yang sedang berbicara dengan papanya.&nbs

  • Senja yang Ternoda   Pengkhianatan Arka

    Seminggu yang lalu ... "Bro, nanti datang kan ke pesta ulang tahun Anggita?" Anto menepuk punggung Nanta. Nanta yang sedang fokus ke layar ponsel sedikit tersentak. Segera dia menutup ponsel. Namun, sepertinya Anto sudah melihatnya. "Eh, tunggu ... tunggu ... siapa foto gadis cantik tadi?" tanya Anto berusaha merebut ponsel Nanta. "Bukan siapa-siapa. Oh ya, tadi kamu ngomong apa?" ujar Nanta berusaha mengalihkan pembicaraan. " kamu ikut kepesta ulang tahun Anggita, kan? pestanya di pantai." jawab Anto. Nanta tidak menjawab pertanyaan sahabatnya. Sebenarnya ia malas datang kepesta itu. "Buk ... bakso dan es teh ya

  • Senja yang Ternoda   Pura-pura Pacaran

    #Bab : 3 Pasir putih di hadapan Tiara penuh dengan coretan. Diantara begitu banyak coretan tak bermakna, ada satu nama yang tergores di sana, Arka. Hanya nama itu yang tertulis. Di alam bawah sadarnya pun, nama Arka telah terpatri begitu kuatnya. "Kamu masih setia menunggunya, Tiara?" tanya Nanta, yang tanpa disadari, sudah berdiri di samping Tiara. "Aku akan selalu menunggunya, Nanta. Karena aku yakin, Arka akan menepati janjinya," jawab Tiara. "Bahkan ketika dia menghilang begitu saja, tanpa sekalipun memberi kabar padamu?" tanya Nanta dengan nada mengejek. "Dari mana kamu tau kalau Arka tak pernah memberi kabar?" tanya Tiara keheranan. Karena selama ini, setiap Nanta bertanya tentang Arka, dia selalu berbohong dengan mengatakan hubungannya den

  • Senja yang Ternoda   Pertemuan Dua Keluarga

    "Tiara ... bangun, udah subuh, anak gadis nggak boleh males, ayo cepetan." Ibu menyentuh lembut pipi Tiara. "Loh, badan kamu panas, Tiara, kamu sakit?" tanya Ibu khawatir. "Emmhhh ...," Tiara menggeliat kemudian mengucek mata,"nggak kok Bu, cuma pusing dikit." Tiara duduk, sambil memijit kedua pelipisnya. "Ya udah, sana, ambil wudhu terus sholat. Kalau pusing, nanti nggak usah bantu Ibu, tidur lagi aja." kata Ibu sambil berjalan keluar kamar. Tiara mengikuti langkah Ibunya. Sampai di dapur, Ibu membuat teh dan menyiapkan sarapan untuk Ayah. Sedangkan Tiara ke kamar mandi untuk berwudhu. Sebenarnya sehabis sholat, Tiara ingin tiduran lagi, seperti pesan Ibunya tadi. Rasa pusingnya belum juga reda. Tapi, Tiara juga tidak tega kalau membiarkan Ibu menge

  • Senja yang Ternoda   Perpisahan di Ujung Senja

    Semburat jingga terlukis indah di ufuk barat. Semilir angin menyapu lembut wajah Tiara yang tak henti mengagumi ciptaan sang Pencipta. Perlahan, dia menyusuri pantai yang penuh kenangan ini. Sesekali berhenti untuk memungut kerang yang kadang terlihat saat tersapu ombak. Ah ... berada di sini seakan memaksa Tiara untuk kembali ke masa yang lampau. Saat dengan begitu erat Arka menggenggam tangannya, dan berjanji akan setia. Berdua, mereka tertawa, berlarian di atas pasir putih yang terhampar di sepanjang bibir pantai. Bermain ayunan yang bertiangkan dua pohon kelapa yang berjejer. Tiara akan menjerit ketakutan saat Arka dengan sengaja mendorong ayunan itu sedikit kuat. Kemudian Tiara pura-pura marah dan mendiamkan Arka. Tak lama Arka menyodorkan kelapa muda sambil memohon maaf. "Sebagai permintaan maaf ... kupe

DMCA.com Protection Status