Home / Young Adult / Senandika / 2 ; Kabar Setelah Malam itu

Share

2 ; Kabar Setelah Malam itu

Author: dyin
last update Last Updated: 2021-07-28 17:23:35

"Ketua kelas?"

"Jevan, Bu!" teriak Haikal dari bangku paling belakang yang merupakan teman sebangku Jevan. Diliriknya Haikal dengan tatapan sinis karena cowok itu lagi makan cireng yang tadi ia beli di kantin dengan alasan ke toilet.

Haikal hanya menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum bangga seolah mengatakan, "Keren kan gue."

Buru-buru Jevan menelan cirengnya sebelum ketahuan oleh Bu Dara, guru sejarah wajib yang super galak. "Kenapa, Bu?"

"Kamu tau Shera kemana? Ibu lihat di absensi sudah 3 hari alpa."

'Loh, udah tiga hari?' Jevan menolehkan kepalanya ke bangku Anissa, teman sebangkunya Shera sambil meminta bantuan mengenai info kemana perginya cewek itu melalui mimik wajahnya. Sayangnya Anissa tengah mengobrol dengan Raisha.

Jevan menghela nafas, "Kurang tau, Bu."

"Tidak ada info dari wali kelas?"

"Ti—"

"Sakit, Bu!" jawab Anissa tiba-tiba membuat seisi kelas memandangnya takut. Takut Bu Dara akan marah karena beliau tidak suka bermain-main mengenai absensi.

“Cha sumpah, lo udah gila apa?!” pekik Raisha pelan dengan suara tertahan takut Bu Dara mendengar.

"Diem!" balas Anissa dengan nada yang bergetar. Sebenarnya ia juga takut, tapi karena Shera sudah sering tidak hadir tanpa keterangan, mau tidak mau kali ini harus berbohong agar temannya itu tidak diproses di BK.

"Tadi Jevan bilang kurang tau."

"Ah itu... Emm.. Tadi wali kelas dateng sebentar sebelum Ibu masuk. Ngabarin kalau Shera sakit."

"Kenapa di absensi bisa alpa?" tanya Bu Dara penuh curiga. Baik Jevan maupun Anissa sama-sama saling tatap dengan keringat dingin dan perut yang tiba-tiba mulas.

"Sekretaris lupa ganti kali Bu," jawab Felix anteng dari bangku di sebelah Annisa. Tapi antengnya Felix justru membuat Julia melototkan matanya kaget dan takut yang bercampur menjadi satu.

"Benar sekretaris?"

"Bener Bu," segera Julia menundukkan wajahnya setelah menjawab Bu Dara. Dilihatnya Felix sedang tersenyum jail sambil menaikkan kedua bahunya. 'Sinting!'

Bu Dara melepaskan kacamatanya, menatap seisi kelas dengan tajam seolah ada pisau yang tertanam di wajahnya. "Ibu harap kalian tidak berbohong tentang absensinya Shera, terutama kamu Anissa."

Anissa membeku seketika. Sudah bisa ia bayangkan bagaimana amukan beliau jika aksinya ini ketahuan. 'Shera, lo harus berterimakasih sama gue karena udah nyelametin lo!'

"Baiklah, sekian untuk pertemuan hari ini. Tolong baca materi yang tadi Ibu berikan, minggu depan kita ulangan," Bu Dara membereskan mejanya, memasukkan buku-buku yang ia bawa kedalam tasnya. "Selamat siang."

"Siang Bu!"

"Haahh......" Raisha menghembuskan nafas merasa lega. Sungguh tadi adalah momen yang sangat menegangkan, lebih menegangkan dari dirinya tinggal di rumah sendirian saat malam hari namun tiba-tiba listrik padam. "Shit! Gue takut banget. Kalau ketahuan gimana?"

"Kena amuk lah. Lagian keajaiban apa yang mau lo harepin dari kemarahan Bu Dara," Regar menyentil dahi Rhaisa, teman sebangkunya dari kelas 10 dengan kesal. Gara-gara belain Shera, satu kelas hampir tidak dapat istirahat jika ketahuan.

"Cha, plis ini terakhir kalinya lo ngelibatin gue. Yang kena imbasnya ntar gue walaupun lo yang belain," keluh Julia yang entah bagaimana sudah berada di depan bangku Anissa.

"Say it louder sist! Jevan juga noh kena ntar," entah ingin membela atau mengompori, Hayden dari pojok bangku Jevan dan Haikal tersenyum mengejek dan hanya dibalas Anissa dengan jari tengah.

"Yang temenan deket sama Shera, gak tau dia kemana?" tanya Jevan penasaran. Pasalnya ia bosan terus menerus ditanyai mengapa Shera tidak datang selama 3 hari berturut-turut padahal ada Julia. Wali kelas juga tidak menyampaikan info apa-apa, makin ribet jadinya.

"Kalau tau mah gak perlu bohong kaya tadi," Raisha dengan malas menjawab Jevan.

Balik lagi ke gerombolan Anissa, Raisha, Regar, dan Julia serta Mahesa yang baru datang dari kantin membawa beberapa snack. Ritual seperti biasa untuk asupan sebelum memulai sebuah obrolan penting.

"Lo semua pada tau rumahnya Shera, kan?" tanya Raisha memulai yang diangguki oleh keempatnya.

"Tapi, tau gitu doang sih. Gue pernah nganterin dia tapi gak pernah masuk ke rumahnya," Regear berusaha mengingat bentuk rumah Shera yang pernah ia datangi.

"Kita semua juga kalau gitu," celetuk Julia mewakili mereka yang pernah ke rumah Shera cuma untuk mengantar atau menjemput.

Mahesa berpikir sejenak sambil memakan snacknya, "Gimana kalau kita datengin rumahnya?"

Tentu saja, ditolak mentah-mentah. "Yang punya rumah aja nggak pernah ngajak kesana. Masa kita dateng tiba-tiba, sih."

"Terus gimana dong?"

"Gak punya kontak orangtuanya atau sodaranya?" Jevan tiba-tiba ikut nimbrung sambil menyomot snack yang ada di tangan Regar.

Baik Julia, Raisha, maupun Anissa sama-sama menunduk. Ternyata walaupun sudah berteman dari SMP, Shera sama sekali tidak pernah menceritakan orangtuanya bahkan setau mereka cewek itu anak tunggal.

"Gak punya."

"Saudaranya?"

"Gue tau Shera punya kakak," sahut Felix yang juga ikut nimbrung.

"Shera punya kakak?" tanya Raisha, Anissa, dan Julia kaget. Kemudian diikuti dengan yang lainnya, "Siapa?" Mereka memasang mata lekat-lekat pada Felix meminta sebuah jawaban.

"Pacarnya Juna."

Hening lagi, semuanya tampak mencari tau siapa pacarnya Juna, alumni sekolah mereka yang lulus dua tahun lalu.

"Siapa?" tanya mereka lagi secara serentak.

Felix sampai harus menoyor kepala mereka satu persatu. Masa tidak tahu pacar Juna, kapten futsal kebanggan Dirgantara sih?

"Itu loh si Rosie."

"Kak Rosie? Sekarang pacaran sama Juna? Bukannya sama Jeffrey?!" ucap Julia heboh. Dulu saat ia kelas 10, pernah dengar rumor kalau Jefrrey sama Rosie pacaran.

"Hah masa? Bukannya emang sama Juna? Kalau gak salah Jeffrey tuh ditolak," Raisha menjawab sambil berusaha mengingat informasi yang ia dapat saat kelas 10 di perpustakaan.

"Bukan ditolak, tapi si Rosie emang dari awal udah suka sama si Juna. Si Jeffrey nyerah dah tuh," kali ini Haikal yang menjelaskan. Soalnya ia juga pernah dengar ada yang gibahin mereka di kantin.

"Gila, dapet info dari mana lo?” tanya Anissa tidak percaya dengan apa yang Haikal sampaikan.

Hayden ikut curiga dan tidak percaya dengan info selengkap itu. Yah, itu wajar selama yang nyari info Haikal karena temannya hampir satu sekolahan. “Nyebar hoax dosa lu, gila.”

“Demi Allah gue denger sendiri di kantin,” bela Haikal dengan kesal. Regar dan Mahesa yang sudah risih topiknya jadi lari, menatap satu sama lain lalu menaikkan kedua bahu.

"Jadi, ada yang punya kontaknya si Ka Rosie?" tanya Mahesa menyadarkan mereka kembali tentang topik awal yang dibahas.

Yang berada di kerumunan saling menatap satu sama lain, memberi sinyal apakah ada yang tahu dengan gerakan mata dan kepala. Kemudian saling menggeleng.

Jevan entah kenapa merasa ada yang tidak beres dari Shera. Masa sih, cewek seriang Shera yang sering ngajak cabut ke kantin, ngajak hangout bareng, satupun teman-temannya bahkan yang dekat pun tidak memiliki kontak orangtua atau saudaranya? Aneh.

Di tengah obrolan teman-temannya yang masih membicarakan kemana perginya Shera, Jevan menawarkan sesuatu yang membuat mereka tidak ingin menolak.

"Gue kerumahnya aja kalau gitu."

"Emang lo tau rumahnya Shera?" tanya Felix.

"Di kelas ini ada yang nggak tau rumahnya Shera?" Yah tidak salah sih. Shera cukup sering menumpang teman-temannya jika pulang sekolah dengan berbagai macam sogokan. Entah itu makanan, minuman, atau duit untuk isi bensin. Lumayan lah, rumahnya juga tidak jauh dan rata-rata pada searah.

"Gue juga ikut kalau gitu," Julia ikut menawarkan diri. Selain khawatir, ia juga sekretaris kelas yang harus mengetahui kabar teman-temannya.

Hayden memiringkan kepalanya, “Iya deh ikut. Balik dari rumah Shera cowo lo berantem sama Jevan, ” Julia memukul lengan Hayden dengan buku absensi yang sedang ia pegang dari tadi. 

Jevan menggeleng tegas. “Gue sendiri aja."

Setelah itu ia merangkul bahu Haikal dan menarik Regar keluar dari kerumunan. Mereka pergi ke kelas sebelah, kelas Jendra dan teman-temannya yang lain, disusul dengan Mahesa, Hayden, dan Felix.

Mahesa menghentikan langkahnya, Jevan dan yang lainnya juga terpaksa berhenti. Mereka memandangi Mahesa secara saksama, penasaran kenapa tiba-tiba berhenti. 

"Lo suka Shera ya, Van?"

Pertanya tiba-tiba Mahesa membuat yang lainnya membulatkan mata tidak percaya. Padahal mereka tidak ada pikiran terhadap hal itu sama sekali, tapi kenapa Mahesa tiba-tiba? Aneh sekali.

Jevan mengernyitkan dahinya, tidak mengerti namun, tidak ingin menjawab. Bungkam lebih baik, agar Mahesa yang menyimpulkan sendiri.

Related chapters

  • Senandika   3 ; Hilang dan Hadir

    Motor Scoopy abu-abu dope Jevan berhenti tepat di depan pagar rumah Shera. Kepalanya menoleh sana sini mencari kehidupan di pekarangan rumah minimalis dengan dua lantai itu. Biasanya sih, kalau Jevan mengantar Shera, ada satu mobil HRV putih di bagasi. Tapi hari ini mobil tersebut tidak terlihat."Nyari siapa, Nak?" seorang wanita paruh baya mendekati Jevan dengan perlahan."Anak pemilik rumahnya, Bu.""Ohhh, tapi rumah ini sudah empat hari kosong.”"Apa nggak ada orang sama sekali, Bu?" Jevan kaget. Pikirannya mengatakan bahwa Shera pindah diam-diam tanpa sepengetahuan siapa pun. Kalau benar begitu, dia harus bilang apa ke Bu Dara dan Bu Sarah—wali kelasnya—? Tidak mungkin kan, berbohong lagi."Sepenglihatan saya sih belum ada. Kemarin saya lihat ada mobil putih keluar dari sini malem-malem, setelah malem itu ya, kosong," wanita paruh baya itu berbicara dengan menatap Jevan penuh selidik sambil sesekali matanya menerawang hal-hal

    Last Updated : 2021-07-28
  • Senandika   4 ; Satu Kelompok

    "Semua udah kebagian hasil ujiannya?" tanya Bu Sarah, guru Geografi sekaligus wali kelas IPS 3. Kemarin beliau mengadakan ujian dan hasilnya baru dibagikan hari ini."Sudah bu," berbagai macam suaranya menjawab pertanyaan Bu Sarah."Yang remed besok ya, hari ini ibu mau kasih tugas kelompok," bersamaan dengan pemberitahuan itu, Bu Sarah menulis banyak kelompok dan nama-nama anggotanya di papan tulis.Dari tempat duduknya, Shera melihat papan tulis dengan tidak begitu tertarik. Baginya mau sekelompok sama siapa saja tidak masalah, asal mau sama-sama bekerja, bukan hanya menumpang nama dan tugasnya dibebankan ke orang lain."Enak banget lo satu kelompok sama Jevan," bisik Chaca sambil menyikut lengan Shera membuat cewek itu mencari namanya di papan. Ada di kelompok 3, di bawah nama Jevan."Apa enaknya? Kan sama-sama kerja.""Enak pokoknya sekelompok sama Jevan. Doi selalu nawarin diri buat jadi ketua, terus ngerjainnya juga di rumahnya. Banyak

    Last Updated : 2021-07-30
  • Senandika   5 ; Semangkuk Samyang dan Tangisan

    Dari lantai atas terdengar langkah kaki menuruni tangga. Terlihat Shera turun dengan pakaian rapi Sabtu pagi ini. Cewek itu mengenakanlightloose jeansdengan atasan kaos putih dibalutouterrajut berwarnacream,tak lupa dengan totebag putih dan rambut yang masih setengah kering."Mau kemana?" tanya ayahnya tajam dari meja makan, pria paruh baya itu menikmati sarapannya."Keluar sebentar," jawab Shera gugup."Habis bunuh diri kamu mau main?"Shera diam. Tidak berani menjawab, nada ayahnya saat ini benar-benar bisa membunuhnya langsung jika ia mengeluarkan suara."Kenapa tidak dijawab?!" Sebuah garpu dilemparkan bersamaan dengan bentakan itu dan memecahkan vas bunga yang ada di samping Shera."Enggak main..." nada Shera bergetar menjawab bentakan itu. Ia benar-benar takut, ingin sekali langsung pergi tanpa diinterogasi seperti ini. Bahkan ibunya pun hanya diam saja sambi

    Last Updated : 2021-07-30
  • Senandika   6 ; Sore dan Masalah Jevan

    Motor Mahesa tiba di depan rumah Shera. Tadi saat selesai kerja kelompok, Jevan sempat menawarkan untuk mengantar Shera pulang. Tetapi langsung ditolak oleh Shera karena ia tidak ingin merepotkan sang pemilik rumah. Untung saja Mahesa pergi sendiri dan jok motornya kosong, tanpa babibu Shera segera merangkul bahu Seungmin sambil mengatakan pada Jevan bahwa ia akan pulang dengan cowok manis itu. "Lo gak mau turun, nih?" tanya Shera sedikit sewot karena Shera tidak kunjung turun dari motornya. Dilihat dari spion, cewek itu hanya memandang rumahnya tanpa ada niat untuk turun. "Gak tau," jawab Shera murung. Ia sama sekali tidak ada niat untuk pulang ke rumah jika kondisi rumahnya tidak ada yang berubah. Ayah dan Ibu yang sama-sama gila prestasi serta kehormatan hingga membuat anak yang tidak terlalu pintar di akademis seperti Shera harus menderita. "Jadi gimana?" Mahesa khawatir sejak Shera menjawab pertanyaannya tadi. Ia tahu bahwa sedang ada yang tidak beres, n

    Last Updated : 2021-07-30
  • Senandika   7 ; Percakapan di Bawah Pohon

    Bel istirahat berbunyi sejak lima menit yang lalu, Bu Nana yang sedang mengajar di kelas Shera barusan keluar membuat hampir seisi kelas berbondong-bondong ke kantin. Terkecuali Shera, cewek itu duduk di bangkunya sambil melihat grafik nilai yang tadi diberikan oleh Bu Nana. “Ikut ke kantin nggak?” tanya Anissa sambil mengeluarkan dompet dari tasnya sedangkan Julia dan Raisha sudah menunggu di depan kelas. Shera menggeleng, sedang tidak ingin makan siang di kantin. “Nggak, deh. Males.” Anissa mendecakkan lidah, sudah biasa dengan tolakan Shera jika diajak ke kantin. “Yaudah hati-hati di kelas, gue cabut dulu yak.” Setelah dapat anggukan dari Shera, Anissa bersama Julia dan Raisha bergegas ke kantin untuk mengisi perut mereka. Shera masih diam menatap kertas di hadapannya tanpa minat. Susu cokelat pemberian dari Jevan kemarin tiba-tiba saja terlintas di pikirannya. Ada rasa ingin berbalas budi. Dilihatnya bangku Jevan, dimana cowok tinggi itu s

    Last Updated : 2021-08-02
  • Senandika   8 ; Perpustakaan

    Shera : Guys, ada yang mau belajar bareng gue nggak? Anissa : Ngga deh panas hari ini. Mahesa : Nggak dulu, Ra. Hayden : Skip, gak suka belajar. Julia : Gue juga nggak yaaa. Felix : Gue nggak. Regar : Gue juga. Raisha : Nggak, mau nonton. Jevan menatap layar ponselnya yang menampilkan grup chat teman-temannya, menunggu ada yang mau mengikuti Shera belajar. Namun nihil, teman-temannya itu tidak ada yang mau. Jevan memiringkan kepalanya, menyipitkan mata menimang ajakan tersebut. Hari ini ia memang mau belajar, tapi tidak di rumah. Jevano : Gue mau. Setelah mengirim chat, Jevan melempar ponselnya ke kasur. Mengacak-acak rambutnya karena hanya ia satu-satunya yang menerima ajakan itu. Sedikit takut menghadapi keeso

    Last Updated : 2021-08-03
  • Senandika   9 ; Hujan

    Shera dan Jevan keluar bersama dari bioskop setelah menonton film horor yang dirilis dua hari lalu. Sejujurnya Shera sekarang sangat malu dengan pikirannya sendiri karena di perpustakaan tadi ia mengira bahwa Jevan mengajaknya kencan, ternyata murni karena cowok jangkung itu ingin menonton. "Gimana filmnya?" tanya Jevan sembari menyeruput cola yang dibelinya sesaat sebelum film diputar. "Lumayan." "Jawaban yang lebih spesifik dari itu dong." "Iya seru, tapi gue ngga takut." Jevan menyunggingkan senyumnya, terkekeh pada seruan yang tiba-tiba itu. "Gue nggak nanya lo takut atau nggak, kok. Keliatan tadi lo biasa aja pas adegan jumpscare." Shera mengangguk membenarkan. Ia memang tidak pernah takut jika menonton film horor, toh semua yang ada di layar itu manusia biasa. "Mau kemana lagi?" Jevan menggelengkan kepalanya tidak tahu sambil melihat sekeliling mall, tidak terlalu ramai padahal ini sudah malam. Kini Jevan dan Shera

    Last Updated : 2021-10-08
  • Senandika   10 ; Rahasia dan Jebakan

    “Shera?” “Hm?” “Gue boleh…meluk lo?” Shera membulatkan matanya, tidak percaya bahwa pertanyaan itu akan keluar dari mulut Jevan. Memang sekarang keadaan mereka cukup romantis dengan rintik hujan kalau di lihat dari sudut pandang orang-orang yang lewat. Tapi pertanyaan tiba-tiba dari Jevan itu membuatnya langsung tersadar, mereka tidak cukup dekat untuk saling berpelukan. Lantas Shera menggelengkan kepalanya sambil menjawab dengan tegas, “Nggak.” Berkat penolakan itu, Jevan memerjapkan matanya beberapa kali. Wajahnya panas dan telinganya berubah menjadi warna merah dikarenakan malu. Cowok itu segera menjauhkan tangannya dari wajah Shera, entah bagaimana tangannya juga terasa panas. Ia tidak ada maksud apapun selain membuat cewek itu merasa aman dipelukannya. “Nggak usah malu. Maaf ya,” Shera terkekeh pelan melihat reaksi Jevan yang seperti itu setelah ia tolak. “Gue kaget, makanya jawab nggak.” Jevan mengusap telinganya yang memerah itu

    Last Updated : 2021-10-14

Latest chapter

  • Senandika   11 ; Sakit

    Motor Mahesa dengan Shera di jok belakang tiba di halaman rumah Jevan. Mereka menjadi yang terakhir tiba di rumah Jevan karena tadi Shera harus menjawab telepon dari orangtuanya. Shera membuka helm sembari merapikan rambutnya melalui spion. Di sela-sela pantulan wajahnya ia dapat melihat Mahesa berdiri di belakangnya dengan wajah serius. “Ra,” panggil Mahesa membuat Shera mengalihkan pandangannya. “Kenapa?” “Lo sama Jevan kemarin beneran nggak ada apa-apa?” Shera mengernyitkan keningnya bingung, tidak mengerti kenapa Mahesa tiba-tiba menanyakan topik di kantin yang jelas-jelas sudah basi. “Nggak.” “Bohong.” Shera memejamkan matanya kemudian menghela nafasnya kasar. Ia tahu bahwa Mahesa peka terhadap situasi maupun perasaan seseorang di sekitarnya, tetapi bisa kan tidak terang-terangan seperti ini? Memang apa salahnya jika ia tidak ingin ada yang tahu? Toh, mau ia ada hubungan apapun dengan Jevan, tidak ada sangkut pautnya sama sekali d

  • Senandika   10 ; Rahasia dan Jebakan

    “Shera?” “Hm?” “Gue boleh…meluk lo?” Shera membulatkan matanya, tidak percaya bahwa pertanyaan itu akan keluar dari mulut Jevan. Memang sekarang keadaan mereka cukup romantis dengan rintik hujan kalau di lihat dari sudut pandang orang-orang yang lewat. Tapi pertanyaan tiba-tiba dari Jevan itu membuatnya langsung tersadar, mereka tidak cukup dekat untuk saling berpelukan. Lantas Shera menggelengkan kepalanya sambil menjawab dengan tegas, “Nggak.” Berkat penolakan itu, Jevan memerjapkan matanya beberapa kali. Wajahnya panas dan telinganya berubah menjadi warna merah dikarenakan malu. Cowok itu segera menjauhkan tangannya dari wajah Shera, entah bagaimana tangannya juga terasa panas. Ia tidak ada maksud apapun selain membuat cewek itu merasa aman dipelukannya. “Nggak usah malu. Maaf ya,” Shera terkekeh pelan melihat reaksi Jevan yang seperti itu setelah ia tolak. “Gue kaget, makanya jawab nggak.” Jevan mengusap telinganya yang memerah itu

  • Senandika   9 ; Hujan

    Shera dan Jevan keluar bersama dari bioskop setelah menonton film horor yang dirilis dua hari lalu. Sejujurnya Shera sekarang sangat malu dengan pikirannya sendiri karena di perpustakaan tadi ia mengira bahwa Jevan mengajaknya kencan, ternyata murni karena cowok jangkung itu ingin menonton. "Gimana filmnya?" tanya Jevan sembari menyeruput cola yang dibelinya sesaat sebelum film diputar. "Lumayan." "Jawaban yang lebih spesifik dari itu dong." "Iya seru, tapi gue ngga takut." Jevan menyunggingkan senyumnya, terkekeh pada seruan yang tiba-tiba itu. "Gue nggak nanya lo takut atau nggak, kok. Keliatan tadi lo biasa aja pas adegan jumpscare." Shera mengangguk membenarkan. Ia memang tidak pernah takut jika menonton film horor, toh semua yang ada di layar itu manusia biasa. "Mau kemana lagi?" Jevan menggelengkan kepalanya tidak tahu sambil melihat sekeliling mall, tidak terlalu ramai padahal ini sudah malam. Kini Jevan dan Shera

  • Senandika   8 ; Perpustakaan

    Shera : Guys, ada yang mau belajar bareng gue nggak? Anissa : Ngga deh panas hari ini. Mahesa : Nggak dulu, Ra. Hayden : Skip, gak suka belajar. Julia : Gue juga nggak yaaa. Felix : Gue nggak. Regar : Gue juga. Raisha : Nggak, mau nonton. Jevan menatap layar ponselnya yang menampilkan grup chat teman-temannya, menunggu ada yang mau mengikuti Shera belajar. Namun nihil, teman-temannya itu tidak ada yang mau. Jevan memiringkan kepalanya, menyipitkan mata menimang ajakan tersebut. Hari ini ia memang mau belajar, tapi tidak di rumah. Jevano : Gue mau. Setelah mengirim chat, Jevan melempar ponselnya ke kasur. Mengacak-acak rambutnya karena hanya ia satu-satunya yang menerima ajakan itu. Sedikit takut menghadapi keeso

  • Senandika   7 ; Percakapan di Bawah Pohon

    Bel istirahat berbunyi sejak lima menit yang lalu, Bu Nana yang sedang mengajar di kelas Shera barusan keluar membuat hampir seisi kelas berbondong-bondong ke kantin. Terkecuali Shera, cewek itu duduk di bangkunya sambil melihat grafik nilai yang tadi diberikan oleh Bu Nana. “Ikut ke kantin nggak?” tanya Anissa sambil mengeluarkan dompet dari tasnya sedangkan Julia dan Raisha sudah menunggu di depan kelas. Shera menggeleng, sedang tidak ingin makan siang di kantin. “Nggak, deh. Males.” Anissa mendecakkan lidah, sudah biasa dengan tolakan Shera jika diajak ke kantin. “Yaudah hati-hati di kelas, gue cabut dulu yak.” Setelah dapat anggukan dari Shera, Anissa bersama Julia dan Raisha bergegas ke kantin untuk mengisi perut mereka. Shera masih diam menatap kertas di hadapannya tanpa minat. Susu cokelat pemberian dari Jevan kemarin tiba-tiba saja terlintas di pikirannya. Ada rasa ingin berbalas budi. Dilihatnya bangku Jevan, dimana cowok tinggi itu s

  • Senandika   6 ; Sore dan Masalah Jevan

    Motor Mahesa tiba di depan rumah Shera. Tadi saat selesai kerja kelompok, Jevan sempat menawarkan untuk mengantar Shera pulang. Tetapi langsung ditolak oleh Shera karena ia tidak ingin merepotkan sang pemilik rumah. Untung saja Mahesa pergi sendiri dan jok motornya kosong, tanpa babibu Shera segera merangkul bahu Seungmin sambil mengatakan pada Jevan bahwa ia akan pulang dengan cowok manis itu. "Lo gak mau turun, nih?" tanya Shera sedikit sewot karena Shera tidak kunjung turun dari motornya. Dilihat dari spion, cewek itu hanya memandang rumahnya tanpa ada niat untuk turun. "Gak tau," jawab Shera murung. Ia sama sekali tidak ada niat untuk pulang ke rumah jika kondisi rumahnya tidak ada yang berubah. Ayah dan Ibu yang sama-sama gila prestasi serta kehormatan hingga membuat anak yang tidak terlalu pintar di akademis seperti Shera harus menderita. "Jadi gimana?" Mahesa khawatir sejak Shera menjawab pertanyaannya tadi. Ia tahu bahwa sedang ada yang tidak beres, n

  • Senandika   5 ; Semangkuk Samyang dan Tangisan

    Dari lantai atas terdengar langkah kaki menuruni tangga. Terlihat Shera turun dengan pakaian rapi Sabtu pagi ini. Cewek itu mengenakanlightloose jeansdengan atasan kaos putih dibalutouterrajut berwarnacream,tak lupa dengan totebag putih dan rambut yang masih setengah kering."Mau kemana?" tanya ayahnya tajam dari meja makan, pria paruh baya itu menikmati sarapannya."Keluar sebentar," jawab Shera gugup."Habis bunuh diri kamu mau main?"Shera diam. Tidak berani menjawab, nada ayahnya saat ini benar-benar bisa membunuhnya langsung jika ia mengeluarkan suara."Kenapa tidak dijawab?!" Sebuah garpu dilemparkan bersamaan dengan bentakan itu dan memecahkan vas bunga yang ada di samping Shera."Enggak main..." nada Shera bergetar menjawab bentakan itu. Ia benar-benar takut, ingin sekali langsung pergi tanpa diinterogasi seperti ini. Bahkan ibunya pun hanya diam saja sambi

  • Senandika   4 ; Satu Kelompok

    "Semua udah kebagian hasil ujiannya?" tanya Bu Sarah, guru Geografi sekaligus wali kelas IPS 3. Kemarin beliau mengadakan ujian dan hasilnya baru dibagikan hari ini."Sudah bu," berbagai macam suaranya menjawab pertanyaan Bu Sarah."Yang remed besok ya, hari ini ibu mau kasih tugas kelompok," bersamaan dengan pemberitahuan itu, Bu Sarah menulis banyak kelompok dan nama-nama anggotanya di papan tulis.Dari tempat duduknya, Shera melihat papan tulis dengan tidak begitu tertarik. Baginya mau sekelompok sama siapa saja tidak masalah, asal mau sama-sama bekerja, bukan hanya menumpang nama dan tugasnya dibebankan ke orang lain."Enak banget lo satu kelompok sama Jevan," bisik Chaca sambil menyikut lengan Shera membuat cewek itu mencari namanya di papan. Ada di kelompok 3, di bawah nama Jevan."Apa enaknya? Kan sama-sama kerja.""Enak pokoknya sekelompok sama Jevan. Doi selalu nawarin diri buat jadi ketua, terus ngerjainnya juga di rumahnya. Banyak

  • Senandika   3 ; Hilang dan Hadir

    Motor Scoopy abu-abu dope Jevan berhenti tepat di depan pagar rumah Shera. Kepalanya menoleh sana sini mencari kehidupan di pekarangan rumah minimalis dengan dua lantai itu. Biasanya sih, kalau Jevan mengantar Shera, ada satu mobil HRV putih di bagasi. Tapi hari ini mobil tersebut tidak terlihat."Nyari siapa, Nak?" seorang wanita paruh baya mendekati Jevan dengan perlahan."Anak pemilik rumahnya, Bu.""Ohhh, tapi rumah ini sudah empat hari kosong.”"Apa nggak ada orang sama sekali, Bu?" Jevan kaget. Pikirannya mengatakan bahwa Shera pindah diam-diam tanpa sepengetahuan siapa pun. Kalau benar begitu, dia harus bilang apa ke Bu Dara dan Bu Sarah—wali kelasnya—? Tidak mungkin kan, berbohong lagi."Sepenglihatan saya sih belum ada. Kemarin saya lihat ada mobil putih keluar dari sini malem-malem, setelah malem itu ya, kosong," wanita paruh baya itu berbicara dengan menatap Jevan penuh selidik sambil sesekali matanya menerawang hal-hal

DMCA.com Protection Status