Alhamdulilah pencarian buku hari ini tidak sia sia, dapet tiga buku sekaligus tanpa pikir panjang gue langsung ke photocopy karena gue tahu bapak botak enggak bakal mau kalau sumbernya hanya di foto saja.
Si botak itu tipe tipe dosen yang bikin bangkrut uang mahasiswa, kalau biasanya ada dosen yang nerima sumbernya hanya di foto saja. Berbeda dengan si botak sumber yang diperoleh harus berupa hard cover. Apa di kampus kalian ada dosen yang seperti itu guys? Kalaupun ada oke kita satu server.
"Pak, permisi saya mau photocopy buku ini mulai halaman 90 sampai halaman 150 seperti biasa ya Pak, bolak balik diperkecil dan tentunya kertas coklat." jelasku pada bapak photocopy.
"Asiap Neng."
"Gile lu mah In, sudah kertas coklat diperkecil pula kasihan mata pak Andra bisa makin minus dah si doi. Hahaha." Gita tertawa terbahak-bahak
"Iya gimana lagi Git lu tahu sendiri ini 'kan mau UAS harus pintar dalam mengirit uang. Salah sendirilah doi jadi orang kejam banget. Padahal Emaknya baik banget GIt bedalah sama anaknya itu." jengkel mengingat semua tingkah laku menyebalkannya si botak.
***
Setelah selesai dari kampus sebelah gue dan Gita mampir dulu ke Cafenya Dion's. Cafe ini letaknya tidak jauh dari kampus gue paling jaraknya cuman tiga meter. Tata letak yang pas dan sangat nyaman menjadi daya tarik sendiri bagi siapaun yang kesini. Selain itu ownernya itu temen abangnya Gita jadi ya lumayanlah dapet diskonan. Mahasiswa dan diskon pasti tidak bisa dijauhkan guys.
Tapi yang kadang bikin aku enggak suka jajan di sini Kak Dito owner cafe ini selalu menggodaku dengan candaanya. Kata Gita kak Dito orangnya emang kayak gitu suka tebar pesona.
Namun, kali ini seperti serius gue bisa liat dari ucapannya yang tulus. Gue enggak mungkin natap kita karena kita harus menundukkan pandangannya.
Pernah dulu ada anak kampus yang jajan ke cafe ini dan menggoda kak Dito, respon dari kak Dito 90 derajat dia menjauh dan lebih memilih ngobrol dengan Gita dan gue.
"Assalamu'alaikum Gita dan Ina calon ibu dari anakku nanti. Habis dari mana nih kelihatannya capek banget ya?" sapa Dito owner Cafe Dion's
"Wa'alaikumsalam kak Dito." jawab kami serempek
"Udah deh bang Dit, kalau lu serius datang ke rumah dia lamar anak gadis orang jangan suka main tebar pesona doang. Keburu sahabat gue ini di ambil orang baru lu nyesel dah."
"Bentar lagi. Sabar ya calon bini, calon imammu ini bentar lagi mau sidang tesis habis itu baru deh abang ke rumahnya Ina."
Ouh iya selain pemilik cafe semangat kak Dito dalam mencari ilmu dapet diacungi jempol guys. Coba bayangkan di usia yang dulu baru menginjak 23 tahun setelah lulus strata satu jurusan Ekonomi kak Dito langsung melanjutkan strata 2 dengan jurusan yang sama Manajemen Ekonomi. Sekarang kak Dito sudah selesai mengerjakan tesisnya tinggal menunggu panggilan sidang.
"Ish kak Dito, jangan gitu kalau bercanda, nanti orang yang denger jadi salah paham. Lu juga Git jangan gitu kak Dito 'kan tadi hanya bercanda jangan di tanggapi serius." berharap ucapan kak Dito tadi hanya candaan semata.
"Abang serius loh In, ya udah kalau kamu enggak percaya abang bakal buktiin ke kamu tapi tunggu ya setelah abang selesai sidang tesis nanti."
***
Perkenalkan gue Dito Prayoga tapi biasa dipanggil Dito, mulai awal merintis cafe ini saat gue masih duduk di bangku kuliah strata satu. Sebelum sidang skripsi gue mikir jurusan gue ini seharusnya kan jadi ladang pencaharian banyak orang. Nah untuk itu gue punya ide dan taraaa alhamdulillah gue sekarang punya cafe ya walau masih kecil kecilan sih. Gue duduk di ruang kerja sambil meriksa keadaan cafe lewat cctv.
Layinah ya nama itu yang menyita hidupku mulai sekarang. Sosok perempuan dari sahabatnya adik temen gue, kata orang cinta pada pandangan pertama itu jarang sekali terjadi atau bahkan gue dulu sering menampiknya. Perempuan dengan balutan gamis dan juga khimar yang menutupi kepalanya menambah kesan anggun pada diri gadis itu.
Rasa penasaran itu muncul dan gue bangkit dari sana buat menyapa Gita sahabat temen gue.
"Assalamualaikum Gita yang imut selamat datang di cafe Dion's, wah lu kesini sama siapa dek? Kenalin dong ke abangmu yang guanteng ini." tingkat kepercayaan gue emang diatas rata rata.
"Waalaikumsalam." jawab mereka berdua.
"Kenalin ini Layinah, Bang biasa di panggil Ina, terserah deh Abang mau panggil apa." kata Gita sambil memperkenalkan temannya.
"Salam kenal Bang, saya Ina." ucap Layinah sambil menelangkupkan kedua tangannya.
Gue tahu sih dalam agama Islam memang melarang perempuan dan laki laki berjabat tangan tidak dengan mahromnya. Suaranya ternyata lembut banget sesuailah dengan orangnya yang cantik jelita.
Astagfirullah jaga mata Dito inget perempuan di depan kamu ini harus kamu lindungi kalau perlu kamu halalin sekalian.
"Ehhh... iya salam kenal juga gue Dito, jangan formal ya kayak mau ke siapa aja. Gue ini sahabat baik Abangnya si Gita yang ada di sebelah lu. Jurusan apa nih Dek Ina?" kataku dengan akrab.
"Eum... gue satu kelas sama Gita kak."
"Kalian mau pesan apa nih? Nanti gue masakin khusus buat kalian berdua."
"Tumben nih seorang bang Dito mau masak langsung buat pelanggannya biasanya abang cuman meracik doang? Gue seperti mencium aroma modus disini pemirsa." Hidungnya Gita kayak babi yang lagi ngendus.
"Aish... 'kan lu adalah tamu spesial nih, enggak lupa 'kan kalau gue ini temen abang lu, Git?" Gita ini paling jago kalau soal modus memodus karena dia belajar dari abangnya yang playboy.
"Bisa ae lu, Bang, bilang aja terus terang sama sahabat gue 'In, gue mau modusin lu' si Ina ini lemot Bang dalam kode kodean kayak gini. Jangan lu, sikat juga bang, banyak yang naksir nih." salah satunya Abang Gita sendiri batinnya dalam hati.
"Gue pesen milk shake yang rasa coklat satu ya Bang, lu mau pesen apa Git?" tanya Layinah pada Gita yang asik memainkan ponselnya.
"Gue pesen rasa yang gratis ada bang?" ucap Gita masih asik dengan ponsel.
"Kalau buat lu enggak ada tapi kalau buat temen lu pasti ada kok Dek, kenapa enggak pesen rasa cintaku padamu aja? Tak kasih gratisss beserta orangnya deh." goda Dito
"Udah sana buatin aja Bang, kita disini cari udara seger loh bukan cari gombalan Abang. Gue milk shake rasa stowberry dan Ina milk shake coklat bang. Terima kasih bang Dito" kata Gita sambil mengusir Dito secara halus.
"Oke deh tuan putri dan calon masa depanku." lirik Dito sambil mengkode Ina.
Pov Dito***Semenjak kejadian itu setiap kali Gita dan Ina datang, gue langsung turun sekalian mau lihat calon ibu dari anak anak gue. Gue yakin rasa ini bukan sekdar rasa suka atau kagum tapi rasa ini lebih ke rasa cinta, sekarang gue lagi nunggu sidang tesis dan setelah itu gue akan bener bener melamar Ina. Karena dari informasi yang gue dapet Lutfi sahabat gue kakak dari Gita ternyata juga suka sama Ina tapi Lutfi memilih untuk menyimpan rasa itu sendiri.Lutfi tahu kalau gue lagi deketin perempuan yang dia sukai, dia hanya tersenyum dan malah mendukung gue.Hari ini gue lihat kalau Gita datang ke cafe sendirian tanpa ada Ina di sampingnya perasaan gue jadi sedih banget enggak ketemu calon bini. Tapi tak apalah gue juga mau bicara serius sama Gita ini mulai perasaan gue yang bener bener serius sama Ina. Gue sambut Gita dululah mau baikin dia biar dia mau bantu gue."Assalamualaikum, Dek Gita, kok lu sendirian sih, calon bini Abang kemana
Suasana kelas hari ini nampak sunyi belum terlihat ada tanda tanda kehidupan kalau kelas mau rame kecuali mahasiswi yang duduk paling belakang dengan balutan gamis berwarna coklat dan khimar warna biru. Sama sekali sangat tidak kontras namun begitulah adanya Ina kalau memakai pakaian pasti tidak akan kontras. Bikin sepet mata orang yang melihatnya. Dia terpaksa harus berangkat pagi karena enggak mau telat dan mendapat hukuman dari dosen botaknya sekaligus sih dia mau mengumpulkan tugas yang di berikan pak Andra."Ini orang kemana sih katanya nyuruh berangkat pagi buat ngumpulin tugas sampai sekarang belum nongol batang hidungnya." Sambil melihat jam yang ada di pergelangan tangannya.Sudah hampir 1 setengah jam Ina menunggu dosen tercinta tapi sampai sekarang belum datang juga. Ponselnya berdering melihat siapa yang menelfon sepagi ini. Orang yang di tunggu daritadi yang menelfon dirinya. Dengan penuh kesabaran dan menahan emosi Ina akhirnya mengangkat panggilan itu.
Setelah berkelut dengan pikiranku sendiri, akhirnya aku memutuskan untuk tanya langsung sama botak. Dosa gue udah banyak masak harus di tambahi suudzon mulu sama botak."Saya beneran enggak tau maksudnya pak eh Mas Andra ngasih hadiah ini, tapi ini beneran gratiskan maksudnya enggak ada udang di balik rempeyekan?" memastikan maksud dari novel pemberian Andra."Anak tante nih suudzon sama Andra, aku ngasihnya tulus kok In. Suer dah enggak ada maksud apa apa."jawab Andra sambil melirik Bundanya Layinah.Bunda menyenggol kakiku pertanda gue harus nurut apa kata emakku ini. "Inna enggak boleh kayak gitu, Andra ini kan calon suami kamu. Harus nurut dong Inn."Entah kenapa Bundaku ini selalu menjodohkan gue sama botak. Apa enggak cukup gue ketemu dia di depan rumah dan kampus, gue enggak mau kalau dia jadi suami gue."Ouh tidakkk.....siapapun tolong selamatin gue. Bawain calon suami yang waras, enggak kayak botak ini." batinku sambil membayangkan.
Gita melihat abangnya seperti itu jadi kasihan dan tahu rasanya memendam perasaan bersalah dan perasaan cinta yang begitu dalam pada mantannya sekaligus sahabatnya sendiri. Lutfi abang dari Gita tahu setiap hari selalu memandang foto masa lalu bersama sang mantan. "Bang kenapa sih lu enggak ijinin gue bilang perasaaan lu yang sebanarnya sama Ina, abang tahu sendiri kan kalau Ina juga masih cinta sama lu." ucap gita dengan gemas. "Dek, abang itu enggak mau mengulang kesalahan yang sama. Abang pengin lihat Ina bahagia dengan Dito." jawab Lutfi sambil menghela nafas. Gita rasanya pengin nimpuk abangnya pakai bantal seberat 5kg, kenapa sih enggak sadar-sadar kalau mereka itu saling menyakiti satu sama lain. "Tap-pi bang, Ina baru bisa bahagia kalau sama abangku yang pinter tapi lemot, rese, menyebalkan. Kalian apa enggak sadar udah menyakiti perasaan satu sama lain?" teriak Gita. "Balikan bang! Balikan aja Ya Allah tapi balikannya abang serius jadiin
Mentari di ufuk timur akan segera muncul, menandakan semua aktifitas pagi akan segera di mulai. Bunda sudah siap-siap buat membangunkan anak kesayangannya, siapa lagi kalau bukan Layinah. Gadis manis nan imut tapi terkadang menyebalkan. Bunda mengetuk kamar putrinya tapi enggak ada tanda-tanda anaknya sudah bangun. Dengan insting seorang ibu, akhirnya Bunda membawa seekor hewan berbulu yang menggemaskan yaitu kucing dan di taruh di depan pintu kamar putrinya. Layinah ini sangat takut dengan kucing karena waktu kecil dia pernah di cakar, sampai sekarang jadi takut kalau ketemu kucing. Bunda mencari seekor kucing di depan teras rumahnya "Pus....pus....pus kamu di mana Cing kemari dong, Bunda punya ikan asin nih." Andra selesai joging di sekitar rumahnya dan melihat Bundanya Layinah langsung menyapa "Tante Ika lagi cari kucing siapa? Setahu saya di rumah kalian enggak melihara kucing." Pikir Andra. "Iya nak Andra kami enggak punya kucing ini loh tante ma
Mentari di ufuk timur akan segera muncul, menandakan semua aktifitas pagi akan segera di mulai. Bunda sudah siap-siap buat membangunkan anak kesayangannya, siapa lagi kalau bukan Layinah. Gadis manis nan imut tapi terkadang menyebalkan. Bunda mengetuk kamar putrinya tapi enggak ada tanda-tanda anaknya sudah bangun. Dengan insting seorang ibu, akhirnya Bunda membawa seekor hewan berbulu yang menggemaskan yaitu kucing dan di taruh di depan pintu kamar putrinya. Layinah ini sangat takut dengan kucing karena waktu kecil dia pernah di cakar, sampai sekarang jadi takut kalau ketemu kucing. Bunda mencari seekor kucing di depan teras rumahnya "Pus....pus....pus kamu di mana Cing kemari dong, Bunda punya ikan asin nih." Andra selesai joging di sekitar rumahnya dan melihat Bundanya Layinah langsung menyapa "Tante Ika lagi cari kucing siapa? Setahu saya di rumah kalian enggak melihara kucing." Pikir Andra. "Iya nak Andra kami enggak punya kucing ini loh tante mau cari k
Sarapan pagi berlangsung dengan lancar tanpa ada yang mengbrol saat makan, tanpa ada bantahan celotehan dari Ina. Biasanya kalau lagi makan seperti ini Ina akan berbicara soal mata kuliah yang susah, dosen yang pelit, teman sekelas yang menyebalkan. Tapi kali ini Ina diam seribu bahasa malu ada Andra ikut sarapan pagi dan duduk di sampingnya. "Alhamdulillah, masakan tante Ika beneran juara deh pokoknya mah top markotop" ucap Andra sambil mengacungkan jempolnya. "Tante seneng loh kalau nak Andra suka sekali sama masakan tante tapi sayang banget anak tante enggak mau belajar masak." jawab Bunda sambil menyindir anaknya. Ina yang melihat hal ini langsung dongkol mendengar jawaban bundanya, "Gimana mau belajar kalau setiap mau bantu selalu dilarang." batin Ina "Sudah...sudah ayo Ina dan nak Andra siap-siap dulu kalian kan harus ke kampus." Ayah menengahi biar tidak terjadi drama pagi ini. Andra bangkit dari kursinya, "terima kasih Tante Ika dan Om
Semua sudah siap tinggal mengeluarkan si Koala motor kesayangan gue habis itu langsung deh ke kampus, sebelum itu gue harus pamitan sama Bunda biar bagiamanapun doa orang tua di atas segelanya, "Bunda kalau gitu Inna pergi kuliah dulu ya, doakan putrimu bisa menyerap ilmu hari ini. Assalamu'alaikum warahmatullah hiwabaraktuh Bunda." ucapku sambil mencium tangan Bunda. "Iya nak, bunda selalu mendoakan yang terbaik buat putri kesayangan bunda ini, Wa'alaikumsalam warahmatullah hiawabarakatuh hati-hati di jalan." *** Keadaan kelas masih terbilang sepi baru ada 5 temen sekalasku yang datang tapi Gita belum ada batang idungnya. "Apa gue coba telfon aja dia posisinya di rumah atau di jalan, kalau di rumah lumayan bisa lihat mantan. Eh...astagfirullah." ucapku sambil senyum sendiri. "Git, lu ada dimana sih? Masih di rumah atau di jalan?" "Ini gue lagi di jalan di antar sama mantan lu. Motor