Olivia kembali terhanyut dalam kenangan saat dia bersembunyi dari sosok misterius itu. Ketika langkah kaki orang itu berhenti tepat di dekat tempat persembunyiannya, Olivia merasa detak jantungnya semakin cepat. Dia hanya bisa berdiri dalam diam, takut akan terbongkar keberadaannya. Sosok itu terbungkus dalam jubah hitam yang menutupi identitasnya sepenuhnya. Meskipun tidak bisa melihat wajahnya, suara berat dan tegasnya menusuk ke dalam hati Olivia saat dia tertawa dengan begitu keras sebelum akhirnya berkata. "Selamat tinggal, Dad."Perkataan orang misterius itu segera disampaikan oleh Olivia kepada Daniel. Wajah Daniel terpancar kegelisahan dan kekhawatiran yang tak mampu dia sembunyikan. "Baiklah, aku mengerti," ucap Daniel dengan suara yang hampir tidak kedengaran. "Kamu pasti akan tetap mendukung perusahaanku, kan?" tanya Olivia penuh kecemasan. Daniel menoleh tajam ke arah Olivia "Apakah kamu siap jika aku membutuhkan kesaksian darimu?" tanyanya dengan suara tegas.Olivia te
Kaca pecah yang dilemparkan oleh sosok misterius itu berserakan di atas lantai, sementara aroma alkohol yang tumpah membasahi permukaan lantai. Tubuhnya masih hidup, namun jiwa yang terkubur dalam kegelapan sepertinya telah mati sejak lama. Setiap detiknya dipenuhi rasa hampa dan kekosongan yang tak terucapkan, membuatnya meragukan makna hidup yang tengah dijalaninya.Dering telepon tiba-tiba memecah keheningan yang menyelimuti ruangan, membuyarkan segala pikiran gelap yang menghantui sosok misterius tersebut."Halo, Bos," suara anak buahnya memecah keheningan. "Pesanan telah tiba di tujuan."Sosok misterius itu menarik nafas dalam, mencoba menenangkan diri sejenak sebelum menjawab, "Apakah ada kendala selama proses pengiriman?""Semuanya berjalan mulus, tidak ada hambatan," jawab anak buah itu."Baiklah," ucap sosok misterius itu sebelum memutuskan sambungan telepon. ***Keesokan paginya, jiwa Emily dan Daniel kembali bertukar. Emily merasa ingin bergerak, tetapi tak bisa karena tan
Saat Daniel memutar ulang rekaman tersebut, ia dengan jelas melihat bahwa ada waktu tertentu yang tidak tercatat dalam rekaman CCTV. Seolah-olah ada celah waktu yang hilang, di mana rekaman langsung melompat dari satu waktu ke waktu berikutnya tanpa ada jejak aktivitas di antaranya. Kening Daniel berkerut, kecurigaan mulai menyelimuti dirinya bahwa ada upaya kesengajaan orang misterius itu untuk memanipulasi rekaman CCTV dengan sengaja menghapus waktu tertentu. "Dia telah menghapus rekaman ini," gumam Daniel. Rahangnya mengeras dengan tangannya yang mengepal kuat, menahan kemarahan yang hendak meluap di dalam dirinya. Daniel segera mengeluarkan ponselnya. Jari-jarinya menari di tombol keyboard hingga dia menemukan nomor kontak seseorang yang bisa membantunya dalam hal ini, kepala tim IT di perusahaannya. Dengan ketegasan, Daniel menekan nomor tersebut dan menunggu sambungan untuk meminta bantuan. "Halo," terdengar suara kepala tim IT perusahaan Winston. "Halo, saya adalah Emily,
Saat dihadapkan pada pertanyaan tersebut, sopir pribadi itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya senyum tipis yang menyelinap di wajahnya, memancarkan aura misterius yang sulit untuk ditebak. Tanpa aba-aba, mobil Daniel tiba-tiba berhenti di tepi jalan yang sunyi."Maaf, Pak. Saya harus bertemu dengan seseorang di sini. Apakah Bapak tidak keberatan untuk menunggu saya sebentar saja?" tanya sopir pribadi itu dengan nada sopan dan memohon, sementara tatapan matanya tetap menyimpan rahasia yang tak terungkap.Melihat ekspresi bingung yang terpancar dari wajah Emily, sopir pribadi itu menambahkan dengan penuh keyakinan, "Saya tidak akan lama, Pak.""Baiklah kalau begitu," jawab Emily tanpa secercah kecurigaan pun terlintas dalam benaknya, karena telah mempercayai sopir pribadi Daniel dengan sepenuh hati."Terima kasih, Pak," ucap sopir pribadi itu dengan sopan sebelum melangkah keluar dari mobil tersebut.Setelah sopir pribadi itu pergi, Emily mengambil ponselnya dengan harapan bisa
Emily mengangkat pandangannya ke arah suara yang memanggil namanya, dan di sana, di balik cahaya yang hangat, dia melihat sosok yang begitu dikenal olehnya."Daniel?" gumam Emily dengan suara yang penuh tanda tanya, matanya mencoba memfokuskan pada sosok di hadapannya. Sosok itu mendekat, langkah demi langkah yang penuh makna. Daniel, dengan tatapan penuh makna, mengulangi kata-katanya, "Aku tidak akan pernah memaafkanmu jika kamu sampai meninggalkanku." Wajah Daniel tampak begitu pucat dan penuh kesedihan. "Kembalilah, Em. Jangan tinggalkan aku," tambahnya dengan suara gemetar. Air mata Emily jatuh membasahi pipinya di ruang ICU. Kilasan mimpi di dalam alam bawah sadarnya membangkitkan emosinya, membuatnya menangis tanpa dapat menahan rasa sakit yang ia rasakan. "Dokter, detak jantungnya sudah kembali," ujar perawat dengan suara penuh kelegaan.Dokter yang sedang fokus melakukan tindakan defibrillator, mengangguk cepat. "Bagus, terus monitor kondisinya." ***Di ruang tunggu, Dan
Ingatan akan rekaman video yang dilihatnya pada kamera tersembunyi kakeknya membuat cengkeraman tangannya pada setir semakin menguat. Matanya memerah menahan emosi yang meluap di hatinya. Dengan perasaan yang masih teriris oleh ingatan yang menyakitkan, Daniel akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit tempat Emily dirawat. Setelah tiba di rumah sakit, langkah-langkah Daniel membawanya menuju ruang tunggu di mana Fred duduk dengan ekspresi cemas yang terpancar jelas dari wajahnya. "Kamu ke mana, Em?" tanya Fred dengan nada cemas. "Apa kamu sudah menunggu lama? Maafkan aku," ucap Daniel. "Em, apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" tanya Fred dengan suara penuh kekhawatiran. "Kamu bisa menceritakannya padaku. Sejak kapan putriku menjadi sangat tertutup seperti ini?" Daniel menjawab dengan senyuman pahit di bibirnya, mencoba menyembunyikan hal yang membebani pikirannya. Dia menatap Fred dalam diam. Fred tidak menyadari bahwa orang yang berdiri di had
Suara yang tidak asing membuyarkan konsentrasi Daniel, membuatnya berbalik dengan perasaan waspada. Di belakangnya, nenek misterius itu berdiri dengan tubuhnya yang rapuh, menatap Daniel dengan mata tajam yang seolah-olah dapat menembus jauh ke dalam jiwanya. Kehadirannya memberikan aura misterius, membuat bulu tengkuk Daniel meremang seketika.Nenek misterius itu mengangguk ke arah pintu rumah dengan lembut. "Masuklah ke dalam," ucapnya dengan suara yang tenang.Dengan langkah hati-hati, Daniel berjalan menuju ruang tamu, diikuti oleh nenek misterius yang berada di belakangnya. Mereka akhirnya duduk di ruang tamu yang terasa sepi namun sarat dengan atmosfer yang mencekam.'Bagaimana aku bisa sampai ke sini?' batin Daniel dalam hati, kebingungan terpancar jelas dari matanya. "Akulah yang membawamu kemari," sahut nenek misterius itu dengan suara yang tenang, seolah-olah dapat membaca pikiran Daniel. "Siapa kamu sebenarnya?" desak Daniel, suaranya dingin dan tegas. "Apa tujuanmu melak
Selama beberapa bulan yang panjang, Daniel masih belum juga bangun dari tidur panjangnya setelah terjebak dalam keadaan koma. Emily, setia berada di sampingnya setiap hari, merawatnya dengan penuh kasih dan kesabaran.Setiap hari, Emily membacakan buku-buku favorit Daniel. Suaranya mengalun lembut memenuhi ruangan yang sunyi, menciptakan suasana hangat yang menyelimuti Daniel. Emily berharap bahwa suara-suara itu dapat mencapai jiwa Daniel, di balik keadaannya yang tak berdaya.Emily masih belum tahu bagaimana jiwa mereka bisa kembali ke raga mereka masing-masing. Seharusnya dialah yang terbaring lemah di ranjang itu karena jiwanya terjebak dalam tubuh Daniel saat kecelakaan itu terjadi. Namun, entah bagaimana, jiwanya bisa kembali ke raganya. Harapan dan ketakutan bercampur aduk di dalam hatinya, menantikan keajaiban yang mungkin datang agar Daniel bisa tersadar dan mereka bisa kembali bersatu. "Sayang, selamat pagi. Apakah kamu mendengarku?" ucap Emily dengan suara yang bergetar pa