Suasana kelas hari ini nampak sunyi belum terlihat ada tanda tanda kehidupan kalau kelas mau rame kecuali mahasiswi yang duduk paling belakang dengan balutan gamis berwarna coklat dan khimar warna biru. Sama sekali sangat tidak kontras namun begitulah adanya Ina kalau memakai pakaian pasti tidak akan kontras. Bikin sepet mata orang yang melihatnya. Dia terpaksa harus berangkat pagi karena enggak mau telat dan mendapat hukuman dari dosen botaknya sekaligus sih dia mau mengumpulkan tugas yang di berikan pak Andra.
"Ini orang kemana sih katanya nyuruh berangkat pagi buat ngumpulin tugas sampai sekarang belum nongol batang hidungnya." Sambil melihat jam yang ada di pergelangan tangannya.
Sudah hampir 1 setengah jam Ina menunggu dosen tercinta tapi sampai sekarang belum datang juga. Ponselnya berdering melihat siapa yang menelfon sepagi ini. Orang yang di tunggu daritadi yang menelfon dirinya. Dengan penuh kesabaran dan menahan emosi Ina akhirnya mengangkat panggilan itu.
"Heh anak kecil saya hari ini enggak masuk, kamu belum ke kampus kan? Soalnya saya liat motor kamu masih di rumah. Saya hari ini harus mengisi acara seminar, lupa tadi malem mau kabarin kamu."
"Assalamu'alaikum Bapak Andra yang terhormat, saya sudah di kampus dan 1 setengah jam saya nunggu bapak. Kenapa baru sekarang baru ngasih tahu?" sambil menahan emosi.
"Wa'alaikumsalam loh kamu sudah di kampus, wah rajin sekali mahasiswi saya yang satu ini. Ya udah tugasnya kamu simpan nanti sepulang kuliah kasih ke Emak saya aja. Sekalian kasih tahu temen temen yang lain kalau hari ini saya izin enggak masuk. Nanti tugasnya saya kasih ke komting kamu saja ya In." Jawab Andra dengan santainya
Tahan emosi Ina tahan, hembuskan keluarkan hembuskan lagi keluarkan lagi. Woiiiii botak awas aja lu bakalan gue cincang kalau sampai rumah. Astagfirullah jadi emosi kan liat kelakuan manusia satu itu. Udah enggak kasih kabar malah main nitip kalau dia enggak masuk kelas.
Dan apa maksudnya coba tugas malah di kasih ke komting, kenapa enggak sekalian bilang ke komting kenapa harus ke gue coba. Ya Allah tolong berilah pelajaran untuk hambamu itu alias Andra si botak, dia hari ini bener bener menguras emosi dan hatiku.
"E cie yang sudah nunggu tapi si doi malah izin, gimana rasanya nunggu Neng?" ejek Gita.
"Enggak usah nambah emosi gue lu Git, mau sekalian gue cincang gak mumpung lagi nerima jasa cincang mencicang orang nih." Ini Gita enggak tahu apa kalau gue nahan emosi daritadi malah dia ngegodain gue.
"Hehehe sabar atuh Neng, kalau lu sabar nanti adiknya mantan lu bakal kemari." Ujar Gita sambil memancing emosi Ina.
"Iya ini adiknya udah dateng tepat di hadapan muka gue nih. Udah yuk buruan cari makan, gue udah bad mood banget di sini Git."
Takdir enggak ada yang tahu kan, contohnya sekarang gue malah temenan sama adiknya mantan gue sendiri. Ya walaupun begitu gue nyaman aja temenan sama Gita karena selama gue sahabatan sama dia. Mas Lutfi alias mantan yang sampai sekarang belum bisa gue lupain menghargai gue.
Setiap gue main ke rumahnya Gita, si mantan selalu ngurung diri di kamarnya, pergi ke cafenya Bang Dito, nyamperin kantor yang katanya kecil bagi dia tapi bagi gue sendiri besar, pergi ke kampus karena doi lanjutin kuliahnya.
Kali ini bukan ke cafe Bang Dito karena gue lagi males ketemu dia, bukan apa apa sih setiap kali ketemu selalu di godain mulu. Merasa malu sama jilbab sendiri, pakai jilbab tapi masih mau di godain laki laki, paka jilbab tapi masih mengharapkan mantan balik. Jadi pengin nimpuk diri sendiri.
Gita nampak serius dengan bukunya "Eh In lu beneran enggak mau bales perasaannya Bang Dito ke lu? Dia beneran serius sama lu."
"Entahlah Git, gue masih bimbang sama perasaan gue sendiri. lu tahu sendiri gue masih ada rasa sama Abang lu."
"Tapi kan In, lu tahu sendiri gimana Abang gue, dia lempeng gitu kok In.yakin masih mau nunggu dia. Gue di sini serba salah sih In, di satu sisi lu sahabat gue tapi di sisi lain gue adiknya Bang Lutfi. Yuk bantuin gue cari tali tambang aja In." canda Gita dengan guraunnya.
"Udahlah Git jangan di bahas, biar nanti cinta yang menunjukkan jalannya untuk pulang. Pusing gue mikirin cinta enggak ada habisnya, udah ah gue mau pulang dulu deh" Ucapku sambil melirik jam dinding.
Sampainya di rumahnya gue mulai merenungi ucapannya Gita, apa iya Bang Dito beneran serius sama gue atau dia hanya iseng. Tapi enggak mungkinkan Gita bohong soal tadi. Andai hati bisa memilih bakal gue pilih tuh laki laki yang baik akhalaqnya, punya bekal agamanya yang bagus, genteng, pekerja keras,dan yang terakhir enggak menyakiti hati pasangannya. Sayang sekali laki laki seperti itu jarang sekali ditemui.
Saat gue sedang melamun Bunda mengkagetkanku "Nak, di bawah ada Andra katanya dia mau ketemu kamu, samperin gih sana nanti Bunda temenin."
"Bentar deh apa tadi kata bunda, si botak man ke rumah? Mau ngapain botak kesini, mau cari ribut atau mau apa?" batinku.
Bagaimanapun juga gue sama botak kan bukan mahrom ya kalau mau nemuin doi harus ada yang nemenin. "Assalamu'alaikum pak eh maksudnya mas Andra, ada apa nih ke sini katanya tadi sibuk ngisi acara seminar?"
"Wa'alikumsalam In, ini tadi ada oleh oleh sedikit buat kamu. Habis seminar tadi Mas kan mampie ke toko buku nemu novel kesukaan kamu jadi Mas beli deh. Terima yak, bolehkan Bun?" ucap Andra sambil menyerahkan paper bag yang dibawanya dari tadi.
Serius setiap kali ketemu manusia satu di depanku ini bawaanya pengin emosi menguras jiwa banget. Emang bisa ya kalau di hadapan bunda jawabnya manis banget kayak di kasih gula 20 takar tapi kalau di kampus jadi manusia yang super duper nyebelin. Sekarang apa dia malah baik banget mau kasih novel kesukaanku. Emang sih aku suka banget baca novel tapi masak harga diri dibayar sama novel sih.
"Gimana Bun, diterima apa jangan nih? Kalau jangan biar nanti Mas Andra kasih ke perpustakaan kampus lumayan kan hitung hitung amal jariyahnya." Tanyaku dengan Bunda.
"Boleh kok Nak, ambil aja enggak baik loh menolak rezeki apalagi yang kasih ganteng kayak gini." goda Bunda.
Padahal tadi gue udah yakin kalau Bunda nyuruh buat nolak eh ternyata diluar dugaan malah Bunda nyuruh gue buat nerima pemberian si botak. Makin besar kepala dia kan.
Allah Ta'ala berfirman "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-car kesalahan orang lain" [Al-Hujurat : 12]
Astagfirullah lagi lagi kan gue suudzon lagi sama botak. Padahal gue enggak tahu niat dia kasih ini buat apa. Mudah mudahan aja dia beneran tulus ngasihnya tanpa ada niat terselubung.
Setelah berkelut dengan pikiranku sendiri, akhirnya aku memutuskan untuk tanya langsung sama botak. Dosa gue udah banyak masak harus di tambahi suudzon mulu sama botak."Saya beneran enggak tau maksudnya pak eh Mas Andra ngasih hadiah ini, tapi ini beneran gratiskan maksudnya enggak ada udang di balik rempeyekan?" memastikan maksud dari novel pemberian Andra."Anak tante nih suudzon sama Andra, aku ngasihnya tulus kok In. Suer dah enggak ada maksud apa apa."jawab Andra sambil melirik Bundanya Layinah.Bunda menyenggol kakiku pertanda gue harus nurut apa kata emakku ini. "Inna enggak boleh kayak gitu, Andra ini kan calon suami kamu. Harus nurut dong Inn."Entah kenapa Bundaku ini selalu menjodohkan gue sama botak. Apa enggak cukup gue ketemu dia di depan rumah dan kampus, gue enggak mau kalau dia jadi suami gue."Ouh tidakkk.....siapapun tolong selamatin gue. Bawain calon suami yang waras, enggak kayak botak ini." batinku sambil membayangkan.
Gita melihat abangnya seperti itu jadi kasihan dan tahu rasanya memendam perasaan bersalah dan perasaan cinta yang begitu dalam pada mantannya sekaligus sahabatnya sendiri. Lutfi abang dari Gita tahu setiap hari selalu memandang foto masa lalu bersama sang mantan. "Bang kenapa sih lu enggak ijinin gue bilang perasaaan lu yang sebanarnya sama Ina, abang tahu sendiri kan kalau Ina juga masih cinta sama lu." ucap gita dengan gemas. "Dek, abang itu enggak mau mengulang kesalahan yang sama. Abang pengin lihat Ina bahagia dengan Dito." jawab Lutfi sambil menghela nafas. Gita rasanya pengin nimpuk abangnya pakai bantal seberat 5kg, kenapa sih enggak sadar-sadar kalau mereka itu saling menyakiti satu sama lain. "Tap-pi bang, Ina baru bisa bahagia kalau sama abangku yang pinter tapi lemot, rese, menyebalkan. Kalian apa enggak sadar udah menyakiti perasaan satu sama lain?" teriak Gita. "Balikan bang! Balikan aja Ya Allah tapi balikannya abang serius jadiin
Mentari di ufuk timur akan segera muncul, menandakan semua aktifitas pagi akan segera di mulai. Bunda sudah siap-siap buat membangunkan anak kesayangannya, siapa lagi kalau bukan Layinah. Gadis manis nan imut tapi terkadang menyebalkan. Bunda mengetuk kamar putrinya tapi enggak ada tanda-tanda anaknya sudah bangun. Dengan insting seorang ibu, akhirnya Bunda membawa seekor hewan berbulu yang menggemaskan yaitu kucing dan di taruh di depan pintu kamar putrinya. Layinah ini sangat takut dengan kucing karena waktu kecil dia pernah di cakar, sampai sekarang jadi takut kalau ketemu kucing. Bunda mencari seekor kucing di depan teras rumahnya "Pus....pus....pus kamu di mana Cing kemari dong, Bunda punya ikan asin nih." Andra selesai joging di sekitar rumahnya dan melihat Bundanya Layinah langsung menyapa "Tante Ika lagi cari kucing siapa? Setahu saya di rumah kalian enggak melihara kucing." Pikir Andra. "Iya nak Andra kami enggak punya kucing ini loh tante ma
Mentari di ufuk timur akan segera muncul, menandakan semua aktifitas pagi akan segera di mulai. Bunda sudah siap-siap buat membangunkan anak kesayangannya, siapa lagi kalau bukan Layinah. Gadis manis nan imut tapi terkadang menyebalkan. Bunda mengetuk kamar putrinya tapi enggak ada tanda-tanda anaknya sudah bangun. Dengan insting seorang ibu, akhirnya Bunda membawa seekor hewan berbulu yang menggemaskan yaitu kucing dan di taruh di depan pintu kamar putrinya. Layinah ini sangat takut dengan kucing karena waktu kecil dia pernah di cakar, sampai sekarang jadi takut kalau ketemu kucing. Bunda mencari seekor kucing di depan teras rumahnya "Pus....pus....pus kamu di mana Cing kemari dong, Bunda punya ikan asin nih." Andra selesai joging di sekitar rumahnya dan melihat Bundanya Layinah langsung menyapa "Tante Ika lagi cari kucing siapa? Setahu saya di rumah kalian enggak melihara kucing." Pikir Andra. "Iya nak Andra kami enggak punya kucing ini loh tante mau cari k
Sarapan pagi berlangsung dengan lancar tanpa ada yang mengbrol saat makan, tanpa ada bantahan celotehan dari Ina. Biasanya kalau lagi makan seperti ini Ina akan berbicara soal mata kuliah yang susah, dosen yang pelit, teman sekelas yang menyebalkan. Tapi kali ini Ina diam seribu bahasa malu ada Andra ikut sarapan pagi dan duduk di sampingnya. "Alhamdulillah, masakan tante Ika beneran juara deh pokoknya mah top markotop" ucap Andra sambil mengacungkan jempolnya. "Tante seneng loh kalau nak Andra suka sekali sama masakan tante tapi sayang banget anak tante enggak mau belajar masak." jawab Bunda sambil menyindir anaknya. Ina yang melihat hal ini langsung dongkol mendengar jawaban bundanya, "Gimana mau belajar kalau setiap mau bantu selalu dilarang." batin Ina "Sudah...sudah ayo Ina dan nak Andra siap-siap dulu kalian kan harus ke kampus." Ayah menengahi biar tidak terjadi drama pagi ini. Andra bangkit dari kursinya, "terima kasih Tante Ika dan Om
Semua sudah siap tinggal mengeluarkan si Koala motor kesayangan gue habis itu langsung deh ke kampus, sebelum itu gue harus pamitan sama Bunda biar bagiamanapun doa orang tua di atas segelanya, "Bunda kalau gitu Inna pergi kuliah dulu ya, doakan putrimu bisa menyerap ilmu hari ini. Assalamu'alaikum warahmatullah hiwabaraktuh Bunda." ucapku sambil mencium tangan Bunda. "Iya nak, bunda selalu mendoakan yang terbaik buat putri kesayangan bunda ini, Wa'alaikumsalam warahmatullah hiawabarakatuh hati-hati di jalan." *** Keadaan kelas masih terbilang sepi baru ada 5 temen sekalasku yang datang tapi Gita belum ada batang idungnya. "Apa gue coba telfon aja dia posisinya di rumah atau di jalan, kalau di rumah lumayan bisa lihat mantan. Eh...astagfirullah." ucapku sambil senyum sendiri. "Git, lu ada dimana sih? Masih di rumah atau di jalan?" "Ini gue lagi di jalan di antar sama mantan lu. Motor
***** Pov Lutfi Flashback Mobil Lutfi sudah terpakir rapi di halaman minimarket, suasana minimarket mulai tampak ramai dan berhubung ini malam minggu banyak sekali yang keluar masuk minimarketnya. Lutfi langsung memasuki ruangan karena para karyawaannya sedang sibuk melayani pembeli. Lutfi mau menghitung hasil penjualannya kemarin, berhubung dia taruh di brankas Lutfi membuka brankasnya, "Loh bukannya catatan keuangan terakhir hasil penjualan senilai 10 juta tapi ini di brankas kenapa tinggal 3 juta." batin Lutfi. Perasaan gue mulai enggak enak nih kemana perginya uang 7 juta itu. Kemarin enggak ada supplier yang datang. Lutfi mulai mengingat dia enggak mau berburuk sangka dulu, mmencoba mengingat dan memang enggak ada pengeluaran sama sekali. Untuk meredam kepanikannya dia memutuskan untuk pulang dan besok Lutfi bakal cari tahu kebenarannya lewat CCTV.
Pov Gita Sebenarnya hari ini gue males berangkat kuliah, sudah 2 hari ini bang Lutfi setiap pulang dari minimarket terlihat lesu. Sepintar apapun bang Lutfi dalam menyembunyikan sesuatu, gue bisa merasakannya pasti ada masalah di minimarket bang Lutfi. Gue udah sampai di depan kelas sebagian teman sudah mulai memasuki kelas haanya tinggal beberapa teman saja, Layinah yang duduk sepertinya lagi serius membaca novel. "Assalamu'alaikum sahabatku serius amat neng? Novel baru nih." ucap gue sembari menarik kursi yang ada di sebelah Layinah. Layinah yang sedang fokus membaca novel langsung menoleh ke samping, "Eh....wa'alaikumsalam Git, iya nih novel hadiah yang kasih si botak." Gue tahu siapa yang di maksud sama Layinah novel baru itu pemberian dari pak Andra dosen sekaligus tetangga Layinah. Kalau seperti ini terus posisi bang Lutfi semakin susah buat deketein Layinah. "E cie dalam rangka apa nih pak botak kasih lu hadiah Inn?" tanyaku "En