Share

4. Tinggal Bersama

Penulis: dtyas
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Anya mengerjapkan pelan matanya, pendingin ruangan membuat tidurnya terjaga karena hembusan udara seakan menembus kulitnya. Bahkan ia meringis merasakan kepala terasa berat.

Yang lebih mengejutkan ada beban di atas perutnya. Saat ia s***k selimut ternyata tangan memeluknya dan menyadari tidak mengenakan apapun, hanya selimut saja.

“Di mana pakaianku?” gumam Anya.

Perlahan ia menyibak selimut dan melihat tangan melingkar di perutnya.

Mas Rama, dia peluk aku. Rasanya … tidak mungkin, batin Anya. Mencoba mengingat kejadian semalam, makan malam yang dihadiri juga dengan Om Pram dan Bima. Setelah itu ia pulang, bahkan digendong ke kamar oleh Rama, tentu saja karena ia mabuk.

Senyum terbit di bibir Anya, ternyata suaminya bisa bersikap manis. Apa ini pertanda hubungan mereka mulai membaik. merasakan tubuhnya tidak baik-baik saja, jelas semalam terjadi sesuatu. Apa yang selama ini dijaga telah ia berikan pada sang suami yang memang sudah menjadi haknya.

“Mas Rama,” panggil Anya lirih sambil perlahan berbalik. Seketika matanya langsung terbelalak dan gegas beranjak duduk setelah menyingkirkan tangan yang memeluk perutnya.

Sambil memegang erat selimut agar tidak mengekspos tubuhnya yang polos, Anya mengucek mata memastikan pria yang berbaring di sampingnya tadi.

“Bi-ma,” ucapnya lirih. “Kemana Mas Rama?” Menatap sekeliling kamar, tidak ia dapati Rama di sana. Bahkan dress yang semalam ia gunakan, tergolek dan berantakan di lantai juga dengan pakaian pria yang mungkin saja milik Bima.

“Hei, bangun!” Bima hanya mengerang pelan dan berbaring memunggunginya. “Bangun!” ujar nya Anya lagi sambil mendorong pelan tangan Bima.

Pria itu berdecak kemudian berbalik dan mengerjapkan matanya.

“Kenapa bisa kita tidur satu ranjang? Apa yang terjadi?” cecar Anya.

Awalnya Bima terlihat bingung bahkan mengernyitkan dahinya, kemudian ia bangun.

“Semalam kamu mabuk. Jadi aku mengantar—”

“Apa maksudmu? Bukannya Mas Rama yang menggendongku pulang?” sela Anya. Debar jantungnya makin menjadi-jadi. “Di mana dia?”

“Rama?” Bima mendengus. Pria itu mengacak rambutnya. “Entah. Dia menyerahkan kamu yang mabuk begitu saja padaku saat ia menerima telepon. Sepertinya telepon itu jauh lebih penting daripada istrinya sendiri.”

Anya resah mengingat kembali kejadian semalam. Rasanya ia ingin berteriak karena begitu ceroboh melakukan sesuatu yang seharusnya diberikan pada suaminya.

“Aku pasti sudah gila.”

Raut wajahnya mulai panik mengingat ia berada di kamar, kediaman mertuanya. Sewaktu-waktu bisa saja Rama datang meski sekarang entah di mana pria itu.

“Pergi dari sini,” usir Anya pada Bima.

“Tenang saja manis. Rama tidak ada, kamu--“

“Pergi!” usir Anya sambil menunjuk pintu kamarnya. “Lupakan apa yang semalam terjadi, kita tidak melakukan apapun.”

Bima terkekeh sambil beranjak dari ranjang, Anya mengalihkan pandangannya saat pria itu meraih pakaian.

“Bagaimana bisa aku melupakan kejadian semalam. Kita berdua tidak akan bisa lupa dan mengabaikannya.”

Rasanya Anya ingin menjerit dan menghampiri Bima untuk menghardiknya kalau saja ia sudah berpakaian. Ia harus menggeser posisi duduknya saat Bima mendekat ke area di mana ia berada.

“Aku yang pertama untukmu. Seumur hidup kita tidak akan pernah melupakan kejadian semalam.”

“Omong kosong. Aku ini sudah menikah, suamiku sepupumu. Apa yang terjadi semalam ada kesalahan, jadi lupakan saja dan keluar.”

Sepertinya Bima mengalah, ia mengangkat tangannya seakan menyerah dengan ucapan Anya lalu beranjak pergi. Tangannya sudah memegang handle pintu, saat berbalik dan kembali istri dari sepupunya.

“KIta bicara lagi nanti saat kamu sudah tenang.”

“Pergi!” sahut Anya.

Setelah kepergian Bima, Anya memaksakan tubuhnya bergerak dan beranjak dari ranjang. Membersihkan diri lalu membereskan kekacauan di kamar. Tidak ingin Rama tahu apa yang terjadi semalam di kamar itu.

***

Entah sudah berapa lama Anya berada di balkon, duduk termenung memikirkan kejadian semalam dan dampaknya ke depan. Tidak menyadari kehadiran Rama dan sudah berdiri di tengah pintu balkon.

“Ck. Aku harus bagaimana,” gumam Anya.

“Cepat masuk dan temui orang tuaku.”

“MAs Rama.” Anya terkejut dengan kehadiran Rama, ia pun berdiri.

“Tentu saja aku, Rama. Memang siapa yang kamu pikirkan?” Anya hanya menggeleng pelan. “Cepat turun dan temui orang tuaku.”

“Mereka sudah pulang?”

“Hm. KIta akan malam siang bersama.” Anya pun mengekor langkah Rama meninggalkan balkon dan keluar dari kamar. saat melewati ranjang, pandangan Anya kembali memindai tempat itu memastikan lagi kekacauan dan kesalahan semalam sudah ia bereskan.

“Ingat, jangan bilang atau adukan apapun tentang aku dan Selly,” bisik Rama dengan nada ancaman saat mereka menuruni anak tangga.

Anya hanya bisa menghela pelan, malas untuk menjawab.

“Kamu dengar ‘kan?” tanya Bima lirih.

“Dengar Mas, aku dengar. Tidak usah terus dibahas, kamu pikir aku tidak muak mendengar urusanmu dengan wanita itu.”

Anya mendahului Bima menuruni anak tangga dengan cepat menuju meja makan.

“Anya, kemari, sayang!” pinta Mama Malika saat melihatnya dan Rama datang.

Melihat kedua mertuanya dan disambut dengan hangat, tentu saja Anya tersenyum. Baru mulutnya hendak menanyakan kabar pada pasangan yang baru saja tiba dari perjalanan bisnis, mendadak bibirnya kelu dan senyum pun hilang melihat ada Bima di sana. Bahkan pria itu menoleh dan menatap ke arahnya. Menyadari kalau ia akan sering bertemu Bima, mengingat pria itu juga tinggal di rumah orangtua Rama.

Bagaimana ini, kami akan sering bertemu, batin Anya.

Bab terkait

  • Semalam Dengan Sepupumu   5. Bersama Bima (1)

    Anya duduk di samping suaminya, tepat berhadapan dengan Bima. Menikmati makan siang dengan wajah menunduk, enggan menatap pria itu. sesekali ia mengalihkan pandangan saat bicara atau menjawab pertanyaan orang tua Rama.“Jadi, mulai sekarang Bima akan tinggal di sini dan bergabung di perusahaan,” ungkap Denis.Rama hanya menganggukan kepala pelan, meski tidak tahu alasan dibalik datangnya Bima. Namun, Rama tidak merasa hal itu sebagai sebuah ancaman. Berbeda dengan Bima yang berniat mencari tahu apa maksud Denis -- Papa Rama -- memaksanya datang dan memberikan pekerjaan yang layak. Kemana saja keluarga itu selama ini, kemana saja mereka saat ayahnya menderita dan akhirnya meninggal dunia.“Pram sudah menjelaskan padamu bukan?” tanya Denis.“Hm,” sahut Denis.“Aku dengar kamu memiliki usaha café, teruskan saja selama tidak mengganggu pekerjaan baru kamu. Anya, kamu bantu Bima karena kalian berdua akan berada dalam divisi yang sama.”Sebenarnya Anya ingin menolak, tapi tidak berani. Tida

  • Semalam Dengan Sepupumu   6. Bersama Bima (2)

    Dalam perjalanan Anya terus bicara menolak ide Rama yang lagi-lagi menitipkan dirinya pada Bima. Sebelumnya mereka malah berakhir di ranjang dengan adegan dewasa meskipun terjadi karena tidak sadar. Kali ini entah apalagi, yang jelas Anya masih enggan berdua saja dengan pria itu.“Kamu bisa diam tidak? Aku sedang mengemudi,” sentak Rama dan sukses membuat Anya diam.Kali ini gantian ponsel Rama yang tidak bisa diam karena terus berdering, sempat melirik sekilas dan Anya melihat nama Selly di layar. Siapa lagi kalau bukan perempuan itu yang berani menghubungi suaminya tidak tahu waktu.Hampir lima belas menit perjalanan, mobil Rama berbelok dan parkir di area café. Anya berdecak pelan, saat melihat mobil Bima terparkir di samping mobil Rama dan pemiliknya keluar memperhatikan sekeliling.“Mas--"“Cepat keluar, Selly sudah menungguku.”“Tapi aku istrimu, Mas. Kamu tega meninggalkan aku di sini dengan pria lain.” Anya berharap Rama akan berubah pikiran, meski harapannya kecil karena pria

  • Semalam Dengan Sepupumu   7. Rencana Selly

    Anya menelan salivanya. Ucapan Bima barusan mengingatkan kembali kejadian semalam. Tidak mungkin ia bisa lupa, bahkan seumur hidupnya. Benar apa kata pria itu kalau mereka tidak akan mudah melupakannya.“Aku bilang jangan dibahas dan lupakan saja. Anggap semua tidak pernah terjadi karena itu sebuah kesalahan,” sahut Anya lirih.Bima mendengus kesal mendengar permintaan Anya. Katakanlah ia brengsek atau apalah, tapi ia bukan pria perusak para gadis. Tanggung jawab, tentu saja Bima harus lakukan itu. Hanya saja tanggung jawab seperti apa mengingat Anya adalah istri orang. Beda cerita kalau wanita itu masih single.Malam itu ia sadar dengan posisi Anya istri dari adik sepupunya, tapi tidak ada kucing yang menolak ikan asin, apalagi tersaji dan menggoda di depan matanya. Kalau pria lain mungkin akan lenggang kangkung saat si wanita malah mengusir dan mengatakan agar melupakan apa yang sudah terjadi. Namun, bagi Bima pantang ia mundur dan menghindar.Semakin diingat kejadian itu dan ditata

  • Semalam Dengan Sepupumu   8. Bagaimana Kalau Hamil?

    Sudah hampir jam sebelas, tapi Rama belum kelihatan. Anya berniat meninggalkan café dan pulang sendiri, sudah lelah menunggu. Bima tentu saja masih beredar di area cafenya, sesekali pria itu bertanya apa ia butuh sesuatu. Bahkan salah satu pelayan mengantarkan capucino iced, ternyata perintah dari Bima.“Ck, dalam sepuluh menit mas Rama tidak datang. Aku pulang saja.” Anya menghela pelan dan mengaduk isi gelasnya lalu menengadah karena Bima sudah berdiri di depan mejanya.“Butuh sesuatu? Sepertinya menunggu sangat membosankan.”“Tidak, terima kasih.”Alih-alih kembali meninggalkan Anya, Bima malah duduk lagi di kursi yang sebelumnya ia tempati.“Tiga puluh menit lagi cafe tutup. Jangan khawatir, kamu tetap bisa tunggu di sini. Aku akan dengan senang hati menemani.”Anya mengusap layar ponsel yang dia letakan di atas meja, berharap ada pesan masuk dari Rama meski ia yakin tidak ada karena tidak ada notifikasi apapun. Menghubunginya pun percuma, dua kali panggilan sudah dia lakukan sete

  • Semalam Dengan Sepupumu   9. Ceraikan Aku

    Pertanyaan Bima membuat debaran jantung Anya tidak karuan. Benaknya penuh dengan pertanyaan Bima tadi. Bagaimana kalau dirinya hamil, tentu saja kemungkinan itu ada. Pasangan yang melakukan hubungan bisa saja menghasilkan keturunan.Tidak mungkin, toh kami melakukannya hanya sekali, batin Anya meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja.Meski dalam hati Anya percaya, kehamilan bukan terjadi karena sekali atau beberapa kali uji coba. Bisa saja benih yang ditinggalkan Bima memang berhasil berkembang dan dia benar hamil. Tidak bisa mengingat ia berada dalam masa subur atau tidak, kepalanya terlalu mumet dan ia tidak peduli saat ini sedang subur atau tidak sebab tidak dalam program kehamilan.Anya pun menoleh menatap Bima yang juga menoleh ke arahnya dan kembali fokus dengan kemudi. “Jangan mimpi, aku tidak mungkin hamil anakmu,” ujar Anya lirih.Bima tersenyum sinis. “Kenapa kamu begitu yakin. Saat itu aku tidak menggunakan pengaman dan kita melakukannya berkali-kali.”Shittt, dal

  • Semalam Dengan Sepupumu   10. Pengakuan

    Cerai. Akhirnya Anya berani untuk menuntut hal itu. meski Rama menjanjikan mereka akan bercerai setelah satu atau dua tahun pernikahan, rasanya tidak mungkin menunggu selama itu. Hubungan mereka tidak semakin baik dan lagi ia tidak ingin terus dibayangi rasa bersalah karena perbuatannya bersama Bima.Ia bukanlah Rama, tidak punya perasaan dan memainkan pernikahan sama saja dengan terus menerus membohongi orang tua.Setelah Anya mengatakan cerai, Rama sempat menoleh dan berdecak pelan. Namun, tidak komentar dan merespon apapun hanya fokus pada kemudi. Tiba di rumah, Anya gegas ke kamar beruntung mertuanya sudah tidak terlihat, sepertinya sudah istirahat.“Anya,” panggil Rama mengekor langkahnya dan sudah berada di kamar.”Apa maksudmu minta cerai?” tanya Rama menahan Anya yang akan ke toilet dengan cengkraman di lengan.“Maksudku?” Balik tanya, Anya kemudian menghela nafas dan menarik tangannya. “Apa kurang jelas, Mas? Sepertinya kelamaan bersama Selly membuat pendengaranmu terganggu at

  • Semalam Dengan Sepupumu   11. Jangan Menghindar

    Sempat terkejut saat membuka mata ternyata ia sekamar dengan Rama dan mengingat sudah beberapa malam mereka tinggal di kediaman orangtua Rama. Melihat sofa dan lantai yang rapi, kemungkinan tidak ditempati oleh Rama untuk tidur dan menyadari kalau pria itu pasti tidur satu ranjang dengannya.“Mas, tidur di mana?” tanya Anya pada Rama yang baru masuk dari balkon.“Disitu!” tunjuknya ke arah ranjang dengan dagu karena tatapannya tertuju pada wajah Anya. Rambut yang agak berantakan dengan wajah polosnya.“Tidur di sini, denganku?” tanya Anya dan dijawab Rama dengan anggukan kepala. “Kok gitu?”“Kenapa? Ini kamarku dan kamu istriku, aku bebas tidur di mana saja termasuk denganmu.”“Tapi--"“Kamu dengan Bima, ada masalah apa?” tanya Rama menyela ucapan sang istri.Mendapati pertanyaan yang cukup berat, Anya sempat kaget dan bersikap biasa saja. “Maksudnya masalah gimana?” tanyanya balik sambil beranjak dari ranjang dan melangkah menuju toilet, tapi tertahan lagi-lagi dengan cengkraman tang

  • Semalam Dengan Sepupumu   12. Rencana Selly (2)

    Anya mendorong kursi Bima agar menjauh saat mendengar percakapan dari luar. Benar saja, tidak lama pintu pun terbuka.“Selamat pagi, mbak Anya dan Mas Bima,” ucap pria Anya kenal bernama Danar, manager tim marketing. pria itu datang bersama seorang wanita, mungkin asisten atau wakilnya. Yang jelas Anya tidak kenal.“Pagi pak,” balas Bima menyambut uluran tangan Danar dalam posisi berdiri.“Pagi Pak, Danar,” ujar Anya bergantian bersalaman.“Silahkan duduk, kita ngobrol-ngobrol dulu,” ujar Danar menatap Anya dan Bima sambil tersenyum.Sebenarnya Anya tidak masalah dimutasi ke divisi manapun, masalahnya adalah dia bersama Bima. Ingin menghindar, tapi situasi malah membuat mereka dekat.Masih mendengarkan arahan Danar tentang tugas ia dan Bima di tim marketing. sesekali menjawab pertanyaan atau hanya menganggukan kepala.“Jadi, mohon maaf kalau saya akan memperlakukan kalian berdua sama seperti karyawan lain meskipun Mbak Anya dan Mas Bima memiliki kedekatan khusus dengan Pak Denis selak

Bab terbaru

  • Semalam Dengan Sepupumu   82. Rumah Sakit (2)

    Pagi itu Rama mendapat kabar dari sekretarisnya kalau Bima tdk ada di kantor, padahal hari ini ada jadwal bertemu. Bukan hanya urusan bisnis, Rama juga akan berdiskusi masalah Anya. Namun, tidak adanya Bima di kantor membuatnya penasaran untuk menghubungi langsung sepupu yang sekarang menjadi atasannya.Dua kali panggilan tidak dijawab, Rama pun menghubungi Umar. Nyatanya mereka sedang berada di luar kota. Meski tidak menanyakan ada urusan apa karena rasanya tidak elok, tapi Rama curiga jangan-jangan ada hubungannya dengan Anya.“Nanti siang aku hubungi lagi, semoga saja benar Anya sudah ditemukan,” gumam pria itu.Sampai di bawah, Rama harus menghela nafasnya mendapati Denis yang mengoceh tidak karuan. Sudah biasa seperti itu, tapi akhir-akhir ini lebih parah bahkan Malika kadang tidak bisa menghentikan suaminya.“Pah, udah pah,” ucap Rama. “Papa bisa stroke kalau begini terus.”“Gimana papa nggak stroke, kemana istri kamu pergi bawa cucuku? Dia yang akan bantu kita, Rama.”“Pah, aku

  • Semalam Dengan Sepupumu   81. Rumah Sakit (2)

    “Sabar ya, sebentar lagi kita sampai,” ucap Selly sambil fokus dengan kemudi. Sesekali pandangannya menatap Anya yang masih meringis melalui center mirror.“Kok bisa jatuh sih,” gumam Selly meski bukan bertanya secara langsung.“Kepleset, kayaknya aku nggak hati-hati.”‘Memang seharusnya kamu nggak sendirian, harusnya kamu ada di tengah keluarga,’ batin Selly.“Pas aku datang, udah lama kamu jatuh?” Selly bertanya lagi, paling tidak ia bisa menjelaskan kondisi Anya pada petugas medis saat mereka sudah tiba di rumah sakit.“Mungkin lima atau sepuluh menit, aku nggak berani langsung bangun.”Selly kembali fokus dengan jalanan. Meski tidak macet seperti di Jakarta, tapi di sini banyak jalan belum rata dan berlubang. Jadi, dia harus menghindar atau memilih jalan yang baik agar Anya tidak semakin kesakitan.“Oke, belokan depan terus kita sampai. Langsung ke UGD, aku akan panggil perawat. Kamu masih oke?” tanya Selly lagi dan Anya hanya menjawab dengan ringisan.Mobil berhenti tepat di depa

  • Semalam Dengan Sepupumu   80. Rumah Sakit (1)

    Pencarian Anya dengan mengawasi tempat tinggal semua kerabatnya tidak menemukan pencerahan. Bima rasanya frustasi mendapati kenyataan Anya tidak terdeteksi. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi pada wanita itu.Keluarga Anya pun seperti tidak peduli, malah semangat untuk mendekatkan Alya dengannya.Namun Bima tidak putus asa, berbulan-bulan pencarian Anya tetap dilakukan sambil fokus dengan tugasnya menjadi presdir di Hardana Company. Kerinduan dan kegalauannya semakin terasa saat malam. Seperti saat ini.“Anya,” ucap Bima sambil menatap langit-langit kamarnya.Kalau tidak salah perhitungan, Anya akan melahirkan bulan depan. Artinya saat ini sudah memasuki trimester ketiga. Perut Anya sudah pasti sedang membola karena kehamilan yang semakin tua.“Dimana kamu, sayang,” gumam Bima. Berharap Anya selalu sehat dimanapun ia berada.Akhirnya ngantuk pun datang, Bima hampir terlelap saat mendengar dering ponselnya. Jika panggilan biasa mungkin ia akan abaikan, tapi dering yang terdengar

  • Semalam Dengan Sepupumu   79. Bukan Cari Istri

    Selly sudah menawarkan sesuatu, tapi Anya menolak. Dia menanyakan kondisi orang tuanya apalagi Rama. Melarikan diri dari keluarga Hardana sepertinya sudah rencana yang matang. Meninggalkan semua kemewahan yang pernah dirasakan sama seperti dirinya.Meski sudah bekerja dan tinggal jauh dari Jakarta, tapi Selly masih berada dalam salah satu anak cabang Hardana Company. Hari ini dia diminta datang ke kantor pusat, beruntung bukan ke kantor cabang di mana Rama berada.Berangkat sangat pagi dan tiba di jakarta pukul delapan, sempat memperbaiki penampilan riasan di wajahnya. Selly harus menemui bagian operasional dan melaporkan beberapa proyek yang sudah selesai.“Oke, nanti kami kabari kalau ada temuan. Tinggal tunggu LPJ saja,” ucap perwakilan yang menerima dokumen-dokumen yang dibawa Selly.”“Baik, terima kasih.” Setelah bersalaman, Selly pun meninggalkan tempat itu. Sekarang hampir jam makan siang, cukup lama pertemuan mereka. Agak lama menunggu lift yang kosong, karena sudah masuk jam

  • Semalam Dengan Sepupumu   78. Pesan Anya

    “Kamu kabur dari Rama?” tanya Selly dan Anya mengangguk dan menceritakan tuntutan agar bercerai dan bagaimana Rama selalu menjanjikan itu, tapi tidak dikabulkan.Anya merasa Selly bukan lagi rival apalagi musuh. Entah mengapa ia merasa nyaman saja bercerita dengan wanita itu.“Semua karena aku,” ucap Selly lirih. “Kalian bisa lanjutkan pernikahan, aku tidak akan menuntut apa-apa lagi dari Rama.”“Bukan, bukan karena kamu. Dari awal kami memang tidak saling mencintai. Mas Rama sudah mengajukan kesepakatan di awal pernikahan kami.”“Tapi kamu hamil, bagaimana anak kalian nanti?” Selly berusaha meyakinkan Anya kalau langkahnya salah jika tetap bercerai dari Rama. Sepertinya rasa bersalah masih Selly rasakan.Anya mengusap perutnya dan menghela pelan. Tidak mungkin menceritakan kalau bukan Rama ayah dari bayi di kandungannya. Mereka belum sedekat itu.“Berpisah adalah yang terbaik untuk kami,” ujar Anya mengakhiri perdebatan itu.Selly tidak lagi membujuk Anya yang terlihat nekat dan bisa

  • Semalam Dengan Sepupumu   77. Bersama Selly

    Bima merasa kali ini tidak akan mudah menemukan Anya. Kesalahpahaman diantara mereka cukup fatal. Meski Rama sudah mengalah dan berjanji akan menceraikan Anya setelah melahirkan. Hanya Bima yang memang pantas untuk Anya.Sudah seminggu Anya menghilang dan orang-orang yang disebar untuk mencari belum memberikan kabar yang jelas. Mendeteksi dari GPS gagal karena ponsel Anya sengaja ditinggal, juga dari penarikan rekening bank belum ada titik terang. Anya belum melakukan transaksi keuangannya.Kondisi di perusahaan juga agak runyam. Rama melawan Denis, membuat pria itu ikut campur di perusahaan.“Om Denis, anda sudah tidak ada peran lagi di sini,” cetus Bima ketika adik dari ayahnya itu berada di ruang kerjanya.“Dulu ini ruang kerjaku, kamu jangan merasa hebat. Hardana Company berjaya karena kerja kerasku.”“Kerja keras para karyawan. Semua memiliki peran masing-masing,” sahut Bima lagi.Sepertinya Denis frustasi karena kepergian Anya bisa membuyarkan rencananya untuk merebut kembali po

  • Semalam Dengan Sepupumu   76. Sudah Muak

    “Anya, tunggu!” Rama urung berangkat, lebih memilih mengejar Anya setelah Denis dan Malika meninggal rumah. Ia harus bicara dengan istrinya.Tidak ingin tergesa dan tergelincir saat menaiki tangga, ternyata Anya menuju pintu samping.“Anya, kita harus bicara,” ujar Rama mengekor langkah Anya yang sudah hampir sampai di gazebo tidak jauh dari kolam renang.“Tidak ada yang harus dibicarakan. Mas Rama sebaiknya berangkat,” seru Anya menatap arah kolam, lebih tepatnya melamun.“Sumpah aku tidak ingin memanfaatkan kamu,” tutur Rama dan sudah duduk di samping Anya yang masih cuek. “Situasi yang buat kita begini. Aku sudah minta izin Papa untuk melepaskan kamu dan ya … begitu.”“Kita boleh cerai setelah aku melahirkan dan kalian dapatkan warisan itu?”Pertanyaan Anya sukses membuat Rama terdiam, memang begitu kenyataannya. Denis menyarankan hal itu.“Bagaimana kalau Papa kamu tahu ini bukan anakmu? Bagaimana kalau papa kamu tahu ini anak …Bima?”“Jangan sampai dia tahu,” sahut Rama. “Untuk k

  • Semalam Dengan Sepupumu   75. Terserah

    “Mas Rama, kamu janjikan perceraian setelah aku melahirkan. Setelah kalian dapatkan saham itu?”“Tidak Anya.”“Memang begitu,” seru Bima. “Memang begitu niatmu dari awal.” Tangan Bima menunjuk wajah Rama.“Memang itu niatku, tapi aku menawarkan kehidupan normal untuk kami berdua. Memulai semua dari awal. Aku tanya siapa ayah kandung bayi itu, untuk menyelesaikan masalah ini.” Entah hanya sekedar pembelaan atau memang niat Rama tulus. Anya menggeleng pelan lalu mengusap pipinya dari air mata.“Bima. Kamu tawarkan rencana untuk menghentikan rencana Mas Rama dan juga menguntungkan dirimu sendiri. Begitu ‘kan?” kali ini pertanyaan Anya ditujukan untuk Bima.“Tidak dan kamu tahu aku tidak begitu. Aku memang ingin menggagalkan rencana mereka bukan untuk diriku, tapi menyelamatkan kamu. Aku akan bertanggung jawab Anya, percaya aku!”Bima hendak mendekat, tapi tangan Anya tertahan agar tidak melakukan itu.“Ini skandal, sebaiknya kalian tutup mulut dari pada keluarga Hardana menanggung malu.

  • Semalam Dengan Sepupumu   74. Terungkap (3)

    “Dan aku tidak mau itu terjadi,” ujar Bima. Pandangan mereka bertemu dan saling tatap, tanpa tahu ada orang lain melihat interaksi dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan.Anya menarik nafas, tidak ingin berdebat lagi. Hanya waktu yang akan membuktikan apakah ucapan Bima bisa dipegang atau tidak. Kalaupun ternyata rencana yang mereka susun ternyata kacau, yang jelas Anya tetap ingin fokus dengan kebahagiaannya di masa depan dan bukan dengan Rama.“Buktika saja,” ucap Anya lirih.“Pasti, pasti akan aku buktikan.”“Aku … Mas Rama pasti menunggu.”Sedangkan sejak tadi, Rama berada di balik tembok tidak jauh dari tempat Bima dan Anya bicara. Sengaja menyusul istrinya, khawatir terjadi sesuatu apalagi wanita itu merasa tidak nyaman. Nyatanya dia menemukan hal menarik dan jawaban dari pertanyaan yang selama ini diajukan untuk Anya.Bima, ternyata pria itu yang sudah menghamili istrinya. Jelas masalah mereka bertiga semakin rumit. Mendengar Anya ingin beranjak, Rama pun gegas meninggalkan

DMCA.com Protection Status