"Awas!" teriak Daniel. Tetapi, sudah terlambat karena tubuh Emily tiba-tiba tersambar oleh sosok yang sedang berlari dengan cepat, membuatnya terhempas dengan kekuatan yang besar. Namun, dengan kecepatan refleks, Daniel segera meraih tubuh Emily, menahannya agar tidak jatuh dengan keras.
Dalam pelukan Daniel, Emily merasakan kehangatan yang melindunginya. Detak jantung Daniel yang berpacu kencang sejalan dengan detak jantungnya sendiri yang berdebar. Mata mereka saling bertemu, tetapi sesaat kemudian mereka memalingkan wajah ke arah lain. Setelah momen singkat itu, mereka kembali berdiri, tetapi suasana menjadi sedikit canggung."Terima kasih, Pak," ucap Emily dengan nafas terengah-engah."Apakah Bapak baik-baik saja?" tanya Emily dengan suara khawatir, melihat Daniel berusaha menahan tubuhnya agar tidak terjatuh dengan keras."Jangan khawatirkan saya, sebaiknya kamu fokus melihat jalan," ujar Daniel.Emily mengangguk, merasa malu kar"Pak Daniel!" suara samar itu semakin dekat diiringi dengan derap kaki yang semakin mendekat. Emily terkejut melihat Daniel terduduk di lantai. Ia segera mendekatinya dengan kekhawatiran yang mendalam."Pak Daniel, apakah Anda baik-baik saja?" suara Emily terdengar panik dan penuh kekhawatiran. "Pak, apa Bapak bisa mendengar saya? Apa Bapak baik-baik saja?" Emily kembali mengulang pertanyaannya karena tidak mendengar jawaban apapun dari Daniel. Saat Emily hendak meneriakkan tolong, tiba-tiba tangan Daniel menghentikannya. "Saya tidak apa-apa," jawabnya lemah. "Pak, Anda tidak apa-apa?" tanya Emily dengan kekhawatiran yang masih terpancar di wajahnya.Daniel mengangguk lemah sebagai jawaban."Syukurlah, saya takut sekali," ucap Emily dengan suara yang lega kemudian membantu Daniel untuk berdiri.Emily hendak membimbing Daniel berjalan tetapi Daniel menghentikannya. "Saya bisa sendiri."Mereka akhirnya menuju tempat duduk terdekat agar dapat beristirahat sejenak."Tunggu sebentar di
Emily merasa kebingungan saat mendapatkan tawaran dari nenek itu untuk singgah karena pada akhirnya keputusan akhir tetap berada di tangan atasannya, Daniel. "Tunggu sebentar ya, Nek," ucap Emily lalu berlalu mengetuk kaca jendela mobil."Ada apa?" tanya Daniel sambil menurunkan kaca jendelanya."Nenek itu meminta kita untuk singgah sebentar di rumahnya, Pak," jawab Emily dengan gugup.Jemari Daniel mulai memijat pertengahan alisnya yang berkerut. "Tolak saja. Kita harus segera kembali sekarang." ucapnya tegas. "T-tapi, Pak.." sela Emily, suaranya terputus-putus karena keraguan yang melanda dirinya. "Apa lagi?" tanya Daniel dengan raut wajah kesal.Emily merasa takut untuk masuk ke dalam rumah itu, tetapi dia juga merasa tidak enak untuk menolak permintaan nenek itu. Dengan ragu, dia berkata, "Apa tidak sebaiknya kita masuk sebentar untuk menghargai niat baik Nenek itu, Pak? Saya tidak tega menolaknya."Danie
Emily terbangun dengan kepala yang terasa berat dan sakit. Setelah dia perlahan membuka matanya, pandangannya langsung tertuju pada langit-langit sebuah kamar yang sepenuhnya asing baginya. Rasa bingung menyelimuti pikirannya saat dia berusaha keras mengingat apa yang terjadi. Namun, pandangannya masih buram, dan kesadarannya masih belum sepenuhnya kembali. Suasana di sekitar Emily terasa begitu asing. Dia merasa berada di tempat yang jauh dari kenangan terakhirnya. Keadaan ini membuat hatinya berdebar-debar dan kecemasan mulai merayap dalam dirinya.Di mana aku? batin Emily dalam hati, mencoba mencari jawaban atas keadaan yang membingungkannya. Saat Emily mengangkat tubuhnya dari tempat tidur, langkahnya terasa ragu-ragu di lantai kayu yang berderit. Ruangan itu penuh dengan aroma kuno, tercampur oleh bau lembab dan kehangatan kayu tua yang terpapar sinar matahari melalui jendela retak. Udara dingin menyapu wajahnya, membuatnya semakin sadar akan keadaa
Kepala Daniel berdenyut seiring dengan setiap detak jantungnya yang tidak beraturan. Saat matanya terbuka, cahaya redup ruangan tua itu menyilaukan, dan dia meraih kepalanya yang terasa berat. Meringis, dia mencoba mengenali sekitarnya, tetapi ingatannya terlalu samar, terkubur dalam kabut yang mengepung pikirannya. Dengan tubuh yang masih lemah, Daniel duduk perlahan di atas tempat tidur di ruangan itu. Rumah tua itu seakan menyambutnya dengan aroma kuno yang memenuhi udara. Dia menatap sekeliling dengan tatapan bingung, mencoba memahami bagaimana dia bisa berada di tempat yang begitu asing ini. Ruangannya gelap, hanya diterangi oleh cahaya temaram yang masuk melalui jendela retak. Dinding-dinding usang menyimpan cerita yang belum terungkap. Daniel menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, mencoba meredakan rasa sakit yang menusuk di pelipisnya."Di mana aku?" gumam Daniel, tetapi dia segera menyadari keanehan yang terjadi pada tubuhnya. Jari
"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Pak? tanya Emily dengan suara bergetar, kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya. "Apakah kita akan terjebak lagi di sini sampai malam?" "Tenanglah, Em," seru Daniel kesal.Daniel merenung sejenak, mencoba mencari solusi dalam keadaan yang sulit ini. Pandangannya mengarah ke arah kursi yang ada di ruang tamu. Dalam keputusasaan, Daniel menyadari bahwa kursi tersebut mungkin bisa menjadi alat yang berguna untuk membuka pintu. Dengan cepat, Daniel mengambil kursi tersebut dan membawanya ke depan pintu. "Apa yang akan Bapak lakukan?" tanya Emily dengan rasa penasaran. Tetapi Daniel memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Emily, agar dia bisa tetap fokus pada tugas yang ada di hadapannya. Dengan hati-hati, Daniel mencoba mengangkat kursi itu dengan susah payah dan mendekatkannya ke pintu. Ia memposisikan kursi sedemikian rupa agar memudahkan usahanya mendobrak pintu.Daniel berusaha mendoron
Saat Daniel berbalik hendak pergi dari tepi sungai, tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara air yang memercik keras seperti ada yang terjatuh di dalamnya. Dalam sekejap, dia menyadari bahwa Emily telah terjatuh ke dalam aliran sungai yang mengalir. "Emily!!" seru Daniel dengan teriakan panik, melihat kejadian itu."To-long.." Emily berjuang untuk tetap mengapung di atas sungai itu, berusaha berteriak dengan keputusasaan. Air yang mengalir membuatnya kesulitan untuk mempertahankan keseimbangan. Tanpa ragu, Daniel yang kini berada dalam tubuh Emily langsung melompat ke dalam sungai. Meskipun dia merasakan kesulitan untuk beradaptasi dengan tubuh Emily, dia tetap berenang dengan cepat menuju Emily yang berjuang untuk tetap mengapung. Daniel berusaha mencapai Emily dan meraih tangannya.Dalam momen yang tegang dan penuh ketidakpastian, Daniel berhasil mencapai Emily. Dia memeluknya erat, mencoba menjaga keduanya tetap di permukaan air. Dengan perjuangan
Mendengar suara asing di pagi hari, mata Daniel perlahan terbuka sementara Emily tampak menggeliat sebelum membuka matanya. Keduanya terkejut ketika melihat seorang pria paruh baya yang mereka yakini adalah salah satu penduduk lokal, sedang memperhatikan mereka yang sedang tertidur.Emily dan Daniel terbangun dari tidur mereka, masih penuh dengan kantuk. Mereka saling menatap, mencoba mencerna apa yang baru saja mereka dengar. Tetapi rasa heran dan kebingungan meliputi pikiran mereka saat mereka memandang satu sama lain. Emily melihat wajahnya sendiri terpantul di mata Daniel, begitu juga Daniel melihat wajahnya sendiri di cermin mata Emily. Mereka terkejut saat menyadari bahwa jiwa mereka telah tertukar kembali. Mata mereka membulat sempurna karena kejutan yang tak terduga, tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi lagi dan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.Pria paruh baya itu melihat kebingungan yang terpancar dari wajah mereka, ia mendekati me
Daniel mengulum bibir Emily dengan begitu lembut, menciptakan keintiman yang mendalam di antara mereka. Setelah beberapa saat, Daniel perlahan melepaskan ciuman mereka. Jantung keduanya berdetak kencang, dan nafas mereka terengah-engah. Dalam keadaan yang penuh kejutan bagi Emily, Daniel perlahan menjauhkan wajahnya dari Emily, menciptakan jarak di antara mereka. Tatapan mereka saling bertemu, dan alis Daniel berkerut, menunjukkan kegelisahan dalam hatinya. Dia menantikan apakah tindakannya kali ini berhasil mengembalikan jiwa mereka. "Sial! Ini tidak berhasil!" ujar Daniel setelah menunggu cukup lama dan melihat tidak ada perubahan apapun pada mereka. Emily mengerjap-ngerjapkan matanya, mencoba mengembalikan ritme detakan jantungnya agar kembali normal. Tanpa di sadari oleh Emily, Daniel meraih handuk dan dengan lembut menyelimutinya di tubuh Emily. "Kamu sudah basah, sebaiknya kamu mandi di sini," ucap Daniel sambil melihat tubuh Emily yang sudah basa