Daniel menggendong tubuh Emily dengan lembut, menempatkannya dengan hati-hati di atas kasur. Nafas keduanya berdesir dengan irama yang semakin cepat, seiring dengan detak jantung yang semakin terasa. "Tunggu," ucap Emily, menghentikan tangan Daniel yang hendak membuka gaun yang dipakainya. "Kita akan terlambat ke pesta ulang tahun Grandpa," lanjut Emily dengan nada cemas."Apa kamu tidak menginginkannya?" bisik Daniel, suaranya memberikan getaran aneh namun menyenangkan untuk indra pendengaran Emily. Getaran itu semakin meyakinkannya bahwa dia juga menginginkan penyatuan cinta mereka malam itu."Apa tidak apa-apa jika kita terlambat?" tanya Emily, mencari kepastian dalam keputusannya.Daniel melirik arlojinya yang menghiasi pergelangan tangannya. "Lima belas menit cukup untuk menyelesaikan semuanya," ucapnya sambil tersenyum.Dengan hasrat yang membara di antara mereka, bibir mereka bertemu dalam ciuman penuh kelembutan. Akhirnya, malam itu menjadi saksi dari penyatuan cinta dan gai
Kejadian saat Jake berlutut di hadapan sosok misterius membuat Olivia sangat terkejut hingga tubuhnya bergetar. Tanpa berpikir panjang, dia segera mencari tempat persembunyian. Kedua tangan menutup mulutnya erat, takut mengeluarkan suara yang akan membuat orang itu sadar akan keberadaannya. Perlahan, Olivia mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Sosok misterius itu telah keluar dari ruang kerja Jake. Olivia berusaha menahan nafasnya agar keberadaannya tidak diketahui. Setiap langkah kaki itu semakin terdengar jelas beriringan dengan detak jantungnya yang semakin terasa. Tangannya juga semakin erat menutup mulutnya. Tiba-tiba langkah kaki itu berhenti tepat di dekat persembunyian Olivia. Nafasnya semakin tidak teratur, khawatir orang itu mengetahui keberadaannya. Namun, tidak lama kemudian langkah kaki itu kembali bergerak melewati persembunyian Olivia hingga akhirnya tidak terdengar lagi. Mata Olivia memerah hingga tubuhnya bergetar hebat. Setelah memastikan orang itu pergi, di
Dokter Thompson dengan penuh kehati-hatian mengungkapkan, "Dengan rasa duka yang mendalam, saya harus menyampaikan kabar bahwa Tuan Jake telah meninggal dunia akibat serangan jantung yang disertai dengan komplikasi yang parah, termasuk infark miokardium yang meluas." Kabar itu mengejutkan semua orang yang hadir di ruangan tunggu itu, termasuk Daniel dan Emily. "Tidak, ini tidak mungkin!" seru Sophia sambil menangis mendengar kabar yang sangat mengejutkan baginya. Dia menangis tersedu-sedu di ruangan itu. Emily memegang tangan Daniel dengan erat, berusaha menguatkan perasaan Daniel. Seperti bayangan hitam yang menghantui Daniel, matanya menjadi semakin kelam. Dia harus kehilangan beberapa orang yang sangat dicintainya dalam hidupnya. Setelah kehilangan kedua orang tuanya, saat ini dia harus kembali menghadapi kenyataan bahwa dia harus kembali kehilangan orang yang sangat dicintainya lagi. Tatapan mata Emily tidak pernah lepas dari Daniel. Dia sangat mengkhawatirkan Daniel di hadap
Daniel terdiam sejenak, matanya terpaku pada kilauan yang memantul dari anting berkilau yang tergeletak di sudut tembok dekat ruang kerja kakeknya. Daniel meraih anting itu dengan hati-hati. Tiba-tiba, suara langkah ringan asisten rumah tangga memecah keheningan ruangan. Daniel segera menghentikannya, matanya menatap tajam ke arah asisten tersebut. "Apakah semalam ada tamu yang datang menemui Grandpa?" tanya Daniel. "Maaf, Tuan Muda. Semalam, Tuan Besar memerintahkan kami semua untuk membantu persiapan ulang tahunnya, jadi tidak ada seorang pun yang tinggal," jawab asisten rumah tangga itu dengan suara lembut."Tidak ada seorang pun yang tinggal?" tanya Daniel. "Tuan Besar memerintahkan kami semua untuk mengosongkan rumah ini," jawab asisten rumah tangga itu dengan suara yang penuh kepatuhan dan rasa hormat. 'Mengosongkan rumah ini? Tapi, untuk apa?' batin Daniel merasa bingung. Daniel menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Baiklah, aku mengerti. Kamu boleh kemb
Saat malam tiba, jiwa Daniel yang telah kembali ke tubuh aslinya tampak duduk tegak di sofa ruang tamu, matanya terfokus pada layar televisi yang menampilkan film lama diputar. Namun, pikirannya jauh dari adegan film tersebut. Pertanyaan tentang keberadaan Olivia di kediaman kakeknya terus menghantuinya. "Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" tanya Emily membuyarkan lamunan Daniel yang duduk di sampingnya. "Em, sepertinya aku harus pergi malam ini," ucap Daniel dengan suara pelan. "Pergi ke mana?" tanya Emily dengan nada penasaran. "Ada sesuatu yang harus aku selesaikan," jawab Daniel, mencoba menyembunyikan rasa gelisahnya di balik senyum samar. "Sesuatu?" gumam Emily, mencoba membaca ekspresi Daniel yang tersembunyi di balik senyumnya. Daniel mengangguk pelan sebelum menjawab, "Iya, ada sesuatu yang harus aku selesaikan."Emily merasakan kekhawatiran yang tak terucapkan, namun dia memilih untuk tidak menanyakan lebih lanjut. "Pergilah, jangan pulang terlalu malam," uc
Olivia kembali terhanyut dalam kenangan saat dia bersembunyi dari sosok misterius itu. Ketika langkah kaki orang itu berhenti tepat di dekat tempat persembunyiannya, Olivia merasa detak jantungnya semakin cepat. Dia hanya bisa berdiri dalam diam, takut akan terbongkar keberadaannya. Sosok itu terbungkus dalam jubah hitam yang menutupi identitasnya sepenuhnya. Meskipun tidak bisa melihat wajahnya, suara berat dan tegasnya menusuk ke dalam hati Olivia saat dia tertawa dengan begitu keras sebelum akhirnya berkata. "Selamat tinggal, Dad."Perkataan orang misterius itu segera disampaikan oleh Olivia kepada Daniel. Wajah Daniel terpancar kegelisahan dan kekhawatiran yang tak mampu dia sembunyikan. "Baiklah, aku mengerti," ucap Daniel dengan suara yang hampir tidak kedengaran. "Kamu pasti akan tetap mendukung perusahaanku, kan?" tanya Olivia penuh kecemasan. Daniel menoleh tajam ke arah Olivia "Apakah kamu siap jika aku membutuhkan kesaksian darimu?" tanyanya dengan suara tegas.Olivia te
Kaca pecah yang dilemparkan oleh sosok misterius itu berserakan di atas lantai, sementara aroma alkohol yang tumpah membasahi permukaan lantai. Tubuhnya masih hidup, namun jiwa yang terkubur dalam kegelapan sepertinya telah mati sejak lama. Setiap detiknya dipenuhi rasa hampa dan kekosongan yang tak terucapkan, membuatnya meragukan makna hidup yang tengah dijalaninya.Dering telepon tiba-tiba memecah keheningan yang menyelimuti ruangan, membuyarkan segala pikiran gelap yang menghantui sosok misterius tersebut."Halo, Bos," suara anak buahnya memecah keheningan. "Pesanan telah tiba di tujuan."Sosok misterius itu menarik nafas dalam, mencoba menenangkan diri sejenak sebelum menjawab, "Apakah ada kendala selama proses pengiriman?""Semuanya berjalan mulus, tidak ada hambatan," jawab anak buah itu."Baiklah," ucap sosok misterius itu sebelum memutuskan sambungan telepon. ***Keesokan paginya, jiwa Emily dan Daniel kembali bertukar. Emily merasa ingin bergerak, tetapi tak bisa karena tan
Saat Daniel memutar ulang rekaman tersebut, ia dengan jelas melihat bahwa ada waktu tertentu yang tidak tercatat dalam rekaman CCTV. Seolah-olah ada celah waktu yang hilang, di mana rekaman langsung melompat dari satu waktu ke waktu berikutnya tanpa ada jejak aktivitas di antaranya. Kening Daniel berkerut, kecurigaan mulai menyelimuti dirinya bahwa ada upaya kesengajaan orang misterius itu untuk memanipulasi rekaman CCTV dengan sengaja menghapus waktu tertentu. "Dia telah menghapus rekaman ini," gumam Daniel. Rahangnya mengeras dengan tangannya yang mengepal kuat, menahan kemarahan yang hendak meluap di dalam dirinya. Daniel segera mengeluarkan ponselnya. Jari-jarinya menari di tombol keyboard hingga dia menemukan nomor kontak seseorang yang bisa membantunya dalam hal ini, kepala tim IT di perusahaannya. Dengan ketegasan, Daniel menekan nomor tersebut dan menunggu sambungan untuk meminta bantuan. "Halo," terdengar suara kepala tim IT perusahaan Winston. "Halo, saya adalah Emily,