Mendengar suara Daniel seperti perintah yang sangat sulit untuk dibantah. Emily berusaha mengejar Daniel yang semakin menjauh. Akhirnya, dengan nafas tersengal-sengal, Emily berhasil sampai di tempat Daniel berdiri.
Thawatchai, agen perjalanan mereka, menyambut mereka dengan senyuman hangat. "Kita bisa pergi sekarang?" tanyanya dengan penuh semangat, yang hanya dijawab oleh anggukan kecil dari Daniel.Agen perjalanan memberikan beberapa rekomendasi restoran terdekat yang terkenal dengan masakan Thailand yang lezat. Setelah melihat beberapa pilihan, Daniel dan Emily memutuskan untuk mencoba restoran lokal yang disarankan oleh agen perjalanan. Restoran itu terkenal dengan hidangan khas Thailand. Hanya mendengar menu-menu tersebut sudah membuat Emily merasa lapar dan tidak sabar untuk bisa segera mencicipi makanan-makanan lezat itu.Setelah beberapa saat, akhirnya mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah restoran lokal yang direkomendasikan oleh agen perjalanan. Daniel dan Emily berjalan masuk ke dalam restoran, tetapi tiba-tiba tidak sengaja Emily hampir menabrak seseorang yang hendak keluar dari restoran itu. Melihat hal itu, Daniel dengan sigap menarik Emily mendekat padanya, mencegahnya menabrak orang tersebut."Te-terima kasih, Pak," ucap Emily namun Daniel tampak tidak menanggapinya dan memilih untuk masuk ke dalam restoran dengan langkah cepat."Dingin sekali! Aku merasa seperti berbicara dengan tembok. Kenapa aku harus terjebak di dalam situasi seperti ini?Dad, aku merindukanmu," gumam Emily dengan perasaan dramatis."Apa yang kamu lakukan di sana?" tanya Daniel dengan tatapan dingin dan tajam yang mengarah padanya.Emily segera bergerak menuju tempat Daniel berdiri. Setelah mereka masuk ke dalam restoran, Emily dan Daniel memilih salah satu tempat untuk mereka duduki. Aroma makanan yang lezat langsung menyeruak masuk ke dalam hidung mereka. Perut Emily bahkan sudah berbunyi karena kelaparan.Daniel mengeluarkan ponselnya dan terlihat sibuk dengan urusannya sendiri tanpa menghiraukan keberadaan Emily. Setelah beberapa saat, hidangan mereka akhirnya tersaji di atas meja. Emily segera mengeluarkan ponselnya dan mulai mengambil foto-foto dengan penuh semangat, mengabadikan hidangan yang ada di hadapannya.Sementara itu, Daniel hanya bisa menggelengkan kepala melihat sikap Emily yang terlihat sama seperti kebanyakan orang pada umumnya, yang lebih tertarik untuk mengambil beberapa foto makanan sebelum memakannya. Emily tampak lupa sejenak bahwa dia sedang bersama dengan Daniel saat ini."Makanlah sebelum dingin!" ujar Daniel dengan nada tegas, membuat Emily tersadar bahwa dia sedang bersama dengan 'Ice Prince'."Wah, sepertinya enak," ujar Emily dengan semangat, lalu langsung mencicipi makanan tersebut. Matanya melebar sempurna ketika merasakan betapa nikmatnya hidangan yang ada di hadapannya.Sementara itu, Daniel terlihat sedikit kepedasan karena dia memang tidak terlalu kuat dengan makanan pedas. Dia terus meneguk minumannya hingga hampir habis."Apa pedas sekali, Pak?" tanya Emily dengan kekhawatiran."Mmm," jawab Daniel singkat.Emily merasa sedikit terkejut mengetahui bahwa Daniel memiliki kelemahan dalam makanan pedas.Ternyata dia memiliki kelemahan tidak bisa makan makanan pedas, batin Emily.Walaupun pedas, Daniel tetap makan dengan cepat, sehingga dia harus menunggu Emily yang belum juga selesai makan. Setelah mereka selesai makan, Daniel dan Emily kembali ke hotel mereka. Emily sebenarnya masih ingin berjalan-jalan dan menikmati keindahan kota Thailand, tetapi dia sadar betul bahwa mereka berada di sini untuk perjalanan bisnis dan harus mengikuti jadwal yang telah ditentukan."Besok ada Festival Loy Krathong di sini. Festival ini terkenal dengan melepaskan perahu terapung yang kami sebut dengan nama krathong di dalam air. Ini adalah cara untuk menghormati dewi sungai dan memohon keberuntungan. Saya hanya merekomendasikannya, mungkin kalian tertarik untuk melihat festival itu," jelas Thawatchai dengan antusias."Festival? Benarkah?" tanya Emily dengan penuh minat. Dia begitu tertarik dengan ide festival yang menarik ini, sehingga sejenak dia melupakan keberadaan Daniel di sisinya."Ya, Nona. Selain melepaskan krathong, festival Loy Krathong juga diisi dengan berbagai kegiatan dan hiburan. Ada pertunjukan tari tradisional, musik, dan pameran seni yang menampilkan budaya Thailand. Orang-orang juga dapat menikmati hidangan khas Thailand yang lezat, serta berpartisipasi dalam permainan dan kompetisi yang diadakan selama festival," jelas Thawatchai."Wah sepertinya sangat seru ya," Emily terlihat sangat tertarik untuk mengikuti festival tersebut.Tiba-tiba, Daniel menatap Emily dengan tatapan mata yang sangat sulit diartikan."Maaf, Pak. Saya hanya tertarik saja, tidak bermaksud apa-apa," ucap Emily sambil menundukkan kepalanya. Dia menyadari bahwa tujuan perjalanannya kali ini adalah untuk urusan bisnis, bukan liburan."Baiklah, kami akan pergi melihat festival itu besok," ujar Daniel tiba-tiba, membuat Emily menatapnya dengan tidak percaya. Sepanjang perjalanan, Emily tidak bisa berhenti tersenyum karena Daniel telah menyetujuinya untuk pergi ke festival tersebut.Setelah tiba di hotel, Emily masih antusias karena akhirnya dia bisa menikmati waktu luangnya di Thailand, meskipun hanya untuk melihat festival."Terima kasih, Pak," ucap Emily ketika mereka sedang menunggu di depan lift."Apa?" tanya Daniel dengan nada dingin."Terima Kasih karena Bapak mau pergi ke festival besok," ucap Emily dengan rasa terima kasih."Mengapa kamu berterima kasih dengan saya?" tanya Daniel mengkerutkan dahinya bingung, kemudian masuk ke dalam lift yang sudah terbuka, diikuti oleh Emily."Saya berpikir Bapak mau pergi karena saya," jawab Emily malu-malu."Tentu saja tidak. Saya penasaran dengan festival itu," jawab Daniel.Emily merasa malu karena dia salah mengira bahwa Daniel mau pergi ke festival itu karena dirinya. Ketika lift berdentang, mereka akhirnya sampai di lantai kamar yang hendak mereka tuju. Mereka pun berpisah untuk masuk ke dalam kamar mereka masing-masing.***Keesokan harinya, Daniel tiba di ruang pertemuan dengan timnya yang terdiri dari beberapa eksekutif kunci dari perusahaannya. Mereka semua telah mempersiapkan presentasi dan materi yang relevan untuk pertemuan ini. Daniel duduk di ujung meja, dengan Emily, sekretarisnya, duduk di sampingnya.Mitra bisnis Daniel, Pak Anuwat Sombat juga telah hadir di ruangan tersebut. Pak Anuwat adalah seorang pria yang berpengalaman dan memiliki reputasi yang baik dalam dunia bisnis di Thailand. Dia duduk di sisi lain meja, dengan senyuman ramah di wajahnya."Selamat pagi, Pak Anuwat," sapa Daniel sambil mengulurkan tangannya. "Saya sangat senang bisa bertemu dengan Anda hari ini. Kami sangat bersemangat untuk menjalin kemitraan yang kuat dan saling menguntungkan dengan perusahaan Anda."Pak Anuwat menerima uluran tangan Daniel dengan penuh keramahan. "Selamat pagi, Pak Daniel. Terima kasih atas kesempatan ini. Kami juga berharap bisa menjalin kerjasama yang sukses dengan perusahaan Anda. Kami telah mempelajari dengan seksama presentasi dan proposal yang telah Anda kirimkan sebelumnya."Pertemuan berlanjut dengan diskusi yang intens antara Daniel, tim, dan mitra bisnisnya. Dialog dan kolaborasi yang produktif terjadi antara kedua belah pihak, dengan tujuan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Setelah mencapai kesepakatan, mereka kemudian menandatangani perjanjian kontrak kerja sama. Tepuk tangan meriah menyambut kerja sama antara dua perusahaan besar tersebut.***Setelah malam tiba, jantung Emily sedikit berdebar karena mereka akan menghadiri festival itu. Dia memoleskan sedikit riasan di wajahnya untuk menyempurnakan penampilannya malam ini. Tiba-tiba, pintu kamar hotelnya diketuk dari luar. Ketika membuka pintunya, dia bisa melihat Daniel yang sedang berdiri di hadapannya saat ini."Sudah siap?" tanya Daniel."Sudah, Pak," jawab Emily.Daniel berjalan dengan langkah cepat, seperti biasanya, dan Emily berusaha mengimbangi langkahnya. Wajah Emily terpancar kebahagiaan dan antusiasme yang tak terbendung. Ketika mereka akhirnya tiba di lobi, Thawatchai sudah menunggu dengan senyuman ceria di wajahnya, menyambut kedatangan mereka."Wah, kalian berdua mengenakan baju dengan warna yang sama. Kalian tampak seperti pasangan kekasih, hahaha!" ucap Thawatchai sambil tertawa riang, tanpa sadar membuat Emily merasa gugup dan panik.Emily baru menyadari bahwa dia dan Daniel memakai baju dengan warna putih yang sama. Tetapi tawa Thawatchai seketika hilang saat melihat tatapan sinis dan dingin dari Daniel."Ehmm, maafkan saya, Pak. Saya terlalu bersemangat hari ini," ucap Thawatchai dengan sopan. "Ayo, saya akan mengantar kalian ke tempat tujuan."Mereka bertiga berjalan menuju mobil yang sudah menunggu di tempat parkir. Emily terlihat sangat antusias, karena selama di Thailand, dia belum sempat menjelajahi keindahan kota tersebut.Mobil mereka segera melaju meninggalkan hotel, membawa mereka menuju tujuan yang ditunggu-tunggu, yaitu Festival Loy Khratong. Emily duduk di dalam mobil dengan mata yang penuh kekaguman, menikmati pemandangan malam kota Thailand yang begitu memukau. Cahaya gemerlap dari gedung-gedung tinggi dan lampu-lampu jalan yang berwarna-warni menciptakan suasana magis yang sulit dilupakan.Saat mereka menyusuri pemandangan kota Thailand, Thawatchai dengan penuh semangat menjelaskan berbagai hal menarik tentang tempat-tempat yang mereka lewati. Dia memberikan penjelasan yang mendalam tentang sejarah, budaya, dan keunikan setiap tempat yang mereka lewati.Berbeda dengan Emily yang penuh antusias mendengar penjelasan Thawatchai, Daniel terlihat tenang dengan perawakan yang sedikit dingin. Meskipun di balik ekspresi tenangnya, dia tetap menikmati keindahan kota itu.Setelah beberapa jam dalam perjalanan yang penuh dengan kegembiraan dan keindahan, akhirnya mereka tiba di tempat yang dituju, yaitu Festival Loy Khratong. Festival ini diadakan di dekat Sungai Chao Phraya, salah satu sungai terbesar di Thailand."Akhirnya kita sampai juga!" kata Thawatchai dengan senyuman."Kita sudah sampai, benarkah?" tanya Emily dengan mata berbinar.Emily dan Daniel melangkah bersama di antara kerumunan orang yang memadati tepi sungai Chao Phraya. Emily merasa hatinya berdebar-debar ketika melihat keramaian yang menghadiri festival itu. Wajahnya dipenuhi kegembiraan yang memancar dari matanya, seolah-olah semua beban kerja yang menumpuk selama ini lenyap dalam sekejap.Sungai Chao Phraya memantulkan sinar, menciptakan kilauan yang mempesona. Deretan warung makanan dengan aroma khas makanan Thailand menggoda penciuman Emily, membuat perutnya mulai terasa lapar."Pak, bagaimana kalau kita makan dulu?" tanya Emily dengan penuh semangat."Mmm," Daniel mengangguk setuju."Bapak mau makan apa?" tanya Emily dengan penuh perhatian."Terserah kamu saja," ucap Daniel singkat.Emily merenung sejenak, memperhatikan setiap warung makanan dengan seksama. Matanya tertarik pada sebuah warung kecil yang terlihat sederhana namun menarik. Di sana, seorang ibu muda dengan ramah menyambut pelanggan."Mari kita mencoba makanan di warung itu, Pak," ujar Emily sambil menunjuk warung tersebut.Daniel hanya mengangguk setuju. Karena terlalu antusias, Emily tidak menyadari ada seseorang yang sedang berlari ke arahnya."Awas!" teriak Daniel."Awas!" teriak Daniel. Tetapi, sudah terlambat karena tubuh Emily tiba-tiba tersambar oleh sosok yang sedang berlari dengan cepat, membuatnya terhempas dengan kekuatan yang besar. Namun, dengan kecepatan refleks, Daniel segera meraih tubuh Emily, menahannya agar tidak jatuh dengan keras. Dalam pelukan Daniel, Emily merasakan kehangatan yang melindunginya. Detak jantung Daniel yang berpacu kencang sejalan dengan detak jantungnya sendiri yang berdebar. Mata mereka saling bertemu, tetapi sesaat kemudian mereka memalingkan wajah ke arah lain. Setelah momen singkat itu, mereka kembali berdiri, tetapi suasana menjadi sedikit canggung. "Terima kasih, Pak," ucap Emily dengan nafas terengah-engah."Apakah Bapak baik-baik saja?" tanya Emily dengan suara khawatir, melihat Daniel berusaha menahan tubuhnya agar tidak terjatuh dengan keras. "Jangan khawatirkan saya, sebaiknya kamu fokus melihat jalan," ujar Daniel. Emily mengangguk, merasa malu kar
"Pak Daniel!" suara samar itu semakin dekat diiringi dengan derap kaki yang semakin mendekat. Emily terkejut melihat Daniel terduduk di lantai. Ia segera mendekatinya dengan kekhawatiran yang mendalam."Pak Daniel, apakah Anda baik-baik saja?" suara Emily terdengar panik dan penuh kekhawatiran. "Pak, apa Bapak bisa mendengar saya? Apa Bapak baik-baik saja?" Emily kembali mengulang pertanyaannya karena tidak mendengar jawaban apapun dari Daniel. Saat Emily hendak meneriakkan tolong, tiba-tiba tangan Daniel menghentikannya. "Saya tidak apa-apa," jawabnya lemah. "Pak, Anda tidak apa-apa?" tanya Emily dengan kekhawatiran yang masih terpancar di wajahnya.Daniel mengangguk lemah sebagai jawaban."Syukurlah, saya takut sekali," ucap Emily dengan suara yang lega kemudian membantu Daniel untuk berdiri.Emily hendak membimbing Daniel berjalan tetapi Daniel menghentikannya. "Saya bisa sendiri."Mereka akhirnya menuju tempat duduk terdekat agar dapat beristirahat sejenak."Tunggu sebentar di
Emily merasa kebingungan saat mendapatkan tawaran dari nenek itu untuk singgah karena pada akhirnya keputusan akhir tetap berada di tangan atasannya, Daniel. "Tunggu sebentar ya, Nek," ucap Emily lalu berlalu mengetuk kaca jendela mobil."Ada apa?" tanya Daniel sambil menurunkan kaca jendelanya."Nenek itu meminta kita untuk singgah sebentar di rumahnya, Pak," jawab Emily dengan gugup.Jemari Daniel mulai memijat pertengahan alisnya yang berkerut. "Tolak saja. Kita harus segera kembali sekarang." ucapnya tegas. "T-tapi, Pak.." sela Emily, suaranya terputus-putus karena keraguan yang melanda dirinya. "Apa lagi?" tanya Daniel dengan raut wajah kesal.Emily merasa takut untuk masuk ke dalam rumah itu, tetapi dia juga merasa tidak enak untuk menolak permintaan nenek itu. Dengan ragu, dia berkata, "Apa tidak sebaiknya kita masuk sebentar untuk menghargai niat baik Nenek itu, Pak? Saya tidak tega menolaknya."Danie
Emily terbangun dengan kepala yang terasa berat dan sakit. Setelah dia perlahan membuka matanya, pandangannya langsung tertuju pada langit-langit sebuah kamar yang sepenuhnya asing baginya. Rasa bingung menyelimuti pikirannya saat dia berusaha keras mengingat apa yang terjadi. Namun, pandangannya masih buram, dan kesadarannya masih belum sepenuhnya kembali. Suasana di sekitar Emily terasa begitu asing. Dia merasa berada di tempat yang jauh dari kenangan terakhirnya. Keadaan ini membuat hatinya berdebar-debar dan kecemasan mulai merayap dalam dirinya.Di mana aku? batin Emily dalam hati, mencoba mencari jawaban atas keadaan yang membingungkannya. Saat Emily mengangkat tubuhnya dari tempat tidur, langkahnya terasa ragu-ragu di lantai kayu yang berderit. Ruangan itu penuh dengan aroma kuno, tercampur oleh bau lembab dan kehangatan kayu tua yang terpapar sinar matahari melalui jendela retak. Udara dingin menyapu wajahnya, membuatnya semakin sadar akan keadaa
Kepala Daniel berdenyut seiring dengan setiap detak jantungnya yang tidak beraturan. Saat matanya terbuka, cahaya redup ruangan tua itu menyilaukan, dan dia meraih kepalanya yang terasa berat. Meringis, dia mencoba mengenali sekitarnya, tetapi ingatannya terlalu samar, terkubur dalam kabut yang mengepung pikirannya. Dengan tubuh yang masih lemah, Daniel duduk perlahan di atas tempat tidur di ruangan itu. Rumah tua itu seakan menyambutnya dengan aroma kuno yang memenuhi udara. Dia menatap sekeliling dengan tatapan bingung, mencoba memahami bagaimana dia bisa berada di tempat yang begitu asing ini. Ruangannya gelap, hanya diterangi oleh cahaya temaram yang masuk melalui jendela retak. Dinding-dinding usang menyimpan cerita yang belum terungkap. Daniel menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, mencoba meredakan rasa sakit yang menusuk di pelipisnya."Di mana aku?" gumam Daniel, tetapi dia segera menyadari keanehan yang terjadi pada tubuhnya. Jari
"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Pak? tanya Emily dengan suara bergetar, kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya. "Apakah kita akan terjebak lagi di sini sampai malam?" "Tenanglah, Em," seru Daniel kesal.Daniel merenung sejenak, mencoba mencari solusi dalam keadaan yang sulit ini. Pandangannya mengarah ke arah kursi yang ada di ruang tamu. Dalam keputusasaan, Daniel menyadari bahwa kursi tersebut mungkin bisa menjadi alat yang berguna untuk membuka pintu. Dengan cepat, Daniel mengambil kursi tersebut dan membawanya ke depan pintu. "Apa yang akan Bapak lakukan?" tanya Emily dengan rasa penasaran. Tetapi Daniel memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Emily, agar dia bisa tetap fokus pada tugas yang ada di hadapannya. Dengan hati-hati, Daniel mencoba mengangkat kursi itu dengan susah payah dan mendekatkannya ke pintu. Ia memposisikan kursi sedemikian rupa agar memudahkan usahanya mendobrak pintu.Daniel berusaha mendoron
Saat Daniel berbalik hendak pergi dari tepi sungai, tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara air yang memercik keras seperti ada yang terjatuh di dalamnya. Dalam sekejap, dia menyadari bahwa Emily telah terjatuh ke dalam aliran sungai yang mengalir. "Emily!!" seru Daniel dengan teriakan panik, melihat kejadian itu."To-long.." Emily berjuang untuk tetap mengapung di atas sungai itu, berusaha berteriak dengan keputusasaan. Air yang mengalir membuatnya kesulitan untuk mempertahankan keseimbangan. Tanpa ragu, Daniel yang kini berada dalam tubuh Emily langsung melompat ke dalam sungai. Meskipun dia merasakan kesulitan untuk beradaptasi dengan tubuh Emily, dia tetap berenang dengan cepat menuju Emily yang berjuang untuk tetap mengapung. Daniel berusaha mencapai Emily dan meraih tangannya.Dalam momen yang tegang dan penuh ketidakpastian, Daniel berhasil mencapai Emily. Dia memeluknya erat, mencoba menjaga keduanya tetap di permukaan air. Dengan perjuangan
Mendengar suara asing di pagi hari, mata Daniel perlahan terbuka sementara Emily tampak menggeliat sebelum membuka matanya. Keduanya terkejut ketika melihat seorang pria paruh baya yang mereka yakini adalah salah satu penduduk lokal, sedang memperhatikan mereka yang sedang tertidur.Emily dan Daniel terbangun dari tidur mereka, masih penuh dengan kantuk. Mereka saling menatap, mencoba mencerna apa yang baru saja mereka dengar. Tetapi rasa heran dan kebingungan meliputi pikiran mereka saat mereka memandang satu sama lain. Emily melihat wajahnya sendiri terpantul di mata Daniel, begitu juga Daniel melihat wajahnya sendiri di cermin mata Emily. Mereka terkejut saat menyadari bahwa jiwa mereka telah tertukar kembali. Mata mereka membulat sempurna karena kejutan yang tak terduga, tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi lagi dan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.Pria paruh baya itu melihat kebingungan yang terpancar dari wajah mereka, ia mendekati me